Transformasi Kearifan Lokal Terkait Kasus Pertambangan Rakyat dalam Kebijakan Daerah
on

Vol. 42 No. 3, Desember 2020
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika
E-ISSN 2579-9487
P-ISSN 0215 899 X
Transformasi Kearifan Lokal Terkait Kasus Pertambangan Rakyat dalam Kebijakan Daerah
Derita Prapti Rahayu,1 Faisal,2 Darwance,3 Amir Dedoe4
1Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, E-mail: itha82017@gmail.com
2Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, E-mail: progresif_lshp@yahoo.com
3Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung, E-mail: darwance@yahoo.co.id
4Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, E-mail: amirdedoe@ubb.sc.id
Info Artikel
Masuk: 27 September 2020
Diterima: 29 Desember 2020
Terbit: 31 Desember 2020
Keywords :
Transformation; Local Wisdom; Community; Mining Regional Policy
Kata kunci:
Transformasi; Kearifan Lokal;
Pertambangan Rakyat;
Kebijakan Daerah
Corresponding Author:
Derita Prapti Rahayu, E-mail: itha82017@gmail.com
Abstract
In general, the mining sector has made a very large contribution to the Indonesian economy and to regions where the miningsare located. A special situation occurs in community mining in the Bangka Belitung Archipelago Province which leaves several unresolved cases unresolved. However, it seems that the local governments have not accommodated local wisdom to resolve cases of community mining in the form of regional policies (either regulations or stipulations). This study aims to analyze local wisdom related to community mining which is transformed into regional policies so that it remains sustainable, develops, and is adhered to by the community with full awareness. It is a normative legal research by identifying laws and regulations related to whether there are opportunities to transform local wisdom into regional policies. Primary legal materials are obtained from relevant laws and regulations and secondary legal materials in the form of literature and scientific articles. The results of the study explain that local wisdom on community mining activities is not accommodated in regional policies due to limited regional authority in that sector. The entry point for transforming local wisdom into regional legal products lies in the authority of both provincial and regency/city governments in the field of environmental management.
Abstrak
Secara umum sektor pertambangan selama ini memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia serta daerah-daerah yang menjadi lokasi pertambangan. Situasi khusus terjadi pada pertambangan rakyat di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang justru menyisakan sejumlah kasus yang belum terselesaikan. Hanya saja, pemerintah daerah setempat nampaknya belum mangakomodir kearifan lokal untuk menyelesaikan kasus pertambangan rakyat dalam bentuk kebijakan daerah (baik peraturan ataupun penetapan). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kearifan lokal terkait pertambangan rakyat tertransformasi ke dalam kebijakan daerah agar tetap lestari, berkembang, dan ditaati oleh masyarakat dengan penuh kesadaran. Artikel inimerupakan penelitian
DOI:
10.24843/KP.2020.v42.i03.p03
hukum normatif dengan mengidentifikasi peraturan perundang-undangan terkait adakah peluang mentransformasi kearifan lokal ke dalam kebijakan daerah.Bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan terkait danbahan hukum sekunder berupa sumber kepustakaan danartikel-artikel ilmiah. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kearifan lokal pada aktivitas pertambangan rakyat tidak terakomodir dalam kebijakan daerah sehubungan dengan keterbatasan kewenangan daerah dalam sektortersebut. Pintu masuk untuk mentransformasikan kearifan lokal ke dalam produk hukum daerah justru terdapat pada kewenangan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Secara yuridis rakyat mempunyai hak untuk turut serta dalam pengelolaan pertambangan di Provinsi Bangka Belitung. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Penguasaan negara atas sumber daya dan kekayaan alam, khususnya bahan galian atau bahan tambang dijelaskan kembali dalam pertimbangan hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2020 (selanjutnya disebut Undang-Undang Minerba) menyatakan bahwa:1
“Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hiduporang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan”.
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 72/PUU-VIII/2010 mengenai pengujian Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menegaskan bahwa perencanaan pengelolaan SDA mengedepankan efisien, adil, memperhatikan aspek lingkungan, sehingga membutuhkan perencanaan yang konprehensif. Putusan tersebut memberikan kewenangan kepada Negara untuk mengatur pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam untuk ditaati seluruh rakyat Indonesia. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat menjadi kewajiban Negara untuk mewujudkannya dengan memanfaatkan penggunaan sektor sumber daya alam.
