URGENSI PEMBUATAN PERJANJIAN PRA-NIKAH SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KEHIDUPAN PERKAWINAN

Hotma Yonatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

E-Mail: hotma.yonatan2320@gmail.com

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum, Universitas Udayana E-Mail: adityapramanaputra@unud.ac.id

DOI: KW.2023.v12.i11.p3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi dari pembuatan perjanjian pra nikah. Dalam membuat Penelitian ini digunakan metodologi penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, yang memiliki arti bahwa jenis penelitian hukum yang didasarkan temuannya terutama dalam aturan hukum. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pentingnya pembuatan perjanjian pra nikah, yang bertujuan guna sebagai upaya preventif apabila dikemudian hari terjadi perceraian dalam kehidupan perkawinan.

Kata Kunci : Perjanjian Pra Nikah, Prevalensi, Suami Istri

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the urgency of making a pre-marital agreement. This study employs a normative research methodology, a type of legal research that bases its findings primarily on the rule of law. The result of the study Given the high prevalence of divorce in Indonesia today, it is crucial to have a prenuptial agreement in place before getting married. Making a prenuptial agreement might reduce issues that would be unfavorable in the event of a future divorce.

Key words : Prenuptial Agreement, Prevalence, Wife Husband.

  • I.   Pendahuluan

    1.1.  Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya, Tuhan Yang Maha Esa (YME) menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, atau dikenal dengan istilah sosial creatures dalam bahasa Inggris. 1 Pada umumnya, manusia telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang bergantung pada manusia lain untuk menjalani kehidupannya sehari-hari, saling membantu, bersosialisasi, berkomunikasi, berkeluarga, dan lain-lain. Istilah "sosial relations" atau "hubungan sosial" mengacu pada komunikasi sehari-hari Hubungan sosial antar masyarakat dapat dilakukan oleh dua orang maupun lebih saling berhubungan dan akan menimbulkan suatu interaksi sosial atau social interaction.2 Selain berhubungan dengan sesama manusia, manusia yang pada hakekatnya tercipta sebagai makhluk sosial membutuhkan keluarga. Dengan adanya keluarga inilah hakekat manusia sebagai dapat terpenuhi karena dapat memberikan ikatan secara lahir batin yang terjadi pada kedua jenis manusia yang tidak sama yaitu laki-laki dan perempuan. Ikatan lahir batin yang terjadi inilah yang dinamakan sebagai

pernikahan ataupun perkawinan. Menurut Undang-Undang Perkawinan yang pada intinya menjelaskan Perkawinan adalah ikatan lahir batin yang dibentuk oleh seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. dari penjelasan tersebut, dapat dipahami sebagai iman antara dua individu di hadapan Tuhan. Perkawinan dapat dipandang sebagai suatu perjanjian yang pada umumnya bertujuan untuk mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan tanggung jawab yang wajib dijunjung tinggi oleh calon suami istri. Tetapi, sebelum berlangsungnya pernikahan kedua belah pihak memiliki sebuah peluang untuk membentuk suatu kontrak baru yang disebut perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan. Walaupun alasan utama perceraian dalam perkawinan adalah ketika salah satu pihak merasa mengalami kerugian, namun banyak orang yang sering mengabaikan perjanjian pranikah. Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tiga peraturan yang mengatur perjanjian pra-nikah di Indonesia.

Seiring berkembangnya waktu, publik figure hingga masyarakat awam sekalipun telah sadar akan pentingnya pembuatan dari perjanjian pra nikah. Sakralnya hubungan perkawinan telah berubah akibat fenomena sosial ini. Sebagian besar orang percaya bahwa dengan membuat perjanjian ini, makna suci pernikahan nantinya bisa saja akan berkurang. Hal tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya perubahan dalam kesakralan di dalam suatu hubungan perkawinan. Calon suami istri memikirkan masa depan dalam mempersiapkan diri apabila dalam perkawinan tersebut terjadi hal yang tidak dingiinkan seperti KDRT, perselingkuhan dan lain-lainnya. Hal inilah dianggap kurang etis dan kurang lazim. Perjanjian pra nikah sendiri umunya mengatur banyak aspek. Harta biasanya merupakan aspek utama dari perjanjian ini. Mengacu keepada pendapat, Soetojo Prawirohamidjojo selaku pakar hukum, perjanjian perkawinan ialah perjanjian yang disepakati oleh calon suami istri sebelum ataupun pada saat perkawinan tersebut berlangsung untuk merumuskan konsekuensi hukum perkawinan terhadap harta kekayaannya.3 Saat menyusun perjanjian, aspek harta memang yang paling menonjol. Biasanya, aspek harta dilanjutkan dengan diskusi tentang siapakah yang akan mengasuh anak hasil dari perkawinan tersebut maupun hal - hal lainnya.

