PENYELESAIAN WANPRESTASI TERKAIT

PERUBAHAN TANGGAL HUTANG PIUTANG
SECARA SEPIHAK

Ni Kadek Toti Adinda Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Dewa Ayu Dian Sawitri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI: KW.2023.v12.i07.p5

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mempelajari terkait wanprestasi dalam hutang piutang serta cara meneyelesaikan wanprestasi tersebut dalam hukum positif di Indonesia. Metode risetyang dipakai adalah riset metode penelitian hukum normative jenis pendekatan analitical perundang-undangan dan konseptual. Hasil dari penulisan ini diketahui bahwa dalam hal penyelesaian wanprestasi seperti konteks penulisan yang dibahas adalah memberikan Somasi, Gugatan parate executie, Arbitrase atau Perwasitan, dan Gugatan rieele executie, hasil itulah yang terdapat pada kesimpulan didapatkan oleh penulis.

Kata Kunci: Penyelesaian, Wanprestasi, Perubahan Tanggal Hutang Piutang.

ABSTRACT

The purpose of this writing is to study defaults in accounts payable and how to resolve these defaults in positive law in Indonesia. The research method used is normative legal research methods, legislative and conceptual analytical approaches. The results of this writing show that in terms of resolving breaches of contract, the context of the writing discussed is giving a summons, parate execution lawsuit, arbitration or refereeing, and rieele execution lawsuit, these are the results that are in the conclusions obtained by the author.

Keywords : Settlement, default, and change of date of accounts payable

  • I.   Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pada paparan UUD 1945 telah diatur bahwa Neara Indonesia adalah negara yang dilandaskan hukum dan tidak sekedar kekuasaan. Hal ini dapat diartikan bahwa segala sesuatu harus diatur oleh hukum. Perbuatan yang mengikat antara dua pihak atau lebih disebut dengan perjanjian. Masih banyak variasi dari kesepakatan yang dicapai, yang lebih sering disebut dengan konflik, karena tidak setiap kesepakatan sejalan dengan apa yang diinginkan dan dijanjikan. Konflik ini dapat diselesaikan melalui litigasi atau mediasi. Dalam masyarakat daerah, kesepakatan mengenai hutang dan piutang seringkali dibuat dengan adanya jaminan dari kedua belah pihak untuk mematuhi semua hukum yang berlaku atas keputusan yang telah diambil. Apabila semua pihak telah sepakat dan beberapa saksi telah memberikan kesaksian, maka kesepakatan dikatakan telah tercapai.

Manusia adalah makhluk sosial dan sulit untuk bisa bertahan hidup sendirian. menjalin hubungan dengan orang lain. Seseorang membutuhkan hubungan dengan orang-orang disekitarnya agar dapat memenuhi segala kebutuhannya. Pada hakikatnya manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai macam kebutuhan. Sifat manusia biasanya percaya bahwa ia akan selalu mampu memenuhi semua kebutuhan tersebut ketika dihadapkan pada kebutuhan tersebut. Karena setiap orang ingin dapat menjalani kehidupan yang terhormat dan berkecukupan. Salah satu bentuk ikatan atas orang lain adalah bersama menjalin kesepakatan. Berbagai bentuk kesepakatan dapat dibuat, seperti kesepakatan jual beli, sewa guna usaha, kesepakatan pinjam meminjam, dan hal lainya. Mengingat setiap orang ingin hidup terhormat dan berkecukupan.

Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menciptakan kegiatan komersial yang dikembangkan secara mandiri. Sebab Anda memerlukan atau membutuhkan dana yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis. Setiap orang seringkali menghadapi tantangan akibat kebutuhan dana modal. Padahal uang dalam jumlah besar hanya dapat diakses melalui pinjaman kredit yang sering disebut tunggakan, baik melalui pinjaman kredit dari bank maupun pinjaman dari pihak swasta.

