PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN TERHADAP KELUARGA DEKAT DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
on
PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN TERHADAP KELUARGA DEKAT DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Anak Agung Martha Bimantara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: gungmartha521@gmail.com
I Gusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: krisnadiyudiantara@unud.ac.id
DOI: KW.2024.v13.i2.p1
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap keluarga dekat pada KUHP yang masih berlaku saat ini dan bagaimana pengaturannya dalam rangka pembaharuan hukum pidana melelalui pengesahan RKUHP dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Tulisan ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan. Hasil dalam pembahasan ini menunjukkan bahwa KUHP yang masih berlaku saat ini tidak membedakan ketentuan mengenai pemberatan pidana yang dijatuhkan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap orang yang memiliki kedudukan khusus maupun mempunyai hubungan tertentu dengan pelaku. Terhadap korban dalam pembunuhan yang dilakukan tidaklah menjadi persoalan penting, walaupun tindak pidana tersebut ditujukan terhadap orang tua sendiri, pasangan, maupun anak. Hal baru muncul dalam KUHP yang baru saja disahkan. Ketentuan Pasal 458 ayat (2) secara khusus mengatur mengenai pemberatan pidana yang mana jika pembunuhan ini dilakukan terhadap orang tua, pasangan, maupun anaknya, memungkinkan untuk menambah penjatuhan pidana pokok sebanyak 1/3 (satu per tiga). Hal ini ditentukan sebagai hal yang memeberatkan dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa dengan adanya hubungan khusus antara pelaku kejahatan dengan korban yang merupakan keluarga dekatnya, yang seharusnya pelaku berkewajiban memberi pelindungan.
Kata Kunci: Pembunuhan, Keluarga dekat, Pembaharuan Hukum Pidana
ABSTRACT
This journal aims to find out how the legal regulation for the Criminal Act of Murder against close relatives in the present Criminal Code and how the regulations are made in the context of reforming the criminal law through the legalization of the RKUHP by Undang-Undang Nomor 2023 concerning the Criminal Code. This paper uses a type of normative research with a statue approach method. The results of this study indicate that the current Criminal Code does not recognize provisions stating that a murderer will be subject to a more severe sentence for killing someone who has a certain position or has a special relationship with the murderer. Against the victims in the murders committed is not an important issue, even though the killings were committed against their own parents, spouses, or children. New things have appeared in the Criminal Code which has just been legalized. The provisions of Article 458 paragraph (2) specifically regulate aggravation if the crime of murder is committed against their a mother, father, wife, husband or child, the main penalty can be increased by 1/3 (one third). The aggravation of punishment in this provision is based on the consideration that with a special relationship between the murderer and the victim who is his close relatives, the murderer should have the responsibility to provide protection.
Key Words: Murder, Close Relatives, Criminal Law Reform.
-
I. Pendahuluan
-
1.1 Latar Belakang Masalah
-
Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini dengan tegas diatur melalui rumusan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hal ini menjadikan sistem Hukum Indonesia begitu luas dan kompleks. Sebagai negara hukum, sudah tentu Indonesia memiliki hukum nasional tersendiri untuk mengatur, mengikat, pun menjalankan pemerintahan dan mewujudkan ketertiban masyarakat. Umumnya tatanan masyarakat diatur oleh melalui peraturan yang digunakan sebagai pedoman bertindak dan perilaku yang berupa perintah dan larangan.1 Sejalan dengan hal tersebut, terdapat beragam bidang hukum yang memiliki tujuan dan karakteristik berbeda, tergantung tujuan dan sektor yang diaturnya, seperti hukum perdata yang mengakomodir substansi hukum privat. Di sisi lain juga terdapat hukum tata negara, kemudian hukum administrasi negara, maupun hukum pidana yang merupakan seperangkat aturan yang berkaitan dengan hal-hal yang berada pada ranah publik.
Hukum pidana hadir menjadi alat penjamin keamanan, instrument untuk mewujudkan ketertiban antar masyarakat dan keadilan di depan hukum. Hukum pidana dalam menjalankan fungsinya, memungkinkan untuk memberi batasan terhadap kemerdekaan manusia dan bahkan dapat merampas hak hidup melalui pidana mati.2 Pidana merupakan sarana untuk memperkuat keberlakuan suatu norma serta upaya mencegah sekaligus memberantas tindakan-tindakan yang berpotensi mengganggu berlakunya suatu norma.3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) menjadi payung hukum utama dari peraturan perundang-undangan yang memuat tindak pidana dan pemidanaan berkaitan dengan delik pelanggaran serta kejahatan.