Merujuk kepada Ketentuan Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam pada intinya menjelaskan perkawinan memiliki tujuan dalam mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.4 merujuk penjelasan tersebut, menunjukkan seharusnya tiap-tiap famili hendaknya mencapai kesakinahan juga menciptakan hubungan pernikahan yang langgeng hingga hanya maut yang dapat memisahkan. walaupun demikian, pada kenyataannya, perceraian seringkali merupakan hasil dari sejumlah masalah, termasuk kesewengan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya, praktik memperbanyak istri secara tidak sah melalui poligami yang tidak sehat, kurangnya dukungan finansial untuk istrinya, pengabaian jangka panjang terhadap istri. Bahkan adanya kekerasan dalam rumah tangga / domestic voilence. Selama tidak melanggar hukum atau kesusilaan, calon suami istri biasanya dibebaskan dalam membuat isi perjanjian pranikah. Perjanjian pra-nikah biasa dibuat

baik secara tertulis maupun dalam bentuk akta, baik akta di bawah tangan maupun yang berbentuk akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Sebagaimana amanat Pasal 1875 KUH Perdata, Akta di bawah tangan tetap mempunyai kekuatan hukum pembeuktian yang sempurna jika pihak-pihak bersangkutan mengakui tanda tangan yang ada pada akta tersebut. Lalu Pasal 119 KUHPerdata pada intinya menjelaskan dalam pembuatan perjanjian perkawinan para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk hukum yang akan dipakai. Kedua belah pihak dapat memilih bahwa di dalam perkawinan tersebut ingin terdapat harta yang dimiliki bersama atau tidak.

Dalam pembuatan penelitian ini agar menjadi orisinal, penulis menggunakan beberapa sumber yang digunakan sebagai sumber ataupun acuan, adapun sumber tersebut dari jurnal yang tulis oleh Roos Nelly dengan judul: “Ketentuan Perjanjian Pra Nikah Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia”5 dan juga jurnal yang ditulis oleh Muhammad Hilmi Ajjahidi yang berjudul: “Efektivitas Perjanjian Perkawinan Pra Nikah Dalam Melindungi Suami Istri dan Pandangan Hukum Islam Terhadapnya”.6 Dari kedua jurnal tersebut, persamaan antara penelitian tersebut dengan penelitian penulis terletak pada tema dikaji yaitu mengenai perjanjian perkawinan. Namun sebagai pembedanya dalam penelitian penulis, yaitu penelitian penulis lebih menitikberatkan urgensi dari pembuatan perjanjian perkawinan sebagai upaya melindungi kehidupan perkawinan.

Seiring berkembangnya waktu, perjanjian pra nikah saat ini mengatur semua masalah, termasuk yang berkaitan dengan harta, selama tidak bertentangan dengan moralitas, agama, atau hukum. Berkembangnya fenomena dari pembentukan perjanjian perkawinan itulah yang menjadikan penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian observasi keaksaraan lebih lanjut dengan judul “Urgensi Pembuatan Perjanjian Pra-Nikah Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Terhadap Kehidupan Perkawinan”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berikut hal-hal yang akan diulas pada penelitian ini berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, yaitu:

  • 1.    Bagaimana perjanjian pra-nikah ditinjau dari Undang- Undang Perkawinan dan kompilasi hukum islam?

  • 2.    Bagaiamana urgensi pembuatan perjanjian pra- nikah?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan terkait perjanjian pranikah yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian yaitu:

  • 1.    Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pra-nikah ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan dan kompilasi hukum islam,

  • 2.    Untuk mengetahui urgensi dari pembuatan perjanjian pra- nikah.

