PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ADVOKAT DALAM MENJALANKAN PROFESI BERKAITAN DENGAN ITIKAD BAIK DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG ADVOKAT

Oleh

Angga Arya Saputra

Program Kekhususan Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik didalam maupun diluar pengadilan yang berlandaskan nilai-nilai Kode Etik Advokat dan memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Kode etik adalah etika yang nilai-nilainya terkandung dalam moral dan susila. Penerapan kode etik sangat penting guna menjaga agar advokat dalam berpraktek atau beracara tidak keluar dari nilai – nilai profesi sehingga advokat bisa menjaga citra dan martabat kehormatan profesinya, serta setia dan menjunjung tinggi kode etik dan sumpah profesi.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan normative, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literature-literatur, dan bahan-bahan referensi lainnya.

Adapun hasil penelitian ini adalah kekaburan norma yang mengakibatkan hilangnya tanggung jawab pidana advokat yang melawan hukum pidana saat menjalankan tugas profesinya sehingga perlu adanya penambahan pengertian itikad baik dalam pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat.

Kata kunci : Advokat, Kode Etik

ABSTRACT

Advocate is a person who is giving legal services both inside and outside the court that based on the values of the Code Ethics of Advocates and meet the requirements under the provisions of the law. The code of ethics is ethics which values are embodied in morals and decency. The application of the code of conduct is very important to keep the practice or advocate in proceedings not out of the value - the value of the profession so that advocates can maintain the image and honor the dignity of the profession, as well as loyal and uphold the code of ethics and professional oath.

Method used is a normative, by analyzing a legal problem through legislation, literature, literature, and other reference materials.

The results of this research are the norm haziness resulting in loss of criminal responsibility advocates who oppose the criminal law when performing their duties so that the profession needs the addition of good faith in the sense of Article 16 of Law No. 18 of 2003 on advocates.

Keywords : Lawyer, code of Ethics

I.PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang

Advokat adalah seorang profesi hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum baik itu didalam maupun diluar pengadilan yang berlandaskan nilai-nilai Kode Etik Advokat dan memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pesatnya perkembangan masyarakat dan makin kompleksnya relasi – relasi yang terjalin diantara mereka, baik di bidang sosial maupun ekonomi perlu diikuti dengan keluarnya berbagai aturan hukum guna untuk menjaga ketertiban dalam relasi tersebut.

Rumitnya aturan hukum yang berlaku membuat aturan tersebut tidak mudah dipahami oleh masyarakat. Mereka kemudian makin bergantung kepada profesi hukum advokat guna menyelesaikan segala permasalahan hukum yang dihadapinya. Besarnya ketergantungan masyarakat kepada profesi advokat ini membuat advokat rentan terhadap godaan yang dapat membuat mereka melakukan tindakan – tindakan tercela dalam menjalankan profesinya demi mendapatkan keuntungan pribadi semata.

Keberadaan kode etik profesi sangat penting guna menjaga agar advokat dalam berpraktek atau beracara tidak keluar dari nilai – nilai profesi. Kode etik juga di perlukan guna menjaga agar advokat mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat kepada masyarakat tersebut.1 Profesi advokat di Indonesia sesungguhnya sudah memiliki kode etik bersama yang disebut dengan Kode Etik Advokat Indonesia. Kode etik ini ditetapkan pada tanggal 23 mei 2002 diantaranya oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

Pelanggaran atas kode etik kerap sekali dilakukan oleh para advokat ketika menjalankan profesinya dan bahkan mereka tidak segan – segan melakukan perbuatan tersebut secara terbuka dan melanggar hukum pidana. Sulitnya penegakan kode etik dipengaruhi oleh berbagai factor, satu diantara faktor tersebut terletak pada materi kode etik advokat tersebut.

Advokat dalam menjalankan profesinya untuk menegakkan keadilan rawan terhadap masalah-masalah terutama terhadap implementasi undang-undang advokat itu sendiri, tidak jarang advokat tersebut tersandung ke dalam

masalah hukum yang merupakan tindak criminal dalam menjalankan profesi sebagai seorang advokat, seperti contoh kasus Bambang Widjojanto yang sebagai advokat dari salah satu calon pasangan kandidat kepala daerah di Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah yang diduga menyuruh kliennya memberikan keterangan palsu dimana hal tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana. Kenyataan sampai sekarang kasus ini belum dilimpahkan ke pengadilan untuk di sidang karena belum mendapat kepastian hukum menimbang bahwa advokat didalam maupun diluar pengadilan tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam menjalankan profesinya berlandaskan dengan perbuatan itikad baik.

