PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT JUAL BELI ONLINE KOSMETIK PALSU

Ni Putu Intan Cahyaning Artha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: intaniin2912@gmail.com

Dewa Ayu Dian Sawitri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dewaayudiansawitri@unud.ac.id

DOI: KW.2023.v13.i1.p3

ABSTRAK

Menganalisis UU Nomor 8 Tahun 1999 merupakan maksud dari penelitian kali ini dimana hal ini

bertujuan guna mengetahui perlidungan terhadap konsumen dari transaksi kosmetik palsu melalui

internet. Penelitian ini ialah menggunakan metode pendekatan hukum dengan menitikberatkan kepada

aspek perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembeli mempunyai hak untuk

memperoleh informasi yang benar, jelas, dan akurat tentang produk yang dibelinya. Mereka juga berhak untuk dilindungi dari barang yang tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan. Kasus penjualan kosmetik palsu di internet masih sering terjadi. Pemerintah, penjual, dan konsumen perlu bekerja sama untuk mencegah penjualan kosmetik palsu secara online. Dengan adanya tindakan yang sinergis dari semua pihak, diharapkan transaksi jual beli online kosmetik palsu dapat diminimalisir sehingga masyarakat dapat menggunakan produk kosmetik yang aman.

Kata Kunci: Kosmetik Palsu, Perlindungan Konsumen, Jual Beli Online

ABSTRACT

Analyzing Law Number 8 of 1999 is the purpose of this research, which aims to determine the protection of consumers from fake cosmetic transactions via the internet. This research uses a legal approach method with emphasis on legislative aspects. The research results show that buyers have the right to obtain correct, clear and accurate information about the products they purchase. They also have the right to be protected from goods that do not meet quality and safety standards. Cases of selling fake cosmetics on the internet still occur frequently. Governments, sellers and consumers need to work together to prevent the sale of fake cosmetics online. With synergistic action from all parties, it is hoped that online buying and selling transactions for fake cosmetics can be minimized so that people can use safe cosmetic products.

Key Words: Fake Cosmetics, Constumer Protection, Buying and Selling Online.

  • I.   Pendahuluan

    1.1.  Latar Belakang Masalah

Saat ini semua kalangan, baik perempuan ataupun laki-laki berlomba-lomba demi menjaga penampilan fisiknya agar dapat memberikan kesan menarik dan berkelas sehingga dapat bersaing di dunia bisnis. Produk yang dapat digunakan untuk mempercantik diri ini adalah kosmetik. Seiring dengan perkembangan zaman, kosmetik menjadi kebutuhan gaya hidup (life style) yang tidak dapat dihindari. Baik itu dari lanjut usia, orang dewasa, hingga kalangan remaja semua menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilannya.1 Pembelian dan penjualan kosmetik ini bukan hanya dilangsungkan dalam bentuk tatap muka pada otlet-otlet yang beredar di masyarakat, tetapi dapat juga dilakukan secara online.

Pada zaman perdagangan bebas dan globalisasi sekarang, ruang gerak arus transaksi baik barang maupun jasa menjadi lebih luas akibat dari kemajuan teknologi telekomunikasi.2 Dimana, hal ini membuat masyarakat semakin bergantung pada transaksi online untuk memenuhi kebutuhan mereka. Transaksi jual beli online memberikan kepraktisan, kenyamanan, dan aksesibilitas yang tinggi bagi konsumen. Dengan adanya kemudahan dalam melakukan transaksi ini, membuat masyarakat semakin mudah untuk mendapatkan produk-produk yang diinginkannya.3 Sehingga permintaan untuk pembelian kosmetik ini meningkat. Karena ada permintaan yang begitu besar untuk kosmetik, dapat menjadi industri yang menguntungkan bagi pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dari modal yang seminimalnya.4 Maka, terdapat oknum-oknum menjual produk kosmetik tiruan yang mencoba menyerupai produk aslinya, tetapi dengan harga yang signifikan lebih rendah daripada produk aslinya.5

