BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH ANAK YANG MENJADI PECANDU NARKOTIKA

Gede Narendra Harry Pramudya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: gedenaren@gmail.com

I Dewa Gede Dana Sugama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dewasugamafhunud@gmail.com

DOI: KW.2023.v12.i05.p2

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan utama adalah memberikan pengetahuan bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana oleh anak yang menjadi pecandu narkotika. Metode yuridis normatif serta pendekatan perundang-undangan berupa buku buku hukum adalah metode penelitian yang dipakai dalam riset ini. Hasil penelitian memperlihatkan anak yang menjadi pecandu narkotika dihukum pidana penjara dan rehabilitasi sesuai dengan UU No.35/2009 Tentang Narkotika dan menggunakan UU No.11/2012 Tentang SPPA. Dalam menjatuhkan putusannya hakim wajib melindungi hak-hak anak serta mempertimbangkan masa depan anak tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkotika terdiri dari 3 faktor yaitu pribadi, lingkungan dan delik narkotika lainnya.

Kata Kunci : Anak, Narkotika, Pertanggungjawaban Pidana.

ABSTRACT

Primary purpose on this investigation is providing knowledge on how to form criminal liability by children who become narcotics addicts. The normative juridical method and the statutory approach in the form of law books are the research methods used to support this study. The results showed that children who become narcotics addicts supposed to be given punishment in the form of imprisonment and rehabilitation in accordance with Law No.35/2009 about Narcotics and using Law No.11/2012 about SPPA. In making its decision, the judge must protect the child’s right and consider the child’s future. Factors that makes children becoming drug hooked consist of 3 factors, namely individual factors, the environment and other narcotics crimes.

Keywords: Children, Narcotics, Criminal Liability.

  • I.   Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkotika terbilang persoalan rumit serta masih terus berusaha diberantas oleh Pemerintah Indonesia. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan data bahwa pengguna narkotika di Indonesia mengalami kenaikan 0,15 % pada tahun 2021 jadi 1,95 % atau 3,66 juta jiwa.1Kenaikan jumlah pemakai narkotika tersebut

tentunya akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat, tidak hanya merugikan penggunanya tetapi juga akan merusak masa depan bangsa Indonesia. Golongan yang paling rawan terjerumus untuk menggunakan narkotika adalah usia anak.

Saat seseorang menginjak usia anak, rasa ingin tahu untuk mencoba hal baru sangat tinggi. Anak cenderung mudah terbujuk, sehingga akan mengikuti apapun perkataan orang lain salah satunya yaitu ajakan untuk mencoba narkotika. Usia antara 12 hingga 15 tahun

adalah usia paling banyak ketika anak pertama kali mencoba narkotika.2 Ketika anak sudah mencoba narkotika pertama kali, anak akan ketagihan dan sulit lepas. Dengan demikian, anak akan menggunakan narkotika secara terus menerus dan terjerumus ke dalam narkotika.

Peristiwa anak yang menyalahgunakan narkotika bagaikan fenomena gunung es, karena data yang tercatat di lapangan hanyalah atasnya atau yang terlihat saja, padahal tak diketahui pada bagian bawahnya seberapa besar anak jadi pecandu ataupun calon pecandu narkotika. Terlebih lagi, mereka bandar narkotika semakin cerdik menyebarluaskan narkotika.3 Meskipun masih tergolong dalam usia anak, tetapi apabila anak tertangkap dan terbukti sebagai pecandu narkotika, maka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam hukum Indonesia, kejahatan penyalahgunaan narkotika termasuk dalam ranah pidana, sehingga bentuk pertanggungjawabannya juga secara pidana.

Pertanggungjawaban pidana atau lebih dikenal dengan sanksi pidana adalah suatu upaya untuk memulihkan perbuatan dari pelaksana kejahatan itu.4 Pertanggungjawaban pidana antara anak dengan orang dewasa sifatnya berbeda. Tetapi tujuan yang ingin dicapai tidak berbeda yaitu keadilan. Penjatuhan bentuk pertanggungjawaban pidana yang diberikan pada anak wajib mempertimbangkan kesejahteraan serta masa depan anak, tidak boleh mengabaikan hak-hak anak. Pada saat hakim akan menjatuhkan hukuman, hakim wajib meninjau kedewasaan emosional, intelektual dan mental anak, serta yang terpenting menjauhkan anak dari putusan hakim yang menyebabkan anak tersiksa lahir dan bathin, dan menghindarkan anak dari dendam dalam dirinya.5

