KONSEKUENSI PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DI MASYARAKAT ATAS DASAR KEPERCAYAAN

Kevin Haganta Ginting, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : kevinhaganta99@gmail.com

Ida Bagus Erwin Ranawijaya, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail : Idabagus_erwin@unud.ac.id

DOI: KW.2023.v12.i05.p3

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini ialah untuk memahami implementasi perjanjian hutang piutang atas dasar kepercayaan yang biasa disebut perjanjian lisan. Syarat sahnya sesuatu perjanjian, menurut pasal 1320 KUHperdata : Terdapat perkataan sepakat untuk mereka yang mengikatkan diri, Kecakapan kedua pihak teruntuk mengadakan sebuah perikatan, suatu hal tertentu dan suatu alasan. Metode penelitian yang digunakan didalam penulisan ini ialah penelitian hukum normatif yang melibatkan analisis bahan hukum seperti Undang-undang, doktrin serta sumber hukum sekunder. Putusan kasus wanprestasi yakni antar soekotjo serta melyani (tergugat). Melyani membantah jumlah pinjaman yang digugat Soekotjo karena dianggap tidak pantas. Walau, hakim memutuskan Melyani melakukan pelanggaran. Perjanjian lisan mempunyai kekuatan hukum, sepanjang terbukti dibuat dengan dua pihak serta sudah terpenuhnya syarat sah perjanjiannya yang diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Kata Kunci : Kontrak, perjanjian lisan, pelanggaran kontrak.

ABSTRACT

The purpose of this paper is to understand the implementation of credit agreements on the basis of trust which are commonly called oral agreements. According to article 1320 of the Civil Code, the legal requirements for an agreement are: There is an agreement for those who are bound, the ability of both parties to enter into an agreement, a certain matter and a reason. The research method used in this paper is normative legal research which involves analysis of legal materials such as laws, doctrines and secondary sources of law. The verdict in the default case was between Soekotjo and Melyani (defendant). Melyani disputed the loan amount that Soekotjo was suing because it was considered inappropriate. However, the judge decided that Melyani had committed an offence. An oral agreement has legal force, as long as it is proven that it was made by two parties and the legal terms of the agreement have been fulfilled as regulated in Article 1320 of the Civil Code.

Keywords : Legal, verbal agreement, contract betrayal.

  • I.   Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia ialah Subjek hukum yang hidup berkelompok dalam suatu wilayah tertentu serta dalam kehidupannya terdapat keterkaitan satu sama lain mengingat naluri manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri, harus ada keterkaitan satu sama lain. Orang-orang dalam hidup mereka tidak lepas dari pengertian kewajiban nama, baik dalam jumlah kecil maupun besar. Didalam sejumlah besar, biasa dilakukan bersama masyarakat demi mendapati pinjamannya (kredit) baik untuk modal usaha ataupun keperluan lain dengan ini Bank sebagai lembaga keuangan memfasilitaskannya. Sesuatu perjanjian hutang piutang pastinya perlu ada jaminannya. Harus ada jaminan seperti yang diatur di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang perbankan yang terkandung secara tersirat didalam kalimat “keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitur” kalimatnya itu sekalian menggambarkan prinsip 5C yang wajib dipenuhi oleh calon debitur.1 Peraturan tentang perikatan telah diatur dalam buku ke 3 KUHPer. Pada buku ke 3 KUHPer pasal 1313 menyatakan yakni “perjanjian ialah sesuatu perbuatan dimana satu atau lebih orang mengikatkan diri kepada satu atau lebih orang lainnya.”

Salah satu permasalahan terkait perjanjian yang sering kali dijumpai di masyarakat ialah mengenai perjanjian hutang piutang. Pada umumnya perjanjian akan lancar tanpa ditemukan hambatan bila pihak yang ada pada pelaksanaan perjanjian tersebut didasarkan itikad yang baik serta kewajibannya dilaksanakan sesuai akan yang sudag disepakatkan di awal kesepakatan. Akan tetapi, jika dalam pelaksanaan perjanjian didapati pihak yang tidak memenuhkan kesepakatan, maka akan terjadinya wanprestasi. Terkait perlakuan wanprestasi ini yang terjadi dalam perkara No.2683/K/Pdt.2016 merupakan perkara gugatan wanprestasi yang diajukan oleh Soekotjo sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan terhadap Melyani Wijaya sebagai Tergugat. Gugatan yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat yang merupakan kerjasama/ rekan kerja suami Tergugat yang bernama Jusuf Eddy Sugianto sejak tahun 1995 dalam bidang usaha jual beli gabah. Setelah suami Tergugat meninggal, Tergugat meminta bantuan kepada Penggugat agar diberi kepercayaan untuk melanjutkan hubungan kerjasama yang terjalin antara Penggugat dan suami Tergugat, akhirnya Penggugat memberi kepercayaan kepada Tergugat dengan memberi pinjama modal usaha guna mencari gabah dengan kewajiban gabah tersebut harus dijual kepada Penggugat sebagai pemberi pinjaman modal (nota bon).