Hal yang sering menjadi perhatian dalam transaksi jual beli online ialah penjualan kosmetik palsu. Kosmetik palsu yang tidak seusai persyaratan kualitas serta keamanan mengakibatkan menimbulkan risiko bagi kesehatan konsumen. Produk-produk ini sering kali mengandung komponen berbahaya yang dapat menyebabkan ruam kulit, alergi, dan efek samping lainnya. Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pelanggan, sangat penting untuk melindungi mereka dari pembelian dan penjualan kosmetik palsu secara online.6

Pemerintah Indonesia telah resmi menyetujui Undang Undang perlindungan No. 8/1999 sebagai untuk melindungi konsumen dari risiko tersebut. Undang-undang ini menjadikan landasan yang kuat guna melindungi konsumen dalam transaksi online, khususnya yang terkait dengan kosmetik palsu. Alat yang merupakan undang-undang ini sangat penting dalam menjaga hak-hak dari konsumen, termasuk hak untuk menerima informasi yang akurat serta benar terhadap produk yang hendak mereka beli, serta perlindungan dari produk yang tidak memenuhi standar kualitas dan keselamatan.

pada konteks kosmetik, peraturan perundangan ini juga berperan penting dalam menjaga kualitas dan keamanan produk kosmetik yang dijual secara online. Penjual online wajib memberikan informasi yang lengkap tentang bahan-bahan yang digunakan dalam produk dan menyediakan sertifikasi dari otoritas yang berwenang. Selain itu, undang-undang ini memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan perlindungan terhadap produk tidak sesuai dengan standar kualitas dan keamanan. Untuk itu, berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan diatas, maka topik daripada suatu penulisan ini adalah “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KONSUMEN TERKAIT JUAL BELI ONLINE KOSMETIK PALSU”. Sebelumnya, terdapt dua studi yang membahas perlindungan hukum terhadap konsumen dalam kegiatan transaksi jual beli kosmetik palsu melalui online, berjudul “Perlindungan Konsumen Terhadap Transaksi Jual Beli Online Kosmetik Bermerek Palsu Melalui ECommerce” yang ditulis oleh Revia Nanda, Dwi Desi Yayi Tarina7 dan “Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Online Shop Terhadap Konsumen Akibat Peredaran Produk Kosmetik Palsu” yang ditulis oleh Ni Made Dewi Sukmawati, I Wayan Novy Purwanto.8 Kedua studi tersebut mengkaji isu tentang bagaimana perusahaan bertanggung jawab dalam transaksi jual beli kosmetik palsu secara daring. Sementara dalam penelitian ini, fokusnya ialah pada perlindungan hukum serta hak terhadap konsumen dalam hal mendapatkan informasi yang akurat dan transparan mengenai produk kosmetik yang akan mereka beli di berbagai platform daring, serta peran semua pihak dalam menjaga konsumen dari risiko transaksi jual beli kosmetik palsu secara online.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Pada penjelasan isu tersebut, beberapa isu utama diantaranya sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana hak-hak dan aspek perlindungan hukum bagi konsumen terkait informasi yang jelas dan benar mengenai produk kosmetik yang akan mereka beli di berbagai platform online?

  • 2.    Bagaimana peran serta berbagai pihak dalam upaya melindungi konsumen dari transaksi jual beli kosmetik palsu secara onlie yang berisiko?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Guna dari penulisan ini ialah mempelajari perlindungan hukum dan hak-hal yang dimiliki konsumen dalam hal informasi yang jelas dan benar tentang kosmetik yang mereka beli pada berbagai platform online. Serta berguna untuk mengetahui peran serta dari berbagai pihak dalam melindungi konsumen dari kosmetik palsu yang berisiko dalam transaksi jual beli secara online.

