TINDAKAN ABORSI ATAS KEHAMILAN

AKIBAT PEMERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Komang Mira Wahyuni, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: komangmirawahyuni@gmail.com

A.A Ngurah Oka Yudistira Darmadi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: okayudistira@unud.ac.id

DOI: KW.2024.v13.i2.p2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pandangan hukum pidana terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. Tujuan pertama penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memahami pandangan hukum pidana terkait dengan tindakan aborsi dalam konteks kehamilan yang terjadi akibat pemerkosaan. Penelitian ini melibatkan analisis terhadap undang-undang pidana yang berlaku dan putusan pengadilan yang relevan untuk memahami pendekatan hukum yang diterapkan terhadap kasus semacam ini. Tujuan yang kedua adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dapat dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan aborsi secara umum. Penelitian ini melibatkan analisis terhadap argumen moral, etika, dan hukum yang digunakan dalam mendukung atau menentang pandangan ini. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis hukum normatif, studi perbandingan hukum, tinjauan literatur, serta analisis dan interpretasi data yang relevan. Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan hukum terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan, serta implikasi terhadap pembenaran tindakan aborsi secara umum. Selanjutnya, berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, peneliti akan merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan oleh praktisi hukum, pembuat kebijakan, dan pihak terkait lainnya dalam menghadapi isu ini. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman dan penyelesaian isu yang kompleks ini dalam konteks hukum pidana.

Kata Kunci: aborsi, kehamilan akibat pemerkosaan, pandangan hukum pidana.

ABSTRACT

This study aims to explain the criminal law perspective on abortion in cases of pregnancies resulting from rape. The first objective of this research is to analyze and understand the criminal law perspective on abortion in the context of pregnancies resulting from rape. This study involves analyzing relevant criminal laws and court decisions to understand the legal approach applied to such cases. The second objective is to evaluate whether abortion in cases of pregnancies resulting from rape can be used to justify abortion in general. This research involves analyzing moral, ethical, and legal arguments used to support or oppose this perspective. The research methods used include normative legal analysis, comparative law study, literature review, as well as analysis and interpretation of relevant data. Through the findings of this research, it is expected to provide a clear picture of the legal perspective on abortion in cases of pregnancies resulting from rape, as well as the implications for justifying abortion in general. Based on the conclusions obtained, the researcher will formulate recommendations that can be used by legal practitioners, policymakers, and other stakeholders in dealing with this issue. Thus, this research is expected to contribute to the understanding and resolution of this complex issue in the context of criminal law.

Keywords: abortion, pregnancies resulting from rape, criminal law perspective.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pemerkosaan merupakan suatu tindak kejahatan serius yang melibatkan penyerangan fisik dan seksual terhadap seseorang tanpa persetujuannya. Salah satu akibat yang mungkin timbul dari pemerkosaan adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Situasi ini memunculkan pertanyaan kompleks tentang hak-hak individu, etika, dan implikasi hukum terkait dengan tindakan aborsi dalam konteks kehamilan yang terjadi akibat pemerkosaan1.

Aborsi adalah suatu proses pengakhiran kehamilan, dan isu tentang legalitas, etika, dan moralitas aborsi telah menjadi perdebatan panjang di banyak negara. Perspektif hukum diperlukan untuk menganalisis kebijakan dan regulasi yang ada terkait tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan.2 Dalam banyak yurisdiksi, aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan telah menjadi topik kontroversial. Beberapa negara memiliki undang-undang yang melarang aborsi secara menyeluruh, tanpa mempertimbangkan penyebab kehamilan tersebut. Di negara- negara lain, aborsi dapat diizinkan dalam situasi-situasi tertentu, termasuk kehamilan akibat pemerkosaan.3

