Pengaruh Penggunaan Indirect Evidence Dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Studi Putusan Nomor 04/Kppu-I/2016)
on

PENGARUH PENGGUNAAN INDIRECT EVIDENCE DALAM PUTUSAN KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA (STUDI PUTUSAN NOMOR 04/KPPU-I/2016)
Maria Margaretha Christi Ningrum Blegur Laumuri1
-
1 Program Studi (S2) Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: mariamargarethachristi@gmail.com
Info Artikel
Masuk : 30 November 2018
Diterima : 30 Desember 2018
Terbit : 31 Desember 2018
Keywords :
Indirect Evidence, Price Fixing, Bussiness Competition
Kata kunci:
Pembuktian Tidak Langsung, Penetapan Harga, Persaingan
Abstract
Usaha
Corresponding Author:
Maria Margaretha Christi Ningrum Blegur Laumuri, E-mail:
mariamargarethachristi @gmail.com
DOI :
10.24843/KP.2018.v40.i03.p05
masih menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis pengaruh pertimbangan KPPU dalam putusannya tersebut yang menggunakan indirect evidence dengan konsep pembuktian yang belaku di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif, dengan penggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukan bahwa berkembangnya konsep pembuktian melalui hard evidence dan indirect evidence/circumstantial evidence dalam penyelesaian perkara perjanjian penetapan harga yang dilakukan oleh KPPU berdasarkan Perkom No. 4/2011 merupakan bentuk konsekuensi dari sulit dan terbatasnya kewenangan KPPU dalam menemukan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UULPM. Hal ini juga secara langsung dapat menunjukkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Pada dasarnya penggunaan indirect evidence pada pertimbangan KPPU dalam putusan ini sudah tepat dan membawa warna baru pada konsep pembuktian yang berlaku di Indonesia. Selain itu, KPPU dan pemerintah hendaknya menyadari bahwa ketidakjelasan pengaturan mengenai indirect evidence dalam UULPM masih menimbulkan perdebatan. Bercermin dari penggunaan pembuktian melalui bukti komunikasi dan bukti ekonomi sangat efektif dalam penyelesaian perkara kartel penetapan harga, kiranya perlu segera dilakukan pembaharuan pengaturan mengenai indirect evidence dalam UULPM.
-
1. Pendahuluan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (untuk selanjutnya disebut KPPU) merupakan suatu lembaga independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan terlepas daripada pengaruh Pemerintah maupun pihak manapun sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (untuk selanjutnya disebut UULPM). Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa secara sederhana, KPPU adalah suatu lembaga yang dibentuk di luar konstruksi sistem ketatanegaraan yang bersifat komplementer yang tugasnya ialah membantu pelaksanaan tugas-tugas pokok lembaga negara yaitu yudikatif, legislatif, dan yudikatif, yang dasar pelaksanaan tugas dan kewenangannya diatur berdasarkan UULPM.1
Dasar pertimbangan dibentuknya KPPU adalah guna menjamin setiap hak warga negara dalam melakukan persaingan usaha yang sehat dan menghindari pemusatan kegiatan ekonomi oleh kelompok usaha tertentu dengan tidak lepas dari hukum dan perjanjian internasional yang telah diberlakukan di Indonesia. Sehingga sedapat mungkin mengawal demokrasi pada bidang ekonomi yang memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia baik pada proses pemasaran barang atau jasa, maupun produksinya, pada iklim persaingan usaha yang sehat, efisien dan kondusif yang bertujuan untuk menjaga dan menciptakan kemajuan,
kesatuan ekonomi dan keseimbangan sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945).2
Berdasarkan ketentuan Pasal 36 UULPM, KPPU diberikan kewenangan untuk menerima laporan terkait adanya dugaan praktek monopoli, melaksanakanpenelitian, pemeriksaan/penyelidikan, menyimpulkan hasil pemeriksaan/penyelidikan, memanggil dan menghadirkan pelaku usaha, saksi, setiap orang yang dianggap tahu, ahli, serta melaksanakan penelitian/penilaian surat/dokumen dan bukti lain yang terkait yang pada akhirnya KPPU mempunyai kewenangan menetapkan dan memutuskan terjadi atau tidak pelanggaran terhadap UULPM yang dilakukan oleh Pelaku Usaha. Salah satu contoh pelanggaran yang ditangani dan diputuskan oleh KPPU yaitu pelanggaran yang telah dilakukan PT. Astra Honda Motor (PT. AH Motor) dan PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (PT. YIM Manufacturing) yang berdasarkan Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 terbukti telah melanggar aturan Pasal 5 ayat (1) UULPM tentang perjanjian penetapan harga.