Kehidupan bermasyarakat yang telah lama mengakui uang sebagai alat pembayaran utama, tindakan pinjam-meminjam uang—yang lebih sering dikenal dengan utang dan piutang—sudah lama dilakukan. Peristiwa-peristiwa yang timbul pada saat pemenuhan perjanjian utang piutang seringkali mengakibatkan pembayaran utang tidak berjalan sesuai rencana. Pengaturan hutang dan piutang yang telah disepakati dapat dinilai telah dilanggar oleh debitur. Kepercayaan kreditur terhadap peminjam sebagai debitur merupakan komponen kredit (hutang) yang paling krusial. Kepercayaan ini ada karena debitur memenuhi seluruh persyaratan untuk memperoleh kredit (hutang). Kepercayaan ini mengacu pada gagasan bahwa kredit (hutang) yang diberikan adalah sah; kreditor. Menurut kaidah KUH Perdata, perjanjian diartikan sebagai “suatu hal kesepakatan antara satu orang dengan orang lain” dalam Pasal 1313. Dalam pengertian yang paling tegas, suatu perjanjian terjadi apabila kedua orang itu saling bersepakat berbuat suatu tindakan yang mempunyai dampak berarti terhadap aset. Sedangkan menurut Subekti, “kesepakatan adalah suatu kejadian manakala seseorang berjanji kepada masing-masing pihak yang saling sepakat untuk melakukan sesuatu.

Pasal 1754 KUH Perdata dengan jelas memaparkan bahwa “kesepakatan hutang-piutang adalah kesepakatan yang sah antara kedua pihak menurut hukum dengan mepertaruhkan apa yang diperjanjikan dengan jumlah yang sama, jenis dan kondisi yang sama. Perjanjian hutang moneter termasuk dalam kategori ini. Karena masalah yang satu ini muncul setiap hari, maka membahas hutang bukanlah konsep yang asing bagi semua orang. Perjanjian yang dikenal dengan istilah "Hutang Piutang" adalah kontrak antara dua pihak-pihak dengan uang sebagai pertimbangan utama kedudukan salah satu pihak sebagai pihak yang meminjamkan uang apabila uang yang dipinjam tersebut dilunasi sesuai tenggat waktu yang disepakati.1

Kajian terdahulu yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah “KAJIHAN JURIDIK TERHADAP GAGASAN PERJANJIAN UTANG YANG DAPAT DIPERtanggungjawabkan (PUTUSAN STUDI NOMOR 620/PDT.G/2019/PN.MDN)” oleh Jacky Alexis Marpaung, Otonius Lawolo, dan Syawal Amry Siregar. Kemudian

yang menjadi rujukan dalam jurnal ini ialah “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HUBUNGAN HUKUM KARENA WANPRESTASI DI DALAM HUTANG PIUTANG (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.05/Pdt.G/2007/PN.LP)” oleh Taufik Siregar Isnaini Jandrias Tarigan. Dalam penelitian ini maka diajukan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 05/Pdt.G/2007/PN.LP2.   Dalam kasus

tersebut dijelaskan tentang peristiwa wanprestasi dalam suatu perjanjian hutang piutang yang timbul dari perjanjian pinjam meminjam. Penelitian ini berfokus pada pengaturan utang dan piutang, khususnya jenis perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Putusan Nomor 620/Pdt.G/2019/PN.Mdn yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata Sebaliknya, penelitian penulis berfokus pada gagal bayar dalam modifikasi sepihak pada tanggal piutang

Mengingat latar belakang informasi yang diberikan, penelitian dilakukan terhadap masalah yang melibatkan perubahan sepihak Bank terhadap tanggal pembayaran utang. Penelitian tersebut dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah pada jurnal dengan judul “Penyelesaian Cidera Janji Terkait Perubahan Tanggal Hutang dan Piutang”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dengan mengacu dalam hal-hal yang melatarbelakangi diatas membuat penulis menemukan bebrapa rumusan masalah yaitu:

  • 1.    Bagaimana bentuk wanprestasi yang dialami debitur dalam perubahan tanggal pelunasan hutang piutang secara sepihak?