Karena aborsi mengakibatkan penderitaan dan kematian sang ibu, hal ini akan mempunyai dampak yang sangat negatif terhadap masyarakat. Sejauh yang diketahui, perdarahan dan infeksi dianggap sebagai penyebab utama kematian ibu hamil dan ibu baru. Menikah atau belum menikah, wanita hamil biasanya melakukan aborsi karena berbagai alasan. Mayoritas aborsi dilakukan karena alasan non-medis, seperti tidak ingin punya anak karena khawatir hal itu akan mengganggu pekerjaan, pendidikan, atau kewajiban lainnya, tidak punya cukup uang untuk menghidupi anak, atau tidak ingin menjadi ayah dari anak tersebut. Alasan umum lainnya adalah karena mereka dapat mempermalukan keluarga dan terlalu muda, khususnya jika mereka adalah ibu yang tidak menikah. Pembenaran serupa juga diberikan oleh perempuan Indonesia yang ingin meyakinkan diri mereka sendiri bahwa membunuh janin dalam kandungan mereka adalah hal yang wajar dan dibenarkan. Hal ini hanya untuk menyoroti ketidakpedulian seorang wanita terhadap kehidupan janin yang dikandungnya demi kepentingan pribadinya.

Dari perspektif hukum isu utama yang perlu dianalisis adalah perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan yang mengalami pemerkosaan dan kehamilan yang tidak diinginkan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah hukum mengakui hak perempuan untuk mengakhiri kehamilan hasil pemerkosaan dan apakah ada batasan atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Penting juga untuk mempertimbangkan implikasi moral dan etika dalam konteks ini. Beberapa argumen melibatkan pertimbangan tentang kehidupan janin yang belum lahir dan hak-hak yang melekat pada janin tersebut. Sementara itu, argumen lain berfokus pada hak-

hak dan kesejahteraan perempuan yang mengalami pemerkosaan, termasuk hak mereka untuk pemulihan fisik dan emosional.4

Analisis tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan juga harus mempertimbangkan isu-isu kesehatan dan keamanan yang terkait dengan prosedur aborsi. Apakah ada regulasi dan prosedur medis yang harus diikuti? Bagaimana penanganan medis dan konseling yang tepat dapat diberikan kepada perempuan yang memilih untuk mengakhiri kehamilan. Melalui wawancara dengan Dr. Friedrich Lupini, seorang pakar kejiwaan, biasanya efek psikologis ini dapat berlangsung hingga sekitar 6 bulan, dan dalam periode ini sangat penting bagi korban untuk mendapatkan bantuan dari seorang psikiater. Jika pemerkosaan mengakibatkan kehamilan, dampak psikologis yang dialami korban akan semakin besar dan bahkan bisa menyebabkan gangguan mental yang serius jika tidak segera ditangani oleh seorang psikiater. Kehamilan yang dihasilkan dari pemerkosaan juga dapat menambah penderitaan korban, terutama jika mereka tidak menginginkan anak tersebut.5

Karena itu, penting bagi masyarakat untuk memberikan simpati dan empati kepada wanita yang menjadi korban pemerkosaan, karena mereka mengalami penderitaan yang sangat besar. Jika korban pemerkosaan hamil, aborsi menjadi pilihan yang penting untuk mengurangi beban penderitaan yang mereka tanggung. Mengharuskan wanita tersebut melahirkan anak dari pemerkosaan akan memberikan beban tambahan yang tidak adil, mengingat mereka hanyalah korban dalam situasi ini. Untuk memastikan kesejahteraan dan kebahagiaan wanita tersebut, aborsi merupakan opsi yang penting dalam kasus ini.6

Dikutip dari penelitian terdahulu, yang berjudul “Legalisasi Aborsi Terhadap Korban Pemerkosaan Berdasarkan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009”, Dina (2022) menyatakan, meskipun UU Kesehatan melarang aborsi, dalam kasus keadaan darurat medis, aborsi dapat diizinkan. Aborsi dalam kasus pemerkosaan juga telah dilegalkan. UU Kesehatan menganggap aborsi sebagai langkah terakhir untuk menyelamatkan nyawa ibu. Namun, dalam hukum pidana Indonesia (KUHP), aborsi ilegal serta diancam dengan hukuman pidana, tanpa memperhatikan alasan atau siapa yang melakukannya, baik itu pelaku maupun penolong aborsi. Ketentuan tersebut diatur di Pasal 346-349 KUHP.