  • II.    Metode Penelitian

Dalam Jurnal “Urgensi Pembuatan Perjanjian Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hal Yang Tidak Diinginkan Dalam Kehidupan Perkawinan” menggunakan pendekatan penelitian penelitian normatif. Metode penelitian normatif adalah metode penelitian hukum yang menggunakan asas-asas hukum sebagai landasan penelitian utamanya. Pendekatan penemuan tulisan dimanfaatkan sebagai bahan hukum sekunder dalam penelitian kepustakaan atau library research. Dalam penelitian ini, bahan hukum akan diolah secara logis, dimulai dari permasalahan umum dan berlanjut ke permasalahan khusus, sehingga dapat terbentuk kesimpulan dari proses yang telah dilakukan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Perjanjian pra-nikah ditinjau dari Undang- Undang Perkawinan dan kompilasi hukum islam

    • 3.1.1    Perjanjian Pra-Nikah Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan

Pada Undang-Undang Perkawinan, definisi perkawinan adalah suatu hubungan emosional atau batin seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan yang ingin membangun keluarga bahagia di atas dasar keimanan belandaskan Tuhan Yang Maha Kuasa. Beberapa aspek bisa dirumuskan dalam perkawinan, sebagai berikut:

  • 1)    Aspek religius

Aspek religius dari perkawinan ditafsirkan bahwa perkawinan harus dilandasi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, setiap ikatan pernikahan harus dilaksanakan berdasarkan kepercayaan yang diyakini.

  • 2)    Aspek sosial

Aspek social pada sebuah ikatan ijab nikah ditafsirkan sebagaimana terwujudnya ikatan sepasang laki-laki dan perempuan.

  • 3)    Aspek biologi

Pada sebuah ikatan pernikahan ditafsirkan jika pernikahan memiliki tujuan dalam menciptakan kebahagiaan di dalam keluarganya secara intrinsik dan bermaksud guna meneruskan sebuah genealogi.

  • 4)    Aspek Hukum

Aspek hukum pada sebuah ikatan pernikahan bisa ditafsirkan bahwa suatu pernikahan adalah tindakan hukum, hal ini karena dibentuk suatu perjanjian antara calon suami istri yang menjadikan timbulnya akibat-akibat hukum yang wajib dilaksanakan terhadap mereka yang telah membuat perjanjian tersebut.7

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata “perjanjian” adalah suatu kesiapan juga integritas dalam bertindak, melakukan, maupun menyetujui sesuatu yang telah diputuskan oleh semua pihak secara tertulis atau lisan. Sedangkan, berdasarkan KBBI pra-nikah sendiri bisa diartikan sebagai waktu pra pernikahan atau sebelum berlangsungnya acara pernikahan.8 Selanjutnya, menurut Damanhuri, perjanjian pranikah sendiri hampir sama dengan perjanjian kontrak lainnya. Hal tersebut didasari karena sebuah perjanjian dilaksanakan diantara dua orang yang akan

menjadi suami istri dalam menjaga dan mengelola asetnya masing-masing, biasanya dibentuk sebelum acara pernikahan dimana memerlukan pengeasahan yang dilakukan oleh pegawai pencatatan pernikahan.9

Bercermin pada Burgerlijk Wet Boek (BW), Prenuptial agreement atau Perjanjian Perkawinan merupakan suatu terjemahab dari istilah “Huwelijk sevoorwaarden” pada Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian pranikah adalah “perjanjian yang dibuat sebelum atau selama ikatan perkawinan antara suami istri atau kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan bersama yang bertujuan untuk mengajukan perjanjian secara tertulis dan disahkan oleh seorang pegawai pencatat perkawinan dan notaris.”10 Menurut Ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan, kedua belah pihak dapat melakukan perjanjian perkawinan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.:

  • 1)    Penyerahan perjanjian perkawinan oleh calon suami istri dilakukan sebelum pernikahan dilakukan;

  • 2)    Perjanjian harus disampaikan secara tertulis, pada saat itu pencatat perkawinan akan mengesahkannya dan mencatatnya sebagai akta perkawinan.;

  • 3)    Apabila perjanjian perkawinan telah dibuat bertentangan dengan ketentuan hukum, agama atau kesusilaan, Perjanjian pranikah akan batal secara hukum

