REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
on
REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA
NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35
TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
Oleh :
Made Ana Wirastuti
I Ketut Suardita
Hukum Pidana, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana
ABSTRACT
This study aims at identifying of rehabilitation for the trespasser of narcotic crimes according to the Law No. 35 Year 2009 on Narcotics, and identifying the obstruction in the application of the rehabilitation. The reasearch method used in this paper is a normative legel research, law approach. It is concluded, as stated in Article 54 of the Law, that "drug users and drug abuse victims are obliged to undergo a rehabilitation treatment". It is also found that the drawback of the rehabilitation program is that the drug users share the same place with other crime prisoners and accordingly lack of therapy facilitites.
Keywords: Rehabilitation, Narcotics
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Rehabilitasi Bagi Penyalahguna Tindak Pidana Narkotika berdasarkan Undang-undang No 35 Tahun 2009, tentang narkotika dan apa menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan rehabilitasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, melalui pendekatan undang-undang. Maka dapat disimpulkan berdasarkan ketentuan Pasal 54 “pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi”. Faktor penghambat dari pelaksanaan rehabilitasi penempatan pecandu narkotika yang disamakan oleh tindak pidana lain di Lembaga Pemasyarakatan, kurangnya tempat terapi rehabilitasi.
Kata kunci : Rehabilitasi, Narkotika
I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkotika adalah tempat yang memberikan pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkotika.1 Penyalahguna narkotika telah menjadi masalah sangat serius bukan hanya lokal, nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Ketergantungan pada narkotika bila dianalisis secara medis pada dasarnya merupakan penyakit otak oleh karena itu persoalan para pecandu narkotika bukan karena kurang motivasi untuk pulih melainkan karena perubahan mekanisme yang ada dalam otak yang pada umumnya memerlukan waktu yang lama untuk dapat beradaptasi dan kembali pulih dengan kondisi bebas zat (abstinensia). Terkait dengan hal ini maka diperlukan suatu program rehabilitasi atas gangguan narkotika yang paling sesuai dengan seseorang namun tentu bukanlah sesuatu yang mudah dijalani oleh pecandu. Hal ini dikarenakan tidak semua pasien dapat merespon dengan baik satu jenis program terapi, respon terhadap program terapi sangat tergantung kepada cara tindakan pemulihan sehingga dapat cocok di terima dengan baik bagi kebutuhan individual tersebut.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika dan faktor-faktor penghambat rehabilitasi terhadap penyalahguna tindak pidana narkotika berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
II ISI MAKALAH
2.1 METODE PENULISAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang berdasarkan kaidah atau norma dalam 2 1 peraturan perundang – undangan.2 1
-
2.2 Rehabilitasi terhadap Penyalahguna Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan dari tanaman sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan perubahan keadaan, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau kemudian ditetapkan dengan keputusan menteri kesehatan.3 Penggunaan Narkotika bagi diri sendiri mengandung arti bahwa penggunaan narkotika tersebut tanpa melalui pengawasan dokter dianggap merupakan suatu perbuatan “tanpa hak dan melawan hukum”. Dikeluarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 mengatur ketentuan mengenai putusan memerintahkan untuk menjalani rehabilitasi bagi pengguna narkotika pada pasal :
Pasal 54 “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :
-
a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
-
b. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Contoh putusan : Rabu, 29 Juli 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 798/Pid.B/2009/PN Jkt.Pst, dengan Ketua H. Makmun Masduki, SH,MH menjatuhkan vonis rehabilitasi kepada seorang pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan. Majelis Hakim dalam putusan selanya, memerintahkan kepada Penasehat Hukum dan Terdakwa untuk membuktikan bahwa Wulan (terdakwa) adalah pecandu yang mengalami ketergantungan. Dalam pemeriksaan persidangan terbukti Wulan memang benar-benar mengalami ketergantungan. Atas dasar itu semua, Majelis Hakim berani untuk melakukan terobosan dengan menggunakan Pasal 47 UU Narkotika yang memberikan kewenangan kepada Hakim untuk menghukum seorang pecandu narkotika menjalani rehabilitasi sehingga memerlukan proses perawatan dan 2
atau pengobatan yang dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi dan yang tentunya berdasarkan ketentuan undang-undang.4 Kewenangan sebagaimana telah diafirmasi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA RI) No. 7 tahun 2009. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memerintahkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur selama 6 (enam) bulan yang diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana.