  • 2.    Bagaimana penyelesaian wanprestasi yang dapat ditempuh oleh debitur yang mengalami perubahan tanggal pelunasan hutang piutang secara sepihak?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulis berusaha mencapai tujuannya dalam karya ini dengan mengkaji bagimanakah proses penyelesaian kasus wanprestasi terkait perubahan tanggal hutang piutang secara sepihak ditinau dari sisi hukum perdata, riset penulisan ini didasarkan pada riset hukum normatif.

  • II.    Metode Penelitian

Metodologi penelitian hukum normatif, suatu bentuk metode pengkajian hukum yang berdasarkan analisisnya pada suatu undang-undang yang sedang berlaku dan relevan dengan masalah hukum yang menjadi fokusnya, dipakai untuk melaksanakan penelitian ini.3 Dan menggunakan tiga jenis pendekatan yang pakai yaitu : Strategi yang membahas peraturan perundang-undangan Indonesia dikenal dengan pendekatan undang-undang (Statue approach),4 dimaksud disini adalah Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, pendekatan analisa (analitycal apporoach) dimana mengkaji secara mendalam suatu isu atau permasalahan yang diangkat,5 dan pendekatan konseptual, yaitu suatu pendekatan untuk menganalisis materi hukum agar dapat diketahui makna dari ungkapan-ungkapan hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Bentuk wanprestasi yang dialami debitur dalam perubahan tanggal pelunasan hutang piutang secara sepihak

Perjanjian telah dimuat di Buku III Pasal 1233 s/d 1864 KUHPerdata yaitu perikatan. Menurut Subekti, kesepakatan yang dibuat untuk pihak lain yaitu suatu perjanjian..6 Cedera Janji adalah kegagalan debitur dalam melangsungkan keharusan yang tertuang dalam suatu perjanjian.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian dianggap sah apabila memenuhi empat syarat, yang terdiri dari syarat subjektif dan syarat objektif. Inilah empat syaratnya:

  • 1.    Adanya persetujuan kedua belah pihak

  • 2.    Kapabilitas untuk melaksanakan perbuatan hukum;

  • 3.    Adanya wujud dari apa yang diperjanjikan ; dan

  • 4.    Adanya causa yang halal.7

Kemampuan untuk menggugat dan adanya perjanjian tertulis antara para pihak merupakan contoh persyaratan subjektif. Karena kedekatannya dengan pihak yang membuat perjanjian, maka kedua persyaratan ini disebut subjektif. Apabila kedua persyaratan sewenang-wenang ini diingkari, kesepakatan dapat dibatalkan, dan salah satu individu yang mengajukan pengaduan bisa membuat permohonan ke pengadilan untuk melakukan hal tersebut. Tujuan perjanjian dan adanya alasan yang sah merupakan dua syarat yang harus dipenuhi agar sah secara obyektif. Karena berkaitan dengan tujuan perjanjian, maka syarat-syarat ini disebut syarat obyektif. Berbeda dengan persyaratan subyektif yang jika tidak dipenuhi maka perjanjian tidak dapat dilaksanakan, sedangkan persyaratan obyektif jika tidak dipenuhi maka perjanjian batal.

Hutang dan piutang, sering juga disebut dengan pinjam meminjam uang, adalah suatu akad yang mengharuskan pihak yang meminjam atau berhutang untuk membayarnya kembali dengan barang yang sama atau secara tunai. Menurut para ahli, pinjaman atau hutang adalah suatu transaksi antara dua individu yang mana salah satu individu dengan sukarela mengalihkan sesuatu kepada individu lain agar individu yang lain dapat melunasinya dengan barang yang sama, atau individu yang satu mentransfer uang kepada individu lain untuk digunakan. sebelum mengembalikan utangnya.

