PROBLEMATIKA YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
on
PROBLEMATIKA YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA
Oleh:
Kadek Denyk Rizky Nugroho I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
Writing is entitled "Problems of Juridical Act No. 26 of 2000 on Human Rights Court" whose aim is to understand the formation and implementation of the Court of Human Rights in Indonesia based on Law No. 26 of 2000 and to find out the problems of juridical Law No. 26 of 2000 in terms of the establishment and implementation of the Court of Human Rights. This paper uses normative legal research methods approach legislation (Statute Approach) and related literature. In this paper it can be concluded that the establishment and implementation of the Court of Human Rights under Law No. 26 of 2000 was an effort to build a law that is responsive, but the process is still accompanied by a variety of interests because there are still a lot of push and pull between the interests of the new order of the order of reform, characters laws tend to be influenced by the political configuration that gave it birth.
Keywords: Juridical Problems, Law No. 26 of 2000, the Court of Human Rights
ABSTRAK
Penulisan ini berjudul “Problematika Yuridis Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia” yang memiliki tujuan untuk mengetahui pembentukan dan pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan untuk mengetahui problematika yuridis Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ditinjau dari segi pembentukan dan pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia. Makalah ini menggunakan metode penelitian hukum normative melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach) dan literature terkait. Dalam makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan dan pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 merupakan upaya membangun hukum yang responsif, namun prosesnya masih dibarengi dengan berbagai kepentingan dikarenakan masih banyak tarik ulur antar kepentingan orde baru dengan orde reformasi, sehingga karakter produk hukum cenderung dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang melahirkannya.
KataKunci: Problematika Yuridis, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Pengadilan Hak Asasi Manusia
Sejak kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah memercikkan berbagai gagasan guna memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang lebih baik.1Sehingga menjadi hal yang lumrah jika berbagai tuntutan atas tiap-tiap pelanggaran HAM secepatnya harus diselesaikan tanpa tebang pilih. Hal ini jugalah yang kemudian melatar belakangi berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) di Indonesia.2
Pada mulanya pembentukan komisi ini memang masih disambut secara skeptis, bahkan sinis, namun secara bertahap lembaga ini pun mulai memperoleh kepercayaan masyarakat.3 Pembentukan KOMNAS HAM sesungguhnya sejalan dengan tujuan yang tertera pada ketentuan pasal 44 TAP MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia.Guna memperkuat penegakan HAM yang efektif di Indonesia, maka kemudian ditetapkanlah UU Nomor 39 Tahun 1999. Inisiatif pemerintah tersebut yang akhirnya melahirkan Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Adanya undang-undang terbaru tentang pengadilan HAM tersebut harapannya dapat menjadi dasar penguat dalam mewujudkan kepastian hukum dan keadilan pada proses penegakan HAM di Indonesia. Selain disebabkan oleh peran Komnas HAM yang belum optimal karena adanya beberapa ketentuan pasal yang membatasi tugas dan wewenang Komnas HAM, dan juga karena adanya penyempitan terhadap konsep sipelanggaran HAM yang terkandung dalam UU pengadilan HAM.
Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui pembentukan dan pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia berdasarkan Undang-
-
1 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid 1, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahakamah Konstitusi, Jakarta, h. 85.
-
2 R. Wiyono, 2006, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 3.
-
3 Saafroedin Bahar, 2002, Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia, Sinar Harapan, Jakarta, h. 370-371.
Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan untuk mengetahui problematika yuridis Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ditinjau dari segi pembentukan dan pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode penelitian normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach) dan literature terkait. Penelitian hukum normatif sebagai penelitian hukum kepustakaan yang datanya diperoleh dari mengkaji bahan-bahan pustaka, yang lazimnya disebut sebagai data sekunder.4
-
2.2 Hasil Pembahasan
2.2.1 Pembentukan dan Pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
Salah satu instrument penting yang lahir dalam masa reformasi ini adalah munculnya mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia melalui pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM). Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dibawah peradilan umum, dan merupakan lexspecialis dari Kitab Undang HukumPidana. Istilah Pengadilan HAM untuk pertamakalinya disebutkan secara formil dalam Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 104 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. UU ini menyatakan bahwa pengadilan HAM dibentuk untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat, seperti pembunuhan masal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitary/extra judicialkilling), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination) yang sesuai dengan ketentuan Pasal 6 danPasal 7 rome statute of the internationalcriminal court.
Salah satu konsekuensi diberlakukannya UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM ialah agar secepatnya dibentuk Pengadilan HAM. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM pada tanggal 8 Oktober 1999. Secara internasional saat itu, maka dapat dijelaskan bahwa Negara Indonesia sebagai bagian (state party) organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menjadi sorotan oleh masyarakat dunia internasional karena dinilai tidak mampu menyelesaiakan problematika pelanggaran HAM yang terjadi. Sehingga apabila Indonesia tidak merespon opini masyarakat adany pelanggaran HAM berat di Timor Timur maka diperkirakan dapat menyudutkan posisi Indonesia dalam pergaulan antar bangsa.5 Dikeluarkannya Perpu a quo kemudian dipandang sebagai solusi untuk memberikan kepastian awal bagi masyarakat dan dunia internasional bahwa Indonesia memiliki kemauan untuk memproses segala bentuk pelanggaran atau kejahatan HAM. Akhirnya pada tahun 2000 Perpu a quo disahkan menjadi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Dengan demikian, pemberlakuan UU a quo merupakan bagian dari program strategis pemerintah untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa Indonesia dapat menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM dengan system hukum nasional yang berlaku dan proses pengadilan dapat dilaksanakan oleh bangsa sendiri.
Pembentukan dan Pelaksanaan Peradilan Hak Asasi Manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 merupakan upaya membangun hukum yang responsif, namun mengingat prosesnya masih dibarengi dengan berbagai kepentingan. Maka undang-undang tersebut tidak seideal yang diharapkan dalam masyarakat saat ini. Hal ini, mengingat masih banyak tarik ulur antar kepentingan 5 Yusril Ihza Mahendra, 2001, Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia: Catatan dan Gagasan Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra, Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta, h. 76-88.
orde baru dengan orde reformasi, sehingga karakter produk hukum cenderung dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang melahirkannya.
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jilid 1. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahakamah Konstitusi, Jakarta.
Bahar, Saafroedin. 2002. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Sinar Harapan, Jakarta.
Mahendra, YusrilIhza. 2001. Mewujudkan Supremasi Hukum di Indonesia: Catatan dan Gagasan Prof. DR. YusrilIhza Mahendra, Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta.
Soekanto, Soerjonodan Sri Mamudji, 2007,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Wiyono, R., 2006,Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208)
5
Discussion and feedback