Penentuan rehabilitasi bagi penyalahgunaan narkotika merupakan kewenangan pengadilan melalui proses persidangan. Sebab, rehabilitasi adalah bentuk lain dari dari hukuman atau vonis. Hal ini diatur dalam Pasal 103 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009. Pertimbangan Majelis Hakim yang memandang pecandu sebagai orang sakit yang butuh terapi kesehatan serta penjara bukan tempat yang pas bagi pecandu adalah sebuah pertimbangan yang layak diapresiasi dan dipertimbangkan oleh seluruh hakim di Indonesia. Dengan pertimbangan ini, Majelis Hakim justru akan mendukung program penanggulangan narkotika di negara ini. Memenjarakan pecandu semata, tanpa memberi kesempatan untuk rehabilitasi sama saja akan mengabaikan Hak Asasi Manusia.
Upaya memberikan rehabilitasi bagi penyalahguna tindak pidana narkotika antara lain dengan cara melakukan pembinaan yang berguna untuk membantu seseorang melepaskan diri dari penyalahgunaan narkotika, melatih kemampuan dan kreatifitas pecandu yang dimiliki guna mengalihkan perhatian dari obat-obatan terlarang dengan adanya pengisian waktu luang yang memiliki dampak positif dengan mengikuti siraman rohani dan pendekatan kembali terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta penerapan hidup sehat dengan berolahraga. Pemberian rehabilitasi untuk proses pemulihan kembali kondisi fisik, mental dan jiwa bagi si pengguna narkotika khusunya yang sudah dikategorikan sebagai pecandu narkotika, sehingga dapat kembali diterima di tengah-tengah masyarakat dan bisa kembali menjalani kehidupan seperti sebelumnya.
Faktor-faktor penghambat didalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyalahguna tindak pidana narkotika :
-
- Faktor penempatan terhadap pengguna narkotika dan pengedar yang disamakan pada Lembaga Pemasyarakatan, di antara mereka tersebut juga sebaiknya 3
dipisahkan agar pengawasan dapat dilakukan secara khusus terhadap masing-masing kategori. Dengan demikian kontrolpun akan dapat dilakukan secara maksimal serta khusus.5
-
- Kurangnya tempat terapi yang membuat pelaku bukan membaik namun semakin terpuruk sehingga pemidanaan tidak membuat efek jera.
-
- Sistem pemidanaan minimum dan maksimum terhadap penyalahgunaan narkotika (pecandu) bila adanya kesengajaan tidak melaporkan kejahatan narkotika di pidana penjara minimal 1 tahun membuat seseorang takut melaporkan sanak keluarganya bahwa berada dalam ketergantungan.
-
- Pada dasarnya peraturan perundang-undangan ini belum sejalan dengan perakteknya.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu ketentuan dasar pada keputusan hakim pada Pasal 54, Pasal 103 dan SEMA RI No. 7 tahun 2009 tentang Penempatan Penyalahgunaan Narkotika ke Pusat Terapi dan Rehabilitasi. Faktor-faktor penghambat didalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyalahguna tindak pidana narkotika ada faktor penempatan, dan peraturan perundang-undangan yang belum sejalan dengan prakteknya.4
Buku
Asikin Zainal dan, Amirruddin dan 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
Hamzah Andi, 1994. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Soeparman, 2000, Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2, FKUI, Jakarta.
Widagdo Setiawan, 2012, Kamus Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Willy Heriady, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara, Tanya Jawab dan Opini, UII Press, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, KUHP DAN KUHAP. Permata Press, Jakarta 2008.
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Yang Sudah Diamandemen Dengan Penjelasan, Apollo, Surabaya 2002.
Indonesia, Undang–Undang Tentang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 5211 Tahun 2009.
SEMA (Surat Edaran Makamah Agung), Nomor 7 Tahun 2009.
6
Discussion and feedback