URGENSI KRIMINALISASI BENTUK KORUPSI TRADING IN INFLUENCE DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
on
Authors:
Adam Ilyas, Hervina Puspitosari
Abstract:
“Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui urgensi pengaturan perbuatan memperdagangkan pengaruh dalam hukum positif Indonesia. Metode penelitian dalam tulisan ini seluruhnya menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasilnya adalah terjadi kekosongan hukum terkait pengaturan Trading in influence di Indonesia, disisi lain ditemukan bahwa telah ada kasus-kasus yang merupakan perbuatan korupsi dengan bentuk trading in influence. Tidak adanya pengaturan mengenai bentuk korupsi trading in influence dalam hukum positif Indonesia menyebabkan aparat penegak hukum kerap kali menggunakan delik suap. Padahal antara Suap dan trading in influence merupakan dua bentuk tindak pidana korupsi yang berbeda. Jika suap subyek pelakunya harus pegawai negeri atau penyelenggara negara dan harus berkaitan dengan kewenangannya, sedangkan Trading in Influence subyek pelakunya tidak harus penyelenggara negara, asal dalam melakukan perbuatannya pelaku menggunakan pengaruh yang dimilikinya untuk mempengaruhi pengambil kebijakan. Pada hakikatnya Trading in Influence merupakan delictum sui generis (tindak pidana yang berdiri sendiri) sehingga seharusnya jika dalam satu rangkaian melakukan trading in influence, maka seluruh pelaku harus masuk dalam kualifikasi melakukan tindak pidana memperdagangkan pengaruh dan bukan merupakan bagian dari suap. Dengan kekosongan hukum tersebut, maka diperlukan pengaturan trading in influence melalui revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. This study aims to analyze and determine the urgency of regulating the act of trading influence in Indonesian positive law. The research method in this paper entirely uses normative legal research methods. The result is a legal vacuum regarding the regulation of Trading in influence in Indonesia, on the other hand it was found that there have been cases of corruption in the form of trading in influence. The absence of regulation regarding the form of corruption trading in influence in Indonesia’s positive law causes law enforcement officers to often use bribery offenses. In fact, bribery and trading in influence are two different forms of corruption. If the subject of bribery, the perpetrator must be a civil servant or state administrator and must be related to his authority, while the subject of Trading Influence, the perpetrator does not have to be a state administrator, as long as in carrying out his actions the perpetrator uses his influence to influence policy makers. In essence, Trading Influence is a delictum sui generis (a standalone crime) so that if in a series of trading in influence, all actors must be qualified to commit a criminal act of trading influence and not be part of bribery. With this legal vacuum, it is necessary to regulate trading in influence through the revision of the Corruption Eradication Act.”
Keywords
Keyword Not Available
Downloads:
Download data is not yet available.
References
References Not Available
PDF:
https://jurnal.harianregional.com/kerthasemaya/full-82033
Published
2022-01-13
How To Cite
ILYAS, Adam; PUSPITOSARI, Hervina. URGENSI KRIMINALISASI BENTUK KORUPSI TRADING IN INFLUENCE DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA.Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, [S.l.], v. 10, n. 2, p. 383-395, jan. 2022. ISSN 2303-0569. Available at: https://jurnal.harianregional.com/kerthasemaya/id-82033. Date accessed: 08 Jul. 2024. doi:https://doi.org/10.24843/KS.2022.v10.i02.p11.
Citation Format
ABNT, APA, BibTeX, CBE, EndNote - EndNote format (Macintosh & Windows), MLA, ProCite - RIS format (Macintosh & Windows), RefWorks, Reference Manager - RIS format (Windows only), Turabian
Issue
Vol 10 No 2 (2022)
Section
Articles
Copyright
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
Discussion and feedback