Pengaturan Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Jalur Zonasi Sekolah
on

Vol. 41, No. 3, Desember 2019
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika
E-ISSN 2579-9487 P ISSN 0215 899X
Pengaturan Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Jalur Zonasi Sekolah
I Putu Andika Pratama1
I Ketut Suardita2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana E-mail: pratamaiputuandika@yahoo.co.id
2Fakultas Hukum Universitas Udayana E-mail: ketut_suardita@unud.co.id
Info Artikel
Masuk : 27 November 2019 Diterima : 26 Desember 2019
Terbit : 29 Desember 2019
Keywords :
School; Zoning System;
Discretion.
Kata kunci:
Sekolah; Sistem Zonasi; Diskresi
Corresponding Author:
I Putu Andika Pratama,
E-mail:
DOI :
10.24843/KP.2019.v41.i03.p05
Abstract
Education is the human’s right as the main foundation in the development of the nations. The school zoning system is implemented in the process of accepting new students in order to access education evenly. The problem of this research is related to the rules of accepting new students through the zoning system and the authority in determining their zones. It is a normative legal research that uses statutory, fact, and analytical conceptual approaches. It focuses on a primary legal sources namely the Regulation of Minister of Education and Culture No. 51 Year 2018 and secondary legal materials such as books, law journals, and scientific articles. Sources were collected by using a card system and then processed through analytical techniques to obtain conclusions. The results showed that there is vagueness norm in determining the school zone which has caused some problems for the new students. Therefore, the local government’s authority is needed to interpret this vagueness, and give freedom in determining the zoning area for the new students who cannot enter the school because of the long distance. It should be done in order to implement educational justice in Indonesia.
Abstrak
Pendidikan merupakan hak setiap orang yang berfungsi sebagai pondasi utama dalam pembangunan suatu bangsa.Untuk pemerataan akses pendidikan maka diberlakukannya sistem zonasi sekolah dalam proses penerimaan peserta didik baru untuk pemerataan sekolah. Adapun permasalahan dalam penulisan ini yaitu terkait dengan pengaturan penerimaan peserta didik baru melalui sistem zonasi dan kewenangan dalam penentuan zonasi peserta didik baru. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta dan pendekatan analisis konseptual. Penelitian ini memfokuskan analisis hukum terhadap bahan hukum primer yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kemudayaan No. 51 Tahun 2018 dan bahan hukum sekunder berupa buku dan
artikel hukum berupa jurnal dan penelitian ilmiah. Adapun teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan sistem kartu yang selanjutnya dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini yaitu adanya kekaburan norma dalam penentuan zonasi sekolah yang menimbulkan permasalahan bagi peserta didik baru. Kewenangan pemerintah daerah diperlukan guna menafsirkan kekaburan dan melakukan kebebasan penentuan wilayah zonasi apabila terdapat siswa yang tidak mendapat sekolah karena terkendala jarak. Hal ini penting dilakukan demi terwujudnya asas keadilan dalam dunia pendidikan di Indonesia.merupakan hak setiap orang yang berfungsi sebagai pondasi.
Pendidikan merupakan salah satu hak yang bersifat mendasar bagi seluruh warga negara, khususnya di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 28 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak dalam pengembangan dirinya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dan berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan demi mewujudkan kesejahteraan umat manusia. Selain itu juga diatur di dalam Pasal 28 E ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kebebasan dalam hal memilih pendidikan dan juga memilih pengajaran. Pendidikan diibaratkan sebagai modal dasar dalam kebudayaan dan sebuah pondasi utama dalam membangun peradaban suatu bangsa. Sebuah kesadaran akan pentingnya pendidikan akan menentukan kualitas kesejahteraan lahir dan batin serta masa depan masyarakatnya.
Misi pendidikan yang paling utama adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya dengan harapan jangan sampai generasi selanjutnya tidak dapat mengenyam pendidikan yang dalam hal ini ilmu pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh Bangsa Indonesia. Namun eksistensi dunia pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi permasalahan dikarenakan masih terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan dalam proses belajar mengajar maupun dari dunia pendidikan itu sendiri. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah berupaya dalam mengurangi kesenjangan-kesenjangan dalam kehidupan di masyarakat sebagai implementasi Nawa Cita Presiden Republik Indonesia H. Joko Widodo.1 Salah satu kebijakan yang ditempuh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (selanjutnya disebut Kemendikbud) sebagai bentuk pemerataan akses pada layanan pendidikan serta pemerataan kualitas pendidikan nasional adalah dengan menerapkan kebijakan sistem zonasi sekolah. Dalam hal ini telah diberlakukannya aturan baru mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (selanjutnya disebut PPDB) dengan memakai sistem zonasi (wilayah).
