HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN DALAM PENANGANAN MALPRAKTEK
on
HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN DALAM PENANGANAN MALPRAKTEK
Oleh:
Eriska Kurniati Sitio∗
A.A. Ngurah Wirasila∗∗
Sagung Putri M.E Purwani∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Sakit merupakan sesuatu yang disebabkan oleh kesalahan yang terjadi di tubuh manusia, dimana manusia yang sakit tidak dapat mengatasi penyakitnya sendiri akan meminta pertolongan pada orang yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Penyembuhan penyakit secara umum akan dilakukan oleh tenaga yang terdidik bidang kesehatan yang memiliki kehlian namun tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dalam melakukan pelayanan terhadap pasien atau yang disebut dengan malpraktek. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaturan dan pertanggungjawaban dokter terhadap malpraktek. Indonesia memiliki undang-undang praktek kedokteran namun belum memberikan pengaturan yang sesuai dalam tindak pidana malpraktek.
Kata kunci: dokter, malpraktek, KUHP
Abstract
The pain is something that caused by several factors of human body, which human who suffer from a diseases and they can not to resolve, so they will come to ask for help to someone who can cure their diseases. The hearing of disease done by medical person who are educated, but not closing possibility errors care of patient called malpractice. The research method used is method of normative research, aims to find out the setting and how accountability doctor about malpractice. Indonesia has the Medical Practices Act but not provide the appropriate setting as expected in the crime of medical malpractice.
Keyword : docter, malpractice, KUHP
∗Eriska Kurniati Sitio adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, [email protected].
∗∗A.A. Ngurah Wirasila, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
∗∗∗Sagung Putri M.E Purwani, adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, [email protected].
Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan pertolongan orang lain. Dimana segala keterbatasan, kekurangan serta kelemahan yang ada pada manusia juga mengharuskan dan dituntut untuk selalu berhubungan maupun berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Sakit merupakan suatu contoh bahwa manusia (penderita) dalam keadaan lemah dan membutuhkan seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk sehat.1 Namun dokter tidak terlepas dari yang namanya kesalahan dalam praktek atau yang disebut dengan malpraktek, malpraktek adalah praktek kedokteran yang dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi Undang-Undang atau kode etik. Istilah malpraktek juga terdapat pada Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia Oleh J. S. Badudu yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, dimana didalamnya dirumuskan bahwa malpraktek ialah praktek dokter yang salah dan menyalahi undang-undang serta kode etik kedokteran2.
Keresahan masyarakat tentang malpraktek mengakibatkan adanya pengaduan tentang kasus malpraktek di setiap rumah sakit, dimana pengaduan disebabkan karena kualitas dan kurangnya pelayanan kesehatan pasien baik dari rumah sakit maupun dari dokter.
Contoh kasus malpraktek yang dialami oleh Mariana
Sihombing dirugikan oleh pihak Rumah Sakit. Santa Elisabeth, Medan, Sumatera Utara akibat terjadi robekan sebesar ibu jari pasca operasi dan terus mengalami pendarahan. Kemudian ia mengadukan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) namun belum juga menemukan titik terang dan penyelesaian dari kasus tersebut dari pihak (MKDKI).3
Kesalahan dalam pekerjaan mapun penerapan ilmu atau disebut dengan pelanggaran disiplin yang disebabkan oleh kelalaian saat melakukan praktek maupun pekerjaan sudah biasa terjadi pada pekerjaan apapun seperti, dokter, akuntan, insinyur, dll. Kesalahan inilah yang disebut dengan human error (kesalahan karena kesalahan manusia). Pertanggungjawaban terhadap kesalahan tersebut dilihat dari pembuktian dan penyebabnya kemudian diberikan sanksi karena dianggap seseorang telah melakukan kesalahan dengan adanya suatu perbedaan dalam memberikan informasi kepada setiap pasien. Pemberian informasi yang dimaksud adalah dokter tidak sepenuhnya menjelaskan tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan akibat-akibat yang akan timbul dalam proses pengobatan dan penanggulangan penyakit pasien, sehingga pasien tidak memperoleh informasi yang benar tentang sakitnya serta upaya-upaya penyembuhan yang dilakukan oleh pasien kurang maksimal karena kurangnya pengetahuan tentang sakit yang menimpanya.4
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
-
1. Bagaimana pengaturan tentang malpraktek dalam
praktek kedokteran menurut hukum pidana Indonesia?
-
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap dokter dalam malpraktek medik?
Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memahami mengenai kebijakan hukum. Kebijakan hukum yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mewujudkan peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi Hukum Pidana dan Undang-Undang Praktek Kedokteran dalam Penanganan Malpraktek di Indonesia.