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu terletak di fokus dan tujuan penelitian yang dibahas. Penelitian terdahulu lebih berfokus pada perlindungan anak di bawah umur yang melakukan perbuatan aborsi akibat tindak pidana pemerkosaan. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk menyelidiki pengaturan pelaksanaan tindak pidana aborsi oleh anak di bawah umur secara umum. Penelitian tersebut juga membahas apakah anak dapat dituntut pertanggungjawabannya dalam tindak pidana aborsi yang dilakukan serta mengkaji perlindungan hukum yang tersedia untuk menyelesaikan kasus pidana yang

melibatkan korban pemerkosaan yang masih di bawah umur beserta pernah melakukan aborsi.

Sementara itu, penelitian ini tidak membatasi usia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindakan aborsi atas kehamilan yang dialami oleh perempuan/wanita akibat pemerkosaan dari perspektif hukum pidana. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengevaluasi apakah tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dapat menjadi alasan yang membenarkan tindakan aborsi secara umum. Sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih baik dan lebih kuat dalam pemahaman tentang perspektif hukum terkait aborsi pada kehamilan akibat pemerkosaan. Temuan ini bisa dijadikan sebagai dasar untuk merevisi kebijakan, mengembangkan perlindungan hukum yang lebih baik, dan memberikan panduan bagi praktisi hukum, profesional kesehatan, dan pembuat kebijakan dalam menangani isu ini secara efektif dan adil.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Pengaturan hukum positif di indonesia terkait tindakan aborsi di dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan?

  • 2.    Apakah tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dapat dijadikan alasan untuk membenarkan tindakan aborsi secara umum?

  • 3.

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

  • 1.    Memahami pandangan hukum pidana terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan.

  • 2.    Mengevaluasi apakah tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dapat dijadikan alasan yang membenarkan aborsi secara umum.

  • 3.    Memberikan pandangan hukum yang baik terhadap aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis hukum untuk mempelajari tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. Metode ini melibatkan studi perbandingan terhadap Undang-Undang dan regulasi di berbagai yurisdiksi serta pendekatan hukum yang berbeda dalam mengatur masalah ini.7 Tujuannya adalah memperoleh pemahaman komprehensif tentang implikasi sosial, moral, dan kesehatan terkait dengan tindakan aborsi dalam konteks ini. Studi perbandingan hukum akan menganalisis perbedaan dan kesamaan dalam regulasi hukum, batasan, dan persyaratan yang diberlakukan dalam kasus aborsi yang melibatkan pemerkosaan. Peneliti akan mengumpulkan informasi dari undang-undang, peraturan, dan putusan pengadilan yang ada di berbagai yurisdiksi.

Dan penelitian ini, akan digunakan metode analisis hukum komperensif yang melibatkan studi perbandingan terhadap undang-undang dan regulasi di berbagai yurisdiksi yang digunakan dalam mengatur tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan. Sumber-sumber hukum, seperti undang-undang nasional, putusan pengadilan, dan peraturan, juga akan dianalisis untuk melihat pendekatan yang berbeda dalam mengatur aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan. Peneliti akan

dilakukan tinjauan literatur dan studi normatif yang relevan untuk memahami implikasi sosial, moral, dan kesehatan yang terkait dengan tindakan aborsi dalam konteks ini. Bahan hukum tersebut akan diintegrasikan dengan analisis hukum untuk memberikan pandangan yang komprehensif, berimbang dan bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat.8

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Hukum Positif di Indonesia Terkait Tindakan Aborsi di Dalam

Kasus Kehamilan Akibat Pemerkosaan

Aborsi merujuk pada tindakan yang disengaja untuk mengakhiri kehamilan dengan menggunakan beberapa jenis obat-obatan dan alat bantu manusia. Dalam bidang kedokteran, terdapat dua jenis aborsi. Pertama, abortus spontaneous, yang terjadi secara tidak disengaja akibat faktor alami berupa keguguran yang tak diinginkan, yang biasa terjadi ketika ibu mengalami kondisi tertentu yang menyebabkan keguguran. Kedua, abortus provocatus, yaitu tindakan aborsi yang disengaja dan bersifat sistematis menggunakan alat medis atau obat-obatan khusus yang mampu menggugurkan janin. Umumnya, masyarakat menganggap aborsi sebagai pelanggaran hukum. Namun, dalam beberapa keadaan, aborsi diizinkan jika dilakukan dalam konteks abortus provocatus medicalis. Sebaliknya, aborsi yang dilaksanakan tanpa indikasi medis dapat dianggap sebagai abortus provocatus criminalis yang dapat dikenai sanksi pidana.9