Pada awalnya kerjasama yang terjalin antara Penggugat dan Tergugat berjalan baik, akan tetapi sejak tahun 2010 Penggugat merasakan upaya tidak benar terhadap pinjaman modal usaha yang diberikan oleh Penggugat secara kumulatif sebesar Rp. 170.000.000,00 (seratus tujuh puluh juta Rupiah). Menurut Pasal 1243 KUHPer, yaitu “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.” Maka dapat dikata bahwa debitur tetap lalai karena tidak memenuhi sesuatu yang sudah diperjanjikan dna kreditur merasa dirugikan oleh kelalain yang dilakukan oleh debitur. Dari uraian Latar Belakang diatas sudah dipaparkan penulis , sebab dari itu jurnal ini akan dilakukan lebih lanjut dalam permasalahan diatas dan berjudul KONSEKUENSI PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DI MASYARAKAT ATAS DASAR KEPERCAYAAN.

  • 1.2    Perumusan Masalah

  • 1.    Apa penyebab debitur lalai membayar kewajibannya kepada pemberi kreditur ?

  • 2.    Bagaimanakah kekuatan alat bukti yang diajukan penggugat dengan ada perjanjian hutang-piutang secara lisan?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan ditulisnya jurnal ini, yakni agar dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian (secara lisan) hutang piutang di masyarakat serta untuk mengetahui juga bagaimana cara menuntut tergugat adanya wanprestasi hutang piutang di masyarakat atas dasar saling percaya satu sama lain dan bagaimana peraturan mengenai perjanjian lisan bilamana terjadi wanprestasi.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan agar tersusunnya jurnal ini yaitu mengumpulkan dan menganalisis bahan pustaka yakni penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berupa sesuatu prosesi buat menemui sesuatu langkah/atur hukum, prinsip-prinsip hukum, juga doktrin-doktrin hukum buat menjawabi pemasalahan hukumnya akan dihadapkan.2 Dimana digunakan pendekat konseptual serta pendekat perundang-undangan karena menggunakan doktrin-doktrin hukum. Penelitian ini bersumber pada bahannya hukum primer yakni perundang-undangan, pengaturan hukum berhubungan dengannya perjanji-an, argumentasi serta bahan hukum sekunder yakni karya tulis ilmiah, artikel ilmiah maupun buku-buku dimana memiliki hubungan dengan pembahasan akan penelitian demikian.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Penyebab Debitur Lalai Membayar Kewajibannya Kepada Kreditur

Hutang piutang yakni kejadian dimana kreditur (pihak pemberi pinjaman) memberi pinjaman untuk debitur. Biasanya hutang piutang selalu dilakukan secara perjanjian untuk kedua belah pihak didalam terikatnya sesuai ketentuan hukumnya. Pasal 1313 KUH Perdata mendefinisikan perjanjian ialah perbuatan sebagaimana seorang diri ataupun lebih dari satu orang mengikati diri dengan satu orang lainnya bahkan melebihi. Perjanjian dengan berikut mengikat pihak keseluruhan pada hukum demi mendapatkan hak bahkan melakukan perjanjian ditentukan didalam hukum perjanjian.3

Dalam prakteknya, perjanjian kredit yang dilaksanakan antar pihak debitur bersama pihak kreditur kadang terjadilah wacana serta suatu hal yang tidak diharapkan kedua belah pihak, layaknya benda menjadi jaminan diperuntukan pinjaman kredit terawal pada jaminan benda gerak, layaknya sepeda motor, peralatan mesin yang dibebankan jaminan fidusia kenyataan musnahnya serta nilai daripada benda itulah mengalami penyusutannya bahkan cenderung turun tiap tahunnya. Persyaratan tersebutlah bisa berakibat karena benda yang dijadikan jaminannya lenyap bahkan bukan adanya bencana alam , kebakaran , dan kecelakaan, yakni dikarenakan ada situasi terdesak.4 Dalam KUHPerdata, hutang piutang bisa dilakukan

