PENGATURAN HAK EKSKLUSIF KARYA LAGU

ANAK YANG BELUM TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Ida Bagus Galang Pramana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: gussgalang@gmail.com

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: adityapramanaputra@unud.ac.id

DOI: KW.2023.v12.i12.p2

ABSTRAK

Tujuan daripada penulisan penelitian ini yaitu menalaah penerapan hak eksklusif terhadap ciptaan lagu anak yang belum melewati proses pendaftaran ke lembaga perlindungan hak kekayaan intelektual yaitu Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual atau yang bisa disingkat Dirjen HKI. Dilihat dari penggunaan metode dalam penelitian ini yaitu mengunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini menghasilkan suatu teori bahwa karya lagu anak yang belum melewati proses pendaftaran pada dirjen HKI dapat dilindungi secara hukum atas dasar hak eksklusif yang didapatkan pada saat karya tersebut sudah diaplikasikan sebagai media pembelajaran dan didukung berdasarkan dasar perlindungan yang erat kaitannya dengan hak cipta di negara Indonesia yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta implikasi bagi pihak yang menciptakan lagu anak bilamana ciptaannya diklaim oleh pihak lain sebagai media pembelajaran yaitu mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga agar dapat ditindak secara hukum.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Eksklusif, Karya Lagu Anak

ABSTRACT

The purpose of writing this research is to examine the application of exclusive rights to the creation of children's songs that have not passed the registration process to the intellectual property rights protection institution, namely the Directorate General of Intellectual Property Rights or which can be abbreviated as the Director General of IPR. Judging from the use of methods in this study, namely using normative legal research methods using a statutory approach. This study produces a theory that the work of children's songs that have not passed the registration process at the Directorate General of IPR can be legally protected on the basis of exclusive rights obtained when the work has been applied as a medium of learning and supported based on the basis of protection that is closely related to copyright in the country of Indonesia based on Act No. 28 Year 2014 on Copyright, as well as the implications for parties who create children's songs if the creation is claimed by other parties as a medium of learning that has the right to file a claim for compensation to the Commercial Court in order to be legally acted upon.

Key Words: Legal Protection, Exclusive Rights, Children's Song

  • I.     Pendahuluan

    • 1.1.   Latar Belakang Masalah

Dengan berjalannya revolusi industri, terjadi perkembangan pesat dalam berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Revolusi industri dengan perkembangannya saat ini telah menciptakan jenis-jenis properti baru yang tidak berwujud (Intangible) sehingga memerlukan perlindungan hukum. Karakteristik unik dari properti tersebut melahirkan suatu hak yang dikenal sebagai

Hak Kekayaan Intelektual atau dalam istilah lain disebut dengan Intellectual Property Rights.1 Cakupan perlindungan hukum terhadap properti baru daripada Hak Kekayaan Intelektual tersebut salah satunya yaitu Hak Cipta. Cakupan tersebut dapat diimplementasikan pada karya-karya manusia. Ciptaan tersebut dilindungi secara hukum hanya jika sudah dilakukan penerapan ciptaan fisik atau dalam bentuk ujaran (expression work).2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan dasar hukum daripada perlindungan hak cipta di Indonesia yang sebelumnya peraturan perundang-undangan tersebut adalah hasil perubahan daripada Undang-Undang 19 tahun 2002. Sebagaimana dirujuk dalam dasar hukum yang telah disebutkan hak cipta yaitu hak eksklusif dari pemilik hak atau dalam kaitannya adalah pencipta yang dapat mengumumkan atau menggandakan karyanya maupun mengizinkan untuk itu tanpa melanggar batasan-batasan yang ada dalam hukum yang berlaku.3

Hak Kekayaan Intelektual adalah bagian daripada hukum bisnis. Salah satu sasaran utama dari pembebasan perdagangan secara liberal yang dijelaskan pada Agreement Establishing World Trade Organization (WTO) yang pada tanggal 15 April 1994 merupakan hasil persetujuan pada konverensi di Maroko (Marrakesh Agreement). Agenda tersebut mencakup pembahasan tentang perdagangan dan hak kekayaan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights atau TRIPs). Berdasarkan hal tersebut, dapat dipertimbangkan mengapa negara-negara berkembang seperti Indonesia menyetujui untuk mengikuti Perjanjian TRIPs dalam kerangka peraturan perdagangan WTO dan bagaimana perjanjian tersebut bisa memberikan dampak yang positif serta peluang untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial.4 TRIPs adalah perjanjian internasional yang pembuatannya patut dicontoh dan didukung oleh sebagian besar negara di dunia. Namun perjanjian ini masih dalam tahap kajian oleh negara-negara berkembang mengenai isu-isu tertentu, khususnya perlindungan hak kekayaan intelektual, karena perjanjian TRIPs dirancang untuk mempromosikan penciptaan lingkungan perdagangan dan investasi yang lebih menguntungkan.5