Melihat dari kasus yang terjadi di Bali pada tahun 2023, dimana terjadi praktek aborsi yang dilakukan oleh oknum Dokter Gigi yang berasal dari Bali berinisial IKA. Kasus tersebut terungkap setelah polisi menggrebek rumahnya di Jalan Padang Luwih, Dalung, Badung, Bali. Selama dua tahun, ia diduga telah melakukan praktik aborsi ilegal terhadap kurang lebih 1.338 pasien, dengan tarif sekitar Rp 3,8 juta setiap praktek menggugurkan janin. Dokter IKA juga diduga tidak memiliki kualifikasi medis yang sesuai dengan praktek yg dilakukannya. Kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan praktik aborsi ilegal dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual serta remaja yang rentan. Praktik aborsi ilegal ini telah menimbulkan dampak yang serius terhadap kesehatan dan masa depan para pasien, termasuk remaja yang masih berstatus pelajar. Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti pentingnya penegakan hukum dalam melindungi hak-hak kesehatan dan keamanan perempuan.10

Aborsi merupakan perbuatan yang dilarang berdasarkan ketentuan dalam KUHP. Pasal 346 KUHP berbunyi “seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya, atau menyuruh orang lain melakukannya, dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.” Larangan terhadap aborsi juga tercantum dalam pasal-pasal 347 hingga 349 KUHP. Pasal 347

KUHP menyebutkan bahwa “siapa pun yang dengan sengaja menggugurkan maupun mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 12 tahun.” Apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kematian wanita tersebut, hukumannya dapat mencapai 15 tahun penjara. Dalam pasal 348 KUHP, dijelaskan bahwasanya “siapa pun yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan kematian wanita, hukumannya bisa mencapai tujuh tahun penjara.”

Namun, terdapat pengecualian dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan, yang membolehkan tindakan aborsi dalam kasus kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan. Dalam hal ini, aborsi dapat dilakukan dengan mematuhi peraturan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan. Dalam peraturan-peraturan tersebut diatur bahwa aborsi harus dilaksanakan oleh ahli tenaga medis, dengan prosedur yang aman, dan memprioritaskan keselamatan ibu.

Secara keseluruhan, aborsi merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan hukum. Namun, ada pengecualian dalam situasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan, di mana aborsi bisa dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan yang diatur oleh UU Kesehatan dan peraturan perundang-undangan terkait. Pandangan hukum pidana terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti budaya, agama, dan nilai-nilai masyarakat.11 Dalam beberapa konteks, pendekatan hukum mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan perlindungan terhadap nyawa dan hak-hak perempuan, sementara di tempat lain, pertimbangan moral dan etika mungkin menjadi faktor utama dalam pengaturan hukum pidana terkait isu ini.

Penting untuk dicatat bahwa dalam beberapa yurisdiksi, pandangan hukum pidana terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan dapat mengalami perubahan seiring waktu. Perubahan ini dapat dipengaruhi oleh pergeseran dalam pandangan masyarakat, advokasi hak-hak perempuan, dan keputusan pengadilan yang mempengaruhi interpretasi hukum. Misalnya, putusan Mahkamah Agung suatu negara dapat mengubah peraturan yang mengkriminalisasi aborsi dalam kasus pemerkosaan atau memperluas pengecualian yang diizinkan.

Selain itu, penting untuk memahami bahwa pandangan hukum pidana tidaklah satu- satunya faktor yang memengaruhi praktik aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. Faktor sosial, kesehatan, dan kebijakan juga dapat berperan dalam menentukan akses, ketersediaan, dan dukungan terhadap perempuan yang memilih untuk melakukan aborsi dalam situasi ini. Upaya untuk memperluas akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman, termasuk aborsi, serta dukungan bagi perempuan yang mengalami kehamilan akibat pemerkosaan, sekaligus sebagai faktor penting dalam menjaga kesejahteraan dan hak-hak perempuan.