PPDB dalam hal ini sebagai upaya pemerintah untuk pemerataan pendidikan sehingga tidak terdapat lagi beberapa sekolah yang sangat diminati oleh peserta didik yang
mendaftar, sedangkan di beberapa sekolah lainnya kurang peminat. Dalam beberapa kasus, siswa yang berdomisili disekitar sekolah tidak diterima masuk ke sekolah yang diminati dan harus mendaftar ke sekolah lain yang lebih jauh.2 Sehingga dengan demikian salah satu solusi dari Kemendikbud untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan diundangkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan (selanjutnya disebut Permendikbud No. 51 Tahun 2018).
Dampak dari dikeluarkannya Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut menyebabkan terjadinya kontroversiyang sampai saat ini masih sering dikeluhkan oleh orangtua peserta didik yang akan mencari sekolah selepas tamat dalam jenjang pendidikan. Pada dasarnya dikeluarkannya Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses pemerataan peserta didik antara pendidikan atau sekolah di wilayah kota dengan pendidikan atau sekolah di wilayah pedesaan. Dari sisi pembuatan kebijakan, terdapat suatu tujuan baik yaitu agar anak dapat sekolah dekat dengan tempat tinggal tanpa melihat hasil dari Ujian Akhir Nasional (selanjutnya disebut UAN) sebagai syarat mutlak kelulusan dan mencari sekolah. Penerapan sistem zonasi juga memiliki tujuan untuk menghapus istilah sekolah favorit pada sekolah negeri yang memang paling diminati di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut didasarkan karena terdapat pandangan dualisme dalam sistem pendidikan terkait sekolah favorit dan sekolah non favorit. Selain itu juga penerapan sistem zonasi terhadap PPDB didasarkan oleh keinginan pemerintah untuk memberikan pendidikan yang baik dan mumpuni bagi seluruh warga negaranya.
Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan kebijakan tersebut, timbulnya suatu permasalahan akibat ditetapkannya sistem zonasi tersebut. Hal ini dikarenakan sistem penerapan terkait zonasi sekolah diserahkan ke masing-masing pemerintah daerah tetapi tidak mencermati terlebih dahulu terkait faktor-faktor seperti pendataan penduduk, jarak sekolah dan akses sekolah dari masing-masing daerah.3 Selain itu juga sistem zonasi tersebut kurang dilakukannya sosialisasi sehingga menimbulkan permasalahan, terlebih lagi terkait dikeluarkannya Permendikbud No. 51 Tahun 2018 yang sampai sata ini masih menjadi polemik bagi orang tua peserta didik baru yang akan mencari sekolah. Terlebih lagi dalam proses penyusunannya sampai pada tahap pemberlakuannya, terdapat adanya kekaburan norma di salah satu pasal yaitu Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut. Adanya kekaburan norma (vague van normen) menyebabkan permaknaan yang bersifat multitafsir.4 Beranjak dari permasalahan tersebut, dikhwatirkan akan berdampak kurang baik dalam teknis pelaksanaanya di lapangan.
Terkait dengan penulisan jurnal ini akan dibahas lebih lanjut yaitu terkait: (1) Pengaturan mengenai penerimaan peserta didik baru melalui sistem zonasi; dan (2) Kewenangan dalam penentuan zonasi peserta didik baru.
Terkait dengan state of art atau penelitian terdahulu yang telah dilakukan, PPDB sistem zonasi sekolah ini hanya dikaji oleh jurusan atau pendidikan keguruan terkait dengan sistem informasi dan tata cara pendaftaran. Selain itu hanya ditampilkan berupa artikel-artikel koran dan media sosial. Namun kajian dari segi aturan hukum mengenai PPDB sistem zonasi sekolah tidak ditemukan penelitian terdahulu, sehingga orisinalitas penelitian ini sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu agar mengetahui pengaturan PPDB melalui sistem zonasi sekolah dan kewenangan dalam penentuan zonasi peserta didik baru. Selain itu juga sebagai kritisi terhadap sistem zonasi sekolah dalam hal penerimaan peserta didik baru jenjang pendidikan usia dini maupun jenjang pendidikan 12 (dua belas) tahun .
Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode normatif.5 Metode ini digunakan di dalam penulisan jurnal terkait dengan permasalahan norma kabur (vague van normen) yang terdapat di salah satu pasal di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Metode normatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian hukum dengan menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu berupa literatur, jurnal maupun karya tulis yang berkaitan dengan hukum pemerintahan.6 Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue-approach), pendekatan fakta (fact approach) dan pendekatan analisis konseptual (analytical conseptual approach). Selain itu juga menggunakan bahan hukum primer yaitu Permendikbud No. 51 Tahun 2018 dan bahan hukum sekunder berupa buku dan artikel ilmiah yang terkait dengan hukum pemerintahan. Untuk teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan sistem kartu dan kemudian diolah melalui teknik analisis sehingga diperoleh hasil sesuai yang diinginkan.
Terkait dengan pemberlakuan sistem PPDB telah diatur di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018. PPDB menurut Pasal 1 Angka 7 Permendikbud No. 51 Tahun 2018 menyatakan bahwa PPDB adalah penerimaan peserta didik baru pada tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan sekolah yang mengacu pada asas-asas yang salah satunya yaitu asas keadilan sebagaimana dimuat di dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Maksud sekolah dalam pasal ini adalah tingkat Sekolah Dasar (SD), tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam hal ini jumlah sekolah menurut jenjang pendidikan disajikan dalam tabel berikut ini:
Data Pokok Pendidikan Menurut Jenjang Pendidikan di Indonesia
Tahun 2017/2018
NO |
JENJANG PENDIDIKAN |
JUMLAH SEKOLAH |
1 |
Taman Kanak-Kanak |
91.089 |
a. Negeri |
3.363 | |
b. Swasta |
87.726 | |
2 |
Sekolah Dasar |
148.244 |
a. Negeri |
131.947 | |
b. Swasta |
16.270 | |
3 |
Sekolah Menengah Pertama |
38.960 |
a. Negeri |
23.227 | |
b. Swasta |
15.733 | |
4 |
Sekolah Menengah Atas |
13.495 |
a. Negeri |
6.732 | |
b. Swasta |
6.763 | |
5 |
Sekolah Menengah Kejuruan |
13.710 |
a. Negeri |
3.519 | |
b. Swasta |
10.191 | |
JUMLAH TOTAL |
307.655 | |
a. Negeri |
169.378 | |
b. Swasta |
138.277 |
Sumber: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017/2018
Berdasarkan tabel Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dapat dilihat jumlah keseluruhan sekolah yang ada di seluruh provinsi di Indonesia yaitu sebanyak 307.655 (tiga ratus tujuh ribu enam ratus lima puluh lima) yang terdiri dari gabungan antara sekolah negeri dan sekolah swasta.
Pada tahapan prosesnya, PPDB dilakukan setahun sekali setiap bulan Mei mengacu pada saat setelah peserta didik dinyatakan lulus berdasarkan jenjang pendidikan yang telah ditempuh sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan telah dilaksanakannya proses akhir yaitu Ujian Nasional dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan sehingga dikeluarkannya ijasah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN) yang menurut Pasal 1 Angka 9 Permendikbud No. 51 Tahun 2018 adalah surat keterangan yang di dalamnya berisikan nilai ujian nasional serta tingkat capaian standar kompetensi lulusan yang telah dinyatakan dalam kategori-kategori yang ditentukan.