sebagai perjanjian pinjaman. Pasal 1754 KUHPer menyebut bahwasannya pinjam meminjam ialah perjanjian sebagaimana satu pihak memberikan pada pihak lainnya dalam jumlah tertentu juga bisa dalam bentuk benda-benda, sesuai syaratnya bahwas pihak yang akhir-akhir inilah harus mengembalikan sejumlah sebelumnya yang dipinjam baik uang hingga benda sesuai keadaan yang dipinjam diawal percis. Walau praktik pelaksanaannya perjanjian pinjam meminjam banyak didapati kejadian seperti debitur lalai didalam memenuhkan kewajibannya demi membayarkan hutang untuk kreditur. Keadaannya itulah bisa dianggap wanprestasi bahkan keadaannya bilamana debitur belum melakukan kewajiban tepat waktu/dilakukannya belum cocok antar yang diperjanjiin.

Lebih lanjut, wanprestasi diatur didalam Pasal 1238 KUHperdata telah menyebutkan bahwasanya sang pehutang dikatakan lalai hingga cidera janjinya bilama dia oleh surat perintahan bahkan bagai suatu akta sejenis (somasi) atau mendasar oleh perikatan sendiri dianggapnya lalai karna sudah lewati tempo waktu disepakatkan. Karnanya wanprestasi bisa terjadi sebab perikatan timbulnya antar kreditur dan debitur olehnya didalam hutang-piutang penyelesaian kasusnya bisa dituntaskan dengan Gugatan Perdata. Supaya debitur dikata wanprestasi terhadap perjanjiannya hutang-piutang , kreditur semestinya ajukan gugatannya ke-peradilan lebih awal. Bila amar putusannya pengadilan mengabuli tuntutannya dari kreditur, debitur baru dapat dikatakan wanprestasi. Berdasarkan kasus ini dapat diketahui bahwa awal mula perikatan/perjanjian sebelumnya dilakukan oleh almahrum (suami tergugat) dengan sang penggugat (Soekotjo) yang dimana dalam hal ini Tergugat memintakan bantuannya pada Penggugat supaya diberi kepercayaan buat melanjutin hubungannya kerjabareng terjalinnya antar Penggugat dengan suami Tergugat. Pegugat akhirnya memberi kepercayaannya disertai minjamkan modal usaha mencariin gabah ketentuan wajiban gabah itupun akan dijualin pada sipenggugat bagai pemberinya pinjam-an modalnya (nota bon). Mulanya kerja bersama sudah terjalin antar sipenggugat serta sitergugat berjalan mulus, namun saat Tahun2010 si penggugat merasa upayanya ganjal teroleh pinjaman Modal Usaha lampau diberi sipenggugat sesuai akumulatif besarnya Rp. 170.000.000,00 [Seratus Tujuh Puluh Juta Rupiah]. Dengan demikian tergugatpun dinyatakan lalai membayar hutang kepada penggugat karena waktu pengembalian hutang melampaui batas suatu perikatan atau hal ini mengacu ke Pasal 1243 KUHperdata yakni “Pengganti biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bilamana debitur , walau sudah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan terkait, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukanya didalam waktu yang melampaui waktu yang sudah dibicarakan.

  • 3.2    Kekuatan Alat Bukti Yang Diajukan Penggugat Dengan Adanya Perjanjian Hutang

    Piutang Secara Lisan

Dalam hal melakukan perjanjian pinjam meminjam uang biasanya para pihak menyerahkan jaminan baik itu berupa barang bergerak ataupun tidak bergerak. Dilihat dari segi adanya hal-hal yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur, suatu jaminan kredit dapat dibagi ke dalam jaminan serah dokumen dan jaminan serah dokumen kepemilikan konstruktif.5 Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua belah pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan sebuah hukum.6 Pada praktiknya sebuah perjanjian atau kontrak sering mengalami kasus wanprestasi. Terjadinya hal ini timbul dari hubungan kontraktual. Kontrak yang telah di buat sebagai pelindung yang secara khusus mengatur hubungan hukum antar kepentingan sifat privat atau perdata.7 Alat bukti sangat penting sekali keberadaannya, Jika

hakim dalam memutus perkara pidana tanpa didukung alat bukti dikhawatirkan kesalahan dalam mengambil keputusan hukum.8 Alat bukti merupakan unsur penting di dalam pembuktian persidangan, karena hakim menggunakannya sebagai bahan pertimbangan untuk memutus perkara. Alat bukti adalah alat atau upaya yang diajukan pihak berperkara yang digunakan hakim sebagai dasar dalam memutus perkara. 9

