PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA

Oleh:

Ida Ayu Karina Diantari

Putu Tuni Cakabawa Landra

Made Maharta Yasa

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

In April 2009 the international community was shocked by the piracy case that happened to Maersk Alabama at the Gulf of Aden, Somalia. The purpose of this research is to examine the state jurisdiction in the case of piracy at sea from perspective of international law and to analyze the state jurisdiction in the case of Maersk Alabama piracy at Somalian territory. This is a normative legal research that combines state approach --which in this case analyzes the relevant international instruments, fact approach and case approach. This research concluded that Somalia has territorial jurisdiction and national active jurisdiction while the United States of America has passive personality jurisdiction and extraterritorial jurisdiction in the case of Maersk Alabama piracy.

Keywords: state jurisdiction, piracy at sea, Maersk Alabama

ABSTRAK

Pada bulan April 2009 masyarakat internasional dikejutkan dengan pembajakan yang terjadi terhadap kapal Maersk Alabama di Teluk Aden, Somalia. Tulisan ini bertujuan untuk membahas yurisdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal di laut ditinjau dari perspektif Hukum Internasional serta untuk menganalisis yurisdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal Maersk Alabama di wilayah Somalia. Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengombinasikan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis instrumen hukum internasional yang relevan dengan isu yang dibahas, pendekatan fakta, dan pendekatan kasus. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Somalia memiliki yurisdiksi territorial dan yurisdiksi nasionalitas aktif, sedangkan Amerika Serikat memiliki yurisdiksi ekstrateritorial dan yurisdiksi nasionalitas pasif dalam kasus pembajakan kapal Maersk alabama

Kata Kunci: Yurisdiksi negara, Pembajakan di laut, Maersk Alabama

  • I.    PENDAHULUAN

Pada bulan april 2009 masyarakat internasional dikejutkan dengan pembajakan yang terjadi terhadap kapal Maersk Alabama di perairan Somalia tepatnya di perairan Teluk Aden. Dalam pembajakan tersebut telah terjadi penyanderaan awak kapal beserta kapten kapal yang berkewarganegaraan Amerika Serikat. 1 Pada saat kejadian, kapal Maersk Alabama yang sedang berlayar di wilayah perairan Somalia didatangi beberapa kapal kecil (boat) berpenumpang pembajak. 2 Para pembajak menandai kedatangan mereka dengan suara tembakan, di saat para awak kapal Alabama sedang berlayar di wilayah perairan Somalia.3

Teluk Aden Somalia merupakan salah satu wilayah lalu lintas perairan internasional. Setidaknya 20.000 kapal melintas di wilayah ini setiap tahunnya dengan tujuan utama yaitu kegiatan ekspor-impor dan hal itu menjadikan kawasan ini termasuk jalur perdagangan paling sibuk di dunia. 4 Hal ini menjadikan Teluk Aden merupakan sasaran utama bagi para pembajak Somalia untuk beraksi.

Pembajakan merupakan tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam hukum internasional dan disebut sebagai tindak pidana transnasional (transnational crime) atau lebih dikenal dengan tindak pidana transnasional terorganisasi (transnational organized crime). 5 Sejumlah instrumen hukum internasional pun telah mengatur mengenai isu pembajakan di laut.

  • 1.2 Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk membahas yurisdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal di laut ditinjau dari perspektif Hukum Internasional serta bertujuan untuk menganalisis yurusdiksi negara dalam kasus pembajakan kapal Maersk Alabama di perairan Somalia.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dan juga penelitian hukum kepustakaan. Tulisan ini mengombinasikan pendekatan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis instrumen hukum internasional yang relevan dengan isu yang dibahas, pendekatan fakta, dan pendekatan kasus.