Selanjutnya mineral batu bara merupakan manifestasi dari pengelolaan sumber daya alam yang berbasis komunitas (community-based resource management) sebagai pengalihan dari pengelolaan sumber daya alam yang berbasis negara/pemerintah dengan strukturnya di daerah (state-based resource management). Hal itu mencerminkan
prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam nuansa keotonomian masyarakat lokal untuk menguasai, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam lokal karena makna dan hakikat dari otonomi daerah.2
Berdasarkan penjelasan di atas berarti mineral dan batubara merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan sehingga pengelolaanya dikuasai oleh negara. Untuk dapat mewujudkan kemakmuran tersebut kegiatan pertambangan harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk masa sekarang dan untuk masa mendatang3 yang berarti tetap harus memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan.
Pertambangan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian. Aktifitas menambang juga dilakukan dalam kategori tambang rakyat yang karakter serta proses perizinan berbeda dengan kategori usaha pertambangan oleh perusahaan. Misalnya tambang rakyat di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdata tidak ada yang mempunyai izin, ditandai masih banyak penangkapan-penangkapan kepada tambang rakyat yang dilakukan oleh pihak berwenang.
Banyaknya kasus pertambangan rakyat karena penangkapan penambang rakyat dikarenakan tidak mempunyai izin seperti yang terjadi pada tanggal 04 Maret 2020, Satpol-PP Kabupaten Bangka Barat menindak penambang pada tambang timah inkonvensional (TI) karena melakukan aktivitas di dekat pemukiman warga yang membahayakan karena berpotensi menyebabkan longsor.4 Tragedi Sijuk Kabupaten Belitung, yaitu penyerangan yang dilakukan penambang liar terhadap rombongan Wakil Gubernur Babel saat melakukan penertiban aktivitas tambang di Sijuk, awal November 2019 lalu. Dalam insiden tersebut, penambang yang ditertibkan justru menyerang dan melakukan perusakan terhadap mobil dinas wakil gubernur dan 20 anggota Satpol PP Babel yang tengah bertugas.5 Polres Bangka menertibkan TI yang beraktifitas diatas kolong Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Merawang, sebelumnya aktifitas TI ini sempat dikeluhkan pihak PDAM Merawang disebabkan air baku tidak bertambah kendati sudah sering hujan di daerah itu.6
Secara faktual, hampir seluruh wilayah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Hasil penelitian Universitas Sriwijaya tahun 1998/1999, terdata sebanyak 887 lubang bekas tambang di Bangka Belitung, yaitu 544 kolong di
Bangka dengan luas 1,035,51 Ha dan 343 kolong lainnya di Belitung dengan luas 677,14 Ha.7
Beberapa kasus pertambangan rakyat di atas seharusnya dapat dimediasi dengan kearifan lokal. Kearifan lokal yang tidak saja unik, tetapi memiliki signifikansi mengontrol perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Kearifan lokal tersebut sama sekali belum diakomodir oleh pemerintah daerah setempat dalam bentuk kebijakan daerah (baik peraturan ataupun penetapan) agar tetap lestari,berkembang, dan dengan penuh kesadaran ditaati oleh masyarakat.
Salah satu kearifan lokal yang ada yaitu yang telah diteliti oleh penulis pada tahun 2018 di Kabupaten Bangka, yaitu nilai timah ampak. Timah ampak menjadi kearifan masyarakat terdahulu dengan tujuan lingkungan dapat terus dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup anak cucu generasi mendatang. Kearifan tersebut dipercaya dan dirasakan oleh masyarakat saat ini.8 Dan peneltian selanjutnya di tahun 2019, mengenai kearifan lokal pada penambang rakyat di Kabupaten Belitung Timur diselesaikan dengan musyawarah mufakat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Perusahaan.9
Kearifan Lokal yang ada di Kepulauan Bangka Belitung di atas, seharusnya dapat ditransformasi ke dalam kebijakan daerah. Transformasi merupakan perubahan menuju ke arah yang baru, baik dalam bentuk maupun fungsi.10 Kata transformasi mempunyai pengertian mengubah rupa; mengalihkan; mengubah struktur dasar menjadi struktur lain dengan menerapkan kaidah transformasi. Mentransformasikan kearifan lokal ke dalam kebijakan daerah mempunyai pengertian konsepsi-konsepsi (pengertian, pendapat, rancangan yang ada dalam pikiran, ide, cita-cita, pengertian yang diabstrakkan) pada kearifan lokal dialihkan dirubah bentuk menjadi kebijakan daerah.
Adanya transformasi kearifan lokal ke dalam kebijakan daerah, substansi hukumnya akan bisa dilaksanakan oleh berbagai pihak turut serta berpartisipasi dalam pengelolaan pertambangan misalnya dalam penelitian ini adalah kearifan lokal terkait dengan pertambangan rakyat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Peraturan Daerah (Perda) yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sama sekali tidak ada yang mengakomodir kearifan yaitu Perda Nomor 7 Tahun 2014Pengelolaan Pertambangan Mineral, Perda Nomor 14 Tahun 2007, Perubahan atas Perda Kabupaten Bangka No. 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan, Perda Kabupaten Bangka Barat No. 4 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral, Perda
Kabupaten Bangka Barat No. 2 Tahun 2007 tentang Izin Usaha Pertambangan Umum, Perda Nomor 39 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral.