Kejahatan (rechtsdelicten) merupakan perbuatan yang menurut pandangan manusia bertentangan dengan keadilan, terlepas dari perbuatan tersebut dicancam melalui suatu undang-undang maupun tidak.4 Kejahatan dapat diterjemahkan sebagai suatu gejala yang timbul dari renggangnya interaksi dalam tatanan hidup bermasyarakat yang beradab. Hal ini bersamaan dengan kaburnya tata nilai keberadaban dalam hidup bermasyarakat yang kemudian menjelma menjadi faktor penentu timbulnya kejahatan. Secara umum, kejahatan dalam KUHP dapat diidentifikasi ke dalam beberapa jenis, seperti kejahatan yang membahayakan keamanan negara, kejahatan yang mengancam ketertiban umum, kejahatan terhadap kesusilaan, tindak kejahatan yang menyangkut harta benda, kejahatan yang dilakukan terhadap tubuh, tindak kejahatan terhadap nyawa, dan lainnya. Banyaknya kejahatan yang terjadi dewasa ini, dapat kita ketahui melalui sebaran informasi yang sangat cepat, berbagai platform berita mewartakan berbagai kejahatan dengan
kengerian yang luar biasa. Dari berbagai kejahatan yang kerap terjadi, kejahatan yang paling menyita perhatian adalah kejahatan terhadap tubuh dan nyawa seperti penganiayaan dan pembunuhan.
Bentuk kejahatan yang seiring perkembangan jaman juga terus berkembang adalah tindak pembunuhan. Variasi bentuk yang beragam dari kejahatan satu ini tidak terletak pada hakikat dan motifnya, melainkan pada kondisi tertentu, baik dilihat dari perbuatan dilakukan, pada apa atau siapa yang menjadi objek perbuatan.5 Berdasarkan tinjauan hukum, pembunuhan adalah bentuk tindak pidana yang mencederai nilai humanitas dan pelanggaran terhadap hak hidup.6 Hal ini menunjukkan betapa menurunnya moralitas manusia dan semakin rendahnya tingkat penghargaan terhadap hak asasi manusia, karena pada hakikatnya tidak satupun manusia yang memiliki hak untuk merampas secara sewenang-wenang hak hidup yang dimiliki manusia yang lain. Saat ini pembunuhan tidak hanya hanya dilakukan secara konvensional, namun seiring perkembangan, kerap kali tindak pidana pembunuhan dilakukan dengan berbagai cara. Selain cara melakukan pembunuhan, sasaran pembunuhan pun bisa beragam pula, mulai dari anak-anak, usia dewasa, yang sudah lanjut usia, orang tidak dikenal, orang-orang dikenal, bahkan parricide, yakni tindak pidana yang mengacu pada pembunuhan yang disengaja terhadap keluarga dekat seperti ayah dan ibu sendiri, pasangan (suami atau istri), anak, dan/atau keluarga dekat. Dalam hal pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap keluarga dekatnya, tentu saja didorong oleh niat dan motivasi yang begitu kuat sehingga bulat tekadnya untuk melakukan perbuatan pidana sekejam itu. Kasus-kasus pembunuhan yang melibatkan keluarga dekat korban sebagai pelaku dapat dilatarbelakangi beberapa faktor pendorong, seperti disebabkan rasa cemburu, iri, motif balas dendam, tingkat pendidikan cenderung rendah, dan psikologis pelaku.7
Memang mengerikan membayangkan bahwa seseorang tega melakukan tindakan pembunuhan terhadap orang-orang di sekitarnya, orang-orang yang bahkan memiliki ikatan intim dengannya. Pembunuhan terhadap keluarga dekat adalah ironi yang menyedihkan. Hal ini menjadi perhatian publik karena kata pembunuhan yang disandingkan dengan frasa keluarga dekat terdengar sangat berlawanan. Citra keluarga yang idealnya saling menyayangi dan melindungi justru berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa ada beberapa kasus pembunuhan yang korban dan pelakuknya masih terikat hubungan darah maupun hubungan hukum keluarga. Kenyataan ini menunjukkan dalam tindak pidana pembunuhan, tidak mengenal siapapun sebagai pembunuh maupun korban, setiap kalangan berpotensi terlibat. Tidak mengenal satus sosial, tidak pandang usia, jenis kelamin, pun tidak memperhatikan sejauh mana kedekatan dan hubungan seseorang secara personal. Bukan hal baru
ketika muncul kasus pembunuhan yang melibatkan suami dan istri, orang tua membunuh anaknya, pun sebaliknya.