Mengingat Pasal 1313 KUHperdata, “suatu pengaturan yaitu demonstrasi ketika setidaknya satu individu mengikatkan diri untuk setidaknya satu individu10 Pandangan salim HS , pengaturan adalah hubungan yang sah antara satu subjek dengan subjek lainnya dalam bidang sumber daya, di mana satu subjek yang sah memenuhi syarat untuk berprestasi seperti subjek hukum lainnya yang wajib menyelesaikan prestasinya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dalam perincian pasal 1865 KUHperdata menyatakan bahwa "barangsiapa menghipotesiskan suatu hak harus menunjukkannya". oleh sebab itu dengan asumsi terjadi peristiwa yang sah sebagaimana dimaksud di atas, maka pengembangan pembuktian yang sah harus dilakukan agar kegiatan tanpa pembuktian yang sah mempunyai alasan penyelesaian. misalnya, mendapatkan dan memperoleh uang tunai dari satu tangan ke tangan lain tanpa konfirmasi penerimaan dengan hampir tidak ada pengamat sementara kedua pihak mengakui bahwasanya perjanjian telah dilakukan.

Dalam rencana pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Umum dinyatakan bahwa ‘‘Bukti yang bisa digunakan untuk menunjukkan rekomendasi terdiri : pembuktian yang tersusun, pembuktian saksi, keragu-raguan, pengakuan serta janji. memperkuat penegasan itu harus dikembangkan oleh undang-undang dengan saksi, untuk lebih spesifik pertemuan saat memeriksa metodologi untuk mendapatkan dan memperoleh, dua pengamat diperkenalkan, untuk menunjukkan apakah akan ada perdebatan di pengadilan, terlepas dari apakah uang itu diperoleh dan diperoleh tidak disertai dengan kuitansi, namun terlepas dari apakah penegasan bersama oleh majelis tersebut telah didengarkan dua orang pengamat [Unnus Testis Nullus Testis] perjanjian yang sah dapat dibuktikan. Pengembangan yang sah dengan pengamat ini dapat dilakukan pada semua kegiatan yang sah tanpa bukti, termasuk perjanjian lisan, tetapi mengingat bahwa yang mengamati tidak mengadakan hubungan keluarga dengan pertemuan-pertemuan [rumusan pasal 1910 UUD 1945 KUH perdata] dan pengamat layak untuk bertindak seperti yang ditunjukkan oleh undang-undang pasal 1330 KUHperdata. Pasal 1320 kitab undang-undang hukum umum tentang perlunya sebuah perjanjian lisan tidak secara langsung mengatur jenis keberadaan suatu kesepahaman, Sehingga didalam menetapkan suatu kesepahaman, daerah diperbolehkan menentukan jenis perjanjian itu.

Penyelesaian suatu perjanjian yang dibuat secara lisan dalam hal apapun dapat dianggap sah, sepanjang pengertiannya telah memenuhkan syarat sahnya perjanjian yang dinyatakan dalam pasal 1320. suatu perjanjian lisan bisa dianggap substansial ataupun sesuai dengan pedoman sepanjang tidak ada perundang-undangan yang mengatur bahwasanya kesepakatan yang dibuat harus sebagai suatu pengaturan. tersusun dalam struktur yang sebenarnya Tergantung pada penggambaran di atas, pemahaman dibuat secara lugas atau lisan sehingga bila terjadi wanprestasi ataupun seseorang tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang yang bersangkutan menjelang awal perjanjian yang dibuat. Biasanya disepakatkan ataupun disepakatkan dengan kedua pihak dalam kesepakatan yang dilakukan secara umum secara lisan, kesepakatan yang dibuat secara langsung bisa digunakan sebagai alasan untuk menyatakan seseorang telah melanggar jaminan sebagai contoh perjanjian jaminan yang melahirkan pinjaman rumah yang dibuat oleh perkumpulan untuk menyelesaikan pengertian

prinsip pada umumnya yang merupakan suatu kewajiban menyetujui suatu perjanjian kredit sehingga cenderung digunakan sebagai suatu perjanjian, bahwa hubungan yang sah antara perkumpulan-perkumpulan tersebut adalah dijalin dengan 2 macam susunan, yaitu susunan pengakuan sebagai susunan utama dan susunan jaminan sebagai susunan.11