Kegiatan penambangan kapan dan dimanapun dilakukan, selalu akan bersentuhan langsung dengan perusakan lingkungan.11 Walaupun demikian aspek kelestarian lingkungan tetap harus diperhatikan dalam pengusahaan pertambangan mengenai12 misalnya mentransformasi kearifan lokal ke dalam kebijakan daerah sebagai upaya pengelolaan pertambangan rakyat dan tetap berwawasan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan mengenai apakah kearifan lokal terkait kasus pertambangan rakyat sudah ditranformasi ke dalam kebijakan daerah .
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yang merupakan penelitian norma-norma dalam peraturan hukum positif beserta asas hukumnya, untuk menemukan suatu peraturan hukum, prinsip, maupun pendapat-pendapat hukum yang diperkuat dengan data perpustakaan untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti13. Penelitian ini mempunyai sumber pokok dan pedoman pada data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari semua Peraturan Perundang-undangan yang relevan, yaitu UU No. 3 tahun 2020 mengenai perubahan UU no. 4 tahun 2009 mengenai Mineral Batubara, UU No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah, UU No. 32 tahun 2009 yang mengatur mengenai Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, peraturan daerah (Perda) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2014 Pengelolaan Pertambangan Mineral, Perda Kabupaten Bangka Nomor 14 Tahun 2007, Perubahan atas peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan, Perda Kabupaten Bangka Barat No. 4 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral, Perda Kabupaten Bangka Barat No. 2 Tahun 2007 tentang Izin Usaha Pertambangan Umum, Perda Kabupaten Bangka Tengah Nomor 39 Tahun 2011 Pengelolaan Pertambangan Mineral.
Data berupa bahan hukum sekunder merupakan pendapat-pendapat dari ahli hukum yang kompetensinya relevan dengan penelitian dalam buku-buku pustaka, hasil karya ilmiah dalam jurnal ilmiah hukum para ahli, berita-berita, materi dari situs-situs internet yang sah serta relevan dengan penelitian. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan media internet yang dianalisis dengan penalaran yuridis yang kualitatif, yaitu analisis hukum yang mendasarkan pada penalaran hukum (legal reasoning) dan argumentasi hukum (legal argumentation).
Transformasi menunjuk pada perubahan menuju ke arah yang yang baru baik berupa dalam bentuk maupun fungsi.14 Dalam pembangunan nasional hukum berfungsi pertama sebagai sarana pembaruan masyarakat yang menciptakan keteratur an atau ketertiban, kedua hukum berfungsi dalam arti kaidah atau peraturan sebagai sarana pengatur atau alat pembangunan yang berarti kegiatan manusia diarahkankepada kehendak pembangunan, disamping tradisional dalam hal fungsinya, yaitu menjamin adanya ketertiban serta kepastian.15
Kearifan lokal dimaksud merupakan kekuatan-kekuatan sosial yang lahir, tumbuh dan berkembang menjadi pranata hukum masyarakat setempat. Nilai hukum yang hidup dalam masyarakat yang dapat dijadikan isi hukum biasanya berupa kearifan-kearifan lokal masyarakat setempat.16 Horkheimer menuding rasionalitas masyarakat modern sebagai rasionalitas instrumental. Manusia modern hanya menjadi menjadi budak hasrat untuk menguasai dan memperalat dunia. Dengan modus seperti itu, manusia hanya berurusan dengan klasifikasi dan verifikasi fakta-fakta, sementara yang berkaitan dengan nilai-nilai emansipatoris-kemanusiaan dianggap tidak bermakna.17
Esmi Warassih Pujirahayu menegaskan bahwa suatu tatanan yang mewujud dari nilai itu (aturan/hukum/perilaku) tidak statis dan terbuka terhadap penetrasi-penetrasi dari luar, namun demikian jiwa/spirit yang dibangun oleh masyarakat itu tidak menjadikan dia hilang atau punah.18 Kearifan lokal merupakan sesuatu yang memiliki nilai sosial yang dapat atau digunakan masyarakat setempat dalam mengatur kehidupan sosial. Capra mengatakan bahwa kearifan lokal didasarkan pada penghormatan yang tinggi atas alam.19 Sehingga kesadaran dalam hukum itu bisa merupakan pola kesadaran dimana individu merasakan suatu rasa memiliki, dari rasa keberhubungan yang bersifat spiritual, terlekat dengan alam lingkungan alamiah dan sosialnya (deep ecology).20
Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap ketauladanan lainnya mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Visi dan ideologi pembangunan yang lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi, perkembangan fisik, dan material dibandingkan dengan nilai spiritualitas dan kearifan
lokal disana sini dipropagandakan oleh mesin-mesin negara sehingga dalam banyak hal mempengaruhi cara berpikir dan bertindak sebagian besar warga masyarakat.21