Terkait dengan pendaftaran PPDB ketika peserta didik telah dinyatakan lulus Ujian Nasional, dilakukan dengan beberapa jalur. Konsekuensinya yaitu sekolah-sekolah dilarang membuka jalur PPDB diluar dari apa yang diatur di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Menurut Pasal 16 Permendikbud No. 51 Tahun 2018, PPDB dilakukan melalui 3 (tiga) jalur yang dalam hal ini setiap peserta didik baru hanya dapat memilih 1 (satu) dari 3 tiga) jalur yang telah disediakan yaitu sebagai berikut:
-
(a) Jalur zonasi, yang dalam hal ini merupakan jalur untuk peserta didik yang memprioritaskan pada jarak tempat tinggal terdekat dengan sekolah dalam zonasi yang telah ditetapkan. Jumlah alokasi penerimaan yang diatur dalam pasal ini yaitu paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dihitung berdasarkan daya tampung sekolah;
-
(b) Jalur prestasi, yang dalam hal ini adalah jalur yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki sejumlah prestasi dan berada di luar zonasi sekolah. Jumlah alokasi penerimaan yang diatur dalam pasal ini yaitu paling banyak 5% (lima persen) dihitung berdasarkan daya tampung sekolah. Keistimewaan jalur prestasi adalah murid/siswa dapat memilih sekolah yang diinginkan tanpa terikat jalur zonasi; dan
-
(c) Jalur perpindahan tugas orang tua/wali, yang dalam hal ini adalah jalur yang ditujukan kepada peserta didik yang berdomisili diluar zonasi sekolah dikarenakan orang tuanya yang pindah domisili terkait pelaksanaan tugas/pekerjaan. Jumlah alokasi penerimaan yang diatur dalam pasal ini dihitungpaling banyak 5% (lima persen) berdasarkan daya tampung sekolah.
Salah satu jalur yang menjadi polemik sampai saat ini yaitu jalur zonasi. Dalam hal ini model dan konsep dari jalur zonasi sekolah merupakan kewenangan dari masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya sejalan dengan Pasal 20 ayat (1) Permendikbud No. 51 Tahun 2018 dengan berpegang teguh bahwa Kemendikbud ingin mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah demi terwujudnya pemerataan. Dengan melihat penjelasan tersebut, penentuan zonasi PPDB yang dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing wilayah sehingga terdapat adanya pendelegasian kewenangan yang merupakan pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang sudah memperoleh wewenang dan diberikan kepada badan-badan atau pejabat tata usaha negara lainnya.7
Terkait persyaratan PPDB sistem zonasi, pemerintah daerah telah menetapkan persyaratan bahwa peserta didik baru yang akan melakukan pendaftaran melalui sistem/jalur zonasi harus melampirkan Kartu Keluarga (KK) atau surat keterangan domisili paling singkat 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan PPDB sejalan dengan Pasal 18 Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh calon peserta didik dalam hal pemalsuan alamat dan/atau domisili terkait pengaturan zonasi PPDB. Terkait dengan hal tersebut disediakan akses pengawasan bagi masyarakat terkait kecurangan-kecurangan pelaksanaan PPDB melalui laman http://ult.kemendikbud.go.id.
Jika dikaji lebih dalam mengenai isi dari Permendikbud No. 51 Tahun 2018, dalam pemberlakuannya tetap berpegang teguh pada asas fiksi hukum yang berarti bahwa ketika
suatu peraturan perundang-undangan saat diundangkan, maka setiap orang dianggap tahu terkait keberlakuannya di masyarakat dan aturan tersebut diberlakukan kepada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah atau negara.8 Dengan demikian, PPDB dengan sistem zonasi merupakan salah satu persoalan yang bersifat urgent yang memiliki dampak dan pengaruh yang besar terhadap sistem pendidikan di Indonesia yang mengharuskan masyarakat mematuhi dan melaksanakannya sebagai bentuk konkrit dari pelaksanaan asas fiksi hukum.