Di era industri dan pemasaran modern, berbagai pelanggaran terkait hak cipta khususnya di bidang musik kerap terjadi. Salah satunya yaitu pencurian klaim aransemen lagu anak yang sudah diaplikasikan dan diterapkan sebagai media pembelajaran untuk anak, namun belum didaftarkan kepada dirjen HKI. Hal ini tentu saja menjadi persoalan yang pelik, karena di satu sisi karya tersebut belum diproses dan dilindungi secara hukum, dan di sisi lain karya tersebut merupakan hasil kerja keras pencipta lagu anak yang merupakan pemegang hak atas lagu tersebut. Persoalan tersebut disebabkan oleh semakin canggih dan berkembangnya teknologi, serta kemampuan manusia dalam memunculkan ide-ide baru, sehingga siapapun bisa mencuri aransemen lagu tersebut. Pelanggaran ini juga terjadi karena masih ada ketidakpahaman dalam masyarakat tentang fungsi dan esensi beserta perlindungannya, serta keinginan memperoleh pendapatan secara sederhana, cepat,

dan praktis. Isu pelanggaran hak cipta tak lepas dari berbagai faktor, termasuk sikap masyarakat, terutama dalam situasi mendesak seperti ini, yang melibatkan sejumlah pendidik yang tidak bertanggung jawab, kurangnya penghargaan terhadap ciptaan yang dalam posisi dilindungi haknya, sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya tanpa membayar royalti kepada pencipta aslinya. Konsekuensi dari tindakan pelanggaran ini mengakibatkan kerugian signifikan terhadap pencipta atau pemilik hak cipta.6

Pengaplikasian lagu anak sebagai metode pembelajaran usia dini di sekolah merupakan hal yang sudah lumrah diterapkan di beberapa instansi pendidikan anak usia dini. Tujuannya adalah untuk mencapai keberhasilan belajar yang terutama bergantung pada faktor motivasi. Keberagaman motif belajar anak dan pemahaman belajar menjadi alasan mengapa guru wajib mengetahui berbagai metode yang cocok untuk kegiatan belajar mengajar anak. Setiap anak mengharapkan pembelajaran yang menghibur karena pengalaman belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan semangat belajar mereka secara signifikan, yang pada akhirnya bisa melahirkan pendidikan yang berkualitas. Sistem pembelajaran yang diterapkan adalah penggunaan metode “belajar sambil bernyanyi”.7

Sangat banyak macam-macam lagu yang diciptakan oleh tenaga pendidik sebagai metode pembelajaran anak mulai dari lagu anak yang menggunakan bahasa internasional, nasional, maupun daerah mengikuti kurikulum instansi pendidikan anak usia dini. Ini juga merupakan salah satu elemen yang menjadi faktor semakin berkembang inovasi guru sebagai tenaga pendidik untuk menciptakan lagu-lagu anak sebagai metode pembelajarannya. Tak jarang ciptaan daripada lagu anak yang diterapkan sebagai metode pembelajaran tersebut, digunakan dan diklaim oleh pihak/rekan guru lainnya dengan dalih menerapkannya sebagai metode pembelajarannya dan mengklaim bahwa lagu tersebut merupakan lagu ciptaannya sendiri. Oknum-oknum tersebut biasanya menggunakan lagu-lagu anak karya seseorang tanpa menyebutkan nama penciptanya. Hal tersebut kerap membuat pencipta lagu-lagu sebagai metode pembelajaran anak tidak mendapatkan royalty dan pengakuan dari instansi karena pihak instansi merasa bahwa semasa pencipta lagu anak tersebut belum mendaftarkan karyanya ke dirjen HKI, maka karya lagu anak ciptaannya dapat digunakan dan diklaim oleh siapapun sebagai metode pembelajaran mereka.