Daerah telah diberikan ruang untuk mengatur daerahnya sendiri melalui otonomi daerah, namun tentunya harus sejalan dengan kebijakan dari pemerintah pusat, mengingat dalam lampiran UU PEMDA ( Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014) telah menjadi urusan pemerintah konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, sehingga diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap kedudukan hukum pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kewenangan yang dimiliki.22
Kebijakan daerah tidak didefinisikan dalam ketentuan umum pada UU PEMDA, namun dalam penjelasan hanya menjelaskan bahwa kebijakan daerah adalah Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala Daerah (Penjelasan Pasal 17 dan Penjelasan Pasal 22 UU PEMDA). Sedangkan kebijakan daerah berdasarkan UU sebelumnya tidak begitu jelas (kabur), Penjelasan umum butir 7 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa kebijakan daerah yaitu peraturan daerah, peraturan kepala daerah dan ketentuan daerah lainnya. Namun jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah Penggunaan terminologi “ kebijakan daerah” menurut Undang-Undang PEMDA lebih sempit ruang lingkupnya. Untuk terminologi “kebijakan daerah“, Peraturan Menteri Dalam Negeri menggunakan terminologi “produk hukum daerah” mempunyai karakter mengatur serta menetapkan. Karakter dari produk atau peraturan hukum daerah yang berupa pengaturan meliputi perda atau nama lainnya, peraturan kepala daerah, peraturan bersama kepala daerah, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan produk hukumdaerahbersifat penetapan meliputi keputusan kepala daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD.23
Kebijakan publik berupa peraturan kepala daerah seringkali mampu membantu tercapainya suatutujuan peraturan daerah, sehingga implementasi peraturan kepala daerah tersebut secara evaluatif dipandang sebagai kebijakan publik yang tepat sebagai solusi terlaksanakannya suatu peraturan daerah bermasalah. Apabilaperaturan kepala daerah yang telah ditetapkan ternyata bukan merupakan instrumen yang dapat membantu tercapainya tujuan peraturan daerah, maka secara evaluatif implementasi
kebijakan publik terhadapnya akan dipandang sebagai suatu kebijakan publik yang bersifat tidak kontributif dalam mencapai tujuan peraturan daerah.24
Model Transformasi kebijakan daerah bisa dijelaskan dengan menggunakan teori bekerjanya hukum dalam masyarakat dari Chambliss-Seidman yang menjelaskan bagaimana transformasi kearifan lokal terkait kasus pertambangan rakyat ke dalam kebijakan daerahdengan mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor atau kekuatan-kekuatan sosial yakni berupa kearifan lokal terkait kasus pertambangan rakyat. Hal itu sudah dimulai dari tahap pembutaan hukum, yaitu kebijakan daerah dan terus berusaha untuk masuk dan mempengaruhi setiap proses legislasi secara efektik dan efisien, penerapan atau penegakannya sampai pada peran yang diharapkan, bergantung pada kekuatan-kekuatan sosial (kearifan lokal) yang melingkupinya.25
Transformasi dengan Mengadaptasi Bagan Bredemeier dan Bekerjanya Hukum Chamblis Dan Seidman
Menggunakan bagan Bredemeier yang memanfaatkan kerangka besar sistem masyarakat Talcott Parsons dan dikombinasi dengan teori bekerjanya hukum Chamblis and Seidman di atas, terlihat kekuatan-kekuatan sosial sangat mempengaruhi proses bekerjanya hukum yang dimulai dari tahap pembuatan Kebijakan daerah, penerapannya, dan sampai pada peran yang diharapkan. Kekuatan
sosial mulai bekerja pada tahap pembuatan Kebijakan Daerah dan akan terus berusaha untuk masuk dan mempengaruhi setiap proses legislasi secara efektif dan efisien.
Adapun peraturan yang dikeluarkan akan menimbulkan hasil yang diinginkan, tapi efeknya sangat bergantung pada kekuatan-kekuatan sosial yang melingkupinya dalam hal ini kearifan lokal.26 Untuk dapat memahami kekuatan pengaruh dari komponen-komponen sosial secara lebih baik, maka kita harus berusaha mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari ilmu sosial, kita harus dapat memanfaatkan ilmu sosial untuk memahami masalah-masalah hukum yang merupakan masalah-masalah manusia. Bagan tersebut diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut :
-
1. Setiap peraturan hukum dalam hal ini kebijakan daerah memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang peran (role occupant), misalnya penambang rakyat atau penambang timah inkonvensional (TI) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bertindak sesuai ketentuan yang telah diatur.