Terkait terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, juga telah diatur dengan beberapa sanksi yang dimuat di dalam pasal-pasal Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut. Sanksi merupakan salah satu instrumen penegakan hukum guna menjamin kepastian, konsistensi pelaksanaan dan penegakan hukum.9 Sanksi tersebut lebih ditekankan kepada sanksi yang diberikan terhadap pemerintah daerah (gubernur dan bupati/walikota) dan penyelenggara pendidikan (dinas pendidikan, kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan) terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam proses PPDB masing-masing daerah sebagaimana telah dimuat di dalam Pasal 41 Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut. Penjatuhan sanksi tersebut dilakukan berupa: 1) teguran tertulis; (2) penundaan atau pengurangan hak; (3) pembebasan tugas; dan (4) pemberhentian secara sementara atau pemberhentian secara tetap dari jabatan.Penegakan hukum dilakukan dalam rangka eksistensi fungsi dari proses penegakan hukum yang merupakan upaya untuk menegakkan atau memberikan fungsi terkait norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.10
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang, harus selalu dan tetap memperhatikan kondisi-kondisi masyarakat dalam suatu wilayah tertentu.11 Hal tersebut dimaksudkan karena urgensi dari sebuah peraturan perundang-undangan diperlukan untuk mewujudkan tujuan hukum atau mengatasi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.12 Dalam hal ini beranjak pada pasal-pasal di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018, terdapat beberapa ketentuan-ketentuan kekaburan norma. Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Permendikbud No. 51 Tahun 2018 yang pada intinya menyatakan bahwa apabila terjadi kelebihan daya tampung dalam seleksi PPDB, maka dinas pendidikan wajib menyalurkan kelebihan tersebut pada sekolah lain dalam zonasi yang sama dan apabila tidak tersedia, maka disalurkan ke sekolah lain dalam zonasi terdekat. Jika frasa kabur tersebut ditarik kedalam aktivitas interpretasi terkait kekaburan norma, maka akan
menimbulkan permaknaan yang berbeda antara pembentuk Permendikbud tersebut dengan persepsi atau pandangan masyarakat. Bahwa hal ini diperlukan tindakan berupa interpretasi dalam fungsinya untuk memahami suatu teks atau isidari suatu peraturan perundang-undangan. Bahwasanya interpretasi dipergunakan untuk menafsirkan hukum apabila terjadinya suatu permasalahan norma yaitu norma kabur.13
Ketentuan Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Permendikbud No. 51 Tahun 2018 tersebut menjadi polemik sampai saat ini sehingga menyebabkan terjadinya beberapa kasus terkait zonasi PPDB di Indonesia. Jika ditelaah menurut pernyataan pasal tersebut, permaknaan kata sekolah lain memiliki kekaburan atau tidak jelas apakah dalam ruang lingkup sekolah negeri, sekolah PGRI atau sekolah swasta tidak dijelaskan di dalam Permendikbud tersebut. Selain itu juga permaknaan disalurkan ke sekolah lain dalam zonasi terdekat juga memiliki permaknaan yang tidak jelas. Hal tersebut dikarenakan sekolah yang dimaksud jika beranjak dalam pasal tersebut secara pasti lebih memusatkan perhatian dalam ruang lingkup zonasinya sehingga sangat tidak mungkin dapat memasukkan peserta didik baru di luar zonasinya kecuali peserta didik baru tersebut mengikuti proses PPDB melalui jalur prestasi. Kekaburan tersebut juga dipertegas dengan tidak adanya kewajiban sekolah untuk menerima peserta didik tersebut sehingga banyak kasus peserta didik yang tidak mendapat sekolah sehingga menyebabkan peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta yang secara otomatis biayanya lebih mahal daripada sekolah negeri.
Secara teoritis, dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan para pembuat kebijakan harus mengacu pada norma-norma yang ada. Hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan digunakan untuk tujuan mencapai harapan-harapan dan bisa memberikan kebahagiaan kepada rakyat dan bangsanya.14 Dengan demikian, pemerintah dalam menyusun peraturan perundang-undangan khususnya Permendikbud senantiasa harus mengacu kebutuhan masyarakat, disesuaikan dengan kondisi masyarakat di wilayah tertentu dan senantiasa berupaya mencegah timbulnya permasalahan-permasalahan yang bersifat normatif apabila peraturan perundang-undangan tersebut diberlakukan.
Terkait dengan adanya kekaburan norma di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018, secara konseptual diperlukan adanya peran serta dari pemerintah daerah sesuai apa yang telah didelegasikan menurut Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tersebut. Pemerintah daerah sesuai dengan kapasitasnya sebagai penentu kebijakan harus sejalan dengan 3 (tiga) tujuan yaitu mewujudkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan15 dan juga
perwujudan dari negara hukum.16 Hal tersebut difungsikan sebagai tolak ukur yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya suatu kebijakan di dalam kehidupan masyarakat.17 Sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk mencegah kekaburan norma tersebut, diperlukan adanya tindakan atau kewenangan dari pemerintah.18 Secara konsep, terdapat adanya kewenangan yang bersifat bebas dari pemerintah.19 Wewenang bebas mensyaratkan bahwa selama peraturan masih dapat ditafsirkan serta memberikan ruang gerak kebebasan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri isi dan materi dari keputusan yang akan dikeluarkan, maka wewenang pemerintah itu disebut wewenang yang mengandung suatu kebebasan. Wewenang bebas ini juga dapat terjadi bila peraturan yang menjadi dasarnya masih samar-samar atau masih kabur.