  • II.    Metode Penelitian

Studi ini dilakukan dengan metodologi penelitian secara yuridis normative. Dalam usaha menganalisis bahan hukum ini dilakukan dalam pendekatan yuridis normatif dengan norma-norma yang berlaku secara hukum yang termuat dalam perudang-undangan dan asas-asas dalam hukum yang menjadi acuannya. Pada kasus tersebut, penelitian ini berfokus pada pendekatan perundang-undangan (statute approach), ialah menelaah dan menginterpretasi-kan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen sebelum menghubung-kannya atas norma-norma masyarakat serta konsep-konsep hukum. Strategi ini digunakan karena subjek penelitian ini berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen. Buku-buku dan jurnal hukum merupakan contoh bahan sekunder hukum, serta bahan-bahan hukum primer yang diambil pada undang-undang, penelitian pada hukum normative menggunakan bahan pustaka yang digunakan dalam membuat penulisan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Hak dan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Informasi Yang Benar Dan Jelas Tentang Kosmetik Yang Akan Dibeli Pada Berbagai Platform Online

Pelaku usaha perlu menghormati hak-hak konsumen dan tidak dapat mengabaikannya. Di era kebebasan berniaga dan globalisasi yang kita jalani kini, terdapat banyak barang dan/atau layanan tersedia bagi koinsumen. Setiap orang dalam masyarakat diizinkan untuk menjalankan bisnis yang mereka anggap cocok. Setiap individu dalam masyarakat memiliki kebebasan untuk menjalankan usaha sesuai keinginannya. Namun, jika seseorang memilih untuk memajukan bisnisnya dengan cara-cara yang tidak etis, seperti menipu masyarakat demi keuntungan berlebihan, tindakan tersebut dapat merugikan pelaku usaha lainnya dan konsumen. Selain itu, konsumen berisiko dapat menerima barang atau jasa apabila tidak cermat dan teliti untuk memperhatikan kualitas dalam produk atau jasa yang mereka beli 9.

Sebagai pelaku usaha, sepatutnya mereka tidak hanya berperan sebagai penyedia produk tanpa tanggung jawab, melainkan juga sebagai penjamin kualitas produk kosmetik yang mereka tawarkan. Agar dapat bersaing di pasar yang memiliki banyak produk sejenis, mereka harus menjaga mutu produknya tetap tinggi. Tujuannya adalah untuk mencegah pelaku usaha merugikan kosumen.10

Peraturan perundangan yang mengatur perlindungan konsumen di Indonesia ialah UU No. 8/1999. Pedoman dasar untuk menjaga hak pelanggan diuraikan dalam Pasal 2 undang-undang tersebut, meliputi asas-asas dibawah ini:11

  • a.    Asas Manfaat

Asas manfaat ini bertujuan untuk menjaga keamanan bagi konsumen guna mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya sesuai dengan kehendak pembeli dan penjual usaha online secara menyeluruh.

  • b.    Asas Keadilan

Dari Asas ini memiliki prinsip memberikan peluang bagi pembeli dan penjual untuk mendapatkan kesempatan memperolehkan manfaat serta memenuhi kewajiban mereka dengan cara yang adil dan setara merupakan inti dari konsep keadilan.

  • c.    Asas Keseimbangan

Prinsip dari Asas keseimbangan, bermanfaat untuk mencapai keharmonisan antara keinginan pembeli, penjual, dan pihak berwenang baik dari segi material ataupun moral, maka prinsip keseimbangan harus diikuti.

  • d.    Asas Keamanan dan Keselamatan

Prinsip dari asas keamanan dan keselamatan ini menuntut pelaku usaha untuk menjamin bahwa pembeli/konsumen merasa aman dan dilindungi saat menggunakan atau mengonsumsi produk yang mereka beli.