Pengaturan khusus mengenai tindak pidana pembunuhan terhadap keluarga dekat adalah norma baru yang muncul dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia melalui rekodifikasi KUHP. Instrumen hukum di tengah masyarakat, tidak saja dapat diterjemahkan sebagai alat penertiban, melainkan juga alat yang ditujukan untuk mengubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat.8 Lantas bagaimana dan sejauh apa norma baru dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 ini mengatur pidana mengenai parricide? Uraian ini akan melatarbelakangi pembahasan permasalahan dalam tulisan berjudul “Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”.
Belum ditemukan penelitian serupa mengenai pengaturan hukum tindak pidana pembunuhan terhadap keluarga dekat dalam perspektif pembaharuan hukum pidana. Namun, sebagai perbandingan, penulis menggunakan dua buah penelitian dengan objek penelitian yang kurang lebih sama, yakni penelitian “Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Terhadap Anggota Keluarga di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Bireuen” oleh Lola Mauliva pada tahun 2018 dan penelitian “Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” oleh Ewis Meywan Batas pada tahun 2016. Kedua tulisan membahas objek penelitian pembunuhan berencana. Penelitian pertama menitikberatkan pada pembunuhan terhadap anggota keluarga beserta faktor pendorongnya. Penelitian kedua menitikberatkan frasa direncanakan sebagai pemberatan hukuman. Sementara, penelitian penulis menunjukkan dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia berupaya melakukan perbaikan hukum dengan memberi pengaturan yang berkepastian hukum mengenai pemberatan pidana terhadap pembunuhan terhadap keluarga dekat melalui rancangan KUHP yang telah disahkan dan hal ini belum diatur KUHP yang berlaku saat ini.
-
1.2 Rumusan Masalah
Uraian pada latar belakang digunakan untuk menarik rumusan masalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat dalam KUHP yang masih berlaku saat ini?
-
2. Bagaimana Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat setelah RKUHP disahkan dengan UU Nomor 1 Tahun 2023?
-
1.3 Tujuan Penulisan
Melalui rumusan masalah tersebut, penelitian pada jurnal ini bertujuan untuk melihat dan menemukan perbedaan Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat sebelum dan setelah disahkannya RUKHP melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 dalam rangka pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.
-
II. Metode Penelitian
Dalam penulisan jurnal ini digunakan metode penelitian hukum normatif. Metode ini merupakan metode penelitian hukum yang menggunakan kaidah atau norma yang ditemukan dalam peraturan perundang-undangan sebagai dasar.9 Melalui metode ini, pengkajian suatu permasalahan dilakukan melalui suatu studi kepustakaan (literature) seperti norma, aturan-aturan hukum, maupun perundang-undangan yang berkaitan, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif. Penelitian ini berkaitan dengan terdapatnya kekosongan norma dalam pengaturan pidana secara khusus bagi pelaku pembunuhan terhadap keluarga dekat dalam KUHP yang masih berlaku saat ini. Dalam penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan perundang-undangan yang diproses dengan cara mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang tepat digunakan untuk mengupas permasalahan yang disajikan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta bahan hukum sekunder berupa kumpulan buku maupun jurnal ilmu hukum yang relevan dengan permasalahan sehingga dapat mendukung pembahasan penelitian jurnal ini.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat dalam KUHP yang masih berlaku saat ini
-
Terdapat berbagai macam kasus permasalahan yang terjadi di dalam bidang hukum, salah satunya yaitu kasus pembunuhan.10 Pembunuhan menjadi kejahatan serius karena berakibat pada hilangnya nyawa orang lain yang merupakan bentuk pelanggaran HAM berat yang berpengaruh terhadap ketentraman kehidupan manusia.11 Dari segi peristilahan, pembunuhan dimaknai sebagai perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Pada KUHP pembunuhan dirumuskan sebagai perbuatan menghilangkan nyawa orang lain dengan kesengajaan. Dalam tataran hukum positif, bentuk tindak pidana pembunuhan dapat dilihat dari unsur subjektifnya, dengan sengaja atau tidak sengaja yang dikenal dengan kealpaan. Kesengajaan dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan, baik itu dengan perencanaan terlebih dahulu maupun tidak, dengan catatan bahwa dalam perbuatan tersebut terdapat niat dari pelaku yang diwujudkan melalui tindakan nyata dan dilakukan hingga selesai. Tindak pidana pembunuhan merupakan delik materiil, yakni suatu delik dari akibat yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan diancam dengan pidana, atau dapat dimengerti sebagai rumusan dari akibat perbuatannya. Secara spesifik dalam hal pembunuhan, perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja dan telah diselesaikan oleh pelaku, kemudian dari
perbuatan tersebut timbul akibat yakni hilangnya nyawa seseorang, akibat inilah yang dilarang dan tidak dikehendaki dalam rumusan delik.