  • 4)    Kecuali para pihak yakni calon suami istri telah menyepakati perubahan dan selama perjanjian tersebut tidak merugikan bagi para pihak, perjanjian pranikah tidak dapat diubah selama perkawinan masih berlaku;

  • 5)    Setelah disahkan, perjanjian pranikah juga memiliki akibat hukum terhadap pihak luar atau pihak ketiga;

  • 6)    Saat perkawinan telah dilangsungkan, maka perjanjian pranikah tersebut akan sah dan memiliki kekuatan hukum berlaku 11

  • a.    Perjanjian Perkawinan Ditinjjau Dari Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Mengenai perkawinan, dalam KHI termuat pengaturan yang merumuskan mengenai perkawinan. Terdapat suatu pengertian yang menjelaskan bahwa perkawinan adalah sebuah komitmen yang memiliki tujuan agar menuruti semua aturan dari Allah SWT juga menjalankan aturan itu dianggap melakukan sebuah amalan. Dari pemaparan ini, diketahui bahwa pernikahan dilakukan bukan hanya kesepakatan yang bersifat perdata tetapi juga kesepakatan yang mempunyai suatu entitas agama. Hal ini terjadi karena umat Islam beranggapan bahwa perkawinan adalah suatu peristiwa agama, dan jika perkawinan itu dilakukan maka termasuk dalam ibadah. Dalam pelaksanaannya, suami istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing, dan tujuan perkawinan adalah untuk menanti rahmat Allah SWT.

Perjanjian pranikah tersebut diatur dalam Bab VII Pasal 45 sampai dengan Pasal 52 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam (KHI), “pengantin dapat membuat perjanjian pranikah berupa ta’lik atau perjanjian lain sepanjang perjanjian yang akan dibuat tidak melanggar atau bertentangan dengan hukum Islam.” Ketentuan Pasal 45 KHI jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan, karena UU Perkawinan menyatakan bahwa ta’lik cerai bukan bagian dari perjanjian pranikah, padahal Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan ta’lik talak ialah salah satu perjanjian pra nikah yang akan dibuat kemudian dapat juga dalam bentuk perjanjian lain dengan cacatan bahwa seluruh perjnajian yang dibuat selaras dengan Syariat Islam yang berlaku.12 Berkaca pada uraian tersbut, maka disimpulkan perjanjian perkawinan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) memang meliputi aset yang didapat saat pernikahan terjalin tetapi tidak hanya sebatas itu, bisa juga mencantumkan harta pribadi atau bisa dikatakan harta yang dibawa secara pribadi pada waktu perkawinan tersebut dilangsungkan.13

Merujuk Pasal 49 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI), ulama telah menyepakati sejumlah tata cara yang wajib dan harus diikuti jika ingin membuat perjanjian pranikah, adapun syaratnya sebagai berikut:

  • 1)    Pemenuhan tanggung jawab pasangan suami istri akibat pernikahan adalah syarat-syarat serikat perkawinan;

  • 2)    syaratnya para pihak dilarang melakukan perbuatan yang secara tegas dilarang atau bertentangan dengan dasar perkawinan itu sendiri;

  • 3)    Tidak diperkenankan menyalahgunakan kewajiban pernikahan.

Pada intinya, mengenai ketentuan - ketentuan perjanjian pranikah, para ahli ulama berpendapat dan menjelaskan bahwa semua perjanjian dilarang melanggar terhadap ketentuan syariat islam ataupun dasar-dasar pernikahan apabila ingin dibuat dapat ditegakkan berdasarkan hukum Islam. Apabila perjanjian pranikah tersebut dinyatakan melanggar syariat Islam, akad nikah tetap akan dianggap sah dan religius sekalipun perjanjian pranikah tersebut nantinya akan dianggap batal dan tidak ada akibat hukum yang mengikat para pihak.14