Pelanggaran yang dilakukan PT. AH Motor dan PT. YIM Manufacturing berdasarkan pada Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 berawal dari adanya pertemuan antara Former Presiden Direktur PT. YIM Manufacturing (Yoichiro Kojima) dan Presiden Direktur PT. AH Motor (Toshiyuki Inuma) disekitar tahun 2013 sampai dengan November 2014, dimana dalam pertemuan itu terdapat pembicaraan terkait PT. YIMM akan mengikuti harga penjualan motor jenis skuter matik dengan spesifikasi 110 – 125 CC pada PT. AH Motor. Kemudian, dari hasil pertemuan tersebut PT. YIM Manufacturing melakukan penyesuaian harga penjualan yang ditindaklanjuti adanya perintah melalui e-mail, dimana penyeseuaian harga itu cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan harga motor jenis skuter matik 110 – 125 CC pada periode 2013-2014 yang seharusnya seharga delapan juta tujuh ratus ribu rupiah per unit, tapi justru dijual dengan range harga empat belas juta rupiah - delapan belas juta rupiah per unit oleh PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor.
Bukti pertemuan, surat elektronik, komunikasi dan bukti ekonomi (berupa pergerakan harga dan metode ekonometrika) yang ditemukan KPPU pada saat melakukan pemeriksaan menjadi bukti kuat adanya dugaan kesepakatan harga yang dilakukan oleh PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor, bahwa Former Presiden Direktur PT. YIM Manufacturing (Yoichiro Kojima) meminta kepada tim marketing management PT. YIM Manufacturing guna mengikuti pola kenaikan harga penjualan mulai bulan Januari 2014 yang merupakan janjinya kepada Presiden Direktur PT. AH Motor (Toshiyuka Inuma). Namun, penggunaan bukti pertemuan, surat elektronik, komunikasi dan bukti ekonomi (berupa pergerakan harga dan metode ekonometrika) sebagai bukti kuat adanya pelanggaran yang dilakukan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor sebagaimana halnya penggunaan bukti tidak langsung dalam perkara-perkara kartel lainnya hingga saat ini masih menimbulkan perdebatan dikalangan akademisi, lawyer, praktisi hukum dan penegak hukum itu sendiri.3 Hal ini
dikarenakan, pembuktian melalui penggunaan bukti tidak langsung tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku di Indonesia serta tidak sesuai dengan alat-alat bukti sah dalam pemeriksaan oleh KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UULPM yang berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha.
Di sisi lain keterbatasan definisi dan kriteria alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 42 UULPM menjadi kelemahan sendiri bagi KPPU untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dilakukan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor, sehingga beranjak dari ketentuan Pasal 42 tersebut bukti tidak langsung yang ditemukan oleh KPPU pada saat pemeriksaan merupakan bukti tidak langsung (indirect evidence) sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (untuk selanjutnya disebut Perkom No. 4/2011), yang saat ini sedang dikembangkan konsepnya oleh KPPU dalam membuktikan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran terkait perkara perjanjian penetapan harga atau kartel salah yang sangat sulit pembuktiannya karena keterbatasan kewenangan KPPU dan keberadaan KPPU sebagai pengawas UULPM sudah diperkirakan oleh para pelaku usaha termasuk PT. YIMM dan PT. AHM.
Beranjak dari latar belakang tersebut di atas, menarik untuk dikaji mengenai bagaimanakah pengaruh pertimbangan KPPU dalam Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016 yang menggunakan indirect evidence dengan konsep pembuktian yang belaku di Indonesia?
