TINJAUAN KRIMINOLOGIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN “PENYAYATAN PAHA” YANG DILAKUKAN TERHADAP PENGENDARA SEPEDA MOTOR

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Polresta Denpasar)

Oleh:

Kadek Herry Witarsa*

I Ketut Rai Setiabudhi**

I Gusti Ngurah Parwata***

Program Kekhusuan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Tindak pidana penganiayaan diatur dalam Bab ke-XX Buku ke-II KUHP dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 355. Aturan dan sanksi walaupun telah diterapkan, tindak pidana penganiayaan tetap saja banyak terjadi. Kasus penganiayaan yang terjadi diwilayah hukum Polresta Denpasar yang paling menjadi sorotan adalah kasus tindak pidana penganiayaan penyayatan paha. Karenanya didalam aksi pelaku hanya melukai korban saja dan tidak ada perampasan barang berharga milik korban. Adapun didalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan jenis pendekatan deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah terdapat dua faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” yang dilakukan terhadap pengendara sepeda motor. Faktornya meliputi faktor psikologi dan faktor minuman beralkohol.

Kata Kunci: Kriminologi, Kejahatan Jalanan, Penganiayaan, Polresta Denpasar

ABSTRACT

The criminal act of persecution is set forth in chapter XX of the second book of the Criminal Code in articles 351 to 355. Rules and sanctions, even though they have been implemented, the criminal act of persecution continues to occur. Cases of abuse that occurred in the territory of the law of the Police of Denpasar the most into the spotlight is a case of criminal act of persecuting thighs. Therefore, in the act of perpetrators only injure the victim only and there is no seizure of the victim’s valuables. The writing of this paper uses empirical legal research with a descriptive type of approach that aims to describe precisely the individual traits, circumstances, symptoms, or specific group, or to determine the spread of a symptom with other symptoms in society. The conclusion that can be drawn from this writing is that there are two factors that become the cause of criminal act “thighs slash” done to motorcycle rider. Factor include psychological factors and factors of alcoholic beverages.

Keyword: Criminology, Street Crime, Persecution, Police Denpasar

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Proses globalisasi serta pembangunan bisa menyebabkan kemajuan didalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan sosial didalam masyarakat, yang mana pada dasarnya kehidupan ini tidak terlepas dari perubahan terhadap suatu lingkungan, baik lingkungan biologis maupun lingkungan sosial masyarakat. Pengertian dari perubahan sosial itu sendiri antara lain perubahan-perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,

ideologi maupun adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tertentu.1

Faktor masyarakat juga dapat mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di masyarakat. Dalam hal ini yang penting adalah kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, semakin baik pula penegakan hukum. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka semakin sulit melaksanakan penegakan hukum yang baik.

Kesadaran hukum merupakan pandangan hukum dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu agama, ekonomi, politik dan sebagainya. Pandangan itu selalu berubah oleh karena hukum itu selalu berubah juga.2

Perubahan sosial itu sendiri adalah dimana hal ini selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif, dampak negatif dari pada perubahan sosial ini juga merambah kearah perkembangan tindak kejahatan terutama dalam hukum pidana yang salah satunya tindak pidana penganiayaan. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka (letsel) pada tubuh orang lain.3

Tindak pidana penganiayaan (mishandeling) ini diatur dalam Bab ke-XX di Buku ke-II KUHP yang dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 355 terdapat unsur-unsur dari tindak pidana penganiayaan yaitu menimbulkan rasa sakit, luka yang dikehendaki oleh pelaku, terdapatnya unsur kesengajaan dan melawan hukum.

Aturan dan sanksi walaupun telah diterapkan, tindak pidana penganiayaan tetap saja banyak terjadi. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus penganiayaan di Kota Denpasar yang menunjukan angka yang signifikan sepanjang tahun 2014 sampai dengan 2016, yang dapat dilihat pada data dari Kepolisian Resor Kota Denpasar 417 kasus, namun yang berhasil diselesaikan adalah sebanyak 369 kasus.

Berdasarkan banyaknya kasus penganiayaan yang terjadi diwilayah hukum Polresta Denpasar yang paling menjadi sorotan publik adalah kasus tindak pidana penganiayaan penyayatan paha. Karenanya didalam aksi pelaku hanya melukai korban saja dan tidak ada perampasan barang berharga milik korban.

Sampai saat ini terdapat banyak hal yang menjadi pertanyaan apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan penyayatan paha. Terdapat sebuah teori yang mempelajari apakah ada hubungan etnis bangsa dengan suatu kejahatan, ataukah suatu kejahatan sebagai gejala masyarakat maupun kejiwaan seseorang dapat mempengaruhi timbulnya kejahatan. Dalam hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam dan komprehensif.