Advokat dalam menjalankan profesinya memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum dengan berpegang pada kode etik profesi namun yang menjadi sorotan disini ialah tolak ukur itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut seperti apa, karena itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut mempunyai arti yang sangat luas atau umum dimana hak kekebalan advokat bergantung dari itikad baik advokat tersebut. Hal ini menimbulkan norma kabur yang timbul di masyarakat dan jelas ini sangat bertentangan dengan asas kepastian hukum dimana tidak boleh ada hukum yang bertentangan dan juga hukum harus dibuat dengan rumusan yang bisa dimengerti masyarakat umum agar tidak adanya kekosongan norma yang timbul dalam istilah itikad baik dalam pasal tersebut dan selanjutnya Advokat dapat dimintai

pertanggungjawaban kode etik maupun pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya.

  • I.2    Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk memahami makna kata “itikad baik” yang terkandung dalam Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 dan mengetahui pertanggungjawaban pidana Advokat dalam menjalankan profesinya.

  • II.    ISI

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang taertulis dalam peraturan perundang-undangan, kaidah-kaidah atau norma-norma sebagai patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.2 Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum positif yang berlaku.

  • 2.2    Hasil Penelitian dan Pembahasan

    • 2.2.1    Itikad Baik dalam Pasal 16 Undang-undang No 18 Tahun

2003 Tentang Advokat

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia tidak mengenal adanya istilah ataupun unsure mengenai itikad

baik.Doktrin itikad baik pertama kali di kenal dalam hukum romawi yang awal mulanya hanya meliputi sewa menyewa dan kontrak jual beli lalu berkembang sejak diakuinya kontrak konsensual. Doktrin itikad baik terbentuk dari kehidupan social masyarakat romawi meliputi ketaatan dan keimanan yang komprehensif dimana hal ini berlaku baik bagi warga Negara maupun bukan warga Negara.

Dalam hukum romawi itikad baik dibagi menjadi tiga bentuk perilaku yaitu yang pertama, janji dan kontrak harus dipegang teguh oleh kedua belah pihak atau lebih. Kedua, dilarang mencuri ataupun mengambil keuntungan dari tindakan ataupun keputusan yang menyesatkan dan merugikan salah satu pihak. Ketiga, para pihak harus berperilaku sebagai orang terhormat dan jujur serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah disepakati walaupun hal tersebut tidak secara tegas tertulis atau diperjanjikan.3itikad baik harus mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, tidak hanya mengacu kepada itikad baik para pihak karena itikad baik ini yang akhirnya mencerminkan standar keadilan atau kepatuhan masyarakat dimana hal ini merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri.

Dalam kamus bahasa Indonesia, Itikad Baik mempunyai 2 unsur kata yaitu Iktikad dan Baik. Iktikad mempunyai arti

keyakinan atau kepercayaan. Sedangkan Baik yang mempunyai arti patut atau benar.4

Dalam kasus PT. Green Planet yang memperoleh kontrak kerja dari PT. Chevron Pacific Indonesia, ahli menerangkan bahwa itikad baik seseorang dilihat dari sikap batin orang tersebut sehingga itikad baik dapat di kelompokkan menjadi 5 (lima) yaitu itikad baik, itikad tidak baik, itikad buruk, itikad buruk mengarah kriminal, itikad kriminal. itikad baik dalam Pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 perlu ditinjau dari berbagai aspek yakni berkaitan dengan nilai dan moral etika dan profesi hukum. Dari aspek-aspek itu munculah makna dari itikad baik dalam pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 yaitu segala sesuatu tindakan atau kelakuan advokat harus selalu menjunjung tinggi martabat profesinya berdasarkan nilia-nilai luhur atau standar-standar etika dan selalu mentaati segala peraturan kode etik dan norma-norma hukum.

Implikasi dari pengertian itikad baik tersebut dapat mengakibatkan timbulnya kekosongan norma hukum dan diharapkan pemerintah dapat memberikan penjelasan secara rinci dan jelas dalam pengertian istilah itikad baik agar terciptanya kepastian hukum untuk menilai advokat dalam menjalankan profesinya sudah memenuhi unsure-unsur itikad baik dan advokat yang tidak memenuhi unsure-unsur itikad baik ini dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana

terkait kekebalan hukum seorang advokat dalam menjalankan profesinya.

  • 2.2.2    Pertanggungjawaban Pidana Advokat Berkaitan Dengan Itikad Baik

Advokat merupakan officium nobile yang artinya adalah profesi terhormat yaitu dalam menjalankan tugas profesinya advokat berada dibawah perlindungan hukum baik itu undang-undang dan kode etik dengan berlandaskan kepada kehormatan dan kepribadian advokat serta berpegang teguh kepada kejujuran, kemandirian, keterbukaan, dan kerahasiaan.