Penyertaan nama pencipta dalam sebuah lagu yang dinyanyikan dan digunakan seseorang untuk kepentingannya sendiri merupakan bagian integral dari hak moral yang seharusnya diberikan kepada pencipta lagu tersebut. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan dari pihak penyanyi atau pengcover terhadap individu yang menciptakan lagu tersebut.8 Dari perspektif doktrin hukum, situasi ini diperkirakan akan menghasilkan konflik hukum baik itu dengan struktur secara vertikal ataupun struktur horizontal dengan peraturan perundang-

undangan yang ada, serta bisa menciptakan ketidakpastian dan keraguan pada implementasi peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dibutuhkan pengembangan peraturan hukum baru sebagai respons terhadap dinamika masyarakat terkait isu tersebut. Dalam konteks teori hukum, keadaan ini juga bisa mengakibatkan revisi terhadap prinsip-prinsip hukum yang tidak lagi relevan atau bahkan adopsi prinsip-prinsip hukum dari luar negeri ke dalam sistem hukum nasional.

Sebagai bentuk upaya untuk menghindari adanya tindakan penjiplakan (plagiarism) yang merupakan tindakan mengambil hasil penelitian dan penulisan ilmiah orang lain kemudian menjadikannya seolah-olah merupakan hasil karangan sendiri dan sebagai bentuk penyajian pemikiran atau ide baru penulis serta karya tulis asli, oleh karena itu penulis memasukkan karya tulis yang memiliki kesamaan namun pada bahan bahasan serta permasalahan pokok yang dikaji memiliki perbedaan yaitu pada artikel ilmiah milik Rahul Oscarra Duta dan Teguh Wibowo dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Lagu Anak-Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta” dengan mempertimbangkan pembahasan tentang penerapan hukum dan prosedur hukum, hal ini merupakan langkah berikutnya bagi karugian yang dialami oleh pemilik lagu dalam kasus pelanggaran hak cipta. Ini dapat pula berguna dalam mengidentifikasi tanda-tanda yang mengindikasikan adanya upaya melanggar hak cipta yang mengakibatkan kerugian ekonomi bagi pencipta.9 Serta pada artikel ilmiah milik Dendi Martha Rahardja dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu Yang Belum Di Daftarkan Ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual” dalam konteks yang dibahas tentang legalitas yang dimiliki oleh suatu ciptaan berupa lagu dan sudah dipublikasikan kepada masyarakat umum tanpa pendaftaran ke instansi yang menaunginya yaitu dirjen HKI, penting dalam mengevaluasi dampaknya terhadap pencipta lagu tersebut.10 Pada penelitian ini akan berfokus membahas mengenai penerapan hak eksklusif terhadap suatu ciptaan berbentuk lagu anak sebagai media pembelajaran anak yang dalam penerapannya belum didasari atas pencatatan ke lembaga hak cipta. Maka penulis mengangkat tulisan berupa jurnal ilmiah dengan judul “PENGATURAN HAK EKSKLUSIF KARYA LAGU ANAK YANG BELUM TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.”

  • 1.2.   Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, disimpulkan terdapat dua rumusan masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu :

  • 1.    Bagaimana legalitas hak cipta dalam perlindungan karya lagu anak yang belum di daftarkan?

  • 2.    Bagaimana akibat hukum bagi pencipta lagu anak apabila karyanya di klaim oleh pihak lain?

  • 1.3.   Tujuan Penulisan

Dengan merujuk pada masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini, tujuan utama daripada tulisan penelitian ini yaitu untuk menganalisa mekanisme perlindungan hukum untuk karya lagu anak yang belum didaftarkan ke dirjen HKI

namun sudah diaplikasikan sebagai media pembelajaran berdasarkan hak eksklusif serta akibat hukum terhadap pencipta lagu anak apabila lagu yang belum didaftarkan tersebut diklaim sebagai media pembelajaran dan hiburan anak oleh pihak lain.

  • II.    Metode Penelitian

Penulisan penelitian ini menerapkan metode penelitian normatif dengan melakukan analisis terhadap berbagai referensi seperti buku-buku, literatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan subjek penelitian. Adapun alasan penggunaan metode penelitian normatif ini yaitu untuk dapat membantu akses ke informasi yang luas, hemat waktu dan biaya, mendapatkan pengembangan yang mendalam, serta dapat mendukung pengembangan dan penyempurnaan teori yang ada. Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan hukum atau pendekatan berdasarkan peraturan-peraturan (the statue approach) yang memandang hukum sebagai seperangkat aturan dan peraturan normatif. Teknik yang diterapkan untuk menghimpun bahan hukum adalah dengan melakukan studi dokumen, yang mencakup pemeriksaan data kepustakaan (data sekunder) yang relevan dengan objek penelitian. Ini mencakup analisis terhadap sumber-sumber hukum primer, sekunder, dan tersier, seperti peraturan perundang-undangan, literatur, referensi, dan kasus-kasus yang relevan. Selain itu, dianalisis secara kualitatif deskriptif.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Legalitas hak cipta dalam perlindungan karya lagu anak yang belum didaftarkan