Ada dua jenis perjanjian, yaitu kesepakatan wajib dan kesepakatan tidak wajib. Perjanjian-perjanjian wajib ini dibagi lagi menjadi sepuluh (10) kategori, yaitu:

kesepakatan sepihak, kesepakatan timbal balik, kesepakatan serampangan, kesepakatan pembelanjaan, kesepakatan konsensual, kesepakatan aktual, perjanjian formal, perjanjian bernama, perjanjian tanpa nama, dan perjanjian campuran.8 Dalam perjanjian bernama, utang dan piutang merupakan perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian antar pihak yang biasanya mempunyai uang sebagai tujuan perjanjian disebut hutang dan piutang.9 Perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan hutang dan piutang tercakup dalam buku ketiga pasal tiga belas KUH Perdata. Kesepakatan pinjam meminjam digambarkan sebagai “kesepakatan berlatar individu menyerahkan kepada individu lain apa yang disepakati, dengan syarat pihak yang tertera akan menyurutkan sebanyak apa yang disepakati dengan jenis dan syarat yang sama pula”. dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Dalam kesepakatan hutang dan piutang, kedua individu yaitu kreditor dan debitur yang mempunyai hubungan sama-sama untung mempunyai hak dan kewajiban. Terdapat hubungan timbal balik antara kreditur dan debitur ketika kreditur menawarkan pinjaman berupa uang kepada debitur, yang kemudian wajib membayarnya kembali dalam jangka waktu yang telah disepakati. Menurut konsep pacta sunt servanda, suatu perjanjian yang dimuat dalam suatu akta yang telah disetujui oleh para pihak di dalamnya, mempunyai kekuatan hukum terhadap pembuatnya.10 Kewajiban untuk mengikuti norma-norma yang digariskan dan melaksanakan kesepakatan dengan itikad baik dimulai dengan ditetapkannya kesepakatan tersebut sebagai undang-undang bagi mereka karena sudah membentuknya.11

Pemenuhan kesepakatan yang menimbulkan kewajiban bagi masing-masing pihak yang disebut dengan prestasi juga mempunyai akibat hukum. Pelaksanaan segala sesuatu yang telah disepakati dan dituangkan dalam suatu perjanjian, seperti hak kreditur dan kewajiban debitur, disebut dengan kinerja. Pasal 1324 KUHPerdata menguraikan tata cara pencapaiannya, yaitu:

  • 1.    Mengamalkan sesuatu;

  • 2.    Melakukan sesuatu;

  • 3.    Tidak mengerjakan sesuatu.

kegagalan terjadi ketika tanggung jawab atau pencapaian tidak dipenuhi. Cedera Janji (wanprestasi) adalah kegagalan salah satu pihak atau lebih dalam melaksanakan janji atau kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian. Sesuai Subekti, wanprestasi terjadi apabila debitur (debitur) gagal memenuhi kewajiban kontraknya. Dia ceroboh, ceroboh, atau wanprestasi. Atau dia juga melanggar perjanjian jika dia melakukan atau mengatakan sesuatu yang melanggar aturan. Seseorang dapat mengetahui apakah seseorang telah wanprestasi dengan melihat syarat-syarat perjanjian yang tidak dipenuhinya. Tindakan wanprestasi menurut Subekti dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu:

  • 1.    Tidak berbuat apa yang dijanjikannya;

  • 2.    Bertindak apa yang dijanjikan, tetapi tidak dengan cara yang dijanjikan;

  • 3.    Bertindak sesuai janji tetapi datang terlambat;

  • 4.    melakukan suatu pelanggaran yang dilarang oleh syarat-syarat perjanjian.

Dalam praktiknya, terkadang kreditur maupun debitur tidak melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya. Salah satu perbuatan wanprestasi adalah mengubah isi perjanjian secara sepihak. Seperti yang diketahui bahwa prestasi merupakan pelaksanaan atas perjanjian tertulis yang disepakati ketika dalam pelaksanaannya tidak sinkron dengan perjanjian yang pernah ditulis maka seseorang tersebut telah berbuat wanprestasi. Perubahan tanggal pelunasan dalam perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara sepihak dan tidak atas dasar kesepakatan maka hal itu dikategorikan sebagai wanprestasi yang dapat merugikan bagi pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut. Hal ini juga menghalangi terpenuhinya syarat-syarat subjektif dalam perjanjian, yaitu persetujuan pihak-pihak yang terikat. Salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian jika syarat subjektif tidak terpenuhi.12