-
2. Bagaimana seorang pemegang peran, misalnya penambang rakyat akan bertindak sebagai suatu respon terhadap kebijakan daerah tentang Pengelolaan Pertambangan adalah fungsi yang ditujukan kepada pemegang peran oleh peraturan-peraturan hukum daerah, khususnya tentang transformasi kearifan lokaldalam kasus pertambangan rakyat.
-
3. Bagaimana lembaga pelaksana atau penerap sanksi dalam hal ini yang dilakukan oleh penerap sanksi, ditujukan kepada lembaga penerap sanksi, sanksinya berupa apa, keseluruhan hal lain yang berada di luar dirinya, perekonomian, politikal situasi dan sebagainya mengenai diri serta respon balik yang datang dari pihak yang dikenai peraturan di daerah atau dalam hal ini, penambang.
-
4. Bagaimana pembuat kebijakan daerah akan bertindak berfungsi sebagai pembuat peraturan yang mengatur tingkah laku lembaga pelaksana, penerap sanksi, dan pihak yang dikenai pedraturan keseluruhan kompleks politiknya, faktor sosial, tingkat dan aktifitas ekonomi dan lain sebagainya tentang diri serta respon balik yang datang dari pihak yang dikenai peraturan di daerah atau dalam hal ini, penambang.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa sangat penting untuk mengakomodir kearifan lokal masyarakat ke dalam kebijakan daerah. Namun kedudukan Daerah apabila tidak diikuti dengan aturan hukum yang jelas dan pelaksanaan yang konsisten dalam mentransformasi kearifan lokal, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada gilirannya nanti dapat meningkatkan konflik pada pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.
Pengaturan mengenai pertambangan rakyat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dimana menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pertambangan (UU No.11 Tahun 1967). Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari kuasa pertambangan dan bentuk hukum perjanjian (kontrak karya) menjadi sistem perizinan, sehingga Pemerintah tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi pihak yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri pertambangan mineral dan batubara.
Dengan tidak disebutkannya bidang pertambangan sebagai urusan pemerintah (pusat) pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ini, maka pada asasnya urusan pemerintahan di bidang pertambangan merupakan urusan kewenangan dari pemerintah daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam memperoleh wewenang di bidang penerbitan perizinan melalui atribusi sebagai bagian dari pelayanan administrasi Negara yang mempunyai tugas mewujudkan kesejahteraan umum (bestuurzorg).
Keunikan pengelolaan pertambangan yang termuat dan diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat dimaknai bahwa kewenangan urusan pertambangan bukan merupakan kewenangan mutlak yang terdapat pada pemerintah daerah rovinsi maupun pemerintah daerah Kabupaten/kota, melainkan suatu urusan yang bersifat “pilihan”, yaitu kewenangan atau urusan yang dilihat dalam aspek yuridis serta praktis ada dan sangatmempunyai potensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan potensi unggulan daerah, ciri khas serta kondisi dimana peraturan hukum daerah itu dibuat dan diberlakukan.
Hal ini sejalan dengan kebijakan pengelolaan mineral dan batubara dilakukan melalui kewenangan pengelolaan lingkungan hidup sebagai pintu masuk agar dikelola dengan azas dan kesadaran memelihara serta melestarikan lingkungan demi pembangunan terus menerus, melindungi negara dari pencemaran dan kerusakan. Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, maka tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah :
-
1. menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha terakit pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
-
2. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
-
3. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
-
4. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
-
5. meningkatkan aspek pendapatan masyarakat setempat, di daerah, dan secara umum linkup Negara, sertamenciptakan lapangan pekerjaan untuk tujuan kesejahteraan rakyat;
-
6. menjaminkepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha terkait pertambangan mineral dan batubara.
Berdasarkan tujuan di atas maka pelaksanaan kegiatan usaha bidang pertambangan mineral dan batubara, selain penting untuk diperhatikan sistem perizinan dalam rangka otonomi daerah, juga keterkaitannya dengan izin lingkungan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai perkembangan baru yang juga merupakan perkembangan baru dari desentralisasi Analisis Mengenai Dampak Lingungan Hidup (AMDAL). Dalam proses keputusan sistem perizinan di bidang mineral dan batubara, sebagian pelaksanaannya berada pada pemerintah daerah dan apabila perizinan ini di bidang kehutanan terkait pula dengan hak pinjam pakai bagi lahan yang akan digunakan sebagai wilayah usaha pertambangan.