Tanpa kita sadari, aransemen lisan ialah pemahaman yang kita alami secara teratur dalam kehidupan individu atau dalam kehidupan di sekitar mereka. pengaturan lisan sering ditemukan dalam pengaturan langsung atau sederhana. Maksud dari sederhana ialah pengaturan yang tidak membawa kerugian besar salah satu jenis pemahaman yang biasa kita alami secara lokal yakni pengaturan kewajiban. Peminjam dan pemberi pinjaman memiliki komitmen mereka sendiri. Salah satu komitmen peminjam adalah untuk mengganti kewajiban yang telah diperolehnya sesuai jumlah pada kesepakatan dan dalam jangka waktu yang disepakati hingga awal perjanjian. Jika ada pendapatan di muka tunai, orang yang berhutang wajib membayar pendapatan yang disepakati. Untuk sementara, komitmen pemberi pinjaman ialah bahwa Ia bisa mendokumentasikan klaim dengan pengadilan negeri ataupun mencatat kasus terhadap pemberi pinjaman, bila peminjam tidak mengembalikan uang tunai yang telah dipinjamkan oleh penyewa.

Dalam hal pemberi pinjaman merasa tertekan oleh pemegang utang dan perlu mendokumentasikan klaim di pengadilan, penyewa harus memiliki bukti kuat untuk menunjukkan bahwa suatu perjanjian pasti telah terjadi. Khususnya mengenai pengaturan yang dibuat secara lisan, diperlukan bukti yang kuat. Adapun hal itu telah diamanatkan pada pasal 283 RBg/163 HIR menyatakan ‘‘barangsiapa mengatakan bahwa ia berhak atau mengajukan perseteruan demi menegaskan haknya ataupun untuk menyangkal keistimewaan orang lain, harus menunjukkan adanya tindakan tersebut. lewat pasal itu bisa dilihat dengan sangat baik bahwasanya pihak yang mempunyai hak dalam kegiatan yang telah terjadi bisa melanjutkan kegiatan yang telah terjadi atau memperjelas bahwasanya suatu peristiwa pasti sudah berlaku serta para pihak mesti menunjukkan bahwasanya wewenang yang dimiliki oleh pihak yang bersangkutan. perjanjian lisan dapat digunakan, mengingat pengertian tersebut merupakan hubungan yang sah antar satu pihak dengan pihak lainnya. Suatu perjanjian antar dua orang, bukan orang lain karena cuma mengikatkan dua orang bukan termasuk orang lain. Pengaturan tidak tertulis ini juga bersifat membatasi, meskipun demikian penggugat menyangkal hal tersebut dengan alasan termohon tidak menjual, tetapi pihak yang berperkara memperoleh, sangat mungkin diingat untuk wanprestasi selama cenderung ditunjukkan bahwasanya responden telah wanprestasi, khususnya menyalahgunakan pemahaman.

Kekuatan pembuktian terletak pada Pengakuan. Penegasan dari pemegang rekening dan pihak yang berkewajiban, seperti halnya penyerahan produk/uang, buktinya dari situ. Untuk suatu perkara, bukan hanya pihak penggugat yang perlu menunjukkan pendapatnya. Tidak semua hal dari kasus pihak tergugat harus benar-benar jelas, sesuatu yang tidak disangkal atau diakui sepenuhnya tidak boleh ditunjukkan. Dalam mendemonstrasikan suatu kasus, penting untuk memiliki bukti untuk memperkuat kasus dari pihak tergugat. Pandangan M. Yahya harahap, Alat bukti ialah suatu alat dalam struktur dan jenisnya yang dapat mempermudah untuk memberikan penjelasan tentang pokok perkara yang terjadi untuk membantu penyelesaian perkara di pengadilan.

Didalam pembuktian penting memiliki bukti untuk memperkuat kasus pihak Tergugat. Dasar hukum pembuktian perkara perdata ialah Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg/Pasal 1866 KUH :12

  • 1)    Alat Bukti Surat yaitu alat bukti Fisik yang penting serta paling utama dalam hal pembuktian. Alat Bukti surat bisa berupa Surat otentik dan Surat dibawah tangan.

  • 2)    Alat Bukti Saksi yaitu orang yang melihat, mendengar ataupun mengalami kejadian yang diperkarakannya. dalam Peradilan Perdata terdapat istilah Unus Testis Nulus Testis (pasal 1905 KUHperdata) seorang saksi tanpa adanya alat bukti lainnya tidak bisa dipercayakan sehingga saksi yang harus diajukan harus lebih dari seorang diri.