  • 2.2 . Analisis

    • 2.2.1 . Penerapan Yurisdiksi Negara Terhadap Pembajakan di Laut ditinjau dari Perspektif Hukum Internasional

Pembajakan di laut dalam hukum internasional diatur di dalam Pasal 100107 United Nations Convention on the Law of the Sea (selanjutnya disebut Konvensi Hukum Laut PBB). Adapun pelaksanaan yurisdiksi terhadap para pelaku pembajakan mengacu pada Pasal 105 konvensi tersebut yang menyatakan bahwa, “setiap negara dapat mengadili dan menghukum para pelaku perompakan tersebut, serta menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan kapal -kapal, pesawat udara atau barang-barang tersebut dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga.”

Selain Konvensi Hukum Laut PBB, kejahatan berupa perompakan bersenjata di laut juga diatur dalam Convention For The Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988 (selanjutnya disebut Konvensi Roma). Adapun pelaksanaan yurisdiksi terhadap pelaku pembajakan di perairan teritorial dimana para pelaku pembajakan itu berasal mengacu pada Pasal 6 ayat (1) poin (b) Konvensi Roma yang menyatakan bahwa setiap negara pihak harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menetapkan yurisdiksi atas tindak pidana yang ditetapkan dalam Pasal 3 konvensi ketika kejahatan dilakukan di dalam wilayah negara yang bersangkutan, termasuk laut teritorial. Selanjutnya, Pasal 6 (2) konvensi tersebut juga menyatakan bahwa, “Setiap negara pihak juga dapat membentuk yurisdiksinya atas suatu pelanggaran yang terjadi di atas kapal yang berbendera negaranya”.

Secara teoritik, negara dipandang memiliki wewenang untuk mengatur benda-benda atau peristiwa-peristiwa (hukum) yang terjadi di dalam wilayahnya.6 Konsep yurisdiksi pun kemudian lahir dari adanya kedaulatan suatu negara. 7 Berdasarkan hukum internasional terdapat beberapa prinsip yurisdiksi yang menjadi dasar penerapan yurisdiksi suatu negara terhadap pembajakan di laut, yakni, yurisdiksi teritorial, yurisdiksi nasionaltitas yang terdiri dari nasionalitas aktif dan (personalitas) pasif, yurisdiksi perlindungan, yurisdiksi universal dan yurisdiksi ekstrateritorial.8

Adapun pembajakan yang terjadi di laut merupakan suatu tindak pidana yang menjadi tanggung jawab seluruh negara. Sehingga yurisdiksi universal dipandang sebagai dasar bagi setiap negara untuk menerapkan yurisdiksi negaranya terkait dalam kasus pembajakan yang terjadi di wilayah perairan laut. Jadi dibutuhkan kerjasama yang baik antar negara agar tujuan PBB menjaga keamanan dan perdamaian dunia dapat tercapai dengan baik.

  • 2.2.2    Penerapan Yurisdiksi Negara Terhadap Pembajakan Kapal Maersk Alabama di Peraian Somalia

Somalia selaku negara pantai mempunyai yurisdiksi teritorial dalam menangani kasus pembajakan kapal Maersk Alabama, karena dilihat dari tempat terjadinya peristiwa tersebut yakni di wilayah perairan laut Somalia. 9 Namun karena tidak berfungsinya pemerintahan dan hukum di Somalia maka Somalia dinyatakan failed state oleh PBB, sehingga PBB memberikan kewenangan bagi seluruh negara untuk bekerja sama dalam pemberantasan pembajakan di perairan Somalia.10

Berdasarkan prinsip yurisdiki nasionalitas yang terdiri dari nasionalitas aktif dan pasif, maka pihak yang dapat menerapkan yurisdiksi negaranya berdasarkan yurisdiksi nasionalitas adalah Somalia dan Amerika Serikat karena pelaku pembajakan adalah warga negara Somalia dan yang menjadi korban pembajakan adalah warga negara Amerika Serikat. Sehingga berdasarkan prinsip ini Somalia memiliki yurisdiksi untuk mengadili warga negaranya atas tindakannya membajak kapal Maersk Alabama. Amerika Serikat juga memiliki hak untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga negaranya. Berdasarkan prinsip yuridiksi perlindungan maka Amerika Serikat diberikan hak untuk menerapkan yurisdiksinya terhadap orang asing yang dalam hal ini adalah para pembajak Somalia dimana mereka melakukan tindak kejahatan berupa pembajakan di wilayah perairan Somalia. Tindakan tersebut dapat dipandang mengancam keamanan dan ekonomi dari Amerika Serikat.