  • b.    Tata Cara Pembuatan Perjanjian Pra Nikah

Umumnya, banyak calon pasangan yang masih tidak menyadari jika mereka dapat membentuk dan menandatangani perjanjian pranikah saat atau sebelum upacara pernikahan mereka. Sementara, Perjanjian pranikah dapat berdampak signifikan pada berapa lama pernikahan akan bertahan. Kondisi ini dikarenakan karena perjanjian pranikah memiliki peran yang penting dalam menjaga dan mengatur hak dan kewajiban suami istri selama perkawinan serta konsekuensi hukum yang akan terjadi jika perkawinan mereka berakhir dengan perceraian atau kematian salah satu pihak.15

Pada saat membuat perjanjian pranikah, Kepala Kantor Urusan Agama atau pejabat publik lain yang diberi mandat secara sah harus diberitahu tentang syarat-syarat perjanjian pranikah tersebut, yang harus dibuat secara tertulis.16 Calon suami istri harus mengikuti dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan perjanjian pranikah saat menyusun perjanjian pranikah, yaitu berupa Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Pada proses pembuatan perjanjian pra nikah, terdapat sejumlah kaidah yang wajib diikuti dan ditaati, yaitu :

  • 1.    Apabila calon suami istri ingin membentuk perjanjian pranikah tetapi perjanjian pranikah tidak sesuai dengan aturan dan hukum pada undang -undang yang berlaku, maka pencatat nikah atau pejabat yang bertugas tidak dapat mengesahkan perjanjian pranikah tersebut;

  • 2.    Calon suami istri dapat menyepakati beberapa hal yang harus disepakati di antara mereka dalam suatu perjanjian pranikah, antara lain mengenai harta warisan, harta nafkah, anak, harta peninggalan atau harta warisan, dan pengaturan lain yang disepakati kedua belah pihak. Perjanjian pranikah dapat dibuat sebelum atau selama pernikahan. ;

  • 3.    Perjanjian pranikah harus disahkan oleh pencatat perkawinan apabila perumusan mengenai isinya telah dibuat secara tertulis atas persetujuan bersama. Hal ini disebabkan karena jika perjanjian pranikah tidak disahkan, perjanjian tersebut kehilangan kemampuannya untuk mengikat secara hukum. ;

  • 4.    Perjanjian pranikah menjadi mengikat secara hukum dan tunduk pada akibat hukum yang setelah disetujui. Perjanjian pranikah tidak dapat diubah semudah membalikkan telapak tangan, tetapi boleh diubah jika ada kesepakatan dari para pihak untuk melakukannya dan selama pengubahan perjanjian pranikah tersebut tidak merugikan pihak manapun.17

  • 3.2 Urgensi Pembuatan Perjanjian Perkawinan

Pernikahan merupakan komitmen yang diucapkan antara laki-laki dan perempuan yang mengungkapkan hubungan di antara dua orang. Setiap agama memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sakral. Ketika seorang suami dan seorang wanita melangsungkan sebuah pernikahan, mereka membuat komitmen suci untuk setia dan abadi sampai mati, kecuali kematian yang memisahkan mereka, pernikahan dianggap suci. Pasangan suami istri dianggap telah berjanji dihadapan Tuhannya untuk setia sampai mati dengan mengucapkan janji suci tersebut.

Tetapi, berdasarkan kehidupan nyata tidak demikian. Pernikahan tidak selalu bahagia atau berjalan mudah, dan banyak permasalahan keluarga di Indonesia terkadang mengalami kesulitan yang signifikan. Pernikahan sesungguhnya merupakan proses meleburnya dua individu yang memiliki ciri, karakter, dan pola pikir yang berlainan satu sama lain, sehingga masalah yang muncul saat menikah tidak dapat dihindari.18 Umumnya berbagai permesalahan yang mencuat semacam kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kurang tercukupinya penghasilan, dan

terjadinya berbagai kesalah pahaman diantara suami istri. Penyebab utama perceraian adalah permasalahan- permasalahan yang sering terjadi. Banyak keluarga memutuskan untuk bercerai untuk menyelesaikan konflik interpersonal mereka.