Tujuan khusus dalam penulisan karya ilmiah ini adalah ntuk mengetahui segala pengaturan tentang malpraktek dalam kedokteran menurut hukum pidana Indonesia dan Undang – Undang Praktek Kedokteran dan segala pertanggungjawaban pidana yang diberikan kepada dokter dalam hal penanggulangan kasus-kasus malpraktek.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder.5 Penelitian hukum normatif digunakan dalam penulisan ini beranjak dari adanya kekosongan dalam aspek norma hukum, yaitu norma yang kosong (rechvacumm) dimana tidak ada peraturan perundang-undangan terkait pengaturan malpraktek dalam hukum pidana.
Pendekatan yang digunakan adalah jenis pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach), pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini.6 Pendekatan perundang-undangan digunakan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, norma-norma hukum yang berhubungan dengan tindak pidana malpraktek. Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach), yang oleh Peter Mahmud Marzuki disebut pendekatan Undang-undang (The Statue Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.7
Pendekatan ini menggunakan ketentuan KUHP, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
Pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The Conseptual Approach) merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menemukan konsep-konsep hukum, asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan tindak pidana malpraktek.
-
1. Bahan Hukum Primer
Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan, yang bersifat mengikat.
-
2. Bahan Hukum Sekunder
Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Meliputi buku-buku, literature, makalah, skripsi, tesis, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian tentang malpraktek.8
-
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum.9
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document).10 Mengumpulkan semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitam engan tindak pidana malpraktek. Telaah kepustakaan yaitu dengan cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan.
Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah ketika telah mengumpulkan semua bahan-bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder ditambah dengan bahan hukum tersier sebagai tambahan, selanjutnya diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis dan dengan menggunakan teknik argumentatif, yaitu dengan menguraikan serta menghubungkan dengan teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan pengaturan tindak pidana malpraktek dan cita hukum ke depan terkait pengaturan hukum tentang malpraket di Indonesia.
-
2.2 Hasil dan Analisa
-
2.2.1 Pengaturan Tentang Malpraktek Dalam Praktek Kedokteran Menurut Hukum Pidana Indonesia dan Undang-undang Praktek Kedokteran
-
Penjatuhan pemidanaan kepada pelaku yang melakukan kejahatan dikenal dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan. Asas yang dimaksud berupa hukum yang tidak tertulis namun diterapkan di dalam masyarakat dan berlaku di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), misalnya Pasal 44 KUHP tidak memberlakukan pemidanaan bagi perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak mampu bertanggungjawab, Pasal 48 KUHP tidak memberikan ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan pidana karena adanya daya paksa, oleh karena itu, untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur:11
-
a. Petindak harus memiliki kemampuan bertanggungjawab, artinya keadaan jiwa petindak harus normal.
-
b. Adanya asas kekeluargaan diantara pelaku dan korban yang dapat berupa kesengajan dan kealpaan.
-
c. Tidak berlaku alasan penghapus kesalahan dan alasan pemaaf.
Suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang karena unsur kesengajaan. Kesengajaan yang dimaksud disini adalah petindak sudah mengetahui akibat dari perbuatan yang dilakukan. Kesengajaan ini jika dilihat didalam kepustakaan terdapat 2 teori:
-
1) Berdasarkan kehendak, artinya petindak sudah mengetahui apa yang akan dilakukan dan merupakan kehendak dari diri pelaku tersebut.
-
2) Berdasarkan pengetahuan, teori ini menjelaskan tentang pelaku yang sudah tau mengenai maksud dan akibat yang timbul tindakan tersebut.12
Kasus kedokteran dilihat dari unsur kesengajaan apabila seorang dokter dalam prakteknya dengan sengaja melakukan aborsi dengan motif mencari keuntungan sendiri. Ini berarti proses aborsi tersebut diperbuat dengan kesengajaan dan dokter memang menghendaki terjadinya pengguguran tersebut.
Kelalaian berarti suatu bentuk kesalahan yang tidak berupa kesengajaan, berarti tidak teliti dan tidak berhati-hati. Sikap dari diri pelaku adalah tidak menghendaki atau tidak menyetujui timbulnya hal yang terlarang itu. Dalam kelalaian tidak ada niat jahat dari dalam diri pelaku tersebut. Akan tetapi perbuatan yang berupa kelalaian yang membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain dan menimbulkan kerugian terhadap orang lain tetap harus dipidanakan. Van Hamel dan Simon,
mengatakan bahwa kelalaian mengandung 2 (dua) syarat yaitu dengan tidak adanya alasan penduga dan tidak ada kehati-hatian sebagaimana yang diharuskan oleh peraturan yang ada.13
Contohnya kasus dengan tidak mengadakan penduga-duga ialah apabila seorang dokter memberi suntikan penisilin kepada pasiennya dan pasien tersebut meninggal karena anaphylactic shock. Suntikan penisilin mungkin dapat digantikan dengan obat dari jenis yang sama tetapi dengan cara diminum bukan disuntikan, karena akibat buruk yang mungkin timbul bisa lebih ringan atau tidak ada. Hal itu dapat disebut kelalaian yang disadari.