Dalam menjalankan profesinya seorang advokat bebas dan mandiri yang artinya bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tidak mempunyai atasan dan hanya tunduk kepada tuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku namun demikian seorang tidak dapat bertindak semuanya sendiri, tindakan advokat dibatasi oleh kode etik profesi yaitu kode etik profesi advokat.5 Dalam Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 yang perlu kita garis bawahi yang merupakan syarat penting bilamana hak imunitas bisa di terapkan adalah itikad baik.

Dalam penggunaan hak imunitas yang perlu di perhatikan yakni ada 2 yaitu yang utama adalah segala tindakan advokat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya harus berkaitan, dan yang kedua tindakan itu juga harus berlandasakan dengan perbuatan itikad baik yang secara

sederhana dapat didefinisikan “tindakan yang tidak melanggar hukum”. Apabila 2 syarat tersebut tidak dipenuhi maka advokat tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dilihat dari unsur-unsur kesalahan perbuatannya.6

Pertanggungjawaban pidana seorang advokat yang melakukan tindak pidana dalam menjalankan profesinya harus dilihat dari kesalahan yang dilakukan advokat tersebut sehingga ia dipandang telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Kesalahan berpengaruh besar terhadap pertanggungjawaban pidana karena kesalahan merupakan unsur mutlak dari pertanggung jawaban pidana. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya meliputi pertama, si pelaku memiliki kemampuan bertanggung jawab (schuldfahigkeit atau zurechunungsfahigkeit) artinya keadaan si pelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah advokat mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Kedua, hubungan perbuatan si pelaku dengan sikap batin si pelaku yang berupa sengaja (dolus) atau kealpaan (culpa), Disini dipersoalkan sikap batin seorang advokat terhadap perbuatannya. Ketiga, Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf meskipun apa yang disebutkan unsur kesalahan pertama dan unsur kesalahan kedua ada, ada kemungkinan bahwa keadaan yang mempengaruhi si pelaku sehingga kesalahannya hapus misalnya dengan ada kelampuan batas pembelaan terpaksa.7 Kalau ketiga-tiga unsur ada maka advokat yang bersangkutan

dapat di nyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga advokat tersebut dapat dipertanggungjawabkan pidana.

Melihat unsur-unsur kesalahan dan pengertian itikad baik yang sudah dipaparkan jika dikaitkan dengan kasus bambang Widjojanto maka pertama, Adanya kemampuan bertanggungjawab dari advokat bapak Bambang Widjojanto. Kedua, Hubungan batin antara Advokat Bambang Widjojanto dengan perbuatannya yang berupa sengaja (dolus) atau kealpaan (culpa). Ketiga, Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf karena tindakan yang dilakukan oleh advokat Bambang Widjojanto dikategorikan sebagai tindakan pembelaan klien dengan itikad buruk yang mengarah criminal, sehingga tindakan tersebut bertentangan dengan pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat yang menyebutkan bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien di dalam dan di luar sidang pengadilan”.

Selain itu harus diingat bahwa untuk ada kesalahan dalam arti seluas-luasnya (pertanggungjawaban pidana) orang yang bersangkutan harus pula dibuktikan terlebih dahulu bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum. Yang perlu di perhatikan Kalau perbuatan tersebut tidak melawan hukum maka tidak ada perlunya menerapkan kesalahan terhadap advokat yang bersangkutan.

  • III.    KESIMPULAN

Pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang advokat tidak mengatur dengan jelas tentang pengertian itikad baik yang mengakibatkan advokat salah penafsiran sehingga sering sekali melanggar kode etik bahkan melawan hukum pidana dalam membela kepentingan klien, jadi yang dimaksud dengan menjalankan profesi dengan itikad baik dalam Pasal 16 UU No. 18 tahun 2003 adalah menjalankan profesi advokat harus berdasarkan nilai-nilai luhur atau standar etika dan selalu mentaati segala peraturan kode etik dan norma-norma hukum. Dengan begitu Seorang advokat dapat dimintai pertanggungjawaban profesi dan pertanggungjawaban pidana jika dalam menjalankan profesinya tersebut Advokat tidak beritikad baik atau beritikad buruk yang selanjutnya melanggar Hukum Pidana dan memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana.

DAFTAR PUSTAKA

(I) BUKU

Ali H. Zainudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika,

Jakarta

K.L. Suhrawardi, 1994, Etika Profesi Hukum, SinarnGrafika,

Jakarta

Kartanegara Satochid, 2006, Hukum Pidana Kumpulan-kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta

Martin Joseph Schermaier, 1995, Bona Fides in Roma Contract Law, Reinhard Zimmerman dan Simon Whittaker

Roni Wiyanto, 2012, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Surakarta

Sartono & Bhekti Suryani, S.IP, 2010, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat, Dunia Cerdas, Jakarta Timur