  • 1.2.    Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” terhadap pengendara sepeda motor di wilayah hukum Polresta Denpasar dan mengetahui upaya dari Polresta Denpasar dalam menanggulangi kejahatan tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” terhadap pengendara sepeda motor.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Karena penelitian ini menyangkut data maka dengan sendirinya merupakan penelitian hukum empiris.4 Dan jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat Deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.5

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    2.2.1.    Faktor sosio psikologis yang mempengaruhi penyimpangan / melanggar hukum

Perbuatan melanggar hukum terutama disebabkan kepribadian manusia yang bersifat sosiopatik atau psikopatik artinya perbuatan menyimpang atau melanggar hukum disamping karena

kondisi kejiwaaan baik karena menderita kelainan atau gangguan atau penyakit jiwa, juga pada pengambilan keputusan yang didasarkan pada aspek-aspek sosio psikologis yang bukan merupakan akibat dari kelainan jiwa, melainkan karena pengaruh lingkungan sosialnya.

Seperti yang telah diungkapkan oleh G.P. Hoefnagels yang dikutip dari Soedjono D, bahwa dapat terjadi kemungkinan seseorang tidak patuh pada hukum, akan tetapi dia menyetujui hukum tersebut dan nilai-nilai dari mereka yang berwenang. Juga mungkin seseorang sama sekali tidak menyetujui kesemuanya, dan diapun tidak patuh pada hukum.6

Perilaku menyimpang yang merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaedah hukum dapat terjadi karena faktor kelainan jiwa baik karena sakit jiwa maupun bukan karena sakit jiwa. Tetapi karena terdapat suatu pilihan dan dengan kesadaran sendiri untuk melakukan pelanggaran atau penyimpangan terhadap hukum. Berdasarkan tingkat berat ringannya, maka tingkah laku yang menyimpang atau melanggar hukum terdiri dari Neurosis (kekacauan mental, gangguan mental), Psikosis dan Psikhopat (gejala sosiopatik) yang meliputi reaksi anti sosial, reaksi dissosial, deviasi seksual dan addiction.7

Fungsi jiwa seperti perasaan, pandangan, pikiran dan keyakinan hidup harus dapat

diseimbangkan sehingga dapat terwujud keharmonisan yang akan menjauhkan seseorang dari perasaan bimbang, keraguan serta terhindar dari pertentangan batin (konflik batin) dan kegelisahan. Gangguan kesehatan mental akan mempengaruhi sikap dan prilakunya seperti perasaanya selalu merasa cemas, gelisah, rendah diri, pemarah.

Kalau yang terganggu pikirannya maka ia akan sering lupa, tidak ada konsentrasi dan kecerdasannya menurun.8 Kondisi mental sangat menentukan didalam kehidupan ini, karena hanya orang yang memiliki mental sehat saja yang dapat merasakan kebahagiaan, merasa mampu dan berguna serta sanggup menghadapi kesulitan atau rintangan dalam hidupnya.

  • 2.2.2.    Faktor terjadinya tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” terhadap pengendara sepeda motor

Berdasarkan hasil penelitian yang diterima dari Bapak I Wayan Wiranata SH sebagai Penyidik Pembantu di Polresta Denpasar, mengenai data kasus-kasus penganiayaan penyayatan paha di Kota Denpasar selama tahun 2015 hingga 2016 terdapat sebanyak 5 kasus dan yang dilimpahkan kekejaksaan 1 kasus. Dalam kasus ini yang menjadi faktor penyebab terjadinya kasus penyayatan paha yaitu faktor minuman keras (alcohol) dan faktor psikologi.

Faktor minuman keras  (alcohol), ternyata

dengan pengaruh minuman beralkohol, seseorang dapat melakukan tindakan yang tanpa dia sadari

apakah tindakannya tersebut dianggap benar ataupun salah.    Tindakan    tersebut    bertindak    diluar

pemikirannya, dikarenakan masih dalam pengaruh minuman beralkohol. Seseorang yang dipengaruhi oleh minuman beralkohol akan membuat dia cepat tersinggung, perhatiannya terhadap lingkungan jadi terganggu dan membuat pengendalian diri yang bersangkutan menjadi agresif dan berani.