Kaitannya dengan ketiga unsur di atas, apabila dihubungkan dengan tindakan malpraktek kedokteran yang merupakan unsur-unsur tindak pidana ialah adanya perbuatan yang salah dilakukan oleh dokter, seperti menyuntik, mengoperasi, dan lain-lainnya; ada kesalahan, yang dapat berupa kealpaan ada akibat yang terlarang (pasien luka/ meninggal atau penyakitnya bertambah parah, tertinggalnya alat-alat/sarana operasi didalam tubuh pasien, dan lain-lainnya).
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dianggap melawan hukum dan perbuatan tersebut memiliki sanksi. Syarat-syarat peristiwa pidana:
-
a. Adanya perbuatan dari petindak.
-
b. Perbuatan yang dilakukan oleh petindak harus tertulis dalam aturan hukum.
-
c. Adanya suatu kesalahan yang diperbuat oleh petindak dan melanggar hukum. Dan petindak harus mampu mempertanggungjawabkan tindakan tersebut.
-
d. Adanya sanksi terhadap tindakan yang dilakukan petindak.14
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ini, dokter yang diduga melakukan tindakan malpraktek tidak lagi diperiksa oleh MKEK (Majelis Kehormatan Etika Kedokteran), akan tetapi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI inilah nantinya yang akan menerima pengaduan, memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pelanggaran disiplin dokter. Kedokteran, pengaduan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter dalam menjalankan praktek/malpraktek kepada MKDKI tidak menghilangkan hak setiap orang melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak berwenang atau dengan kata lain menggugat ke pengadilan. Sayangnya Undang-Undang tentang Praktek Kedokteran ini tidak mengatur secara jelas mengenai sanksi dokter yang melakukan tindakan malpraktek bahkan tidak memuat sama sekali ketentuan malpraktek.15
Undang-Undang Tentang Praktek Kedokteran hanya mengatur dengan jelas mengenai sanksi pidana bagi para pesaing yaitu dokter yang bekerja tanpa memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktek, dan juga sanksi pidana bagi dokter asing tanpa izin praktek. Undang-Undang Praktek Kedokteran ini mengatur mengenai hak dan kewajiban pasien sebagaimana terdapat pada pasal 52 dan 53, yang mana didalam Pasal 52 disebutkan bahwa hak dari pasien dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran adalah:
-
a. mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis b. meminta pandapat dari dokter
-
c. mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
-
d. menolak tindakan medis; dan e. mendapat isi rekam medis.
Pasal 53 mengatur engenai kewajiban pasien dalam menerima pelayanan pada praktek kedokteran yang berupa: a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
-
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
-
c. memenuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
-
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran sama sekali tidak diatur mengenai sanksi pidana yang akan dikenakan apabila hak pasien tersebut dilanggar oleh dokter. Tidak ada pengaturan yang jelas mengenai malpraktek di dalam KUHP, namun dapat ditinjau melalui pasal tersebut berdasarkan kelalaian atau kesengajaan dokter melakukan malpraktek.
Pertanggungjawaban dokter dalam melakukan tugasnya atau dengan kata lain memberikan pelayanan kepada pasien untuk memberi kesembuhan namun dokter sering melakukan tindakan kesalahan yang berakibat kepada malpraktek terhadap pasien. Kesalahan dalam praktek haruslah
dipertanggungjawabkan oleh dokter salah satunya adalah pertanggungjawan hukum pidana terhadap dokter tidak diatur dengan jelas di KUHP namun dapat dilihat berdasarkan unsur kesengajaan atau kelalaian dokter itu sendiri.
MKDKI bertanggungjawab terhadap Konsil Kedokteran Indonesia, selain itu di dalam MKDKI saat penyelesaian suatu
kasus pengaduan tidak membenarkan cara mediasi, rekonsilasi, dan negoisasi antar dokter dan pasien atau kuasanya, MKDKI tidak memiliki hak untuk mengganti kerugian kepada pasien yang bersangkutan. Maka dari itu adanya pengaduan dari pihak pasien terhadap MKDKI tidak menghilangkan hak pasien dalam hal melaporkan dugaan malpraktek kepada pihak yang berwenang atau menggugat ganti rugi ke pengadilan.