Perlindungan hukum terhadap karya cipta menerapkan prinsip perlindungan otomatis (automatically protection), yang berarti pencipta secara otomatis mendapatkan perlindungan hukum tanpa perlu melalui proses pencatatan terlebih dahulu. Pencipta langsung memperoleh perlindungan hukum atas karya ciptanya sejak karya tersebut diwujudkan dalam bentuk karya cipta yang nyata. Prinsip perlindungan otomatis ini sejalan dengan Konvensi Berne yang mengakui tiga prinsip, yaitu prinsip national treatment, prinsip automatic protection, dan prinsip independence protection.11 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHC, “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Apabila mempertimbangkan intisari dasar munculnya hak cipta, dengan demikian yang dimaksud tidak mengenai proses pendaftaran dalam waktu terkini dikenal sebagai pencatatan dalam hukum hak cipta, namun hak cipta secara sendirinya muncul pada saat suatu ciptaan telah terbentuk, diterbitkan, dan bisa diperbanyak dalam bentuk yang konkret.

Penjelasan tersebut juga menjadi lebih terperinci melalui ketentuan pada Pasal 64 ayat (2) dalam peraturan yang sama, dimana termuat pendaftaran karya serta produk hak terkait bukanlah syarat utama dalam mendapatkan hak-hak terkait hak cipta. Pada konteks yang lebih mendesak, hal tersebut mengungkap fakta bahwa ketika ingin mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak yang diduga melanggar hak cipta tersebut, maka tidak perlu melakukan pendaftaran atau pencatatan karya sebagai langkah awal.

Achmad Zen Purba berpendapat bahwa gagasan tentang pemberian hak eksklusif atas Hak Kekayaan Intelektual kepada pemegang hak merupakan bentuk penghormatan yang pantas atas imbalan dan prestasi dari pencipta, penemu, atau perancang yang telah menghasilkan kreativitas, pemikiran, dan usaha mereka.12 Dalam konteks umum, hak eksklusif merujuk pada hak istimewa milik pencipta atau pemilik hak cipta. Jika seseorang ingin mendapatkan hak tersebut, oleh karena itu mereka harus mendapatkan persetujuan oleh pemegang hak daripada ciptaan tersebut. Karena penciptaan bukanlah suatu hal yang sederhana, melainkan melibatkan sebuah proses panjang yang dimulai dengan ide inspiratif dari pencipta yang kemudian berkembang menjadi berbagai gagasan yang akhirnya mewujudkan suatu karya. Di dalam hak cipta sendiri, hak eksklusif yang dimaksud tersebut dapat dibagi menjadi hak moral serta hak ekonomi. Istilah hak moral berarti hak yang secara alami dimiliki oleh sang pencipta dan tidak bisa dihilangkan tanpa alasan yang jelas, meskipun telah diserahkan kepada pihak lain. Sedangkan hak ekonomi mengintisarikan terhadap suatu hak yang pada kaitannya mendapatkan keuntungan baik berupa barang maupun jasa dari karya cipta tersebut.13

Dari segi filosofis, kemunculan hak eksklusif memungkinkan entitas hukum atau subjek hukum untuk secara otomatis memperoleh jaminan atas hak ciptanya. Dalam hal ini, negara memberikan hak eksklusif kepada pencipta ketika mereka mengumumkan, menggandakan, atau mengizinkan seseorang untuk menggandakannya, tanpa mereduksi hak-hak yang dimiliki pencipta. Sistem ini membatasi penggunaan karya tersebut oleh pihak lain dan juga memberikan perlindungan hukum kepada pencipta. Ini terkait dengan kasus seorang pencipta lagu anak yang menggunakan ciptaannya untuk keperluan pendidikan, meskipun karyanya belum melewati proses pendaftaran di dirjen HKI. Dengan keberadaan hak eksklusif, pencipta lagu anak tersebut telah mendapat perlindungan hak cipta dengan sendirinya atas karyanya dan dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak yang mengklaim dan menggunakan karyanya tanpa izin untuk kepentingan pribadi.