  • e.    Asas Kepastian Hukum

Prinsip ini yang memberikan penegasan bahwa penjual maupun konsumen/pembeli yang mematuhi peraturan akan memiliki keyakinan hukum yang kuat dan sah, yang mengakui bahwa tindakan mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dikarenakan kedudukan konsumen dianggap lebih lemah dibandingkan produsen maupun pelaku usaha, maka perlindungan konsumen merupakan perlidungan hukum guna mengamankan hak-hak dari konsumen.12 Baik hak hingga kewajiban dari penjual diatur pada peraturan UU No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen, bersama atas pedoman untuk menegakkan haknya dan melakukan kewajiban tersebut. Hukum memperlakukan penjual dan pembeli dengan cara yang sama. Ketentuan ini berfungsi sebagai dasar dan pedoman untuk melakukan transaksi jual beli secara online dari kosmetik palsu. Dalam UU No. 8/1999, hak dan tanggung jawab dari konsumen ini dijelaskan, terutama dalam Pasal (4 & 5). Pada Pasal 4 bagian c menyatakan tentang kewajiban konsumen guna memperoleh informasi yang tepat, jujur, serta benar mengenai kadaan dan jaminan produk atau jasa yang akan dibelinya. Selain itu, dalam Pasal 7 bagian b UU No. 8/1999 mengamanatkan jika pelaku usaha haruslah menyediakan informasi yang tepat, jujur, dan jelas terkait jaminan dan kondisi produk dan atau jasa, serta menyediakan keterangan pemakaian, reparasi, dan perawatan dari produk yang dijual/dipasarkan.

Selain itu, pada Pasal (8) ayat 1 dalam UU No. 8/1999 menjamin hak dari konsumen guna mendapatkan informasi tepat, jujur, serta jelas terhadap barang yang dibelinya. Hal tersebut sangatlah penting karena, dalam Pasal 8 angka 1 juga meberikan aturan mengenai larangan bagi penjual online dan mengharuskan mereka untuk memberikan informasi yang terperinci mengenai produk kosmetik yang mereka tawarkan/jual, termasuk informasi mengenai bahan-bahan yang digunakan dan sertifikasi dari pihak berwenang.13

Di era transaksi jual beli secara online, pihak konsumen cenderung kurang bisa memeriksa objek produk secara fisik sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu, informasi yang disampaikan oleh pelaku usaha online menjadi faktor penting dalam keputusan pembelian konsumen. Konsumen memiliki hak untuk mengetahui secara jelas apa saja yang terkandung dalam produk kosmetik tersebut, termasuk bahan-bahannya dan bagaimana cara penggunaannya. Konsumen dapat membuat pilihan yag tepat apabila mereka diberikan informasi yang akurat dan ringkas mengenai sebuah produk kosmetik. Misalnya, konsumen yang memiliki alergi terhadap bahan tertentu dapat menghindari kosmetik yang mengandung bahan tersebut. Selain itu, informasi mengenai sertifikasi atau izin dari otoritas yang berwenang, seperti BPOM, juga memberikan jaminan kualitas dan keamanan produk.

Konsumen harus menerima informasi yang akurat dan dapat dimengerti dari pelaku usaha online. Di situs web atau platform e-commerce, informasi ini harus tersedia dan disertakan dalam deskripsi produk yang disebutkan dalam posting produk. Isi produk, karakteristiknya, dan kemungkinan efek samping atau alergi harus diungkapkan secara menyeluruh oleh penjual. Dalam hal membangun kepercayaan

dari konsumen, kejujuran dan transparansi penjual ini, menjadi faktor yang paling penting

Meskipun pihak penjual memiliki tanggung jawab terhadap penyampaian keterangan yang akurat dan mudah dipahami, konsumen juga bertanggung jawab untuk secara aktif mencari dan menilai informasi yang ditawarkan. Konsumen dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang produk kosmetik yang akan dibeli, melihat ulasan atau testimoni dari pembeli sebelumnya, serta membandingkan informasi yang diberikan oleh beberapa penjual online sebelum memutuskan membeli.