Terhadap pelaku kejahatan malapraktek kedokteran sanksi yang dapat dikenakan adalah pemberian peringatan tertulis, pencabutan surat izin praktek dan juga berupa re-schooling yang merupakan kewajiban untuk mengikuti pendidikan di institusi pendidikan kedokteran.
Profesi sebagai dokter tidaklah mudah karena banyak dokter dalam dunianya sering melakukan tindakan malpraktek sehingga berakibat kepada kesalahan medis yang menyebabkan pasien cacat ataupun meninggal dunia, maka didalam praktek agar tidak menimbulkan kesemena-menaan dari seorang dokter terhadap pasiennya perlu diadakannya pertanggungjawaban hukum secara pidana, yang dimana jika dikaji dari KUHP terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktek dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dengan Pasal 360 KUHP pada ayat (1) dan (2) sehingga terhadap dokter yang melakukan tindakan medis yang berakibat menimbulkan luka berat atau kematian karena kelalaian dokter terhadap pasiennya dapat mempertanggungjawabkan secara pidana, dengan tujuan untuk melindungi hak terhadap korban yang mendapatkan tindakan malpraktek, akan tetapi peraturan yang mengatur tindak pidana malpraktek didalam KUHP belum secara jelas mengatur kualifikasi dan jenis-jenis tindakan malpraktek yang ada dalam bidang kedokteran, peraturan didalam KUHP hanya mengatur lebih kepada akibat dari
perbuatan malpraktek tersebut, sehingga perlu adanya peraturan baru didalam KUHP yang secara khusus mengatur tentang kualifikasi tindakan malpraktek yang dilakukan dokter, sehingga dokter tersebut dapat mempertanggungjawabkan tindakannya secara pidana dan penegak hukum dapat memiliki landasan yuridis yang jelas dalam menegakan peraturan didalam KUHP terhadap dokter yang melakukan tindakan malpraktek.
-
3 PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
-
1. Tidak adanya kebijakan tentang malpraktek yang secara jelas tertulis di KUHP dan Undang-Undang Praktek
Kedokteran, oleh karena itu sulit untuk menjelaskan
tentang malpraktek merupakan perbuatan pidana atau bukan.
-
2. Tidak adanya pengaturan secara khusus tentang malapraktek dalam Undang-Undang Praktek Kedokteran dan KUHP, sehingga dirasakan sulit menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan malpraktek. Melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia hanya melihat dari sudut etika kedokteran yaitu pengaturan tentang perbuatan tersebut berupa malpraktek atau bukan. Pertanggungjawaban pidana terhadap dokter yang melakukan malpraktek hanya dapat dilihat dari kelalaian yaitu kesalahan yang tidak berupa kesengajaan.
-
1. Sebaiknya pemerintah membuat suatu kebijakan aturan di dalam hukum kesehatan dan undang-undang praktek kedokteran agar mempertajam atau memperberat sanksi
pidana terutama pidana penjara/badan dan pidana denda serta pidana administrasi bagi mereka yang melakukan malpraktek medis, sedangkan dalam KUHP agar memperluas dan memperjelas pengaturan tentang malpraktek.
-
2. Sebaiknya pemerintah menambahkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Praktek Kedokteran dan dalam Rancangan Undang-Undang KUHP yang akan datang
menyebutkan dan mencantumkan pertanggungjawaban
pidana dalam hubungannya dengan malpraktek.
-
I .V DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ardianingtyas Myp, dan Tampubolon, Charles M., 2004, Kesalahan Diagnosis Dokter: Tergolong Malpraktek Atau Kelalaian Medik, Gramedia, Jakarta.
Dhany, Wiradharmairadharma, 1999, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Kedokteran Egc, Jakarta.
Ilyas, Amir, 2014, Pertanggungjawaban Pidana dalam Malpraktek Medik Di Rumah Sakit, Rangkang Education, Yogyakarta.
Johny, Ibrahim, 2006, Teori Metodologi dan Penelitian Hukum Normative, Bayumedia Publishing, Malang.
Marzuki Mahmud, 2008, Penulisam Hukum, Kencana, Jakarta.
Sapriyanto Refa, 2002, Tinjauan Aspek Hukum Perdata dan Pidana Terhadap Malraktek Kelalaian dan Kegagalan Medis,
Grafindo, Jakarta.
Soekidjo, 2006, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta.
Subadi, Handar, Pengertian Kealpaan dan Kesengajaan, Gramedida, Bandung.
Tresna, 1989, Azas-Azas Hukum Pidana, Pt.Tiara Limited, Jakarta.
Zainuddin Ali, 2009, Metode Penulisan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
ttps://www.scribd.com/document/228284403/JURNAL-malpraktek
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
UNDANG-UNDANG KESEHATAN
UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN
September 2016
15
Discussion and feedback