Dasar hukum hak cipta menjelaskan tentang suatu karya dalam bidang-bidang seperti ekspresi seni, sastra, dan ilmu pengetahuan yang dinyatakan dalam berbagai wujud dengan karakteristik yang unik yang memberikan suatu perbedaan antara yang satu dan lainnya, termasuk gagasan, proses, dan sistematika yang konkret untuk mencapainya. Maka dari hal tersebut, agar suatu perlindungan hak cipta bisa diperoleh, pendaftaran bukanlah suatu persyaratan yang harus dipenuhi agar haknya diakui, tetapi hanya merupakan kebutuhan yang bersifat opsional. Kriteria untuk memperoleh hak (Eligibility Criteria) yang tetap berlaku adalah yang diakui pada Article 1 (3) BIS TRIPs. Penerapannya wajib mengacu pada Article 3 (1) TRIPs dalam menentukan, dan kemudian Article 3 BIS mengatur bahwa perlindungan hak cipta diserahkan berdasarkan:14

  • a)    Kewarganegaraan pencipta (Nationality of author);

  • b)    Tempat penerbitan (Place of publication work);

  • c)    Domisili pencipta (Residence of author);

  • d)    Ciptaan yang diterbitkan (Publised work);

  • e)    Ciptaan yang diterbitkan secara simoltan (Simoltaneously published works).

Berdasarkan penjelasan mengenai dasar hukum perlindungan hak eksklusif, beberapa elemen yang telah disebutkan dalam analisis penulis berkaitan dengan kepentingan yang mendesak yang dihasilkan oleh pencipta lagu anak sebagai alat pembelajaran. Perlindungan otomatis ini mengakibatkan konsekuensi yang tidak menguntungkan antara pencipta lagu anak dan pihak lain yang menganggap karya lagu tersebut sebagai materi pembelajaran anak.

Namun, jika kita mempertimbangkan situasi di mana suatu karya sudah melewati proses pendaftaran di dirjen HKI, dapat lebih menguntungkan bagi penciptanya. Hal ini karena dalam sistem sentralisasi, pihak yang tercatat di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai pemegang hak cipta akan secara otomatis dianggap sebagai pencipta karya tersebut, sehingga proses pendaftaran di setiap daerah dapat diperpanjang. Selain itu, keuntungan lainnya yaitu dapat memudahkan pembuktian-pembuktian jika terjadi sengketa, sesuai dengan Pasal 100 ayat (3), Pasal 102 ayat (4), serta Pasal 121 ayat (2) undang-undang hak cipta yang memuat keterlibatan surat pendaftaran sebagai alat bukti dalam pengajuan gugatan pada pelanggaran hak cipta. Dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia, prosedur pendaftaran karya ke dirjen HKI dilaksanakan secara pasif atau dekenal dengan sistem pendaftaran negatif deklaratif. Maka daripada itu, seluruh pendaftaran diterima dengan meminimalisir penyelenggaraan proses pencaharian tentang hak pemohon, dengan pengecualian apabila telah ditemukan pelanggaran hak cipta. Fokus dari sistematika pencatatan ini ditempatkan dalam asumsi bahwa pemegang hak yang mendaftarkan karya dianggap sebagai pencipta hak yang didaftarkan tersebut, kecuali ada bukti sebaliknya. Ketentuan hukum yang mengatur proses pendaftaran karya dapat ditemukan dalam Pasal 64 hingga Pasal 73 UUHC dan PMK Nomor: M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan. Pengajuan pencatatan karya harus diserahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang dinaungi oleh dirjen HKI.15

Dirjen HKI, yang memiliki wewenang dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual, menjalankan tugas ini karena memiliki signifikansi besar bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Mereka melaksanakan tugas ini dengan menerapkan keputusan-keputusan yang termasuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan pengadilan, perintah presiden, dan peraturan lainnya. Sebagai perwakilan Pemerintah Pusat, dirjen HKI bertugas memberdayakan masyarakat dalam memainkan peran penting Hak Kekayaan Intelektual dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Karena itu, diharapkan masyarakat akan meningkatkan kesadaran mereka untuk mendaftarkan karyanya guna mendapatkan perlindungan hukum yang lebih kuat. Dalam kerjasama ini, dirjen HKI tidak hanya mengandalkan pemerintah pusat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Hak Kekayaan Intelektual dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengajak pemerintah daerah seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas UMKM untuk turut berperan dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di wilayah mereka. Hal ini mendukung gagasan bahwa perlu diberi penekanan lebih besar pada persyaratan pendaftaran karya oleh pencipta lagu anak-anak ke dirjen HKI, yang selain melindungi karya sebagai alat pembelajaran, juga memberikan legalitas yang jelas sebagai suatu hal yang sangat

didambakan. Sampai sekarang belum ada sinergi yang kuat antara pencipta karya dan pemerintah dalam usaha perlindungan hukum ini.16