Menurut Pasal 9 UU No. 8/1999 mengenai perlindungan terhadap pembeli, konsumen memiliki hak untuk dilindungi ketika mereka menerima produk kosmetik yang tidak memenuhi kriteria kualitas dan keamanan, serta mengalami kerugian akibat penggunaan kosmetik palsu yang di edarkan oleh produsen maupun pelaku usaha. pada kegiatan jual beli kosmetik yang dilakukan secara daring, keberadaan penjual kosmetik asli yang memenuhi standar mutu sangatlah vital. Dimana dengan adanya dari Pasal (4) UUPK, konsumen berhak memiliki kewajiban untuk menuntut kompensasi pada pelanggaran yang dilakukan oleh penjual. Pembeli juga berhak merasa aman dan nyaman saat menggunakan produk kosmetik yang mereka beli. Selain itu, jika kualitas dan kuantitas produk yang mereka konsumsi tidak sesuai dengan harapan mereka dan standar yang telah ditentukan, konsumen memiliki hak untuk meminta pengembalian dana atau restitusi dari pelaku usaha.14 Untuk itu pelaku usaha berkewajiban untuk memasarkan atau menjual produk yang memang sesuai dengan standar yang telah ditentukan, bukan malah memasarkan produk yang jauh dari standar keamanan kualitas yang ada.

Hukum perlindungan konsumen dilanggar ketika kosmetik palsu atau produk kosmetik kecantikan yang tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan dijual. Sebagai akibat dari penjualan kosmetik palsu yang tidak memenuhi persyaratan hukum untuk keasliannya, pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan ini telah melanggar kewajiban mereka untuk bertindak demi kepentingan terbaik bagi konsumen dan hak-hak konsumen. Akibatnya, para pelaku usaha ini dapat dijatuhi sanksi berat.15 Dalam UU No. 8 /1999 mengenai perlindungan pembeli menetapkan sanksi administratif yang bisa diberlakukan terhadap penjual yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dari konsumen. Sanksi administratif ini bisa berwujud penetapan ganti rugi dengan batas maksimum mencapai 200 juta rupiah, sesuai dengan ketentuan Pasal 60 : 1 dan 2 UU No. 8/1999. Selain itu, penjual yang menentang UU No. 8/1999 juga dapat dihukum secara pidana, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 62 UU No. 8/1999. Sesuai dengan Pasal 63 UU No. 8/1999, hukuman pidana tersebut dapat mencakup hukuman pokok dan hukuman tambahan, serta sanksi tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UUPK.

  • 3.2.    Peran Konsumen, Penjual, dan Pemerintah Dalam Melindungi Konsumen dari

    Transaksi Jual Beli Online Kosmetik Palsu yang Berisiko

Saat ini di era perdagangan bebas, demi mencari keuntungan tidak adanya tanggung jawab dari pelaku usaha untuk memperdagangkan dan memproduksi

kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan untuk dipasarkan.16 Banyak hal menjadi lebih mudah dengan adanya internet, ponsel, dan keinginan untuk berbisnis, maka perdagangan dapat bergerak. Yang paling utama dalam konteks transaksi secara online, pembeli menjadi pihak yang paling sangat dirugikan dalam kegiatan jual beli secara daring ini. Konsumen dapat dirugikan oleh berbagai situasi penjualan, seperti ketika produk kosmetik tidak memiliki label Badan POM atau ketika keabsahan produk kosmetik dipertanyakan. Selain itu, pembeli juga menyadari bahwa produk yang mereka pasarkan tidak memenuhi dari standar yang telah ditetapkan melanggar hukum, dan banyak tersedia di pasaran dalam berbagai merek dan harga.17

Untuk menghentikan dan melindungi konsumen dari pembelian dan penjualan produk kosmetik palsu secara online dan membuat mereka untuk menerima produk kosmetik yang sesuai dengan informasi yang akurat, jujur, dan benar tentang produk yang dipasarkan. Maka, sebagai konsumen haruslah berhati-hati sebelum melakukan pembelian produk kosmetik pada platform online agar terlindungi dari penjualan kosmetik palsu ini. Namun bukan hanya konsumen saja yang harus menjaga konsumen dan menanggulangi pengedaran produk kosmetik palsu ini, diperlukan kontribusi dari berbagai pihak agar dapat menanggulai permasalahan ini.