Dalam UU No.35/2009 Tentang Narkotika tak mengecualikan anak yang menjadi pecandu narkotika, tetapi terdapat beberapa putusan hakim tentang pertanggungjawaban pidana apa yang dijatuhkan terhadap pelaku dan seberapa beratkah hukuman yang akan dikenakan wajib memperhitungkan kondisi sosial tentang kenyataan pelaku anak itu. Ketika anak berbuat suatu perbuatan pidana, mereka tak pernah memperoleh peluang untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian, sehingga akibat yang ditimbulkan tanpa disadari akan mengakibatkan kerugian bagi keluarga, lingkungan sekitarnya dan masyarakat.6

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka tulisan ini akan mengulas lebih dalam tentang “BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH ANAK YANG MENJADI PECANDU NARKOTIKA”. Perihal State of art, penelitian ini memiliki kesaman topik dengan beberapa studi sebelumnya, namun fokus kajianya yang berbeda. Penelitian ini menekankan faktor penyebab anak menjadi pecandu narkotika serta pertanggungjawaban pidana kepada anak yang menjadi pecandu narkotika. Studi terdahulu yang di lakukan oleh Samsul Arifin, studi yang berjudul “PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA” lebih menekankan mekanisme dan pertanggungjawaban pidana, akibat hukum, serta untuk melindungi dan meminimalisir keterlibatan anak sebagai kurir narkotika.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, penulis menentukan dua permasalahan pokok yang akan di kaji dalam tulisan ini :

  • 1.    Apakah faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkotika?

  • 2.    Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana oleh anak yang menjadi pecandu narkotika?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1.    Memberikan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkotika.

  • 2.    Memberikan pengetahuan mengenai bentuk pertanggungjawaban pidana oleh anak yang menjadi pecandu narkotika.

  • II.    Metode Penelitian

Pada penulisan ini menggunakan Metode penelitian hukum normatif. Adapun pendekatan yang digunakan pada Penulisan ini menggunakan 2 jenis pendekatan yakni pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum dalam artikel ini keseluruhanya bersumber dari bahan kepustakaan yakni bahan hukum primier (peraturan perundangan-undangan) dan bahan hukum sekunder (buku-buku hukum, kamus hukum, serta jurnal tentang hukum). Data di kumpulkan menggunakan studi kepustakaan dan dianalisa secara kualitatif.7

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak Menjadi Pecandu Narkotika

Anak menjadi pecandu narkotika dapat terjadi karena beberapa faktor. Menurut Dwi Yanny L, beberapa faktor tersebut dikelompokkan menjadi 3 hal yakni faktor individunya, faktor lingkungannya serta delik lainnya pada narkotika.8 A. Secara Pribadi

  • •    Memiliki gangguan terhadap kepribadian yang terdiri atas gangguan cara berpikir, emosi, kehendak serta perilaku.

Dalam hal ini, anak menjadi pecandu narkotika karena sulit untuk mengendalikan diri atas pikiran serta perbuatannya. Apapun yang dilakukannya dianggap benar, asalkan mempunyai alasan yang jelas seperti menyalahgunakan narkotika.

  • •    Faktor usia.

Usia anak merupakan usia yang paling rawan, karena selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, tidak memahami akibat perbuatan yang dilakukan serta penalarannya terhadap suatu hal cenderung kurang baik. Oleh karena itu, anak mudah terjebak dalam kenakalan seperti mencoba dan kemudian menjadi pecandu narkotika.

  • •    Tingkat religi yang rendah.

Anak yang lahir dan dibesarkan pada keluarga yang religinya rendah, cenderung memiliki kecerdasan spiritual yang rendah. Akibatnya adalah anak menjadi tidak tahu mana hal boleh dan tidak boleh dilakukan. Dengan demikian anak bisa mencoba dan kemudian menjadi pecandu narkotika, tanpa mereka ketahui bahwa perbuatan tersebut tergolong dosa atau dilarang agamanya.

  • B.    Faktor Lingkungan

Lingkungan sekitar tempat anak tinggal memberikan pengaruh yang besar sebagai faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkotika. Lingkungan

sekitar tersebut meliputi keluarganya, teman pergaulan serta kondisi penduduk biasanya.

  • •    Faktor keluarga.

