KAJIAN YURIDIS TERHADAP PASAL 31 MENGENAI INDIKASI LEGALNYA TINDAKAN ABORSI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014, TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

Oleh :

I Gede Ary Saptadi Wisastra A.A. Sagung Wiratni Darmadi I Gusti Agung Ayu Dike Widhyaastuti Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrack

Abortion is a crime against the life branch. The existence of the exception regarding the legal action, which is based on article 31, government regulation Number 61 by 2014 about reproductive health, namely in a medical emergency, and the resulting pregnancy due to rape. What is an abortion?, and how abortion can legally when it basically causes loss of life a newborn baby in the womb?. Through the approach of law and legal concepts found that, article 31-35, P.P. No. 61 2014 about reproductive health, conflict norms with the book of the law of criminal law the CRIMINAL CODE Article 346-349. Abortion in P.P. No 61 by 2014, chapter 31-35 there is a formula of wisely in doing medical action that is able to give priority to the safety of the lives of pregnant mothers because it happens something inside her uterus and result of pregnancy due to being raped. In addition, the form of abortion is prohibited by the CRIMINAL CODE i.e. Elective abortion "is dismissed is done for other reasons, this led to the action element of the Association (non Sex) and so on, thus causing pregnancy, may be subject to Article 346-349 Book criminal law legislation (the PENAL CODE)

Key Word : Abortion, reproductive of health, crime, Free Sex

Aborsi merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa cabang bayi. Adanya pengecualian mengenai legalnya tindakan tersebut, yang berdasarkan Pasal 31, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, yaitu apabila diakibatkan kedaruratan medis, dan kehamilan akibat perkosaan. Apakah yang dimaksud dengan aborsi?, dan bagaimanakah tindakan aborsi dapat legal apabila pada dasarnya menyebabkan hilangnya nyawa jabang bayi yang didalam kandungan?. Melalui pendekatan undang-undang dan konsep hukum ditemukan bahwa, Pasal 31-35, P.P. No 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, terjadi konflik norma dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP Pasal 346-349. Tindakan aborsi didalam P.P. No 61 Tahun 2014, Pasal 31-35 terdapat rumusan secara bijak dalam melakukan tindakan medis yaitu dapat mengutamakan keselamatan dari nyawa ibu yang hamil karena terjadi sesuatu didalam rahimnya dan akibat dari kehamilan akibat diperkosa. Disamping itu bentuk dari aborsi yang dilarang oleh KUHP yaitu Elective abortion adalah menggugurkan yang dilakukan karena alasan lain, hal ini mengarah unsur tindakan pergaulan bebas (Sex bebas) dan lain sebagainya, sehingga menyebabkan kehamilan, dapat dikenakan Pasal 346-349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kata Kunci : Aborsi, Kesehatan reproduksi, kriminal, Sex bebas.

  • 1.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Aborsi merupakan bentuk kejahatan terhadap nyawa cabang bayi hal ini dilakukan karena terdapat dua hal yaitu keinginan dari pihak si ibu yang mengandung karena permasalahan yang indikasinya daruat medis atau karena memang keinginan dari pihak tertentu akibat menanggung aib karena kehamilan yang tidak diinginkan (kehamilan diluar nikah atau pergaulan bebas). Kehamilan akibat perkosaan ataupun mengalami permasalahan kesehatan komplikasi serius pada saat kehamilan, hal ini menyebabkan suatu tindakan yang diizinkan secara resmi (Legal) didalam dunia medis, dan apabila tidak dilakukan tindakan tersebut akan mengakibatkan kematian ibu yang sedang hamil, ataupun gangguan mental, fisik, dan sosial bagi yang (diakibatkan perkosaan) hal tersebut telah diatur didalam Pasal 31, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi. Tentunya hal ini dilarang oleh negara karena tindakan tersebut merupakan bentuk tindakan kejahatan terhadap nyawa yang termasuk kategori kejahatan menggugurkan kandungan atau menghilangkan nyawa cabang bayi, sebagaimana yang diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). dengan Pasal 346-349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yang menjadi suatu bentuk pertanyaan adalah Apakah yang dimaksud dengan aborsi?, dan bagaimakah analisa suatu tindakan aborsi dapat legal apabila hal ini dapat menghilangkan nyawa jabang bayi yang didalam kandungan?. Demikian penelitian ini mengetengahkan tema tentang Kajian Yuridis terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi.