Dalam KUHP, kejahatan terhadap nyawa diatur secara spesifik melalui ketentuan dalam Buku II Bab XIX. Bab ini terdiri dari 13 pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Pembahasan ini akan fokus pada ketentuan Pasal 338 yang mengatur pembunuhan biasa dan Pasal 339 yang mengatur tentang pemberatan pidananya. Mengenai kejahatan pembunuhan biasa diatur melalui ketentuan Pasal 338. Siapa saja yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain diancam pidana penjara maksimum 15 (lima belas) tahun. Pelaku yang dimaksud menurut ajaran KUHP yakni adalah yang melakukan seluruh unsur rumusan pasal sebagaimana unsur-unsur mutlak dalam rumusan delik.12 Melalui rumusan Pasal 338, dapat diketahui terdapat beberapa unsur dalam tindak pidana pembunuhan biasa. Unsur tersebut antaranya unsur barang siapa, unsur adanya kesengajaan, dan unsur merampas atau menghilangkan nyawa orang lain. Secara umum, unsur-unsur tersebut dapat diidentifikasi ke dalam unsur subjektif yang melekat pada pelaku serta unsur objektif yang melekat pada perbuatannya. Unsur barang siapa dan unsur dengan kesengajaan termasuk ke dalam unsur subjektif, sementara unsur merampas atau menghilangkan nyawa orang lain termasuk unsur objektif.13 Unsur dengan sengaja dinilai melalui kesadaran pelaku mengetahui dan menghendaki perbuatan serta akibat perbuatannya. Pelaku dalam hal ini sengaja melakukan tindakan tertentu dan atas sepengetahuannya telah menghendaki tindakan tersebut bertujuan untuk melakukan pembunuhan terhadap seseorang. Sementara unsur merampas atau menghilangkan nyawa orang lain dipahami sebagai nyawa orang selain dari pembunuh atau pelaku. Mengenai siapa yang menjadi korban delik pembunuhan ini, tidaklah menjadi persoalan yang terlalu diperhatikan, bahkan tidak dibedakan jika pembunuhan dilakukan terhadap orang tua, pasangan, maupun anak, semuanya termasuk dalam pembunuhan yang diatur Pasal 338 KUHP.
Penjelasan sebelumnya menegaskan bahwa KUHP yang masih berlaku saat ini belum membedakan ketentuan kondisi khusus untuk menjatuhkan pemberatan pidana seperti halnya membedakan siapa yang menjadi korban atau objek kejahatan. Sejauh ini KUHP tidak mengatur pembunuhan dengan sengaja terhadap orang tertentu atau orang yang memiliki hubungan khusus dengan pelaku akan dijatuhi pidana dengan pemberatan. KUHP yang masih berlaku saat ini hanya mengatur pemberatan terhadap pidana pembunuhan melalui ketentuan Pasal 339 KUHP. Delik pembunuhan yang disertai pemberatan dapat dilihat dalam Pasal 339 KUHP. Dapat diketahui bahwa terhadap pembunuhan yang dilakukan sebelum, sesudah, maupun bersamaan dengan kejahatan lain untuk mempermudah pelaku melakukan kejahatan itu, meloloskan dirinya maupun orang lain yang terlibat dalam hal terjadi tangkap tangan, mengamankan benda hasil kejahatan yang didapat secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara maksimum dua puluh tahun.