Perubahan kebijakan pelaksanaan kegiatan usaha dari rezim kontrak kepada rezim perizinan sesungguhnya memberikan harapan bagi peningkatan nilai manfaat bagi masyarakat di Negara Indonesia sesuai dengan amanah Pasal 33 UUUDNRI Tahun 1945. Hal ini disebabkan kedudukan pemerintah daerah yang lebih dominan dalam kegiatan usaha pertambangan, sehingga memberikan kemudahan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan suatu kebijakan dalam kegiatan usaha pertambangan.
Produk hukum daerah adalah produk hukum berbentuk peraturan meliputi Perda atau nama lainnya, Perkada, Peraturan Bersama KDH, Peraturan DPRD dan berbentuk keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD. Berdasarkan definisi tersebut Jenis produk hukum daerah terdiri atas:
-
1. Produk hukum yang berbentuk pengaturan terdiri dari:
-
a. Peraturan Daerah Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan Persetujuan Bersama Gubernur;
-
b. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten /Kota dengan Persetujuan Bersama Bupati /Walikota;
-
c. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah Peraturan Gubernur dan / atau Peraturan Bupati / Walikota.
-
d. Peraturan Bersama Kepala Daerah, Peraturan Bersama Kepala Daerah yang selanjutnya disingkat PB KDH adalah peraturan yang ditetapkan oleh dua
atau lebih kepala daerah, yang terdiri atas : Peraturan Bersama Gubernur dan Peraturan Bersama Bupati/ Walikota
-
e. Peraturan DPRD adalah peraturan yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD Provinsi dan Pimpinan DPRD Kabupaten / Kota.
-
2. Produk hukum daerah yang berbentuk penetapan dengan sifat kongkrit, individual dan final terdiri dari:
-
a. Keputusan Kepala Daerah, terdiri atas : Keputusan Gubernur Keputusan Bupati / Walikota
-
b. Keputusan DPRD
-
c. Keputusan Pimpinan DPRD
-
d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD.27
Saat ini sudah diberlakukan UU baru yaitu UU no. 3 tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Pasal 8 UU Minerba mencabut kewenangan pemerintah daerah dalam hal pengelolaan Pertambangan. Jadi kesimpulannya pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sudah tidak mempunyai kewenangan apapun terkait aktivitas pertambangan yang ada di daerahnya. Sebagai konsekuensinya, upaya mengakomodir
kearifan lokal dalam aktifitas tambang tidak dapat dilakukan dengan pembentukan produk hukum daerah.
Tabel pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah pada Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, menerangkan bahwa pemerintah kabupaten/ kota sama sekali tidak mempunyai kewenangan dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara Pada Matrik pembagian urusan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota bidang mineral dan batubara pada Lampiran UU PEMDA, khususnya pada Sub Urusan Mineral dan Batubara, menerangkan bahwa kewenangan mengurus berada padapemerintah provinsi dan pemerintah pusat, yaitu dalam hal penetapan wilayah pertambangan dan izin usaha pertambangan. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 1:
Tabel 1
Pembagian Urusan Pemerintah Pusat, Provinsi Dan Kabupaten Kota Bidang Mineral Dan Batubara Sub Urusan Mineral Dan Batubara
No |
SUB URUSAN |
PEMERINTAH PUSAT |
DAERAH PROVINSI |
DAERAH KABUPATEN/ KOTA |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
2 |
Mineral dan Batubara |
pertambangan sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional, yang terdiri atas wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat dan wilayah pencadangan negara serta wilayah usahaPertambangan khusus
mineral logam dan batubara serta wilayah izin usaha pertambangan khusus.
mineral bukan logam dan batyan linas Daerah provinsi dan wilayah laut lebih dari 12 mil.
pertambangan mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuUsaha pertambangan dan penetapan jumlah produksi setiap Daerah provinsi untuk komiditas mineral logam dan batubara. |
mineral bukan logam dan batuan dalam 1(satu) Daerah Provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil
pertambangan mineal logam dan batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan Daaerah yang berada dalam 1 (satu) Daerah Provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.
bukan logam dan batuan dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan yang berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut. |
pertambangan operasi produksi khusus untuk pengelolahan dan pemurnian yang komoditas tambangnya yang berasal dari Daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas pengelolahan dan pemurnian, atau impor serta daam rangka penanaman modal asing.
sumber daya mineral dan energi nasional
bencana geologi |
Sedangkan kewenangan dalam hal pengakuan kearifan lokal pada pada Lampiran pembagian urusan Pemerintah Pusat, Provinsi dan KabupatenKota, berada pada Sub Bidang Pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat (MHA), kearifan lokal dan hak MHA mengenai Pengelolaan serta perlindungan lingkungan hidup, berada dalam kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten/ kota, dapat ditinjau tabel 2.