Mengingat pernikahan adalah suatu hal yang suci dimana masing-masing pasangan telah bersumpah di hadapan Tuhan untuk setia sampai mati pasangannya, maka perceraian bukanlah sesuatu yang diinginkan dalam sebuah pernikahan. Namun, pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk bercerai karena banyaknya isu yang terus bermunculan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Terjadinya kenaikan fluktuatif terhadap tingkat perceraian di Indonesia. Selanjutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menerangkan jika perceraian di Indonesia disebabkan berbagai macam alasan, seperti:

  • 1.    Alasan perekonomian;

  • 2.    Perselihan, pertengkaran, kesalahpahaman yang terjadi terus- menerus;

  • 3.    Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga (KDRT);

  • 4.    Salah satu pihak yang pergi tanpa alasan; Poligami;

  • 5.    Dihukum di penjara;

  • 6.    Judi;

  • 7.    Candu Alkohol atau mabuk -mabukan.

Mengacu Mengacu kepada informasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mendeskripsikan bahwa pada tahun 2017 kuantitas kasus perceraian di Indonesia terdapat bsebanyak 374.516 kasus, Lalu di tahun 2018 terekam ada 408.202 kasus, kemudian pada tahun 2019 tercatat 439.002 kasus, lalu di tahun 2020 juga tercatat 291.677 kasus, dan juga di tahun 2021 ada sebanyak 447.743 kasus perceraian yang tercatat di Indonesia. Perceraian di Indonesia meningkat dari tahun 2017 hingga tahun 2019 lalu dapat dilihat menurun tahun 2020. Namun, cenderung kembali naik di tahun 2021 sampai terjadipada puncaknya di tahun 2022 perceraian di Indonesia hingga 516.334 kasus.19 Pada Provinsi Jawa Barat menduduki tingakatn tertinggi dengan kasus perceraian terbanyak pada tahun 2021 yang lalu diaman total kasus perceraian yang terlaksana adalah sebanyak 98.088 kasus, lalu disusul oleh urutan kedua dimana Provinsi Jawa Timur jumlah kasus sebanyak 88.235 kasus dan kemudian disusul dengan urutan ketiga yaitu Provinsi Jawa Tengah dimana pada provinsi ini didaoat kasus sebanyak 75.509 kasus. Berkaca melalui informasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Adanya konflik, perselisihan, atau pertengkaran yang berkelanjutan akan menjadi penyebab utama perceraian pada tahun 2021. Selain itu, pelecehan dalam perkawinan, poligami, dan faktor ekonomi semuanya dapat menjadi faktor penyebab dalam proses perceraian. Hal - hal yang sudah disebutkan tentu tidak bisa menjadi kebanggan atau tidak bisa dibanggakan oleh Indonesia. Tingginya angka perceraian di Indonesia menjadi pertanda bahwa banyak rumah tangga disana yang tidak harmonis yang berujung pada perceraian. Dengan terjadinya perceraian ini, banyak juga anak-anak yang mengalami perselisihan

antara orang tuanya, menjadikan mereka anak-anak broken home yang tentunya kurang menerima cinta dari orang tuanya.20

Semakin banyaknya kasus perceraian di Indonesia, penting bagi masyarakat untuk menyadari perlunya membuat perjanjian pranikah sebelum menikah. Perjanjian pranikah pada hakikatnya merupakan suatu perjanjian yang dibentuk melalui persetujuan kedua belah pihak untuk menikah. Perjanjian pranikah ini biasanya membahas masalah termasuk properti yang akan dibawa ke dalam pernikahan, properti yang akan diperoleh selama pernikahan, dan mungkin juga mencakup kesepakatan tentang bagaimana keluarga akan berjalar dalam kehidupan rumah tangganya.

Perjanjian pranikah merupakan topik yang sensitif untuk dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat umum percaya bahwa membahas perjanjian pranikah sangat tidak etis. Hal ini dikarenakan peran perjanjian pranikah dalam mempersiapkan potensi perceraian di kemudian hari. Karena pernikahan belum dilangsungkan tetapi sudah ada pembicaraan tentang perceraian, hal itu dianggap tidak etis. Hal ini menjelaskan mengapa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum paham atau enggan membuat perjanjian pranikah. Jika dikaji lebih lanjut, ditemukan sejumlah tujuan penyebab yang menjadikan perjanjian perkawinan berperan sebagai hal yang fundamental pada kehidupan perkawinan, antara lain:

  • 1.    Jika aset salah satu pihak (suami / istri) lebih berharga atau lebih banyak daripada aset pihak lainnya;