Secara umum, faktor pemberatan pidana terdiri dari Legal Aggravating Circumstances dan Judicial Aggravating Circumstances. Legal Aggravating Circumstances dipahami sebagai faktor pemberat pidana yang secara langsung diatur dalam rumusan undang-undang yang terdiri dari keadaan tambahan pemberat pidana yang dirumuskan sebagai unsur tindak pidana dan pemberat pidana yang dirumuskan di dalam undang-undang. Sementara, Judicial Aggravating Circumstances, merupakan keadaan yang memberatkan yang berasal dari penilaian hakim dan merupakan kewenangan penuh pengadilan.14 Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis harus senantiasa mengakomodir rasa keadilan di mata publik. Hakim wajib untuk mempunyai keyakinan atas putusan dan pertimbangan-pertimbangannya.
Dengan alat bukti yang sah yang ditunjukkan dalam persidangan, hakim kemudian mengaitkan hal tersebut dengan keyakinannya untuk memformulasikan hukum tersendiri dan menjatuhkan putusan yang dinilai berkeadilan dan tidak bertentangan dengan hukum. Dalam menjatuhkan putusan, hakim berangkat menggunakan beberapa pertimbangan. Tidak hanya pertimbangan yuridis, namun juga pertimbangan sosiologis yang berkenaan dengan hal-hal yang melatarbelakangi dan faktor pendorong dilakukannya perbuatan pidana. Setelah unsur tersebut diidentifikasi, barulah hakim dengan kewenangannya menentukan unsur mana saja yang sekiranya dapat dimasukkan ke dalam pertimbangan meringankan maupun petimbangan memberatkan suatu putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa.15 Saat ini pembunuhan terhadap keluarga dekat tidak termasuk ke dalam Legal Aggravating Circumstances. Dalam pendapat ahli, adanya ikatan keluarga maupun hubungan emosional antara pelaku dan korban pada umumnya tidak dipertimbangkan sebagai hal memberatkan, namun dalam beberapa kasus, tetap memungkinkan untuk untuk digunakan sebagai hal yang memberatkan, tergantung pada penilaian hakim sebagai pemilik kewenangan pengadilan.16
-
3.2. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Keluarga Dekat setelah RKUHP disahkan dengan UU Nomor 1 Tahun 2023
Melihat hukum pidana Indonesia dari aspek historis, tidak akan terlepas dari perjalanan sejarah bahwa peraturan hukum pidana yang saat ini diberlakukan di Indonesia berasal dari produk hukum Belanda yang tetap digunakan sejak kemerdekaan Indonesia. Usianya pun sudah sangat tua untuk mengimbangi perubahan peradaban dan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Pertimbangan ini mendasari gagasan untuk mewujudkan sistem hukum nasional dengan nafas asli Indonesia, melalui pembaharuan hukum pidana hal-hal substantif yang mencerminkan kebutuhan masyarakat menjadi penting untuk diprioritaskan. Upaya untuk mewujudkan pembaharuan
hukum pidana sudah dilakukan sejak lama. Agenda pembaharuan ini adalah langkah strategis untuk meninjau kembali substansi hukum pidana agar tetap relevan dengan nilai-nilai asli Indonesia yang berkaitan dengan kebijakan dan penegakan hukum. Rekodifikasi hukum pidana sekaligus menjadi momen yang tepat untuk melakukan inventarisasi kejahatan-kejahatan baru yang muncul karena perkembangan teknologi maupun kejahatan lain yang sempat luput dalam pengaturan KUHP peninggalan Belanda. Pembaharuan ini niscaya akan mengisi kekosongan hukum bagi tindak pidana dan menghimpun pengaturan tindak pidana dalam payung hukum utama, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Perumusan delik pembunuhan biasa yang berlaku sebagaimana diatur Pasal 338 KUHP saat ini hanya menitikberatkan pada delik perampasan nyawa orang lain. Ketentuan delik ini mengklasifikasikan korban secara general, tidak memperhatikan objek khusus yang menjadi sasaran tindakan pembunuhan. KUHP yang hingga saat ini diberlakukan sebagai pedoman hukum pidana masih belum mengenal, pun tidak merumuskan pembedaan orang tua atau keluarga dekat yang menjadi korban dalam pembunuhan. Bahkan hal ini pun tidak dipertimbangkan sebagai alasan pemberatan pidana. Dalam rangka pembaharuan hukum pidana melalui rekodifikasi KUHP, muncul pengaturan baru mengenai tindak pidana pembunuhan terhadap keluarga dekat. Pengaturan ini diakomodir karena karena dinilai terdapat kekosongan norma yang mengatur hal tersebut dalam KUHP yang masih berlaku. Ketiadaan ketentuan yang mengatur hal tersebut kemudian dirasa aneh jika dibandingkan dengan bentuk tindak kejahatan penganiayaan, yang bahkan telah mengatur hal serupa sejak awal. Melalui ketentuan Pasal 356 KUHP, tindak penganiayaan mendapat pemberatanan dengan maksimum pidana ditambah sepertiga, apabila penganiayaan tersebut dilakukan kepada orang tua, pasangan, atau anak. Apabila dalam hal kejahatan penganiayaan terdapat kekhususan yang berupaya melindungi keluarga dekat, lantas dinilai mengapa hal demikian juga tidak diterapkan pada tindak pembunuhan yang tergolong kejahatan lebih berbahaya.