  • 3)    Alat Bukti ‘‘Persangkaan’’ dalam pasal 1915 KUHperdata menyebutkan, “Dugaan ialah kesimpulan yang diambil dari ketentuan undang-undang atau oleh hakim tentang suatu kejadian yang dikenal, dapat diketahui adanya sesuatu kejadian yang tidak dikenal”

  • 4)    Alat Bukti Sumpah pada pasal 1929 menyatakan ‘‘suatu pernyataan hikmat yang dikemukakan sungguh-sungguh dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa bersamaan dengan yang memanjatkan sumpah.”

  • 5)    Alat Bukti Pengakuan dengan adanya pengakuan dari salah satu pihak maka tidak diperlukan lagi suatu pembuktian [pasal 1923 KUHperdata].

Berdasarkan teori keyakinan, tidak semua pernyataan menghasilkan pengaturan. Suatu pernyataan mungkin akan mendorong suatu kesepakatan jika pernyataan tersebut seperti yang ditunjukkan oleh kebiasaan umum dalam kehidupan individu yang menimbulkan keyakinan bahwa hal yang diungkapkan pasti diinginkan. Menurut moorman, deshpande, dan zaltman, kepercayaan dicirikan sebagai keinginan untuk memberikan sesuatu kepada kaki tangan yang dipercaya. adapun kasus antara soekotjo dan melyani bahwa melyani memperoleh uang tunai sebagai arus kas bisnis untuk mencari gandum dan pengaturan terjadi berdasarkan kepercayaan tanpa pemahaman kontras yang tinggi karena sebelumnya soekotjo telah bekerja sama selama dua belas tahun dengan mendiang istri Melyani dan tidak pernah ada persoalan, soekotjo menyetujui permohonan terlebih dahulu dari melyani. Meskipun demikian, komitmen tersebut gandum harus ditawarkan kepada pihak yang dirugikan sebagai rentenir modal [nota bon].

Kerja bersama melyani dan soekotjo berjalan positif sejak awal hingga Pada Tahun 2010 terjadilah ketimpangan antara modal yang diperoleh Melyani dengan gabah yang dimasukan atau dijual melyani di pusat distribusi soekotjo. Soekotjo alhasil melihat ke dalam aktifitas dilakukan melyani dan ternyata tindakan pembelian gabah itu dialihkan oleh melyani untuk mendapatkan gadai ladang tanpa sepengetahuan dan izin Soekotjo. Kegiatan yang dilakukan melyani bisa dibilang wanprestasi karena tidak mengganti uang yang diperoleh dan memungut keuntungan sendiri dari modal yang dipinjamkan penggugat. Melyani juga menolak sebab merasa dirugikan dan mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan yang sangat kontras, hanya kepercayaan.

Ganti kerugian yang dialami oleh kreditur berdasarkan Pasal 1243, pembayaran dapat disebutkan oleh bank tergantung pada (1) semua biaya yang telah dikeluarkan oleh pemberi pinjaman sejak terjadinya wanprestasi, (2) kemalangan yang muncul dari kerugian produk, (3 ) premi sebagai hilangnya manfaat yang telah diatur oleh penyewa karena wanprestasi. Meskipun demikian, ada dua batasan tuntutan balas jasa, yaitu kemalangan yang dapat diantisipasi ketika terjadi kesepahaman dan kemalangan karena pemerasan sebagai akibat langsung dari wanprestasi.13 Dalam hal ada pengaturan, cenderung dikatakan sebagai pemahaman sesuai kaidah konsensualisme, khususnya pada dasarnya pemahaman dan komitmen yang muncul sehubungan dengan itu telah dibawa ke dunia sejak kedua pengaturan itu tercapai. Kesepakatan itu sah jika telah menyetujui masalah utama dan tidak ada kesepakatan yang diperlukan. Aturan pemahamannya adalah bahwa hipotesis pengaturan dalam KUHperdata mungkin lisan atau tersusun, maka, pada saat itu, pengaturan lisan dianggap sah. Susunan yang tersusun hanya dijadikan sebagai pembuktian, mereka memilih pemahaman lisan yang bergantung pada kepercayaan, sehingga bila suatu masalah muncul yang dicari ialah pembuktian.