  • 2.    Jika kedua belah pihak yaitu suami dan istri memiliki kekayaan yang besarnya signifikan dan membawanya ke dalam pernikahan;

  • 3.    Jika suami istri atau kedua pihak mempunyai bisnis masing - masing, maka bila salah satu ada yang bangkrut, pihjak lainnya tidak akan terkena kepailitan;

  • 4.    Jika ada hutang dari sebelum perkawinan, masing-masing pihak tetap bertanggung jawab untuk membayar hutang masing - masing.21

  • 5.    Menjaga semua harta kekayaan yang diperoleh sebelum perkawinan;

  • 6.    Membuat suatu pencegahan akan adanya imbas yang dapat terjadi jika berlangsungnya perlakuan perselingkuhan;

  • 7.    Menyediakan sebuah agunan kepemilikan aset;

  • 8.    Menyediakan perlindungan akan keadaan finansial jika pada saat terdapat sebuah perceraian22

Perjanjian pranikah yang sudah disahkan oleh pencatat perkawinan dapat dilaksanakan dan mengikat terhadap para pihak yang bersangkutan sebagai hukum (pacta sunt servanda). Perjanjian pranikah ini pasti akan memiliki konsekuensi hukum yang sama dengan perjanjian lainnya. Akibat hukum dari perjanjian pranikah ini dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya berupa masalah hubungan suami istri, hubungan orang tua dan anak, dan masalah yang paling serius jika terjadi perpisahan adalah masalah harta masing-masing pihak.

Oleh karena itu, pihak yang merasa penggugat dapat memperjuangkan haknya di pengadilan dengan permintaan dipenuhinya perjanjian atau gugatan yang dimaksudkan untuk mendapat ganti rugi jika salah satu pihak tidak memperdulikan dan membebani pihak lainnya. Aturan tersebut tidak hanya terdapat dalam hukum positif, tetapi juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang memuat undang-undang tentang akibat hukum dari perjanjian pranikah. Mengacu ketentuan Pasal 51 Kompilasi Hukum Islam menguraikan apabila pihak perempuan memiliki pilihan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama atau meminta agar perkawinan tersebut dinyatakan batal demi hukum karena melanggar perjanjian pranikah. Sedangkan mengenai tuntutan ganti rugi, apabila perjanjian pranikah inkar janji seluruhnya, dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri untuk menuntut kerugian akibat tidak dilaksanakan atau dipenuhinya perjanjian tersebut.23

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Sebelum suatu perkawinan dilakukan, Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) termasuk salah satu hal yang penting untuk dibuat, akan tetapi masih banyak masyarakat awam tidak mengetahui serta tidak mengerti pentingnya menyepakati perjanjian perkawinan sebelum pernikahan. Perjanjian perkawinan sebetulnya telah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Perkawinan (UUP) dan Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, perjanjian pranikah adalah “perjanjian yang dirumuskan sebelum atau selama ikatan perkawinan antara suami istri yang didasarkan persetujuan bersama yang bertujuan untuk mengajukan perjanjian secara tertulis dan disahkan oleh seorang pegawai pencatat perkawinan dan notaris. perjanjian pra nikah juga telah diatur pada Kompilasi Hukum Islam, dalam Bab VII Pasal 45 sampai dengan Pasal 52 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Menurut Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam (KHI), “pengantin dapat membuat perjanjian pranikah berupa ta’lik atau perjanjian lain sepanjang perjanjian yang akan disepakati tidak kontradiktif dengan hukum Islam.” Tingkat perceraian yang masih sangat tinggi di Indonesia membuat Perjanjian pra nikah menjadi suatu hal yang penting untuk dibuat. Adanya angka perceraian yang sangat tinggi di Indonesia, diharapkan masyarakat semakin sadar akan perlunya membuat perjanjian pranikah sebelum menikah. Ini karena perjanjian pranikah berfungsi untuk mempersiapkan kemungkinan perceraian di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Djaja, Benny. Perjanjian Kawin : Sebelum, Saat dan Sepanjang Perkawinan.Depok :PT.Raja Grafindo Persada. 2020.

Kenedi, John. Analisis Fugsi dan Manfaat Perjanjian Perkawinan. Yogyakarta : Samudra Biru, 2018

Nurlaelawati, Eus. Hukum Keluarga di Indonesia. Jakarta : Magnum Pustaka Utama, 2020.