Sejatinya keluarga adalah tempat pertama anak mendapatkan pendidikan sebelum sekolah. Dari keluarga anak bisa belajar menjadi pribadi yang berkarakter baik dan memiliki iman yang kuat. Apabila dari keluarga itu sendiri tidak dapat membimbing anak dengan baik, maka tidak mungkin anak menjadi tidak mempunyai pondasi dalam dirinya. Sehingga anak akan dengan mudah terjebak ke dalam hal-hal kurang baik seperti mencoba dan menjadi pecandu narkotika.

  • •    Faktor Teman Pergaulan

Usia anak adalah usia yang sedang senang bermain bersama teman-temannya. Dalam hubungan pertemanan tersebut, memberikan dampak besar bagi kehidupan anak. Dari pertemanan tersebut juga ikut membentuk karakter anak. Tidak jarang terdapat teman yang memberikan pengaruh buruk bagi anak itu sendiri, namun karena takut ditinggalkan oleh temannya anak menjadi mengikuti hal buruk tersebut seperti mencoba dan menjadi pecandu narkotika, karena apabila tidak mau mencoba anak akan dijauhi temannya.

  • •    Faktor Kondisi Masyarakat.

Saat ini dunia sedang memasuki era globalisasi, sehingga memudahkan berbagai macam budaya berpindah dari satu negara ke negara lainnya. Perkembangan teknologi dan informasi yang juga tak kalah pesat berkembangnya. Dengan demikian maka, budaya yang kurang cocok dengan budaya Indonesia menjadi sulit untuk disaring. Seorang anak yang imannya tidak kuat, cenderung mudah mengikuti hal-hal yang kurang baik. Terlebih lagi sekarang, narkotika sangat mudah unntuk didapatkan. Awalnya anak hanya mencoba tetapi seiring berjalannya waktu menjadi pecandu narkotika.

  • C.    Delik Lainnya Pada Narkotika.

Dani Krisanty berpendapat, penyalahgunaan narkotika ada disebabkan adanya tindak pidana narkotika pada bidang lainnya. 9

  • •    Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Produksi Narkotika

Pada pasal 88 UU No.35/2009 Tentang Narkotika menjelaskan tentang penyalahgunaan narkotika, tak saja perlakuan tiada hak dan melawan hukum memproduksi saja yang diatur di dalamnya, tetapi juga tindakan yang mirip yaitu merakit, mengektrasi, mengolah dan mempersiapkan narkotika untuk golongan apa saja secara tiada hak dan melawan hukum.

  • •    Delik yang Berhubungan dengan penjualan-pembelian Narkotika

Jual-beli narkotika tak saja pada arti kecil, tetapi pada skala luas seperti penjualan narkotika secara nasional maupun internasional serta pertukaran narkotika tanpa hak dan melawan hukum.

  • •    Delik yang Berhubungan dengan Penguasaan Narkotika

Pada delik tersebut, penguasaan terhadap narkotika golongan I, II dan III dibedakan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang yang telah ditetapkan.10

Selain faktor-faktor yang telah dijelaskan tersebut, berikut ini adalah faktor-faktor lain yang juga menyebakan anak menjadi pecandu narkotika:

Dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

  • 1.    Ingin Mengalami (the experience seekers), yaitu anak-anak yang ingin mendapatkan suka-duka terkini yang dramatis bahwa narkotika bisa membuat sensasi yang bisa ditemukan dalam koran, film atau teman. Anak menginginkan merasakan efek-efek narkotika seperti: menghilangkan kesulitan hidup yang dirasakan dengan tujuan agar orang tuanya mengetahui apa yang anak alami sehingga akan memberikan perhatian lebih. Selain itu, anak juga ingin memperlihatkan rasa setia kawan dan keingintahuan untuk mencoba sesuatu yang baru.

  • 2.    Menghindari Realitas/Kenyataan (the oblivion seekers), yakni anak-anak yang gagal di kenyataan hidupnya, merasa dirinya akan selalu tertekan dengan kenyataan yang terjadi di hidupnya, mencari pelampiasan dalam dunia imajinasi seperti mencoba dan menjadi pecandu narkotika.

Alasan lainnya penggunaan narkotika berkaitan dengan hal tersebut adalah:

  • a.    Bertujuan menghapus rasa sepi yang dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman emosional.

  • b.    Bertujuan mengisi kebosanan karena sibuknya aktivitas dan kekosongan waktu.

  • c.    Bertujuan menghapus rasa kecewa, gelisah dan kesulitan yang susah dibasmi.