Dalam konteks penelitian ini, pemahaman tentang pandangan hukum pidana terhadap tindakan aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan menjadi

penting dalam membahas permasalahan ini secara komprehensif. Dengan mempertimbangkan perbedaan dan kesamaan dalam pendekatan hukum di berbagai yurisdiksi, penelitian ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami kompleksitas isu hukum, etika, dan sosial yang terkait dengan tindakan aborsi dalam konteks ini.

Hasil analisis pandangan hukum pidana tersebut dapat menjadi kontribusi berharga bagi pembuat kebijakan, praktisi hukum, dan pihak terkait lainnya dalam mengembangkan kebijakan yang lebih sensitif, adil, dan berlandaskan pada perlindungan hak-hak perempuan dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan sumbangan penting dalam diskusi dan perdebatan seputar isu aborsi dan upaya untuk melindungi hak-hak individu dalam konteks yang kompleks dan sensitif ini.

  • 3.2    Implikasi Tindakan Aborsi atas Kehamilan Akibat Pemerkosaan terhadap

    Pembenaran Tindakan Aborsi Secara Umum

Kejahatan kekerasan yang mempunyai implikasi moral adalah pemerkosaan. Istilah "pemerkosaan" mengacu pada tindakan di mana satu atau lebih individu memaksa orang lain untuk melakukan aktivitas seksual dengan menggunakan kekerasan fisik atau psikologis. Korban dan pelaku biasanya mempunyai hubungan yang tidak seimbang dimana pelaku mempunyai wewenang lebih besar terhadap korban, sehingga korban merasa tidak berdaya.

Salah satu jenis kejahatan yang sulit untuk dideteksi adalah pemerkosaan. Pemerkosaan biasanya dilakukan secara rahasia untuk meminimalkan jumlah saksi. Selain itu, korban pemerkosaan memilih untuk menyembunyikan rasa malunya dibandingkan memperjuangkan hak dan keadilannya karena stigma negatif yang melekat pada dirinya di masyarakat. Selama proses pembuktian, jarang sekali aparat kepolisian menyudutkan korban dengan pertanyaan. Selain sulit dibuktikan, undang-undang terkait pemerkosaan masih jauh dari kata ideal, khususnya dalam hal definisi.

Dalam konteks pembenaran tindakan aborsi secara umum, tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan sering kali menjadi fokus perdebatan. Sebagian pendukung aborsi melihat kehamilan yang timbul akibat pemerkosaan sebagai kasus khusus yang membenarkan aborsi, mengingat trauma yang dialami oleh korban dan keinginan untuk memberikan otonomi dan pilihan kepada perempuan yang terkait. Argumen moral dan etika yang sering diajukan adalah bahwa memaksa perempuan untuk melanjutkan kehamilan yang timbul akibat pemerkosaan dapat menjadi bentuk penindasan dan pelanggaran terhadap hak-hak reproduksi dan kesejahteraan perempuan.12 Menghormati keputusan perempuan untuk melakukan aborsi dalam kasus ini dianggap sebagai wujud penghargaan terhadap otonomi individu dan keadilan sosial.

Di sisi lain, penentang aborsi sering kali menekankan bahwa kehidupan yang dikandung dalam kasus pemerkosaan memiliki nilai intrinsik yang harus dilindungi dan dihormati13. Mereka berpendapat bahwa kehidupan yang timbul dari kehamilan akibat pemerkosaan tidak boleh dikorbankan atau diabaikan hanya karena asal-usulnya yang tragis. Argumen ini didasarkan pada keyakinan moral dan agama

tertentu yang menganggap kehidupan manusia sebagai sesuatu yang harus dihormati dari saat pembuahan terjadi.