Pasal 23 ayat (2) UUHC menyalurkan perlindungan kepada pemilik hak maupun kepada individu yang melakukan pertunjukan, baik itu dengan niat atau tanpa sengaja, atas karya cipta mereka sendiri. Hal ini berlaku baik jika mereka telah mendapatkan izin dari pemegang hak atau jika karya tersebut belum didaftarkan di lembaga hak cipta tetapi telah dipublikasikan secara umum. Akan tetapi, pada situasi suatu ciptaan belum terdaftar di dirjen HKI, ada potensi risiko terjadinya kejahatan yang dapat dilakukan oleh individu yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, jika karya lagu anak ini tidak didaftarkan, maka karya tersebut tidak akan memiliki surat pendaftaran sebagai bukti yang memperkuat perlindungan hukumnya. Hal ini akan meningkatkan risiko adanya tindakan penjiplakan dan klaim oleh pihak lain yang ingin menggunakan karya lagu tersebut sebagai materi dalam pembelajaran anak, seperti guru atau instruktur lainnya. Karena ketiadaan surat pendaftaran sebagai bukti hukum, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab akan merasa lebih aman jika mereka melanggar hak cipta dengan menggunakan karya tersebut tanpa izin, berdasarkan hak eksklusif.

Peran pemerintah pada proses menjaga hak-hak masyarakat terkait karya cipta berhubungan dengan konsep-konsep hukum yang diberlakukan. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka konsep legalitas hak cipta terhadap karya lagu anak dalam situasi belum melewati proses pencatatan ke lembaga perlindungan hak cipta, namun sudah diterapkan sebagai sarana pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, jika suatu karya belum diumumkan secara resmi tetapi telah dipertunjukkan secara nyata, maka karya tersebut dapat disalin atau direproduksi, dan adanya peranan pemerintah menjamin legalitas yang konkret yang memiliki aturan-aturan yang berhubungan dengan hak cipta.

Perlu ditegaskan bahwa tidak semua lapisan masyarakat paham dan mengerti dengan seksama terkait hak-hak yang secara otomatis diberikan kepada pencipta dalam karyanya. Hal ini karena konsep perolehan dan perlindungan otomatis dalam hak cipta masih menimbulkan berbagai perdebatan. Jika kita mengamati lebih dalam, suatu hak cipta memiliki sifat yang berpendirian sendiri, yaitu legalitas diperoleh dengan tidak bergantung dengan undang-undang tentang hak pada wilayah negara tertentu (independen protection). Oleh sebab itu, hak cipta dianggap sebagai hak mutlak yang dimiliki manusia pada saat pencipta menciptakan karya dengan syarat hak cipta.17

  • 3.2.    Akibat hukum bagi pencipta lagu anak apabila karyanya diklaim oleh pihak lain

Dalam perlindungan hak cipta, terdapat beberapa aturan dasar yang bertujuan melindungi pelanggaran dalam bidang hak cipta, termasuk peraturan pemerintah melalui Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) atau lewat dewan hak cipta. Salah satu asas yang melekat pada hak kebendaan adalah "droit de suite," yang menetapkan hak untuk menuntut akan mengikuti benda terkait secara terus menerus di tangan siapa pun yang menguasai benda tersebut. Perlindungan hukum ini dianggap sangat penting dan merupakan hak bagi setiap warga negara. Menurut pandangan beberapa ahli hukum, termasuk Satjipto Raharjo, perlindungan hukum memiliki definisi sebagai pemberian pengayoman terhadap hak asasi manusia yang

dirugikan oleh orang lain. Perlindungan ini diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum. Jika dipandang sebagai hak kebendaan yang bersifat immateril, hak cipta dapat dianggap mirip dengan hak milik, memungkinkan pemiliknya untuk menikmati dan melakukan tindakan hukum terhadap hak cipta, termasuk pengalihan hak tersebut kepada pihak lain melalui berbagai metode seperti pewarisan, hibah, wasiat, atau cara lainnya sesuai dengan Pasal 3 UUHC Indonesia.18

Pasal 1 ayat (2) UUHC mengatur bahwa “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.” Kemudian dalam Pasal 31 UUHC dinyatakan juga sebagai berikut:

“Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu Orang yang namanya:

  • a.    disebut dalam Ciptaan;

  • b.    dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;

  • c.    disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau

  • d.    tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.”