  • 3.2 Penyelesaian wanprestasi yang dapat ditempuh oleh debitur yang mengalami perubahan tanggal pelunasan hutang piutang secara sepihak

Perjanjian seperti hutang dan piutang mempunyai hak dan kewajiban timbal balik antara kreditur dan debitur sebagai bagiannya. Artinya menurut syarat-syarat perjanjian utang piutang, debitur menerima pinjaman dari kreditur dan wajib membayar kembali kepada kreditur beserta bunganya sesuai tenggat waktu yang disepakati. Setiap kali debitur mengembalikan uang dalam bentuk utang, debitur mempunyai pilihan untuk melunasi kewajibannya secara angsuran bulanan atau angsuran seiring waktu.13

Menurut Pasal 1239 KUH Perdata, setiap persetujuan uterhadap suatu perbuatan, tmendapat dak berbuat suatu perbauatan penyelesaian berupa kewajiban penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya.14. Secara historis, istilah "default" berasal dari kata Belanda "wanprestatie", yang mengacu pada pencapaian biasa. Dalam KBBI terdapat konsep default, yaitu keadaan dimana salah satu pihak (khususnya dalam suatu perjanjian) melakukan kinerja yang tidak menentu. tanpa kegagalan. Secara default, tidak ada yang selesai, atau selesai, tapi tidak selesai tepat waktu, atau tidak selesai sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, debitur wanprestasi karena tidak menaati, lewat batas waktu, atau melakukannya secara tidak wajar, dan hal ini merupakan tindak pidana atau perbuatan melawan hukum terhadap hak kreditur, yang dalam ilmu pengetahuan disebut juga dengan onreachmatigedad. Akibatnya kreditur dapat meminta pembatalan perjanjian atau debitur wajib melakukan restitusi. Beberapa profesional menawarkan pemikiran mereka tentang apa yang dimaksud dengan istilah deskriptif default. Menurut Yahya Harahap, wanprestasi terjadi apabila suatu kewajiban dipenuhi tetapi tidak dilaksanakan dengan baik atau dalam waktu yang telah ditentukan.”.15 Ahli lainnya, R. Subekti, menyatakan bahwa “Wanprestasi diartikan seolah-olah pemilik utang tidak menepati janjinya, maka ia wanprestasi.”.16

Kasus wanprestasi sering sekali berkaitan dengan perjanjian. Hubungan hukum antara perjanjian dengan wanprestasi sangat erat sehingga kasus prestasi buruk masih

bisa ditemukan di Indonesia. Perjanjian secara umum adalah suatu perikatan yang dilakukan oleh dua pihak hingga mencapai suatu kesepakatan dengan prestasi-prestasi tertentu. Secara yuridis, perjanjian memiliki syarat sah tertentu yang tercantum dalam KUHPerdata. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

  • 1.    Kesepakatan Para Pihak.

Pada Pasal 1321 KUHPerdata disebutkan bahwa kesepakatan menjeadi ilegal apabila terdapat unsur-unsur seperti kekhilafan, penipuan atau paksaan. Secara kontras, apabila tidak terdapat tiga (3) unsur diatas maka perjanjian dianggap sah;

  • 2.    Cakapnya Para Pihak.

Sesuai dengan Pasal 1329 KUHPerdata bahwa setiap individu/pihak memiliki kecakapan saat membentuk suatu perjanjian kecuali yang ditentukan oleh undang-undang;

  • 3.    Tentang Suatu Hal Tertentu

Dua pihak mengenai aturan tertentu oleh sebab tertentu;

  • 4.    Adanya Clausa yang Halal

Perjanjian harus berdasarkan hal-hal yang baik dan dengan maksud baik tanpa membuat perjanjian yang bermaksud jahat dan berlawanan dengan hukum sesuai Pasal 1320 KUHP.