Pembuktian yang digunakan dalam pendahuluan ini tentu seorang pengamat, prasyarat sebagai pengamat telah terpenuhi atau belum, hipotesis pembuktian mengatakan bahwa seorang pengamat tidak dipandang sebagai pengamat. meskipun demikian, kita dapat mengetahui

apakah suatu kesepakatan yang dibuat secara lisan akan memungkinkan satu pihak untuk menyangkal hal ini dengan alasan tidak adanya bukti yang dibuat-buat. Jika penggugat menyangkal, penting untuk memiliki bukti yang menegaskan bahwa telah terjadi kesepakatan antara tergugat dan termohon. Harus diperhatikan bahwa bahaya memiliki pemahaman lisan lemah sejauh verifikasi. Pernyataan pemantau yang diberikan baik oleh tergugat maupun yang berperkara tidak memenuhi syarat pemantau yang telah diatur. Jadi buktinya, pengamat yang diajukan tidak bisa diakui. Hal ini dengan alasan bahwa artikulasi saksi yang bersumber lewat keterangan orang lain seharusnya dinyatakan sebagai pernyataan (kesaksian) khususnya penjelasan pengamat yang cuma bersumber ataupun melihat data yang diperoleh dari orang lain tanpa melihat, mendengar serta menemui hukum yang berlaku.

Adapun kekuatan pembuktian dalam pembuktian untuk situasi demikian, cukup satu alat bukti saja mengingat apa yang sudah diarahkan, bukti yang telah diajukan bisa digunakan sebagai bukti telah terjadi suatu pengertian khususnya penegasan dari termohon bahwasanya Ia pasti memperoleh uang dari penggugat. pihak tergugat dan bukti dari catatan pihak tergugat sebagai catatan uang muka modal. Kekuatan pembuktian jika tidak dilakukan dicatat sebagai hard copy, bagaimanapun akan ada pemahaman sesuai standar materi. Bagi saksi-saksi yang dihadirkan oleh Tergugat dan Termohon tidak dapat dianggap sebagai pengamat karena mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk para tergugat dan penggugat, maka pada saat itu bagi saksi-saksi, dalam hal diajukan sebagai alat bukti, mereka tidak dapat digunakan sebagai bukti karena tidak memiliki kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian terletak pada adanya pengakuan. Penegasan dari pemegang utang dan orang berutang hanya sebagai alat angkut barang dagangan/tunai, buktinya ada.

Penyerahan bukti untuk menunjukkan bahwa telah ada pengaturan terutama diperlukan dalam pendahuluan. sejauh sahnya suatu pengaturan dalam pasal 1320 KUHperdata, tidak perlu dalam pengertian ada syarat saksi, meskipun demikian dalam hal ada pengamat dalam pelaksanaan pengaturan tersebut dapat mempermudah. untuk menunjukkan dalam kasus penyalahgunaan pemahaman yang disepakati. Hasil pertemuan oleh pencipta dan seperti yang ditunjukkan oleh pemeriksaan pencipta, pencipta berpendapat bahwa kekurangan dari kesepakatan yang dibuat secara lisan adalah untuk memastikan jelas sejauh verifikasi. Oleh karena itu, kekuatan pembuktian atas situasi ini menjadi hal yang signifikan untuk menunjukkan apakah telah terjadi kesepahaman antara kedua pertemuan tersebut. Karena, dalam kasus yang salah satu dari mereka menolak bahwa dia tidak pernah menyelesaikan suatu perjanjian, dia tidak mempunyai bukti kuat karena tidak dilakukan secara tertulis.

Oleh karenanya, penting adanya persoalan lain yang menunjukkan bahwasanya suatu perjanjian pasti telah terjadi, sesudah ada bukti telah terjadi kesepahaman, sebaiknya menunjukkan bahwa memang benar jumlah yang dibebankan oleh Pihak Tergugat tidak sesuai. bukan suatu rancangan atau distorsi oleh pihak tergugat yang bertekad untuk mencari keuntungan. Untuk keadaan ini cenderung terlihat bahwa alat bukti yang dapat digunakan ialah adanya pengakuan. Sebab kesaksian yang digunakan tidak dapat digunakan mengingat mereka bukanlah saksi yang melihatnya bahkan mendengarkan pada saat kejadian itu terjadi. Semua hal dipertimbangkan, pengamat adalah seorang spesialis yang bekerja dengan pihak tergugat dan termohon.