Melihat kejanggalan dan kekosongan norma tersebut, dalam draft rancangan KUHP, ketentuan sebagaimana dalam Pasal 356 KUHP diadopsi dalam rumusan delik pembunuhan dan digunakan sebagai salah satu pemberatan pidana dalam konsep KUHP baru. Pemberatan pidana ini kemudian dirumuskan dalam delik pembunuhan melalui ketentuan Pasal 475 Ayat (2) RKUHP tahun 2000, Pasal 553 ayat (2) RKUHP tahun 2004, dan Pasal 572 konsep 2008.17 Bahkan dipertahankan hingga saat ini ketika RKUHP disahkan melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Secara jelas, pengaturan tindak pidana mengenai pembunuhan terhadap keluarga dekat dirumuskan dalam Pasal 458 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang baru.
Pasal 458 ayat (1)
Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 458 ayat (2)
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap ibu, Ayah, istri, suami, atau anaknya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Dalam bagian penjelasan pasal demi pasal, dapat dipahami bahwa ibu, ayah, atau anak tiri/angkat juga termasuk ke dalam pengertian ayah, ibu, atau anak dalam ketentuan pasal ini. Pemberatan pidana yang disertakan pada rumusan ketentuan delik pembunuhan keluarga ini bersandar pada pertimbangan dengan adanya hubungan khusus antara pelaku pembunuhan dengan dan korban yang merupakan keluarga dekat, yang seharusnya mendapat perlindungan dari pelaku, justru sebaliknya, membahayakan keselamatan dan mengancam nyawa korban. Berbeda dengan pengaturan dalam KUHP peninggalan Belanda, KUHP baru yang akan mulai berlaku tertanggal 2 Januari 2026 mendatang sudah memuat pemberatan secara Legal Aggravating Circumstances. Hal ini disebabkan faktor pemberat pidananya, yakni orang-orang tertentu sebagai korban pembunuhan telah diatur secara khusus dalam rumusan pasal sebagai kondisi tambahan tertentu sebagai pemberat pidana yang dirumuskan langsung dalam undang-undang.
Pengaturan hukum mengenai tindak pidana pembunuhan terhadap keluarga dekat masih menjadi hal baru dalam Hukum Positif Indonesia jika dibandingkan negara-negara eropa yang sudah merumuskan delik ini sebagai bentuk penghargaan dan perlindungan orang tua dan keluarga dekat melalui hukum pidana dengan merumuskan delik semacam ini sejak lama, seperti Bulgaria dan Perancis. Sebagai perbandingan, dalam KUHP Bulgaria dalam ketentuan Pasal 115 dan 116 diatur mengenai pembunuhan yang diancam pidana perampasan kemerdekaan 10 hingga 20 tahun. Sementara jika pembunuhan dilakukan terhadap keluarga dekat seperti orang tua atau anaknya sendiri, ancaman pidana disertai pemberatan menjadi 15 tahun sampai 20 tahun perampasan kemerdekaan, atau seumur hidup, atau pidana mati.18 Berbeda dengan Bulgaria, Perancis mengatur delik pembununhan keluarga dekat dengan rentang yang lebih luas. Pembunuhan biasa diatur melalui ketentuan artikel 221-1 KUHP Perancis yang mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimum 30 tahun. Sementara jika pembunuhan dilakukan terhadap keluarga atau orang tuanya kandung maupun orang tua angkat, menurut ketentuan artikel 221-4 ancaman pidana penjara maksimum 30 tahun atau penjara seumur hidup.