Hutang piutang adalah perbuatan yang dilakukan oleh kedua pihak dimana pihak debitur atau peminjam meminta peminjaman dana kepada kreditur dengan jumlah tertentu yang ditentukan tempo pengembaliannya. Hutang piutang secara umum diartikan sebagai tanggung jawab pada individu lain dan hutang individu lain kepada kita yang disertakan dengan adanya suatu kewajiban dalam perjanjian untuk melunasi.17 Permasalahan hutang dalam realita hukum di Indonesia sering mempunyai permasalahan dan susah dalam penyelesaiannya meskipun dari kedua belah pihak sudah beritikad baik. Secara yuridis di Indonesia, penyelesaian kasus wanprestasi bisa diselesaikan dengan cara-cara yang telah diatur oleh hukum perdata. Pada wanprestasi pelunasan hutang piutang, penyelesaian dilakukan dengan cara pihak kreditur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • 1.    Somasi kepada pihak debitur

Somasi adalah surat perintah yang diberikan kepada pihak debitur karena kelalaiannya sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUHP dan berdasarkan kekuatan dari perikatan itu sendiri. Tujuan dari surat somasi adalah sebagai peringatan kepada calon tergugat agar tidak melakukan perbuatannya lagi.

  • 2.    Gugatan parate executie

Apabila surat somasi tidak terpenuhi, maka pihak kreditur dapat mengajukan tuntutan sendiri ke pihak debitur tanpa harus ke pengadilan dengan syarat hutang piutang yang dilakukan adalah dalam skala mikro. Parate executie dilakukan dengan cara langsung melakukan tindakan tanpa menunggu putusan hukum cara ini lebih cepat, biaya lebih ringan, dibandingkan harus melalui alur hukum yang prosenya panjang dan memangkan biaya yang mahal.18

  • 3.    Arbitrase atau Perwasitan

Jika kedua belah pihak tidak dapat diselesaikan dalam gugatan mandiri, kedua belah pihak dapat mendatangkan arbitrator yang dapat menjadi penengah dalam masalah ini dan sebagai orang yang memutuskan solusi dari sengketa yang terjadi. Kreditur dan debitur sepaka untuk menyelesaikan persengketaan melalui wasit atau arbitor. Saat arbitor memutuskan sengketa tersebut, baik kreditur dan debitur harus tunduk pada putusan. Kedati putusan tersebut merugikan atau menguntungkan satu diantara para pihak, keduanya wajib menaatinya.

  • 4.    Gugatan rieele executie

Apabila arbitrase dan gugatan mandiri serta surat somasi tidak bisa memenuhi rasa keadilan dari kedua belah pihak, permasalah wanprestasi dapat diajukan ke pengadilan negeri setempat dengan cara rieele executie dan keputusannya akan ditetapkan oleh hakim. Dimana dalam hal ini pihak yang dirugikan melakukan tuntutannya sendiri secara langsung melalui pengadilan. Yang dimana lumumnya langkah ini diambil saat masalah yang dipersengkeakan cukup besar dan tinggi nilai ekonomisny a, atau anatara pihak debitur dan krediur tidak ada penyelesaian sengketa, meski cara parate executie telah dilakukan.19

Hal-hal diatas merupakan cara yang sangat umum diterapkan tetapi dalam hal ini terdapat suatu cara yang efektif juga yang bisa di terapkan yaitu mengenai mediasi, dimana pengadilan sebegai Pilihan penyelesaian sengketa adalah mediasi. Kemampuan mediasi dalam menyelesaikan permasalahan secara damai antara kedua individu (penggugat dan tergugat) terbukti terjadi secara cepat, tepat, dan efisien..20 Dengan bantuan mediator, mediasi dapat membantu Pengadilan Negeri memeriksa perkara dan mendorong para pihak untuk bertatap muka untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang berlangsung agar cepat selesai. Padauan terkait mediasi tersebut jika akan dipertimbangkan dapat dilihat melalui PERMA 1 Tahun 2016.