Terhadap permasalahan norma tersebut di atas, maka diperlukan adanya kebebasan penilaian (beoordelingsvrijheid) atau menafsirkan (interpretasi) sebagai salah satu bentuk dari kewenangan diskresi. Wewenang ini ada sejauh menurut hukum organ pemerintah untuk menilai secara sendiri dan eksklusif. Dalam kebebasan penilaian ditentukan bahwa pemerintah diberikan wewenang untuk menilai suatu norma yang tersamar yang dapat dibedakan atas 2 (dua) cara yaitu: (1) Kewenangan pemerintah untuk memutus sendiri; dan (2) Kewenangan pemerintah untuk menafsirkan atau menginterpretasikan norma-norma yang tersamar tersebut. Kebebasan tersebut merupakan suatu istilah yang di dalamnya mengandung suatu kewajiban dan kekuasaan yang luas. Berpedoman pada kewenangan bebas tersebut, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan berbagai tindakan hukum yang salah satunya yaitu interpretasi atau penafsiran.20 Hal tersebut dilakukan dalam rangka melayani kepentingan masyarakat untuk mewujudkan kepentingan umum.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan dapat melakukan tindakan-tindakan hukum dalam hal pembuatan kebijakan-kebijakan terkait kekaburan norma tersebut.21 Seperti salah satunya melakukan interpretasi atau penafsiran hukum terhadap Permendikbud No. 51 Tahun 2018 agar pemberlakuannya senantiasa sejalan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).22 Setelah dilakukannya interpretasi atau penafsiran, selanjutnya dalam hal pelaksanaan pemerintah daerah memiliki kebebasan atau diskresi terkait pengambilan keputusan dengan melakukan penentuan zonasi apabila murid/siswa tidak mendapat sekolah dikarenakan tidak
memenuhi persyaratan zonasi. Diperlukannya kecermatan dari pemerintah daerah dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas-tugas dalam tata pemerintahan sehingga dengan demikian penyelenggaraan tersebut tidak menimbulkan kerugian.23 Dalam hal ini senantiasa sebagai perwujudan konkrit bahwa Indonesia merupakan negara hukum (legal state).24
Apabila pemerintah daerah tidak melakukan tindakan dalam hal penentuan zonasi terhadap siswa yang terkendala jarak tempat tinggal menuju sekolah, akan berpengaruh pada hilangnya penerapan asas keadilan sebagaimana dimuat dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Hal tersebut dikarenakan dengan penentuan zonasi yang masih belum jelas, dapat mengakibatkan peserta didik tidak mendapat sekolah karena persoalan jarak rumah ke sekolah, terpaksa bersekolah di sekolah swasta yang biayanya jauh lebih mahal. Karena prinsip zonasi sekolah lebih menitikberatkan pada jarak rumah siswa yang paling dekat dengan sekolah. Selain itu juga menurut penulis dengan diberlakukannya sistem zonasi sekolah, menyebabkan peserta didik tidak memiliki semangat berkompetisi yang dalam hal ini berupa persaingan nilai hasil ujian nasional demi mendapatkan sekolah favorit sehingga menyebabkan kualitas pendidikan menjadi menurun. Baik buruknya kualitas pendidikan dapat dilihat dari sistem pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
-
1. PPDB diatur di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018.terkait dengan hal tersebut diatur mengenai jalur penerimaan peserta didik baru yang salah satunya jalur zonasi, persyaratan PPDB jalur zonasi dan juga sanksi hukum. Adapun setelah dilakukan kajian lebih lanjut terhadap pasal-pasal dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018, maka ditemui adanya kekaburan norma di dalam Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3). Hal ini berkonsekuensi merugikan siswa yang berada jauh dari ruang lingkup zonasi sekolah yang ditentukan.
-
2. Pemerintah daerah berwenang untuk melakukan interpretasi atau penafsiran hukum terkait kekaburan norma dalam Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Selain itu juga pemerintah daerah berwenang untuk menentukan zonasi apabila terdapat peserta didik baru yang tidak mendapatkan sekolah karena terkendala jarak zonasi yang ditentukan.
Berdasarkan uraian kesimpulan tersebut di atas, dapat disarankan yaitu sebagai berikut:
-
1. Agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia meninjau kembali
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan demi mewujudkan keadilan bagi proses penerimaan peserta didik baru.