Ketika situasi mendesak di mana pencipta lagu anak merasa bahwa karyanya telah diklaim oleh pihak lain sebagai milik mereka sendiri, dan kemudian digunakan sebagai alat pembelajaran oleh pihak tersebut, seluruh pemilik karya mempunyai hak dalam memberikan klaim ganti rugi yang disampaikan pada Pengadilan Niaga dalam kasus pelanggaran hak cipta. Ganti rugi tersebut dapat mencakup permohonan menghapuskan sebagian atau semua pendapatan yang didapat dari kegiatan pembelajaran, pertunjukan, dan hal-hal terkait dengan karya lagu anak sebagai akibat pelanggaran hak-hak dalam suatu karya yang dilindungi. Selain itu, permohonan kepada Pengadilan Niaga dapat diajukan oleh seluruh pemilik hak untuk:

  • a.    Mengajukan permintaan penyitaan pada karya yang telah diumumkan atau digandakan, serta perangkat gandanya dalam penggunaan penghasilan karya dalam produk hak cipta yang melanggar.

  • b.    Menghentikan pengiklan, distribusi, komunikasi, dan/atau penyebarluasan karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.

Selain itu, dalam situasi mendesak pelanggaran hak cipta terhadap karya lagu anak, proses penyelesaian sengketa antara pencipta lagu anak dan pihak yang mencoba memanipulasi atau mengklaim hak cipta milik pihak lain diatur oleh Pasal 95 UUHC. Pasal tersebut hanya menguraikan prosedur penyelesaian perselisihan dalam konteks hak cipta, antara lain:

  • 1)    Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase atau pengadilan,

  • 2)    Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pengadilan Niaga,

  • 3)    Pengadilan lainnya selain pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud (2) tidak berwenang menangani penyelesain sengketa Hak cipta.

  • 4)    Selain pelanggaran Hak cipta dan /atau hak terkait dalam bentuk pembajakan sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberdaannya dan /atau dan atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh

terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.

Dengan demikian, prosedur pemecahan perselisihan sebagaimana telah dijelaskan belum menguraikan dengan rinci tentang pembatasan hak eksklusif yang diserahkan jika karyanya belum didaftarkan ke dirjen HKI. Meskipun tidak ada ketentuan tertulis yang mengatur kewajiban atau persyaratan dalam peraturan perundang-undangan terkait hal ini. Ini disebabkan oleh fakta bahwa hak cipta tetap ada, diakui, dan dapat dilindungi secara hukum bahkan tanpa pendaftaran.19

Pendaftaran karya bukanlah hal yang merupakan kewajiban dan harus dipenuhi dalam memperoleh hak cipta. Meskipun begitu, mengingat perlindungan hukum yang lebih kuat yang diberikan oleh pendaftaran, maka karya yang terdaftar di dirjen HKI memiliki perlindungan yang lebih kuat dibandingkan dengan karya yang belum terdaftar. Ini karena pendaftaran harus dilakukan oleh pencipta jika karya tersebut digunakan secara publik sebagai bukti atau pengukuhan, terutama dalam kasus perselisihan seperti pelanggaran terhadap karya lagu anak yang belum didaftarkan.

Jika karya tidak terdaftar, maka legalitas yang menjamin perlindungan hukum tidak berlaku untuk karya tersebut. Pernyataan tersebut dikarenakan dasar hukum daripada hak cipta mempersyaratkan adanya surat pendaftaran sebagai bukti dalam tuntutan pelanggaran hak cipta. Implikasinya adalah bahwa tanpa adanya klarifikasi hukum atau tindakan resmi dalam proses memperoleh hak atas karya cipta, akan ada konsekuensi di masa depan seperti kesulitan menentukan waktu penyelesaian sengketa, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap hak cipta karena ketidakpastian mengenai penciptanya, dan risiko bahwa karya hak cipta tersebut dapat diklaim oleh pihak lain.20