Diperlukan beberapa peran yang perlu dilakukan oleh konsumen, penjual, dan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dari peredaran produk kosmetik palsu ini, sehingga tidak ada lagi penjualan produk kosmetik palsu yang tidak aman serta beresiko di berbagai platform online. Peran dari masing-masing pihak dijelaskan di bawah ini :

  • 1.    Konsumen:

– Menjadi konsumen yang cerdas dan waspada adalah kunci untuk melindungi diri dari produk kosmetik palsu. Pelanggan harus mencari tahu dan mengedukasi diri sendiri mengenai merek kosmetik ternama, ciri-ciri produk, dan indikasi kosmetik palsu.

– Konsumen haruslah hanya beli kosmetik dari penjual/pelaku usaha yang memiliki reputasi yang baik dan tepercaya. Membaca ulasan dan komentar dari pengguna lain juga dapat membantu dalam mengidentifikasi penjual yang dapat dipercaya.

– Memeriksa label, kemasan, dan stempel keaslian produk kosmetik sebelum membelinya. Mengecek nomor seri, tanggal kadaluarsa, dan logo merek dapat membantu dalam menghindari produk palsu.

– Melaporkan penjualan kosmetik palsu kepada penjual online dan melaporkan penipuan ke pihak berwenang jika diperlukan. Konsumen juga dapat berbagi pengalaman dan informasi dengan konsumen lain untuk memperingatkan mereka tentang penjual atau produk yang mencurigakan.

  • 2.    Penjual:

  • -    Penjual juga harus berperan aktif dalam memastikan bahwa mereka hanya menjual produk kosmetik asli dan bukan produk palsu yang dapat

membahayakan konsumen itu sendiri. Mereka harus bekerja sama dengan

produsen merek untuk memastikan keaslian produk yang mereka jual. Sehingga hal ini dapat menjada kepercayaan dari konsumen maupun pelanggan.

  • -    Melakukan pemeriksaan dan verifikasi rutin pada produk yang mereka beli dari supplier atau pihak ketiga. Penjual harus memastikan bahwa produk yang mereka beli adalah produk asli dan bukan produk palsu yang.

  • -    Memberikan keterangan dari produk yang akurat, jujur, dan benar mengenai produk yang dipasarkan. Sehingga konsumen dapat mengatahui kandungan dalam produk kosmetik yang akan dibelinya.

  • -    Menanggapi laporan dan keluhan konsumen dengan cepat dan proaktif. Jika ada laporan atau indikasi bahwa produk yang mereka jual adalah produk palsu, Penjual harus segera bertindak untuk menyelesaikan permasalahan dan melindungi pelanggan.

  • 3.    Pemerintah:18

  • -    Pemerintah memegang peran penting dalam melindungi konsumen dari transaksi jual beli online produk kosmetik palsu. Mereka harus menerapkan undang-undang dan regulasi yang ketat terkait perlindungan konsumen dan keaslian produk.

  • -    Mengawasi dan mengendalikan penjualan produk kosmetik palsu di platform online. Pemerintah perlu bekerja sama dengan penyedia platform online untuk mengidentifikasi dan menindak penjual yang menjual produk palsu atau terlibat dalam penipuan.

  • -    Memberikan sanksi dan hukuman yang tegas kepada penjual yang terbukti melanggar aturan perlindungan konsumen. Hukuman yang memadai akan menjadi pembelajaran bagi penjual lain dan dapat mencegah penjualan produk palsu di masa mendatang.

  • -    Mendukung edukasi dan kesadaran konsumen tentang penipuan produk dan cara melindungi diri mereka sendiri. Peningkatan informasi dan kampanye kesadaran akan membantu konsumen menjadi lebih cerdas dalam berbelanja online.19