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

    4. Kesimpulan

Berdasarkan gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kekurangan dari contoh pemahaman yang disampaikan secara lisan tidak diragukan lagi terbukti jauh dari kesepakatan. Oleh karena itu, kekuatan pembuktian atas situasi demikian merupakan hal signifikan dengan menunjukkan apabila telah terjadi kesepakatan di Antara kedua pertemuan tersebut. Karena, seandainya salah satu dari mereka menolak bahwa dia tidak pernah menyelesaikan suatu perjanjian, dia tidak memiliki bukti kuat sebab tidak dilakukan dicatat sebagai tertulis.

selanjutnya, penting adanya persoalan lain yang menunjukkan bahwa suatu perjanjian telah pasti terjadi, setelah ada bukti bahwa telah terjadi kesepahaman, setelahnya semestinya menunjukkan bahwa sebenarnya jumlah yang dibebankan oleh pihak tergugat tidak sesuai. suatu rancangan atau distorsi oleh pihak Tergugat dengan tujuan akhir mencari keuntungan. Untuk keadaan ini cenderung terlihat bahwa alat bukti yang digunakan bisa berupa “Pengakuan” sebab kesaksian yang digunakan belum bisa digunakan mengingat mereka bukanlah saksi yang mendengarkan serta melihatnya pada saat kejadian terjadi. Semua dianggap sama, pemantau adalah buruh yang bekerja baik dengan tergugat maupun termohon. selanjutnya sebenarnya penegasan termohon sudah cukup untuk menegaskan bahwa memang telah terjadi pertukaran memperoleh dan memperoleh uang untuk bisnis dan Penggugat juga tidak membantahnya melainkan cuma melindungi diri dengan mengatakan bahwa ia juga menerjang kerugian dengan tidak mencari keuntungan sendiri dan ia juga mengatakan bahwa Ia telah membayar premi yang telah diajukan dari pihak tergugat kemudian sekarang menjadi bukti yang kuat bahwa telah terjadi kesepahaman antara pihak tergugat dan penggugat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Mukti Fajar, N. D., and Yulianto Achmad. "Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Cetakan Kelima." Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2019).104

Suharnoko. “Hukum Perjanjian Teoritis dan Analisis Kasus” Jakarta: Prenadamedia Group (2012).18

Yahman, Yahman. "Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir dari Hubungan Kontraktual." (2014): 1-288.

Jurnal :

Sitompul, Fajar Sahat Ridoli, and I. Gst Ayu Agung Ariani. "Kekuatan Mengikat Perjanjian Yang Dibuat Secara Lisan..Kerttha Semaya Journal Ilmu Hukum. 2, (2014): 1-3

Marsha, Demitha, Bernina Larasati, and Alves Simao LFS. "Tinjauan Mengenai Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan." Privat Law 2.4 (2014): 26561

Pradnyana, Ida Bagus Gde Surya, and I. Nengah Suharta. "Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Obyek Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5 (2016): 1-6.

Melati, Gladys Octavinadya. "Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pendaftaran Fidusia Online Terhadap Penerima Fidusia." Repertorium 3 (2015): 213037

Rusyadi, I. "Kekuatan alat bukti dalam persidangan perkara pidana." Jurnal Hukum PRIORIS 5.2 (2016): 128-134.

Evi. "Kekuatan Pembuktian Suatu Surat Pernyataan Bermaterai Dalam Sengketa Keperdataan di Pengadilan." MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum 7.1 (2021): 95-109.

Moertiono, R. Juli. "Perjanjian Kerjasama Dalam Bidang Pengkaryaan Dan Jasa Tenaga Kerja Antara Pt. Sinar Jaya Pura Abadi Dan Pt. Asianfast Marine Industries." Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi Dan Informasi Hukum Dan Masyarakat 18.3 (2019): 124-140.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Jurnal Hukum Universitas Gresik http://lppm-ungres.blogspot.co.id, akses 07 Januari 2017.

Mutiara Dunggio. “Jurnal Lex Privatum”, Vol. IV/No.3/Mar

Dalimunthe, Dermina. "Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)." Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan 3.1 (2017): 12-29.

Kitab Undang-Undang :

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Internet :

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/wanprestasi-pengertian-bentuk-penyebab-dan-dampak-hukumnya-f8kF

Dokumen Pendukung :

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia NOMOR :2683 K/Pdt./2016

STEAD OF ART :

Sebelumnya sudah ada Jurnal yang membahas kasus No. 2683 K /Pdt.2016 berikut saya sertakan linknya : https://journal.untar.ac.id/index.php/adigama/article/download/5275/3341 namun terdapat perbedaan pada Isi serta Perumusan Masalahnya.

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 05 Tahun 2023, hlm. 258-266