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

  • 4. Kesimpulan

Karya lagu anak yang sudah diaplikasikan sebagai media pembelajaran anak namun belum didaftarkan ke dirjen HKI dapat dilindungi secara hukum dengan dasar hak eksklusif yang muncul dengan sendirinya muncul dalam dasar prinsip deklaratif ketika karya diterapkan dalam bentuk yang konkret, dengan tidak mengabaikan batasan yang terstruktur pada peraturan perundang-undangan, pencipta lagu anak telah secara otomatis memperoleh perlindungan hak cipta atas karyanya. Pernyataan ini mengintisari bahwa mereka memiliki hak untuk menuntut pihak yang mengklaim atau menggunakan karyanya tanpa izin untuk kepentingan pribadi. Akibat hukum terhadap pencipta lagu anak apabila lagu yang belum didaftarkan tersebut diklaim sebagai media pembelajaran dan hiburan anak oleh pihak lain yaitu seluruh pemilik hak mempunyai hak dalam memberikan klaim ganti rugi kepada Pengadilan Niaga karena pelanggaran hak cipta. Meskipun demikian, prosedur penyelesaian perselisihan ini belum menguraikan secara detail pembatasan hak eksklusif yang dimiliki pencipta jika karya ciptanya belum terdaftar di dirjen HKI. Meskipun tidak ada persyaratan atau aturan tertulis yang mengatur hal ini dalam peraturan perundang-undangan. Ini disebabkan oleh fakta terkait hak cipta yang tetap ada, diakui, dan dapat dilindungi secara hukum tanpa perlu pendaftaran, dan itulah mengapa pendaftaran hak cipta, terutama dalam

kasus pencipta lagu anak sebagai media pembelajaran, di dirjen HKI dianggap begitu penting.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (Yogyakarta, Deepublish, 2016).

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia (Denpasar, Swasta Nulus, 2018).

Jened, Rahmi. Hak Kekayaan intelektual Penyalahgunaan Hak Eklusif. (Surabaya, Airlangga University Press, 2017).

Sutedi, Andrian. Hak Atas Kekayaan Intelektual. (Jakarta, Sinar Grafika, 2019).

Zen Purba, Achmad. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIP’s. (Bandung, Alumni, 2015).

Jurnal

Alfons, Maria. “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum.” Jurnal Legislasi Indonesia 14, No. 3 (2017).

Asmara, C.A.D.F., Arifin, Zaenal., Anwar, F.M. "Penyelesaian Sengketa Hak Cipta antara Pencipta Lagu dan Penyanyi." Jurnal USM Law Review 6, No. 2 (2023).

Asmaul, A., Karim, K., Adhilia, L.T.F. “Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Melalui Internet.” Jurnal Litigasi Amsir Fakultas Hukum Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada 10, No. 4 (2023).

Bakar, Zulfa. “Pemanfaatan Lagu Sebagai Implementasi Model Pakem Pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini Dan Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan Dasar Universitas Pendidikan Indonesia 3, No. 2 (2016).

Duta, Rahul Oscarra., & Wibowo, Teguh. “Perlindungan Hukum Terhadap Pembajakan Lagu Anak- Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Justitiable Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro 5, No. 2 (2023).

Hertanti, Pindyani. “Tanggung Jawab Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Pemegang Hak Atas Merek Dalam Hal Ada Putusan Pembatalan Merek.” Jurnal Authentika 1, No. 1 (2018).

Jannah, Maya. “Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Dalam Hak Cipta Di Indonesia.”Jurnal Ilmiah Advokasi STIH Labuhanbatu 6, No. 2 (2018): 558.

Lengkon, Marcello Raja. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Pengubahan Aransemen Musik Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Lex Privatum 9, No. 12 (2021).

Rahardja, Dendi Martha. “Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu Yang Belum Di Daftarkan Ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.” Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 3, No. 3 (2015).

Svinarky, Irene. "Tinjauan Hukum Mengenai Hak Cipta Sebagai Hak Moral yang Merupakan Hak Eksklusif Terhadap Pencipta Lagu." Science Humanity Journal 2, No. 2 (2022).

Syahril, M. A. F. “Cyber Crime in terms of the Human Rights Perspective.” International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding 10, No. 5 (2023).

Utama, Arya., Titawati, Titin., Febryaniloilewen, Aline. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu Dan Musik Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004." Journal UNMAS Mataram 13, No. 1 (2019).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Perjanjian Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs).

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 12 Tahun 2023, hlm. 612-623