  • 1.2.    TUJUAN

Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah konflik Norma antara Pasal 31-35 Peraturan Menteri Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dengan Pasal 346-349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • II.    ISI MAKALAH

    2.1.    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Alasannya, karena adanya konflik norma antara Pasal 31-35 Peraturan Menteri Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dengan Pasal 346-349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang, dan pendekatan Konsep hukum.

  • 2.2.    PENGERTIAN ABORSI

Menggugurkan kandungan atau dikenal sebagai aborsi atau abortus, dalam istilah bahasa Inggris “abortion adalah Terminasi kehamilan sebelum janin dapat hidup dan bertahan di luar uterus biasanya kurang dari gestasi 20 minggu (atau ketika janin kurang dari 500 gram)1. istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi :

  • 1.    Spontananeous abortion : gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.

  • 2.    Induced abortion atau procured abortion : pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah

  • a.    Therapeutic abortion : pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan sesudah pemerkosaan.

  • b.    Eugenic abortion : pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.

  • c.    Elective abortion : pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.

Istilah “keguguran” biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara “aborsi” digunakan untuk induced abortion. 2 Adapun terdapat indikasi-indikasi yang menyebabkan sampai diambilnya tindakan mengguggurkan kandungan atau yang disebut aborsi atau abortus, “yaitu :

  • 1.    Kondisi usia masih muda atau menurutnya belum layak memiliki anak,

  • 2.    Malu diketahui oleh orang tua atau keluarga dan masyarakat,

  • 3.    Pria yang menghamilinya tidak bertanggung jawab (Kabur),

  • 4.    Masih sekolah,

  • 5.    Kondisi ekonomi yang tidak mencukupi,

  • 6.    Janin yang dikandung dari kasus perkosaan,

  • 7.    Dorongan dari keluarga3.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 346-349 aborsi. Menurut ketentuan ini, aborsi dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan, yaitu dikarenakan :

  • 1.    Pengeluaran hasil konsepsi pada stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu).

  • 2.    Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram) atau kurang dari 20 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abrotus, keguguran, dan kelahiran premature mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup4.

Sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yakni orang yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain telah melakukan pembunuhan5.

  • 2.3.    ANALISA PENYELENGGARAAN ABORSI

Berdasarkan Pasal 31-35, P.P. No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan reproduksi penyelenggaraan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan Penyelenggaraan Aborsi yang bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 348 adalah Elective abortion : pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain, yaitu akibat seks bebas sehingga kehamilannya tidak ada yang bertanggung jawab, serta alasan yang memang ingin mengedepankan tindakannya yang tidak bertanggung jawab untuk mencapai tujuan pihak tertentu.

  • 2.4.    KESIMPULAN

Demikian dapat ditarik kesimpulan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi dapat dijalankan berdasarkan indikasi mengenai kedaruratan medis, yaitu : Spontananeous abortion, Induced abortion atau procured abortion , dan kehamilan akibat diperkosa, yaitu : Therapeutic abortion. Sedangkan aborsi yang dapat dikategorikan menjadi tindakan kejahatan yaitu : melakukan tindakan aborsi diluar dari pengertian kedaruratan medis dan diluar dari perkosaan, seperti contoh akibat Elective abortion adalah menggugurkan yang dilakukan karena alasan-alasan lain, hal ini yang mengandung unsur tindakan negatif sampai terjadinya kehamilan, hal ini sesuai dengan Pasal 346-349 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

DAFTAR PUSTAKA

BUKU (LITERATUR)

Artadi, I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi ketentuan-ketentuan hukum perjanjian kedalam perancangan kontrak, Udayana University Perss, Bali

Djojodirdjo, M. A. Moegni, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, PT Pradnya Paramitha, Jakarta Pusat.

Indriyani, Diyan 2013, Aplikasi Konsep & Teori Keperawatan Maternitas Postpartum dengan kematian janin, AR-Ruzz Media, Yogyakarta.

Rukmini, Mien, 2009, Aspek hukum pidana dan kriminologi (sebuah bunga rampai), Cetakan ke dua, PT Alumni, Bandung

INTERNET

Hariadhi, 2015, Gugur kandungan, id.m.wikipedia.org, diakses pada tanggal 1 – 03 – 2015, jam 14.15 wita.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang nomor. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

5