PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

Oleh :

Putu Erik Hendrawan I Ketut Keneng Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

ABSTRACT:

This journal entitled "Legal Protection Against Victims of Crime Robbery In The Taxi Viewed From Perspectives victimology". Various kinds of crime is a phenomenon that occurs in the community, one of the crime is the crime of robbery. Robbery is rampant today is robbery in the cab. The purpose of this paper is to determine how the legal protection of victims of robberies in taxis and other forms of compensation to the victim. The method used is the method of normative law is to approach legislation (The Statute Approach). Currently the crime of robbery are common in public transport. Lack of attention to the victims and lack of knowledge about the law of cause victims are often forgotten. It can be concluded that the victim and the offender can not be separated, because the government has set up specifically on the protection of witnesses and victims. Compensation for victims can be divided into 3 of them is by way of compensation, restitution and assistance for victims. Victim compensation can be submitted to the court by the Witness and Victim Protection Agency.

Keywords: Legal Protection, Robbery, Victim, Victimology

ABSTRAK:

Jurnal ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perampokan Di Dalam Taksi Ditinjau Dari Persepektif Viktimologi”. Berbagai macam kejahatan merupakan suatu gejala yang terjadi di masyarakat, salah satu kejahatan yang terjadi ialah kejahatan perampokan. Perampokan yang marak terjadi saat ini ialah perampokan didalam taksi. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap korban perampokan didalam taksi serta bentuk-bentuk ganti kerugian terhadap korban. Metode penelitian yang digunakan ialah metoda hukum normatif yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Saat ini tindak pidana perampokan sering terjadi didalam angkutan umum. Lemahnya perhatian terhadap korban dan kurangnya pengetahuan mengenai hukum menyebabkan korban sering dilupakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korban dan pelaku tindak pidana tidak dapat dipisahkan, sebab pemerintah telah mengatur secara khusus mengenai perlindungan saksi dan korban. Ganti kerugian terhadap korban dapat dibagi menjadi 3 diantaranya ialah dengan cara pemberian kompensasi, restitusi dan bantuan terhadap korban. Ganti kerugian dapat diajukan korban ke pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Perampokan, Korban, Viktimologi

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Berbagai macam kejahatan banyak berkembang di masyarakat. Kejahatan sebagai suatu gejala adalah selalu kejahatan dalam masyarakat (crime in society), dan merupakan bagian dari keseluruhan proses-proses sosial produk sejarah dan senantiasa terkait pada proses-proses ekonomi yang begitu mempengaruhi hubungan antar manusia1. Salah satu contoh kejahatan ialah perampokan, dimana perampokan tersebut masuk didalam katagori pecurian dengan kekerasan dan diatur dalam Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disingkat menjadi KUHP. Perampokan yang marak terjadi saat ini ialah perampokan didalam taksi. Seperti yang dialami oleh seorang karyawati bernama Mita Santi yang berumur 31 tahun yang dirampok oleh sopir taksi berwarna putih di Jalan Raya Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pelaku yang sempat menganiaya korban merampas uang sebesar Rp 700.000,00 dan barang lain di dalam tasnya. Sering adanya korban di dalam taksi disebabkan oleh lemahnya sistem keamanan yang berada didalam taksi serta besarnya kesempatan yang didapat oleh pelaku untuk melakukan kejahatan, sebab didalam taksi hanya ada penumpang dan sopir saja. Dengan melihat pada permasalahan tersebut maka yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Perampokan di Dalam Taksi Ditinjau Dari Persepektif Viktimologi”.

  • 1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memahami perlindungan hukum terhadap korban perampokan di dalam taksi serta bentuk-bentuk ganti kerugian terhadap korban dalam perspektif viktimologi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu penelitian hukum normatif dimana penelitian ini mengkaji dan meneliti peraturan-peraturan

tertulis2. Dimana bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yaitu dengan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) artinya hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma dan bahan hukum sekunder yaitu buku dan makalah yang kemudian saling dikaitkan dan disusun secara sistematis dengan teknik deskriptif analisis.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Perlindungan Hukum Terhadap Korban Perampokan di Dalam Taksi

Antusiasme pemerintah dalam melindungi korban ditunjukan dengan dibuatnya undang-undang secara khusus mengenai saksi dan korban. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Perlindungan hukum dan segala aspeknya merupakan salah satu hak korban dan saksi (Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006).

Bagi korban dan/atau saksi yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, kesaksiannya dibacakan di pengadilan dan bahkan dapat memberi kesaksian tertulis serta teleconference. Dengan persetujuan hakim (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006) korban dan/atau saksi3.

  • 2.2.2    Bentuk Ganti Kerugian Terhadap Korban Dalam Perspektif Viktimologi

Bentuk ganti kerugian terhadap korban dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

  • 1.    Pemberian kompensasi terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 4 PP No. 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang

diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya.

  • 2.    Pemberian restitusi terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 5 PP No. 44 Tahun 2008 adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, yang dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

  • 3.    Pemberian bantuan terhadap korban, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 7 PP No. 44 Tahun 2008 adalah layanan yang diberikan kepada korban dan/atau saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam bentuk bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial.

Untuk korban tindak pidana perampokan di dalam taksi, ganti kerugian yang terpenting adalah rehabilitasi psiko-sosial. Karena dampak dari tindak pidana perampokan tersebut terhadap korbannya membuat mental dari korban menjadi kacau. Melalui rehabilitasi psiko-sosial, diupayakan mental dari korban tindak pidana perampokan dapat dipulihkan lagi seperti semula dan agar korban dapat menggunakan jasa angkutan umum seperti masyarakat pada umumnya. Untuk mendapatkan ganti kerugian ini korban, keluarganya, atau kuasanya harus mengajukan permohonan ke pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Namun, apabila pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sebagaimana mestinya maka pemerintah yang akan memberikan ganti kerugian4.

  • III.    KESIMPULAN

  • 1.    Perlindungan hukum terhadap korban perampokan di dalam taksi sangatlah diperhatikan oleh pemerintah, dimana pemerintah telah membuat peraturan khusus untuk saksi dan korban. Antusiasme pemerintah ditunjukan dengan dibuatnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.

  • 2.    Bentuk ganti kerugian terhadap korban dapat dibagi menjadi 3 diantaranya ialah dengan cara pemberian kompensasi, restitusi dan bantuan terhadap korban. Dimana bentuk ganti kerugian yang paling penting diutamakan pada pemberian bantuan rehabilitasi psiko-sosial, agar mental dari korban tindak pidana perampokan dapat dipulihkan lagi seperti semula. Untuk mendapatkan ganti kerugian ini korban, keluarganya, atau kuasanya harus mengajukan permohonan ke pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

  • IV.    DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Indah, Maya, 2014, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi, Prenadamedia Group, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Waluyo, Bambang, 2012, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta.

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.

5