Faktor psikologis, Psikologis atau kejiwaan disini adalah seseorang disebut normal apabila ia dapat menggunakan kemampuan dan bakatnya secara penuh dan apabila tidak maka ia disebut abnormal.9 Penyesuaian diri ini pun erat kaitannya dengan normal dan abnormal yang artinya apabila seseorang itu berhasil    menyesuaikan    prilakunya    dengan

lingkungannya atau apabila seseorang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan kaedah hukum yang berlaku maka hasilnya adalah normal.10

  • 2.2.3.    Upaya Polresta Denpasar Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan “Penyayatan Paha” Terhadap Pengendara Motor

Upaya pertama yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan “penyayatan paha” yaitu melalui sebelum kejahatan itu terjadi (upaya preventif). Upaya preventif atau pencegahan, jauh lebih efisien daripada mendidik penjahat itu. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa pelaku suatu

kejahatan tidak akan pernah kembali sehubungan dengan hal tersebut.11

Kebijakan penanggulangan kejahatan secara preventif ini memiliki kedudukan yang lebih strategis dan memiliki peranan yang lebih efektif dan intensif dibandingkan dengan tindakan represif. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan secara preventif ini lebih memiliki sifat berupa tindakan pencegahan untuk terjadi suatu kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kehajahatan.

Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha refresif dan rehabilitasi.12 Misalnya menjaga diri sendiri jangan sampai menjadi korban kriminal, tidak lupa mengunci rumah dan kendaraan, memasang lampu di tempat-tempat yang gelap dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang diterima dari Bapak I Wayan Wiranata SH sebagai Penyidik Pembantu di Polresta Denpasar, bahwa upaya preventif yang dapat dilakukan pihak Polresta Denpasar dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu : razia ditempat hiburan malam,

melaksanakan kegiatan-kegiatan patroli secara rutin dan mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat.

Selain upaya pencegahan sebelum kejahatan terjadi (preventif), upaya selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu upaya represif yang merupakan hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Upaya ini berupa pemberian sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan yang didalam hal ini dapat dilakukan oleh pihak kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang sesuai dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain untuk memberantas tindak kejahatan yang terjadi didalam masyarakat, upaya ini juga diterapkan kepada pelaku kejahatan, sehingga membuat masyarakat menjadi aman.13

Upaya represif ini memiliki tujuan untuk menindak seorang pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya, serta memperbaiki atau menyadarkan kembali bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Dengan harapan pelaku kejahatan tidak akan mengulangi tindakannya dan orang lain juga tidak akan melakukan tindakan tersebut mengingat sanksi yang akan diterimanya sangat berat.

Berdasarkan hasil penelitian yang diterima dari Bapak I Wayan Wiranata SH sebagai Penyidik Pembantu di Polresta Denpasar, bahwa upaya refresif yang dilakukan pihak Polresta Denpasar dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan

“penyayatan paha” di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu : mengembangkan penyidikan melalui keterangan-keterangan pelaku dan tindakan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • a.    Faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan “penyayatan paha” yang dilakukan terhadap pengendara motor, yakni: faktor pengaruh minuman keras dan faktor psikologis.

  • b.    Upaya – upaya dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan “penyayatan paha” terhadap pengendara motor adalah: upaya preventif yang meliputi dengan cara melaksanakan razia ditempat hiburan malam, melaksanakan kegiatan-kegiatan patroli secara rutin dan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat umum dan khusus kota denpasar. Upaya refresif meliputi:   mengembangkan penyidikan melalui

keterangan-keterangan pelaku dan tindakan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan.

  • 3.2.    Saran

Meningkatkan personil penegak hukum untuk lebih meningkatkan upaya represif serta terlebih khusus pada upaya preventif. Setiap pengendara sepeda motor agar dapat lebih meningkatkan kewaspadaan dan pengamanan diri agar tidak jadi korban kejahatan, misalnya berpakaian yang sewajarnya saat berkendara dimalam hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bahan Bacaan:

Ali, Zainuddin, 2006, Sosiologi Hukum, Cet. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta

Arief, Barda Nawawi, 2007, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Pranamedia Group, Jakarta

Chazawi, Adami, 2007, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Edisi. Revisi, RajaGrafindo Persada, Jakarta

M. Hadjon, Philipus dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ngurah, Sagung dan I Dewa Made Suartha, 2006, Bahan Ajar Psikologi Hukum, Bagian Hukum Dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Soedjono D, 1983, Pengantar Tentang Psikologi Hukum, Alumni, Bandung

Soekanto, Soerjono,   2010,  Pengantar Penelitian  Hukum,

Universitas Indonesia, Jakarta, UI Press

Syani, Abdul, 1987, Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya, Bandung

Jurnal Ilmiah:

Ediwarman, 2012, Paradoks Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi Di Indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No. I, Mei 2012

12