Berdasarkan prinsip universalitas maka dalam kaitannya dengan pembajakan kapal Maersk Alabama Amerika Serikat selaku pihak korban dan para negara non pihak pun dapat menerapkan yurisdiksi negaranya dan berkewajiban untuk bekerjasama dalam menangani kasus pembajakan kapal Maersk Alabama tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 14 Convention on the High Seas 1958 dan Pasal 100 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 yang menentukan bahwa semua negara harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindakan pembajakan di laut lepas di tempat lain manapun di luar yurisdiksi suatu negara.

Yurisdiksi ekstrateritorial juga dapat diberlakukan karena bendera kapal Maersk Alabama adalah Amerika Serikat. Mengingat proses pembajakan terjadi di atas kapal tersebut, maka Amerika Serikat dalam hal ini dapat menerapkan yurisdiksi negaranya.

  • III.    KESIMPULAN

  • a.    Ketentuan mengenai pembajakan di laut di atur dalam Pasal 100 sampai dengan 107 Konvensi Hukum laut PBB 1982 serta dalam Pasal 6 poin b ayat (1) dan (2) Konvensi Roma 1988 yang menyatakan hal yang senada yakni bahwa setiap negara dapat mengadili dan menghukum para pelaku pembajakan tersebut. Setiap negara juga dapat menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan kapal-kapal, pesawat udara atau barang-barang tersebut dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga, selain itu Setiap negara pihak harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menetapkan yurisdiksi atas pembajakan kapal di laut.

  • b.    Ada dua negara yang memiliki yurisdiksi dalam kasus pembajakan kapal Maersk Alabama. Somalia selaku negara pantai dapat menerapkan yurisdiksi teritorial negaranya karena tempat terjadinya tindak pidana pembajakan tersebut di wilayah perairannya. Sayangnya Somalia merupakan failed state karena tidak memiliki pemerintahan yang efektif untuk menyelesaikan kasus pembajakan tersebut. Selanjutnya Amerika Serikat juga memiliki dapat menerapkan yurisdiksi negaranya sesuai dengan prinsip yurisdiksi nasionalitas (personalitas) pasif karena warga negara Amerika Serikat menjadi pihak korban dalam kasus ini serta menerapkan yurisdiksi ekstrateritorial terkait dengan tindak pidana pembajakan yang terjadi di atas kapal yang berbendera Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Huala Adolf,  2000, Aspek-aspek negara dalam hukum internasional.Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Imam Santoso, 2014, Hukum Pidana Internasional, pustaka reka cipta, bandung, h. 110

I Wayan Parthiana, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Cetakan I, Yrama Widya, Bandung

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional,Buku I Bina Cipta, Bandung

Mirza Satria Buana, 2007, Hukum Internasional Teori dan Praktek. Nusamedia ,Bandung

INSTRUMEN INTERNASIONAL

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

Convention For The Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation 1988

Convention on the High Seas 1958

ARTIKEL/MAKALAH

Judarwanto. Perompak Somalia, Kriminal Internasional Masalah

Dunia. http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/04/15/perompak-somalia-kriminal-internasional-menjadi-masalah-dunia/ , diakses tanggal 6 mei 2015

Muhammad Firman, 2009 “Kapten Maersk Alabama Coba Larikan Diri”, Viva News Online, URL : http;//www.news.viva.co.id. diakses tanggal 6 mei 2015

Ilham Wancoko, “Tiga Kapal Perompak Hanya Berani Show of Force”, Majalah jawa Pos, 9 April 2015

Widodo Judarwanto, “failed state index; Indonesia Bukan Negara Gagal”. URL : http;//kompasiana.com/Sandiazyudhasmara/survey-failed-state-index-indonesia-bukan-negara-gagal_55114b98a33311bb43ba7d54

6