Delik pembunuhan keluarga dekat juga telah diatur dalam hukum pidana beberapa negara di Asia, seperti Korea dan Jepang dan dikenal dengan delik killing an ascendant. Dengan kultur ketimuran yang memiliki beberapa kesamaan, negara tersebut telah lebih awal menerapkan pengaturan delik ini bahkan dengan pidana yang lebih ketat. Dalam Pasal 250 ayat (1) dan ayat (2) KUHP Korea diketahui bahwa delik pembunuhan biasa dikenai pidana mati, seumur hidup pidana penjara kerja paksa, atau penjara minimum 5 tahun. Namun, jika yang menjadi korban pembunuhan merupakan orang tua garis lurus ke atas dalam keluarga pelaku maupun pihak pasangan pelaku, pidana
diperberat dengan ancaman pidana mati atau penjara kerja paksa seumur hidup. Pemberatan yang sama juga diatur dalam KUHP Jepang mengenai delik pembunuhan terhadap lineal ascendant. Dalam KUHP Jepang hal ini diatur melalui ketentuan Pasal 200.
Jika dibandingkan dengan pengaturan delik pembunuhan keluarga dekat dalam KUHP yang baru, KUHP beberapa negara lain jauh memiliki rumusan yang ketat. Pemberatan pidana dalam KUHP Bulgaria memuat minimum khusus yakni 15 tahun perampasan kemerdekaan (penjara), KUHP Jepang mengatur minimum khusus 5 tahun yang artinya terpidana tidak memungkinkan untuk mendapat vonis lebih rendah dari ketentuan tersebut. KUHP Korea dan Perancis mengancam pelaku tindak pidana dengan masa hukuman yang lebih lama, pun pemberatan ini juga diancamkan opsi pidana lain berupa pidana mati atau yang lebih ringan, yakni penjara seumur hidup. Dengan diaturnya tindak pembunuhan terhadap keluarga dekat melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 telah menunjukkan bahwa pembaharuan hukum pidana Indonesia ke arah yang lebih baik dalam hal upaya untuk melindungi dan menghormati keluarga dekat seperti ayah, ibu, pasangan, maupun anak.
Penjatuhan sanksi ditujukan untuk mencapai kepastian dan keadilan sesuai dengan tujuan hukum. Sanksi pidana dalam KUHP sesungguhnya memiliki esensi sebagai perlindungan terhadap nyawa yang dilakukan dengan pengancaman penderitaan bagi pelaku dan orang lain sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi kejahatan serupa.19 Penjatuhan hukuman dengan pemberatan ditujukan sebagai pemberi efek jera kepada pelaku kejahatan.20 Prevensi kejahatan pada dasarnya adalah bagian tak terpisahkan dari upaya perlindungan masyarakat dan untuk mewujudkan kesejahteraan.21
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
KUHP yang masih berlaku saat ini masih belum mengatur mengenai pembunuhan terhadap keluarga dekat sebagai tindak kejahatan yang diancam dengan pidana lebih berat. Delik dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipahami sebagai nyawa orang, selain dari pembunuh atau pelaku. Terhadap siapa yang menjadi korban pembunuhan tidaklah menjadi persoalan penting, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap orang tua sendiri, pasangan, maupun anak, semuanya termasuk dalam pembunuhan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP. Pemberatan terhadap pidana pembunuhan biasa hanya diatur melalui ketentuan Pasal 339 KUHP. Hal baru muncul dalam KUHP yang baru saja disahkan. Ketentuan Pasal 458 ayat (2) secara khusus mengatur mengenai pemberatan apabila tindak pidana pembunuhan dilakukan terhadap keluarga dekat. Jika tindak pidana pembunuhan dilakukan terhadap ibu, ayah, istri, suami, atau anaknya, pidana pokok memungkinkan ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pemberatan ini disertakan dalam rumusan pasal dilandaskan pada pertimbangan bahwa dengan adanya hubungan keluarga antara pelaku tindak pidana dengan korban yang merupakan keluarga dekatnya, yang seharusnya mengjadi tanggung jawab pelaku untuk memberikan perlindungan. Pengaturan hukum semacam ini sudah dikenal di beberapa negara Asia dan Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Amirruddin dan Zainal, Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta, Rajawali Press, 2003).
Arief, Barda Nawawi. Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan (Semarang, PT Citra Aditya Bakti, 2011).