Penelitian ini merupakan karya ilmiah orisinal yang berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya. Adapun karya ilmiah yang terkait dengan karya ilmiah penulis, yaitu karya ilmiah dari A.A. Ayu Wulan Ratna Dewi, I Made Sarjana, I Nyoman Mudana tahun 2018 dengan judul “Pelanggaran Penetapan Harga oleh Pelaku Usaha dengan Pelaku Usaha Pesaing (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016)” yang rumusan masalahnya adalah dugaan pelanggaran perjanjian penetapan harga dan akibat hukum pelanggaran perjanjian penetapan harga oleh PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT. Astra Honda Motor dalam pemasaran jenis motor skuter matik 110 – 125 CC.4 Karya ilmiah lainya yang terkait yaitu Sarah Fitriyah dan Adi Sulistiyono tahun 2018 dengan judul “Analisis Yuridis dan Penggunaan Indirect Evidence dalam Kasus Kartel Sepeda Motor di Indonesia ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha di Indonesia” yang dalam tulisan ini permasalahannya adalah terkait analisis Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 dalam perspektif UULPM terkait penggunaan Indirect Evidence dalam putusan tersebut.5 Berdasarkan hal tersebut, jelas ada perbedaan karya ilmiah penulis dengan
karya ilmiah lainnya. Keunggulan penelitian ilmiah penulis dari penelitian ilmiah lainnya, yaitu penelitian ilmiah penulis membahas dan menganalisis lebih dalam terkait pengaruh pertimbangan KPPU menggunakan indirect evidence dalam memutuskan perkara Nomor 04/KPPU-I/2016 apakah sesuai dengan konsep pembuktian yang ada berlaku. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ilmiah ini ialah guna menganalisis pengaruh pertimbangan KPPU dalam Putusan Nomor 04/KPPU-I/2016 yang menggunakan indirect evidence dengan konsep pembuktian yang belaku di Indonesia.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan menempatkan hukum sebagai suatu sistem norma, artinya ialah mengenai peraturan perundang-undangan, asas-asas, putusan pengadilan, kaidah, perjanjian, norma serta doktrin.6 I Made Pasek Diantha mengemukakan metode penelitian hukum secara normatif adalah metode yang meneliti aturan hukum pada perspektif internal yang objek penelitiannya ialah norma hukum.7 Pada penelitian ini digunakan pendekatan konseptual (conseptual approach) dan peraturan perundang-undangan (statute approach). Adapun sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat), dan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 04/KPPU-I/2016. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar, dan berita internet yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan non hukum lainnya seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pembuktian Langsung dan Pembuktian Tidak Langsung dalam Pembuktian Perkara Kartel Perjanjian Penetapan Harga oleh KPPU
-
Pembuktian merupakan tahapan terpenting dalam keseluruhan proses beracara, sama halnya dalam proses penyelesaian perkara persaingan usaha tahapan pembuktian merupakan tahapan terpenting bagi KPPU untuk menjerat para pelaku usaha yang patut diduga telah melakukan pelanggaran ketentuan UULPM. Begitu pula dalam perkembangan penyelesaian perkara kartel perjanjian penetapan harga (price fixing), saat ini berkembang upaya pembuktian tidak langsung (circumstantial evidence/indirect evidence) selain upaya pembuktian langsung (hard evidence). Hal ini disebabkan, sulit ditemukannya bukti langsung dikarenakan sudah diperhitungkannya keberadaan KPPU, sehingga semaksimal mungkin hal-hal yang
berkaitan dengan bukti langsung oleh pelaku usaha telah dihindari.8 Sehingga, komisi yang merupakan lembaga yang mempunyai otoritas untuk mengawasi dan menegakkan hukum persaingan usaha, kemudian menyusun Perkom No. 4/2011 yang didasarkan pada kewenangan dan tugas KPPU berdasarkan ketentuan Pasal 35 huruf f UULPM yang didalamnya terdapat pedoman penggunaan bukti langsung dan bukti tidak langsung dalam membuktikan ada atau tidak adanya pelanggaran terhadap perjanjian penetapan harga oleh pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UULPM.
Berdasarkan Perkom No. 4/2011 yang dimaksud dengan bukti langsung (hard evidence) adalah “bukti yang dapat diamati (observable elements) dan menunjukkan adanya suatu perjanjian penetapan harga atas barang dan atau jasa oleh pelaku usaha yang bersaing. Di dalam bukti langsung tersebut terdapat kesepakatan dan substansi dari kesepakatan tersebut. Bukti langsung dapat berupa: bukti fax, rekaman percakapan telepon, surat elektronik, komunikasi video, dan bukti nyata lainnya.” Sedangkan bukti tidak langsung (indirect evidence/circumstantial evidence) berdasarkan Perkom No. 4/2011 adalah “suatu bentuk bukti yang tidak secara langsung menyatakan adanya kesepakatan penetapan harga. Bukti tidak langsung dapat digunakan sebagai pembuktian terhadap terjadinya suatu keadaan/kondisi yang dapat dijadikan dugaan atas pemberlakuan suatu perjanjian yang tidak tertulis.”
Adapun bentuk circumstantial evidence/indirect evidence berdasarkan Perkom No. 4/2011 dapat berupa:
-
1. bukti berupa komunikasi yang secara tidak langsung menyatakan suatu kesepakatan; dan
-
2. bukti secara ekonomi.