  • 3.    Yang Ingin Mengubah Kepribadian (personality change), yaitu anak-anak yang tidak percaya diri dengan dirinya, merasa tidak cukup dan takut untuk berhubungan dengan orang lain terutama lawan jenis. Oleh karena itu, mereka menjadikan narkotika sebagai alat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Alasan lainnya adalah:

  • a.    Mempermudah mereka dalam melakukan tindakan yang berbahaya seperyi berkelahi, mengebut di jalan raya, dll.

  • b.    Mempermudah melakukan hubungan sexual.

  • c.    Menemukan arti kehidupan.

Beberapa faktor lainnya yang juga menyebabkan anak-anak menjadi pecandu narkotika adalah :

  • a.    Orang tua sangat sibuk, sehingga tak ada waktu untukn memperhatikan anaknya.

  • b.    Anak-anak yang mengalami broken homes, sehingga kehilangan bimbingan dari orang tua dan menjadikan mereka mudah terjerumus ke dalam lembah hitam narkotika.

  • c.    Adanya perubahan sosial dan gaya hidup yang mendadak berlebihan, dalam hal ini adalah segala sesuatu yang dibutuhkan anak sudah dimiliki sehingga memudahkan akses mereka untuk mendapatkan narkotika.

  • d.    Kesulitan dalam memahami suatu pelajaran di sekolah.

  • e.    Mobilitas yang tinggi membuat anak menjadi senang dengan hal baru, mereka pun jadi dengan mudah berinteraksi dengan orang-orang baru.

  • f.    Informasi yang tidak tepat dan berlebihan.11

  • 3.2 Bentuk Pertanggungjawaban Pidana Oleh Anak Yang Menjadi Pecandu Narkotika

Dalam bahasa inggris pertanggungjawaban pidana dikenal dengan istilah criminal liability atau responsibility. Pada dasarnya filosofi dari pertanggungjawaban

pidana tak hanya berkaitan dengan hukum saja, tetapi juga dengan kadar akhlak atau budi pekerti yang dipercaya orang dengan tujuan mencapai keadilan.12 Menurut Roeslan Saleh pertanggungjawaban pidana berarti dilanjutkannya cemooh objektif dalam perbuatan pidana serta dengan cara subjektif terpenuhinya syarat agar bisa dipidana akibat perbuatannya tersebut.13 Pertanggungjawaban pidana tak bisa lepas dari adanya suatu tindak pidana, karena tindak pidana akan berarti jika ada pertanggungjawaban pidana di dalamnya.

Penyalahgunaan narkotika yakni salah satu jenis kejahatan yang wajib mendapatkan pertanggungjawaban pidana oleh pelakunya. Usaha yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan mengeluarkan UU No.35/2009 Tentang Narkotika yang menggantikan UU No.22/1997. Dalam UU tersebut telah diatur mengenai pembaharuan pertanggungjawaban pidana yang lebih sesuai dengan situasi kehidupan saat ini, sehingga UU yang lama telah dihapus. Meskipun pertanggungjawaban pidana yang diatur bersifat sama yaitu sebagai hukuman, namun antara orang dewasa dan anak hukumannya berbeda.

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika tertuang di   Pasal    127 UU

No.35/2009 Tentang Narkotika:

  • 1.    Masing-masing pengguna:

  • a.    Dipidanakan penjara terlama yaitu 4 tahun bisa dikenakan untuk dirinya sendiri bagi penyalahguna narkotika golongan I.

  • b.    Dipidanakan penjara terlama yaitu 2 tahun dapat dijatuhkan untuk penyalahguna narkotika golongan II bagi dirinya sendiri.

  • 2.    Dipidanakan penjara terlama 1 tahun dapat dijatuhkan untuk penyalahguna narkotika golongan III bagi dirinya sendiri

  • 3.    Ketika memutuskan permasalahan seperti dalam ayat (1), hakim harus mencermati akidah seperti tertuang dalam Pasal 54, 55 dan 103.

  • 4.    Mengenai penyalahguna seperti dalam ayat (1) bisa dipastikan ataupun pasti korban penyalahguna narkotika, mereka diwajibkan mendapatkan rehabilitasi medis serta sosial.

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut, maka meskipun masih dalam usia anak tetapi anak tersebut tetap bisa dipidana sesuai ketentuan pada UU Narkotika. Namun, karena masih dalam usia anak maka memakai UU No.11/2012 Tentang SPPA dan berkasnya harus dipisahkan.14

UU No.11/2012 Tentang SPPA diatur mengenai pertanggungjawaban pidana narkotika untuk anak belum cukup umur yang bermasalah dengan hukum yakni anak berumur di bawah 12 tahun tak bisa dipidanakan, di bawah 14 tahun tak bisa dikenai sanksi pidana, tetapi bisa dikenai penindakan diantaranya dikembalikan pada orang tuanya atau walinya serta anak yang berumur di bawah 18 tahun bisa dipidana.