  • I V. Kesimpulan sebagai Penutup

    4.    Kesimpulan

Hak-hak konsumen ialah perhatian hal yang paling utama tidak dapat diabaikan. Hak dari konsumen agar menerima keterangan jelas, benar, serta tidak menyesatkan mengenai prodak yang hendak mereka beli telah dijamin oleh UU No. 8/1999, terutama dalam Pasal 8 ayat (1). Penjual wajib memberikan penjelasan yang rinci tentang komposisi produk, karakteristiknya, serta kemungkinan efek samping atau alergi. Konsumen memiliki hak mendapatkan perlindungan atas barang yang tak sesuai syarat kelayakan. Hal ini juga selaras pada Pasal 9 UU No. 8/1999 mengenai perlindungan pembeli, jika pembeli menerima produk kosmetik yang tak sesuai standar keamana dan

kualitas dan menjadi kecewa dari penggunaan produk kecantikan yang diedarkan pelaku usaha. Penjualan kosmetik palsu atau kosmetik yang tak layak edar dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda selaras pada peraturan dalam UUPK Pasal (60) ayat (1-2), serta juga dapat dipidanakan sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 8/1999 Pasal (62). Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, penjual, dan konsumen untuk bekerjasama dalam menangani permasalahan ini dan menghentikan penjualan kosmetik palsu secara online. Konsumen harus meningkatkan kewaspadaan dalam memilih produk dan aktif melaporkan pengecer yang menjual produk palsu. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan, dan bisnis yang melanggar peraturan perlindungan konsumen harus dihadapkan pada sanksi yang serius. Kolaborasi dari semua pihak yang terlibat diharapkan dapat mengurangi jumlah transaksi online dari produk kosmetik palsu, sehingga masyarakat dapat menggunakan kosmetik yang aman dan selaras pada aturan kualitas sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)

Miru, Ahmadi, and Sutarman Yodo. “Hukum Perlindungan Konsumen,” Ketujuh., 57. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Sudaryatmo. “Memahami Hak Anda Sebagai Konsumen.” In Cetakan 1, 23, 2001.

Jurnal

Fauzela, Dian Sera. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Yang Mengandung Bahan Berbahaya Dalam Jual Beli Online (ECommerce).” Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan 11, no. 01 (2023): 1.

https://doi.org/10.35450/jip.v11i01.358.

Heryansyach, Rizal Satria, and Rosalinda Elsina Latumahina. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Peredaran Kosmetik Ilegal Secara Online.” Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance 2, no. 1 (2022): 13040. https://doi.org/10.53363/bureau.v2i1.19.

Miru, Ahmadi, and Sutarman Yodo. “Hukum Perlindungan Konsumen,” Ketujuh., 57. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Nanda, Revia, and Dwi Desi Yayi Tarina. “Perlindungan Konsumen Terhadap Transaksi Jual Beli Online Kosmetik Palsu Melalui E-Commerce.” Humani (Hukum Dan Masyarakat Madani) 12, no. 1 (2022): 13–27.

Negara, A A Gd Prawira, and I Nyoman Krisna Putra Satria. “Upaya Perlindungan Konsumen Terhadap Maraknya Penjualan Pakaian Merek Tiruan.” Ganesha Civic Education        Journal        3,        no.        2        (2021):        46–53.

https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GANCEJ.

Pradnyaswari, Ida Ayu Eka, and I. Ketut Westra. “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Jasa E-Commerce.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 5 (2020): 758–66.

Prawesti, I. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penjualan Barang

Bermerek Palsu Secara Online.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 02, no. 01 (2017):                                                                                 1–8.

https://ocs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/38776.

Putri, Ni Made Santi Adiyani, I Made Sarjana, and I Made Dedy Priyanto. “Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Kota Denpasar.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 02, no. 02 (2014).

Rumuat C.A. Elfiane. “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Penyebaran Kosmetik Palsu.” Journal Lex et Societatis 2, no. 6 (2014): 7–9.

Sukmawati, Ni Made Dewi, and I Wayan Novi Purwanto. “Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Online Shope Terhadap Konsumen Akibat Peredaran Produk Kosmetik Palsu.” Kherta Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 3 (2019): 1-14.

Yuliana, Siti Nurhaliza, and Hayatunnisa. “Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kosmetik Yang Mengandung Bahan Berbahaya Secara Online.” Aufklarung: Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Humaniora 3, no. 3 (2023): 234–39.

https://www.pijarpemikiran.com/index.php/Aufklarung/article/view/557/530

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Jurnal Kertha Wicara Vol 13 No 1 Tahun 2023, hlm. 676-686