Dengan adanya pembuktian melalui bukti ekonomi ini diharapkan dapat mengesampingkan adanya kemungkinan terjadinya perilaku penetapan harga oleh pelaku usaha yang bersifat independen. Bukti secara ekonomi ini ialah suatu bentuk pembuktian tidak langsung yang konsisten dan sesuai dengan kolusi dan kondisi persaingan serta tidak dapat dijadikan pembuktian bahwa telah terjadi pelanggaran atas penetapan harga.
Pada dasarnya pembuktian tidak langsung (indirect evidence/circumstantial evidence) bertujuan sebagai untuk memberikan gambaran dan pemenuhan atas standar pembuktian guna membuktikan telah terjadinya pelanggaran kartel, serta bukti ekonomi yang diberlakukan sebagai salah satu pembuktian tidak langsung ini diharapkan mampu menegaskan dampak (harmfull) pelanggaran kartel kepada kesejahteraan masyarakat.9
Namun, penggunaan pembuktian tidak langsung (bukti komunikasi dan bukti ekonomi) ini masih menimbulkan perdebatan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua Majelis Hakim Pramoedhana Kusumaatmadja (Jakarta Pusat) yang membatalkan putusan KPPU yang menghukum 20 produsen minyak goreng membayar denda senilai total Rp 299 miliar yang dinyatakan terbukti membentuk kartel untuk menentukan harga minyak goring oleh KPPU dikarenakan dalam pertimbangannya menilai putusan KPPU tersebut yang menggunakan indirect evidence (pembuktian tidak langsung) tidak dibenarkan karena dalam hukum acara Indonesia konsep pembuktian tersebut tidak tercantum dalam undang-undang manapun.10 Disisi lain, melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Perkara Nomor 221 K/Pdt.Sus-KPPU/2016 tentang kartel ban mobil dimana Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan KPPU dalam upaya hukum kasasi dan mengakui bukti tidak langsung yang digunakan oleh KPPU dalam putusannya.11
Berbeda halnya dengan Amerika Serikat pengakuan terkait penggunaan bukti tidak langsung telah diberlakukan pada beberapa kasus terkait perjanjian penetapan harga, seperti pada kasus America Tobacco Co. V. United States, 328, U.S. 781 (1946) yang diputus oleh Pengadilan pada 10 Juni 1946 yang dalam putusan tertulis “No formal agreement is necessary to constitute an unlawful conspiracy ... Where the circumstances are such as to warrant a jury in finding that the conspirators had a unity of purpose or a common design and understanding, or a meeting of minds in an unlawful arrangement, the cunclusion that a conspiracy is established is justified”.12 Dimana berdasarkan putusan tersebut Department of Justice Amerika Serikat mengakui konsep pembuktian tidak langsung sebagai alat bukti ketika suatu temuan alat bukti langsung sangat minim dalam membuktikan adanya suatu perjanjian diantara pelaku usaha, selain itu kesatuan tujuan dan konspirasi jahat yang dilakukan oleh pelaku usaha menjadi pertimbangan yang penting bagi seorang hakim di Amerika Serikat untuk memutus pelaku tersebut telah melakukan perjanjian penetapan harga walaupun tidak ditemukan kesepakatan atau perjanjian tertulis di antara pelaku usaha tersebut.
-
3.2. Pengaruh Pertimbangan KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 yang menggunakan indirect evidence dengan konsep pembuktian yang belaku di Indonesia
KPPU pada tanggal 20 Februari 2018 telah memutuskan dan menetapkan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor terbukti melanggar ketentuan perjanjian
penetapan harga yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UULPM serta menghukum PT. YIMM untuk membayar denda sebesar Rp Rp.25.000.000.000 (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah) dan PT. AHM membayar denda sebesar Rp Rp.22.500.000.000 (Dua Puluh Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) dalam Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016. Bahwa berdasarkan putusan tersebut, KPPU berpendapat sebagaimana yang dikemukakan saksi Yutaka Terada bahwa selama pertemuan yang dilakukan Former Presiden Direktur PT. YIM Manufacturing (Yoichiro Kojima) dan Presiden Direktur PT. AH Motor (Toshiyuki Inuma) disekitar tahun 2013 sampai dengan November 2014 terdapat pembicaraan yang mengarah pada adanya kesepakatan PT. YIM Manufacturing akan mengikuti harga penjualan motor jenis skuter matik PT. AH Motor. Kemudian, dengan adanya bukti melalui email internal yang dikirim oleh Yukata Terada (PT. YIM Manufacturing) yang menyampaikan bahwa Former Presiden Direktur Yoichiro Kojima (PT. YIM Manufacturing) meminta tim marketing management mengikuti kenaikan penjualan harga dimulai dari bulan Januari 2014 yang merupakan janji Yoichiro Kojima kepada Presiden Direktur PT. AH Motor (Toshiyuki Inuma) adapun surat elektronik tersebut lengkapnya berisikan pesan “President Kojima san has requested us to follow Honda price increase many times since January 2014 because of his promise with Mr. Inuma President of AHM at Golf Course. As we know this is illegal. We never follow such price negotiation process. YMC also educated all employees not to negotiate prices with competitors.” Kemudian ditindak lanjuti dengan bukti surat elektronik internal PT. YIM Manufacturing pada hari Senin, 28 April 2014 pukul 05.07 PM, kepada jajaran dalam PT. YIM Manufacturing untuk mengikuti kenaikan harga jual PT. AH Motor dengan terlebih dahulu melakukan peninjauan harga jual pada PT. YIM Manufacturing, serta dalam surat elektronik yang dikirimkan Mr. Yoichiro Kojima (Former Presiden Direktur PT. YIM Manufacturing) tersebut dilampirkan filr Price position IDN 2014. Pptx.