Berdasarkan hal tersebut, halangan yang ditemukan agar dapat menjauhkan anak dari pertanggungjawaban pidana akan rumit apabila anak berumur kurang dari 18 tahun diancam pidana melebihi 7 tahun serta apabila anak tersebut melakukan kejahatan yang sama maupun tidak sama secara berulang kali maka hukumannya bisa diperberat.

UU No.11/2012 Tentang SPPA tak hanya mencantumkan mengenai ketentuan pidana formiil tetapi juga materiil untuk anak yang berurusan dengan hukum. Pasal 71 UU No.11/2012 Tentang SPPA dicantumkan mengenai hukuman pidana untuk anak berkonflik dengan hukum yaitu:

  • 1.    Utama yaitu:

  • a.    Peringatan

  • b.    Bersyarat:

  • 1)    Dibina di luar institusi

  • 2)    Melakukan layanan bantuan pada warga

  • 3)    Diawasi

  • c.    Pembelajaran kerja

  • d.    Dibina pada institusi

  • e.    Kurungan

  • 2.    Tambahan yaitu:

  • a.    Dirampasnya laba hasil delik

  • b.    Dipenuhinya beban adat

  • 3.    Jika pada hukum materiil diancamkan pidana keseluruhan yaitu denda maupun penjara, maka denda digantikan pembelajaran kerja.

  • 4.    Hukuman yang diberikan pada anak tidak boleh menyalahi derajat serta martabat sang anak.

  • 5.    Akidah selanjutnya tentang ragam dan prosedur pelaksanaan pidana tertuang pada peraturan pemerintah.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka pertanggungjawaban pidana oleh anak yang berbuat delik sudah termuat di Pasal 82 Ayat (1) UU No.11/2012 Tentang SPPA adalah dikembalikan pada orang tua atau walinya, diserahkan pada seseorang, dirawat pada RSJ, menjalani perawatan di LPKS, wajib mendapatkan edukasi maupun pelatihan yang disediakan oleh pemerintah atau badan swasta, SIM dicabut serta memperbaiki akibat tindak pidana yang dilakukan.15

Dalam (KUHP) menjelaskan bahwa anak yang berumur di bawah 16 tahun belumlah dewasa. Anak-anak memiliki kecenderungan gampang terpengaruh agar mau berbuat suatu tindakan berkaitan dengan orang cukup umur yang berbuat delik narkotika, sebab anak-anak itu belum konstan pada pertumbuhkembangan mental serta fisiknya. Oleh karena itu, tindakan tentang kejahatan narkotika dengan memanfaatkan anak di bawah umur telah tertuang dalam UU Narkotika yaitu adanya peraturan mengenai berbagai sanksi yakni “kurungan jeruji besi 20 (dua puluh) tahun serta penalti Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.16

Tahapan rehabilitasi sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah wajib segera dilaksanakan bagi pecandu narkotika yang telah bergantung dan susah lepas dari narkotika. UU No. 35 Tahun 2009 Pasal 55 ayat 1 menyatakan yaitu “orang tuanya maupun perwalian pecandu narkotika yang masih di bawah umur harus malapor pada Puskesmas, RS, serta lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang diberikan kewenangan dari pemerintah untuk berobat dan / atau pemulihan lewat rehabilitasi sosial maupun medis.” Pecandu ketika direhabilitasi wajib melaksanakan keseluruhan

pengobatan agar bisa lepas dari ketergantungan dan sekaligus sebagai bentuk hukuman yang wajib dilaksanakan.17 Tahapan rehabilitasi untuk pecandu narkotika di bawah umur adalah:

  • a.    Pertama adalah rehabilitasi medis. Pada tahapan ini, pecandu ditelaah kesehatannya secara lengkap dari segi psikis maupun fisiknya. Hal ini bertujuan agar gejala sakau yang dirasakan pecandu bisa berkurang. Sehingga dokter dapat memberikan penawar berdasarkan yang dipakai pecandu tersebut.

  • b.    Kedua yaitu tahapan non-medis. Pada tahapan inilah proses rehabilitasi dimulai. Indonesia sendiri telah memiliki beberapa tempat untuk pelaksanaan rehabilitasi bagi anak yang menjadi pecandu narkotika gar bisa disembuhkan.