Sembiring, Rosnidar. Hukum Keluarga : Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan.Depok : PT. Raja Grafindo Persada, 2019.

Jurnal

Assidik, Ahmad. ”Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Prenuptial Agreement Atau Perjanjian Pra Nikah.” Qadauna Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam 1, No.1 (2019).

Hadiono,Abdi,Fauji. “Pernikahan Dini Dalam Perspektif Psikologi Komunikasi.” Jurnal Darussalam; Jurnal Pendidikan, Komunikasi Dan Pemikiran Hukum Islam 9 (2018).

Hilmi, Muhammad. ”Efektivitas Perjanjian Perkawinan Pra Nikah Dalam Melindungi Suami Istri dan Pandangan Hukum Islam Terhadapnya.” Samawa: Jurnal Hukum Keluarga Islam 3, No.1 (2023).

Ngizzul, Muhammad, Miftah Rosadi. ”Perlindungan Perempuan Melalui Perjanjian Pra Nikah (Respon Terhadap Isu Hukum dan Gender).” Al-Maiyyah Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan 13, No. 1 (2020).

Nurillah, Nuyun, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pra Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia.” Jurnal Ilmah Wahana Pendidikan 9, No.2 (2023).

Oscar, Frederich., Hendrick Lusikoy, Jonathan Octavianus. “Pandangan Gerejea di Indonesia Terhadap Perjanjian Pra-Nikah”, Jurnal Teologi Kristen 1, No.1 (2019).

Roos, Nelly. “Ketentuan Perjanjian Pra Nikah Dalam Hukum Perkawinan Di

Indonesia.” Wahana Inovasi 7, No.2 (2018).

Suryati, Arif Awaludin, Bing Waluyo. ”Perlindungan Hukum Atas Harta Perkawinan Melalui Akta Perjanjian Kawin.” Cakrawala Hukum 25, No.1 (2023).

Tamengkel, Filma. ”Dampak Yuridis Perjanjian Pra Nikah (Prenuptial Agreement) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Lex Privatum 3, No.1 (2015).

Yusuf, Yasin. “Perjanjian Perkawinan Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Bahagia.” Al-Ahwal 10, No.2 (2017).

Perundang-undangan

Kompilasi Hukum Islam

Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Skripsi

Daviq, Ahmad. “Perjanjian Pranikah dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Perspektif Hukum Nasional .” Tugas akhir tidak diterbitkan. (2017)

Iskandar,Yusuf. “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pra Nikah Dalam Hukum Perdata di Indonesia.” Tugas akhir tidak diterbitkan. (2019)

Website

Cindy Mutia Annur.” Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi dalam Enam Tahun Terakhir.” Diakses pada tanggal 26 Maret 2023 https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/01/kasus-perceraian-di-indonesia-melonjak-lagi-pada-2022-tertinggi-dalam-enam-tahun-terakhir

Detiklife.com.“ 2 Contoh Surat Perjanjian Pra nikah, dan Rujuk.”diakses tanggal 26 Maret 2023. https://detiklife.com/2015/01/21/2-contoh-surat-perjanjian-pra-nikah-dan-rujuk/

Farid Al Qausaar.“Urgensi Perjanjian Pranikah” diakses pada 26 Maret 2023 https://kumparan.com/farid-al-qausar/urgensi-perjanjian-pranikah1zHccFr1Jrm/full

JurnalHukum.com.“Perjanjian Perkawinan. ” di akses tanggal 26 Maret 2023

www.jurnalhukum.com/perjanjiankawin(huwdlijksevoorwaarden).

Justika.com,”Perjanjian Pranikah, Syarat dan Cara membuatnya” diakses pada 23 Maret 2023. https://www.hukumonline.com/klinik/a/perjanjian-pranikah--syarat-dan-cara-membuatnya-lt61fb916b86ddb.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Unpas. “ BAB II : Perjanjian Pra nikah dalam Undang-Undang Perkawinan.” diakses pada 26 Maret 2023. http://repository.unpas.ac.id/55455/3/G.BAB%20II.pdf

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 11 Tahun 2023, hlm. 563-274