Dalam pandangan hukum, implikasi tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan terhadap pembenaran tindakan aborsi secara umum juga mencerminkan perdebatan tentang batasan dan pengecualian yang harus ada dalam undang-undang aborsi. Beberapa yurisdiksi mungkin mengizinkan aborsi dalam kasus pemerkosaan sebagai pengecualian, sementara yang lain mungkin beranggapan bahwasanya aborsi tidak boleh dilakukan dalam keadaan apa pun, termasuk dalam kasus pemerkosaan.14

Penting untuk mencatat bahwa pembenaran tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan tidak selalu mengimplikasikan pembenaran tindakan aborsi secara umum. Argumen dan konteks yang terkait dengan kasus pemerkosaan memiliki kompleksitas sendiri dan tidak selalu dapat diterapkan secara langsung pada kasus aborsi secara umum. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait implikasi tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan terhadap pembenaran Tindakan aborsi secara umum. Hasil analisis menunjukkan bahwa pandangan terhadap tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dapat berdampak pada sudut pandang terhadap aborsi secara keseluruhan, tetapi tidak secara otomatis mengubah pandangan terhadap aborsi dalam situasi lain.

Argumen moral dan etika yang diajukan oleh pendukung dan penentang aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap aborsi secara umum. Pendukung aborsi cenderung melihat kasus pemerkosaan sebagai contoh yang membenarkan aborsi dan berpendapat bahwa hak perempuan untuk mengontrol tubuh mereka harus dihormati tanpa pengecualian. Mereka mungkin menggunakan argumen ini untuk memperjuangkan perluasan akses aborsi dan pengecualian lainnya. Di sisi lain, penentang aborsi mungkin menggunakan kasus kehamilan akibat pemerkosaan sebagai alasan untuk menunjukkan keberatan moral mereka terhadap aborsi secara umum. Mereka berargumen bahwa menjaga dan melindungi nyawa janin merupakan tanggung jawab moral yang harus dijunjung tinggi, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Penting untuk memperhatikan bahwa pendekatan etika dan hukum terhadap aborsi tidak harus bersifat biner atau eksklusif.15 Terdapat banyak perspektif yang mencoba untuk menemukan keseimbangan antara hak perempuan dan perlindungan terhadap kehidupan yang dikandung. Misalnya, pendekatan yang mengakui hak perempuan untuk memilih dalam kasus pemerkosaan tetapi mengajukan batasan pada aborsi di tahap kehamilan yang lebih maju mungkin mencerminkan upaya untuk mempertimbangkan berbagai kepentingan yang terlibat.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan yang penting dalam perdebatan yang kompleks mengenai aborsi dan pembenarannya. Penelitian ini dapat memberikan informasi yang berharga kepada pembuat kebijakan, ahli hukum, dan masyarakat umum dalam memahami implikasi tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan terhadap pandangan terhadap aborsi secara umum. Dengan mempertimbangkan kerangka etika, moral, dan hukum yang beragam, penelitian ini dapat memberikan dasar untuk pembahasan yang lebih terinformasi dan berwawasan luas tentang isu aborsi yang kompleks dan kontroversial ini.

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Peneliti di penelitian ini menganalisis tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dari perspektif hukum. Melalui penelitian ini, peneliti mengidentifikasi pandangan hukum pidana terhadap aborsi dalam kasus ini, serta dampaknya terhadap pembenaran aborsi secara umum. Dari analisis peneliti, peneliti menyimpulkan bahwa pandangan hukum pidana terhadap aborsi dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi dan kerangka hukum yang berlaku. Beberapa negara mengizinkan aborsi dalam kasus ini dengan berbagai batasan dan persyaratan tertentu, sementara negara lain melarang aborsi dalam situasi apa pun, termasuk pemerkosaan. Peneliti juga menemukan bahwa tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan memiliki implikasi yang kompleks terhadap pembenaran aborsi secara umum. Meskipun adanya argumen moral yang mendukung pandangan bahwa kasus pemerkosaan dapat membenarkan aborsi, hal ini tidak secara otomatis mengubah pandangan terhadap aborsi dalam situasi lain. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan memiliki implikasi sosial, moral, dan kesehatan yang signifikan. Stigma sosial, perubahan persepsi terhadap korban pemerkosaan, serta dampak pada kesehatan fisik dan mental perempuan yang mengalami situasi ini perlu dipertimbangkan. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang analisis tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan dari perspektif hukum. Implikasi sosial, moral, dan kesehatan yang terkait dengan tindakan aborsi ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan hak perempuan, perlindungan terhadap korban pemerkosaan, dan kesejahteraan perempuan secara menyeluruh. Dalam konteks ini, kebijakan dan undang-undang yang melindungi hak perempuan untuk mengakses aborsi yang aman dan legal, termasuk dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan, sangat penting. Selain itu, dukungan sosial, pemahaman yang lebih baik tentang trauma pemerkosaan, dan akses ke layanan kesehatan mental dan fisik yang memadai juga harus ditingkatkan. Kesimpulannya, penelitian ini menyediakan landasan bagi diskusi lebih lanjut mengenai isu yang kompleks ini dan dapat memberikan kontribusi bagi pembuat kebijakan, ahli hukum, dan masyarakat umum dalam memahami implikasi hukum, sosial, moral, dan kesehatan dari tindakan aborsi atas kehamilan akibat pemerkosaan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dr Indah Sri Utari. (2020). “Abortion by Rape Victim: A Dilemma in the Drat of Penal Code and Indonesian Health Law. Journal of Law and Legal Reform. Diakses pada Juni, 2023.

Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti. 2021. Kekerasan Seksual pada Perempuan Solusi Integratif dari Forensik Klinik. Rayyana Komunikasindo. Diakses pada Juni, 2023.

Abrori. (2014). Di Simpang Jalan Aborsi. Semarang: Gigih Pustaka Mandiri.

Jurnal

Ari, Ni M.S.A., dan Jaya, Ida B.S.D. “Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) Ditinjau Dari Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.” Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 36 (2019): 1–14.

Berer, M. (2017). Abortion law and policy around the world: In search of decriminalization.

Cook, R. J., & Dickens, B. M. (2016). Human rights dynamics of abortion law reform. Health and Human Rights Journal, 18(2), 11-22.

Fitri, Yenny, Stih Putri, Maharaja Payakumbuh, Hamka No, and Kota Payakumbuh. “Problematika Pelaksanaan Aborsi Bagi Korban,” no. September (2019). https://doi.org/10.3376/jch.v5i1.205

Handayani, Emi Puasa. “Problematika Yuridis Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang kesehatan dalam Hubungannya Dengan Terhadap Tindakan Aborsi”. Jurnal Ilmu Hukum 7, No. 2, 2018.

Muh. Yunan Putra, Lc., M. HI. (202). Aborsi Hasil Pemerkosaan. Penerbit Adab

Salsabila, Junisa Putri, and Winda Fitri. “Legalitas Aborsi Akibat Pemerkosaan Ditinjau Dari Prespektif Korban Dan Hak Asasi Manusia.” Widya Yuridika 5, no. 2 (2022): 375. https://doi.org/10.31328/wy.v5i2.3578.

Sedgh, G., et al. (2012). Induced abortion: Incidence and trends worldwide from 1995 to 2008.

Srihartini, Ayu. “Legalisasi Tindakan Aborsi Dalam Hal Pemerkosaan Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Reproduksi.” Lex Et Societatis 8, no. 1 (2020): 163–71. https://doi.org/10.35796/les.v8i1.28483.

Studi, Program, and Program Kekhususan. “Jurnal Kajian Terhadap Tindakan Aborsi Berdasarkan Kehamilan Akibat Perkosaan,” 2016.

Wahyuni Sari, Ni Luh Putu. “Buntut Penangkapan Ketut AW Dengan Ribuan Pasien, Maraknya Kasus Gugurkan Kandungan Di Bali.” Tribun Bali, May 25, 2023. https://bali.tribunnews.com/2023/05/25/buntut-penangkapan-ketut-aw-dengan-ribuan-pasien-maraknya-kasus-gugurkan-kandungan-di-bali.

Stanislaus Atalim, “Perspektif Moralitas Dalam Perkara Aborsi”. Jurnal Ilmu Hukum 4 No. 3, 2011.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. Diakses pada Juni, 2023.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Diakses pada Juni, 2023.

Jurnal Kertha Wicara Vol 13 No 2 Tahun 2024, hlm. 64-73