Tabel 2
Pembagian Urusan Pemerintah Pusat, Provinsi Dan Kabupaten Kota, Sub Bidang Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA), Kearifan Lokal Dan Hak MHA
No |
SUB URUSAN |
PEMERINTAH PUSAT |
DAERAH PROVINSI |
DAERAH KABUPATEN/ KOTA |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6. |
Pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat(MHA) , kearifan lokal dan hak MHA yang terkait dengan PPLH |
kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di 2 (dua) atau lebih Daerah provinsi
kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di 2 (dua) atau lebih Daerah provinsi. |
tradisional dan hak kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di dua atau lebih Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.
tradisional dan hak kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak |
atau pengetahuan tradisional dan hak kearifan lokal atau pengetahuantradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di Daerah kabupaten/kota.
MHA, kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak kearifan lokal atau pengetahuan tradisional dan hak MHA terkait dengan PPLH yang berada di Daerah kabupaten/kota. |
MHA terkait dengan PPLH yang berada di dua atau lebih Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. |
Jika diamati dari peraturan yang ada mengenai pertambangan, yaitu UU No. 3 tahun 2020 tentang perubahan UU no. 4 tahun 2009 dan UU Pemda, pengakuan mengenai kearifan lokal tidak terakomodir, hanya jika ditinjau,hal itu berada pada aspek pengelolaan lingkungan. Pemerintah kabupaten diberikan kewenangan atas pengelolaan lingkungan hidup dengan mengakui kearifan lokal. Dengan demikian seharusnya kearifan lokal mengenai kasus pertambangan pun dapat diakomodir dalam produk hukum daerah kabupaten/kota.
4. Kesimpulan
Hukum positif mengenai pertambangan rakyat saat ini tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengatur aktivitas pertambangan di wilayahnya. Hal ini tentu relatif menyulitkan ruang gerak pemerintah kabupaten/kota untuk menentukan hal-hal yang bersifat strategis dalam menentukan arah kebijakan pertambangan di wilayahnya.Realitas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan betapa sejumlah pemerintah daerah kabupaten nampak berada dalam posisi yang dilematis dalam menindak berbagai pelanggaran hukum aktivitas pertambangan, khususnya pada tambang inkonvensional (TI Kearifan lokal sesungguhnya sangat penting diperhatikan dalam menanggulangi persoalan pertambangan rakyat di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hanya saja, pemerintah daerah kabupaten/kota tidak serta-merta dapat mengakomodirnya ke dalam peraturan daerah, sehubungan dengan keterbatasan kewenangan di bidang pertambangan rakyat. Kendatipun demikian, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dapat menjadikan kewenangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup sebagai pintu masuk untuk mentransformasikan kearifan lokal, ke dalam produk hukum daerahnya.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih diberikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Bangka Belitung yang telah mendanai kegiatan ini melalui skim Penelitian Unggulan (PU) Universitas Bangka Belitung tahun 2020.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi.
Buku.
Capra, F. (2002) Jaring-Jaring Kehidupan Visi Baru Epistemologi Dan Kehidupan, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Chambliss, W.J. & Seidman, R.B. (1971), Law, Orderand Power, Addison-Wesley Publising Company, Reading, Massachusetts.
Marzuki, P.M. (2010). Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.
Rachmad safa’at, dkk. (2015). Relasi Negara dan Masyarakat Adat, Perebutan Kuasa Atas Hak Pengelolaan Sumberdaya Alam, Malang: Surya Pena Gemilang.
Salim H. S. (2013). Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia, Bandung: Pustaka Raka Cipta.
Saptomo Ade. (2010), Hukum dan Kearifan Lokal, Jakarta: Grasindo Press.
Sony Keraf (2014). Filsafat Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Kanisius.
Supramono, G. (2012) Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Susilo, J. dan Maemunah. S. (2002), Tiga Abad Melayani (Potret Tambang Timah di Bangka Belitung), Jakarta: JATAM.
Jurnal.
Emmysilaswatyfaried, Suparwi. (2019). Evaluasi Implementasi Kebijakanpublik Terhadap Peraturan daerah bermasalah, Jurnal Supremasi, Volume 9, Nomor 2. DOI: https://doi.org/10.35457/supremasi.V9i2.716, h. 18.
Faisal, Toni. (2019). Antara Akumulasi Informasi Dan Paradigma Kebangsaan,
Progresif: Jurnal Hukum Volume XIII/No.1/ DOI: https://doi.org/
10.33019/progresif.v13i1.1031, h. 61.