-
2. Agar pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penerapannya, khususnya dalam jenjang pendidikan SMP dan SMA/SMK disamping mempergunakan sistem zonasi, juga tetap harus memperhatikan nilai akhir siswa dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan kata lain yaitu sistem zonasi yang berkompetisi.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Diantha, I. M. P. (2019). Metodologi Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Cet. III. Jakarta: Prenada Media Group.
Erwin, M. (2013). Filsafat Hukum: Refleksif Kritis Terhadap Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ridwan HR. (2013). Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soekanto, S. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Press.
Jurnal
Adiarsa, D. (2018). Efektivitas Tata Hutan di kawasan Hutan Lindung Gunung Seraya Dalam Upaya Mengakomodir Kepentingan Religi. Kertha Patrika, 40(01), doi:
Berlianty, T. (2018). Penguatan Eksistensi Bahasa Tana dalam Upaya Perlindungan Hukum Bahasa Daerah sebagai Warisan Budaya Bangsa. Kertha Patrika, 40(2), doi:
Dewi, A. A. I. A. A. (2017). Urgensi Penggunaan Hermeneutika Hukum Dalam Memahami Problem Pembentukan Peraturan Daerah. Kertha Patrika, 17, doi:
10.24843/KP.2017.v39.i03.p02.
Hakim, A. R., Setiyono, J., & Satriatama, D. (2019). Kajian Dampak Sengketa Tanah Terhadap Hak Atas Pendidikan dari Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(3), doi: 10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p9.
Jainuri, M. G. (2019). Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor:Studi Kritis Empiris Di Daerah Khusus Istimewa Jakarta, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Magister Law Journal), 8 (3) doi:10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p04.
Johan, A., Hikmah, F., & Anditya, A. (2019). Perpajakan Optimal dalam Perspektif Hukum Pajak Berfalsafah Pancasila. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(3), doi: 10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p03.
Natsir, M., & Rachmad, A. (2018). Penetapan Asas Kearifan Lokal Sebagai Kebijakan Pidana dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Aceh. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 7(4), doi: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p05.
Prakoso, A. (2019). Tinjauan Yuridis Upaya Hukum Atas Putusan atau Penetapan Pelanggaran Lalu Lintas. Kertha Patrika, 41(1), doi: 10.24843/KP.2019.v41.i01.p02.
Priyanta, M. (2019). Regulasi Perizinan Mendirikan Bangunan dalam Mendukung Kemudahan Berusaha Menuju Bangsa Yang Adil dan Makmur, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Magister Law Journal), 8 (3) doi:10.2483/JMHU.2019.v08.i03.p6.
Rendrajaya, K. A. B. (2018). Pengaturan Hak Milik Atas Tanah Yang Dialihkan Untuk Kepentingan Umum Perspektif Perlindungan Pemilik. Kertha Patrika, 40(01), doi: 10.24843/KP.2018.v40.i01.p04.
Suantra, I. N. dan Nurmawati, M. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Atas Ketentuan Perizinan Toko Swalayan di Wilayah Provinsi Bali, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Magister Law Journal), 8 (2) doi:10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p04.
Susanti, D. O., & Efendi, A. (2019). Memahami Teks Undang-Undang Dengan Metode Interpretasi Eksegetikal, Jurnal Kerta Patrika, 41(2) doi: 10.24843/KP.2019.v41.i02.p05.
Suyatna, I. N. (2019). Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Konteks Negara Hukum Indonesia: Menyoal Signifikansi Pembatalan Peraturan Daerah. Kertha Patrika, 41(1). doi:
Internet
Semua Bisa Sekolah, Zonasi Untuk Pemerataan yang Berkualitas, URL: https://kominfo.go.id/content/detail/13689/semua-bisa-sekolah-zonasi-untuk-pemerataan-yang-berkualitas/0/artikel_gpr (diakses pada Tanggal 8 November 2019).
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), URL: https://siap-ppdb.com/konsep#about (diakses pada tanggal 10 November 2019).
Kemendikbud Jelaskan Akar Permasalahan PPDB Zonasi, URL:
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190625141534-20-406248/kemendikbud-jelaskan-akar-permasalahan-ppdb-zonasi (diakses pada tanggal 10 November).
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018
tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1918).
Jurnal Kertha Patrika, Vol. 41, No. 3 Desember 2019, h. 238 – 250
250
Discussion and feedback