  • c.    Ketiga, pada tahapan ini pecandu dibagikan pengalaman berdasarkan hal yang mereka sukai dan bakatnya. Dengan demikian ketika sudah selesai menjalani rehabilitasi, pecandu bisa menjalani kehidupan seperti sedia kala tetapi tetap dalam pengawasan BNN.18

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi pecandu narkotika adalah individunya seperti usia masih muda, sehingga ingin mencoba hal-hal baru,tingkat religi yang rendah, faktor lingkungannya seperti gaya hidup ,teman pergaulan serta kurangnya perhatian dari orangtua dan faktor delik yang lain pada narkotika seperti jual-beli, produksi dan penguasaan terhadap narkotika. Bentuk pertanggungjawaban pidana oleh anak yang menjadi pecandu narkotika adalah dengan diberikan hukuman berupa pemenjaraan dan rehabilitasi. Tetapi pemenjaraan yang diberikan anak tidak sama dengan orang dewasa pada umumnya. Anak yang menjadi pecandu narkotika wajib diberikan rehabilitasi berdasarkan ketiga tahap tersebut. Dalam menjatuhkan putusannya hakim wajib mengutamakan hak-hak anak dan memperhatikan masa depan mereka, sehingga rehabilitasi adalah pilihan terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulssalam, “Hukum Perlindungan Anak”, (Jakarta: Restu Agung, 2007).

Hanafi, Mahrus, Sisitem Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan pertama, (Jakarta, Rajawali Pers, 2015).

Krisanty, Dani, Bunga Rampai Tindak Pidanan Khusus, pena Pundi Aksara, (Jakarta, 2006). L, Dwy Yan, Narkoba, Pencegahan dan Penanganan, Elex Media Komputindo, (Jakarta, 2001).

Suparmono, Gatot, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta, Djambatan,2009).

M, Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung, Refika Aditama, 2014).

Saleh, Roeslan, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggung Jawaban Pidana, Cetakan Pertama, (Jakarta, Ghalia Indonesia).

T, Andrisman, Asas - Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, UNILA, (Bandar Lampung, 2009).

JURNAL

Anton, Sudanto, “Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Yarsi 8, no. 1 (2017).

Gunnanda, N. K. S. I., & Wirasila, A. A. N. Pertanggungjawaban Pidana Anak Yang Menggunakan Narkotika. Jurnal Kertha Desa. Vol.09, No.06.

Helviza, Ira, and Zulihar Mukmin. "Kendala-Kendala Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kota Banda Aceh." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan 1, no. 1 (2016).

Muhlis, Muhlis. "Penyalahgunaan Narkotika Di Kalangan Anak Di Kabupaten Parigi Moutong (Suatu Analisis Kriminologis)." Legal Opinion, vol. 1, no. 6, 2013.

Nainggolan, M., dkk, Peranan Hakim Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika (Studi Pengadilan Negeri Lubuk Pakam), Mercatoria, Vol.3, No.2,2010.

Novitasari, N., & Rochaeti, N. (2021). Proses Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana  Penyalahgunaan  Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak. Jurnal

Pembangunan Hukum Indonesia, 3(1), 96-108.

Siregar, G. T. P., dan Lubis, M. R. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Anak Melakukan Tindak Pidana Narkotika. Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial Humaniora, Vo.4, No.2,2019, hlm.582-583.

Simatupang, E., & Yani, F. (2023). Pertanggungjawaban Pidana Anak Pengguna

Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Nomor: 74/Pid. Sus-Anak/2020/PN. Mdn). Jurnal Mimbar Ilmu Hukum (MIH), 1(1), 24-43.

SKRIPSI

Sihotang, E. K, dkk. Pertanggungjawaban Pidana Anak Sebagai Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (Analisis Putusan Nomor:  6/Pid.Sus-Anak/2018/PN.BNJ). Skripsi.

Universitas Pembangunan Panca Budi Medan. 2019.

INTERNET

Nasional, Badan Narkotika. "Panduan Pelaksanaan Terapi dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat." Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi (2008).

https://www.antaranews.com/berita/2696421/bnn-prevalensi-pengguna-narkoba-di-

2021-meningkat-jadi-366-juta-

jiwa#:~:text=Jakarta%20(ANTARA)%20%2D%20Kepala%20Badan,atau%203%2C 66%20juta%20jiwa.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Pidana Peradilan Anak.

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 05 Tahun 2023, hlm. 249-257