Jika pada perkara hutang piutang tersebut ada jaminan barang atau dana dalam jumlah tertentu maka pihak kreditur dapat mengambil jaminan itu secara sah seperti yang disebutkan pada Pasal 1131 KUHPerdata dengan bunyi “Perjanjian pribadi debitur merupakan jaminan atas seluruh harta benda beralih dan tidak beralih debitur yang ada sekarang dan yang akan datang.”. Pasal ini dapat diartikan bahwasannya apabila pihak tergugat mengingkari janji, harta yang dijaminkan dan harta tergugat akan dilelang sesuai dengan gugatan penggugat kepada hakim dan hasil dari barang yang dilelang atau dijual akan dijadikan jaminannya.21

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Jadi berdasarkan riset yang penulis buat maka kesimpulan yang dapat diberikan yaitu sesuai dengan ketentun Pasal 1320 KUHperdata maka syarat sahnya peranjian

tersebutlah yang menjadi tolak ukur untuk membuat suatu perjanjian agar tidak timbul wanprestasi di dalam perjanjian tersebut, dan jikalau timbul wanprestasi tersebut maka sesuai dengan penulisan ini ada beberapa cara yang bisa ditempuh yaitu Memberikan Somasi, Gugatan parate executie, Arbitrase atau Perwasitan, dan Gugatan rieele executie.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hajar, M. (2017). Model – Model Pendekatan Dalam Pendekatan Hukum dan Fiqh. Yogyakarta: Kalimedia.

Sali. (2019). Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. Supramono., G. (2018). Perjanjian Utang Piutang. Jakarta: Kencana.

Jurnal

Adi Widjaja, A.R.B, Bambang Winarmo (2018). Pelaksanaan Eksekusi jaminan Hak Tanggungan Dalam Penyelesaian Kredit Macet di Lembaga Perbankan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(1).

Anwar, S. e. (2019). Laki – Laki Atau Perempuan, Siapa Yang Lebih Cerdas Dalam Proses Belajar ? Sebuah Bukti Pendekatan Analisis Surviva. Jurnal Psikologi, 18(2).

Aprinelita. (2018). Analisis Yuridis Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Putusan Nomor 12/Pdt.G/2019/PN TLK). Journal Universitas Islam Kuantan Singing .

Benuf, K. M. (2020). Metode Penelitan Hukum Sebagai Instrumen Mengurai Permasalahan Hukum Kontemporer. Gema Keadilan E-Jurnal Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 7(1).

Bandem, I. Wayan, Wayan Wisadnya, and Timoteus Mordan.. (2020). Akibat Hukum Perbuatan Wanprestasi dalam Perjanjian Hutang-Piutang. Jurnal Ilmiah Raad Kertha 3.(1).

Juliawan Saputra, S. U. (2015). Perbedaan Wanprestasi Dengan Penipuan Dalam Perjanjian Hutang Piutang. E-Journal Ilmu Hukum, 4(3).

Nanang Suprato. (2018). Perjanjian HUtang Piutang Terhadap Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga. Laporan Penelitian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Putri Anggun Puspasari, Ni Luh Made Mahendrawati, Desak Gde Dwi Arini. (2021). Penerapan Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Hutang Piutang Di Pengadilan Negeri Gianyar. Junral Preferensi 2 (1)

Sodiqin, A. (2021). Ambiguitas Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, 18(1).

Subekti. (1991). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

Sulistia., L. (n.d.). Pembatalan Secara Sepihak Oleh Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Sound System Unilateral Cancellation by the Lessee in Sound System Rental Agreement. Skripsi Universitas Jember.

Suparyana Putra, P. Y. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Apabila Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Hutang Piutang Yang Menggunakan Akta Dibawah Tangan. E-Journal Ilmu Hukumrtha Wicara, 11(2).

Tarigan Jandrias Isnaini Siregar Taufik. (2014) . Tinjauan Yuridis Terhadap Hubungan Hukum Karena Wanprestasi Di Dalam Hutang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.05/Pdt.G/2007/PN.LP). Jurnal hukum

Website

URL  :    https://www.hukumonline.com/klinik/a/jika-bank-mengubah-sepihak-

tenggat-pelunasan-utang-lt5df9353fdd961/ , diakses Rabu 2 Agustus 2023

URL  :     https://www.bola.com/ragam/read/5259211/arti-wanprestasi-beserta-

akibat-dan-gugatannya , diakses Kamis 31 agustus 2023

Peraturan Perundang-Udangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 07 Tahun 2023, hlm. 374-383