Kalalo, F. P., Pontoh, K. C., & Pangemanan, A. E. (2020). Pengelolaan sampah melalui pemilahan dan jadwal pembuangan sampah rumah tangga sebagai upaya penegakkan hukum lingkungan di Indonesia. PROGRESIF: Jurnal Hukum, 14(1), 76-88. DOI: http://doi.org/10.33019/progresif.v14i1.1662, h. 78.
Fakrulloh, Z,A. (2018). Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah , Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, DOI: http://dx.doi.org/10.46839/
Jorawatisimarmata. (2015), Perspektif Kebijakan Daerah Dalam Konteks UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait (The Perspective Of Local Policy In Contex Of Law Number 23 Of 2014 On Local Government And Other Related Laws), Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 12, No 2, h. 8-9. https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/ article/view/400
Pujirahayu, E.W. (2008) “Keberagaman Bukan Keseragaman: Hukum Haruskah Memihak”, Makalah dalam Seminar Nasional dan Bedah Buku “Biarkan Hukum Mengalir”, FH-Undip Semarang, 25 Mei 2008
Nurhayanto, P., & Wildan, D. (2016). Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal
Masyarakat Adat Cireundeu. SOSIETAS, 6(1). DOI: https://doi.org/
Rahayu, D.P. (2012), Budaya Hukum Penambang Timah Inkonvensional (TI) Terhadap Mekanisme Perizinan Berdasar Perda Pengelolaan Pertambangan Umum Di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 41,No. 4, 493-504. DOI: 10.14710/mmh.41.4.2012. h. 494.
Rahayu, D. P. (2016). Kearifan Lokal Tambang Rakyat sebagai Wujud Ecoliteracy di Kabupaten Bangka. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 23(2), 320-342. DOI:
https://doi.org/10.20885/iustum.vol23.iss2.art8.
Rahayu, D.P. Faisal, Jamilah Cholillah. (2019). Rekonstruksi Partisipasi Masyarakat Dalam Perizinan Pertambangan Rakyat Berbasis Nilai Kearifan Lokal (Studi Kasus Izin Pertambangan Rakyat Di Kabupaten Belitung Timur). Prosiding Seminar Hukum dan Publikasi Nasional (Serumpun), Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung.
Sandywifaqah, (2020), Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengawasan Alat Kesehatan, Jurnal Kebijakan Pemerintahan Volume 3 Nomor 1, 30-31. DOI: https://doi.org/10.33701/Jkp.V3i1.1039.
Utami, P,N. (2018). Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Perspektif Hak Atas Rasa Aman Di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Hukum De Jure 9, No. 1, 1– 17. DOI: http://dx.doi.org/10.30641/ham.2018.9.
Zudan Arif Fakrulloh, (2018), Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah. Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, DOI:
http://doi.org/10.5281/zenodo.1286124.
Online/World Wide Web
Chairul Aprizal, Aktivitas Tambang Ilegal di Pal 2 Dekat Pemukiman Distop, https://wowbabel.com/.2020/03/04/aktivitas-tambang-ilegal-di-pal-2-dekat-pemukiman-distop?p=2, diakses 4 Maret 2020.
Chairul Aprizal, Pemilik TI di Parittiga Tewas Tertimbun Tanah Tambangnya Sendiri,https://wowbabel.com/2020/03/05/pemilik-ti-di-parittiga-tewas-tertimbun-tanah-tambangnya-sendiri?p=2, diakses 5 Maret 2020.
https://wowbabel.com/2020/01/16/video-razia-tambang-timah-di-kolong-pam-merawang, diakses 3 Maret 2020.
“Data Lokasi Kasus/Provinsi,” Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, last modified 2018, accessed October 30, 2018,
http://sipkumham.balitbangham.go.id/petalitkumham/grafik.
Nurhayati, Alexander Fransiscus Minta Kapolda Tuntaskan Kasus Kericuhan Tambang TI di Desa Sijuk, https://bangka.tribunnews.com/ 2019/12/02/alexander-fransiscus-minta-kapolda-tuntaskan-kasus-kericuhan-tambang-ti-di-desa-sijuk, diakses 6 Maret 2020.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 04 tahun 2009 tentang Mineral Batubara
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
Peraturan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2014 Pengelolaan Pertambangan Mineral,
Perda Kabupaten Bangka Nomor 14 Tahun 2007, Perubahan atas peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan,
Perda Kabupaten Bangka Barat No. 4 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral
Perda Kabupaten Bangka Tengah No. 2 Tahun 2007 tentang Izin Usaha Pertambangan Umum
Perda Kabupaten Bangka Tengah Nomor 39 Tahun 2011 Pengelolaan Pertambangan Mineral.
Putusan Pengadilan
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 72/PUU-VIII/2010
Jurnal Kertha Patrika, Vol. 42, No. 3 Desember 2020, h. 258 - 274
274
Discussion and feedback