Hiariej, Eddy O.S. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Edisi Revisi) (Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka, 2016).
Sudarto. Hukum Pidana I (Semarang, Penerbit Yayasan Sudarto, 2013).
Jurnal :
Batas, Ewis Meywan. “Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.” Jurnal Lex Crimen 5, No. 2 (2016): 118125
C.D.M., I Gusti Ayu Devi Laksmi, Yuliartini, Ni Putu Rai, dan Mangku, Dewa Gede
Sudika. “Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Singaraja Dalam Perkara No.124/ PID.B/2019/PN.SGR).” Journal Komunitas Yustisia 3, No.1 (2020): 48-58
Elda, Tresia. “Sanksi Pidana Akibat Pembunuhan Terhadap Istri di Pengadilan Negeri
Kelas I A Padang.” Jurnal Sosial & Budaya Syar-I 3, No. 2 (2016): 153-166
Fahrurrozi, Fahrurrozi, dan Abdul Rahman Salman Paris. "Tinjauan Tentang Sistem Pemidanaan Dalam Perbarengan Tindak Pidana Menurut KUHP." Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum 9, No. 2 (2019): 120-132.
Halawa, Martinus, Munawair, Zaini, dan Hidayani, Sri. “Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Sengaja Merampas Nyawa Orang Lain (Studi Kasus Nomor Putusan 616/Pid.B/2015/PN. Lbp).” JUNCTO: Jurnal Ilmiah Hukum 2. No 1 (2020): 9-15.
Hananta, Dwi. “Pertimbangan Keadaan-Keadaan Meringankan dan Memberatkan dalam Penjatuhan Pidana.” Jurnal Hukum dan Peradilan 7, No 1 (2018): 87-108.
Mauliva, Lola. “Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Terhadap Anggota Keluarga
di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Bireuen.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana 2, No. 1 (2018): 179-189
Negara, A. A. Gd Prawira, Yuliartini, Ni Putu Rai, dan Mangku, Dewa Gede Sudika.
“Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Oleh Anak Di Kota Denpasar.“ Journal Komunikasi Yustisia 5, No 1 (2022): 49-60.
Praditamas, Rizky Putri, Winarno Budyatmojo, dan Diana Lukitasari. "Studi Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia Dan United Kingdom Penal Code." Recidive: Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan 5, No. 1 (2016): 8694.
Rafid A., Noercholis. “Asas Manfaat Sanksi Pidana Pembunuhan Dalam Hukum
Pidana Nasional.” Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan 1, No. 2 (2019): 201-212
Razak Musahib, Abd. “Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Hilangnya Nyawa
Orang yang Dilakukan Secara Bersama-Sama.” Jurnal Inovasi Penelitian 2, No. 9 (2022): 2989-2994
Safsafubun, Risky Themar Bes, Hadibah Zachra Wadjo, dan Margie Gladies Sopacua.
"Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan oleh Anak." SANISA: Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum 1, No. 2 (2022): 89-99.
Sam, Mitha Islamia, Murdiana, Sitti, dan Zainuddin, Kurniati. “Studi Deskriptif Narapidana Kasus Pembunuhan Keluarga Di Rutan Kelas II B.” Jurnal Psikologi Talenta Mahasiswa 1, No 1 (2021): 22-32
Silaban, Magerbang, Manullang, Herlina, dan Nainggolan, Ojak.
“Pertanggungjawaban Pidana Ayah Kandung yang Melakukan Pembunuhan Terhadap Anak Kandung (Studi Putusan No.65/Pid.Sus/2017/PN TRT).” Jurnal Hukum PATIK 8, No. 2 (2019): 75-84
Suryadi, Diding dan Rahmat, Diding. “Analisis Putusan Pengadilan Perkara Tindak
Pidana Pembunuhan Berencana secara Bersama-Sama.” Journal of Multidisciplinary Studies 9, No.1 (2018): 11-21
Suwontopo, J. T., N. T. S. Mallo, dan E. G. Kristanto. "Kejadian Kasus Pembunuhan Saat Pandemi COVID-19 di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado Periode Maret 2020-Februari 2021." Medical Scope Jurnal (MSJ) 3, No. 2 (2022): 143-150.
Peraturan Perundang-Undangan :
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor I, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6842)
Jurnal Kertha Wicara Vol 13 No 2 Tahun 2024, hlm. 52-63
Discussion and feedback