Berdasarkan kasus posisi tersebut, KPPU dalam putusannya melakukan analisis menggunakan analisis secara struktural dan analisis berdasarkan prilaku:
-
a) Analisis secara Struktural
-
1. Pada structural screening ini KKPU menilai pergerakan konsentrasi 2 (dua) perusahaan terbesar (CR2) dalam hal ini PT. YIM Manufacturing dan PT. PT. AH Motor selama periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014, menunjukkan struktur oligopoli yang ketat (rentang pergerakan stabil antara 0.900 hingga 1.000)
-
2. Selanjutnya, berdasarkan pergerakan Hirschman-Herfindahl Index periode bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Desember 2014, menunjukkan adanya struktur yang sangat terkonsentrasi (Hirschman-Herfindahl Index berfluktuasi pada interval 4500 dan 7000).
-
b) Analisis berdasarkan Prilaku
-
1. Pada analisis prilaku atau behavioral screening, PT. YIM Manufacturing sebagai entitas hukum atau perusahaan follower mengikuti ketentuan harga penjualan jenis skuter matik 110 – 125 CC dari PT. AH Motor sebagai perusahaan leader. Salah satu tujuan dari strategi ini adalah untuk menjaga kestabilan harga antara harga produk perusahaan follower dengan perusahaan leader.
-
2. Selanjutnya, KPPU menemukan salah satu bukti yaitu dalam menentukan harga penjualan antara PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor menggunakan metode informal grafik, dimana harga jual kendaraan bermotor jenis 110 CC ditahun 2014 menunjukkan pergerakan harga relatif sama
dengan jenis kendaraan bermotor yang sama pada PT. AH Motor. Selanjutnya, pada jenis kendaraan bermotor 125 CC ditahun 2014 (pada bulan Februari dan Maret) menunjukkan adanya tren harga yang terus mengalami peningkatan pada kendaraan bermotor merek Honda, yang diikuti dengan tren peningkatan harga pada kendaraan bermotor merek Yamaha jenis yang sama dimulai bulan Maret 2014. Kemudian, PT. YIM Manufacturing selama tahun 2014 tidak pernah merubah harga penjualan produknya walaupun PT. AH Motor melakukan perubahan harga (menaikkan atau menurunkan harga). Namun, pada akhirnya PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor mulai bulan Oktober 2014 berusaha dan menunjukkan pertahanan harga yang relatif stabil atas produk mereka.
Kemudian secara menyeluruh Komisi Majelis meyimpulkan beberapa hal terkait dengan harga motor PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor tipe 110 CC serta 125 CC, yaitu:
-
a) Telah terjadi hubungan pada harga rata-rata jenis kendaraan motor skutik merek Yamaha dan merek Honda setelah Januari 2014 selama periode ditahun 2014 berdasarkan hasil analisis harga penjualan motor dengan menggunakan grafik.
-
b) Telah terjadi integrasi hubungan pada harga kendaraan bermotor merek Yamaha dan merek Honda pada periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 berdasarkan hasil uji kointegrasi.
-
c) Berdasarkan tren perbedaan harga kendaraan bermotor untuk kedua tipe disimpulkan dan dipahami tidak signifikan, sehingga menunjukkan adanya kecenderungan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor mampu menjaga kestabilan harga produk relatif sama.
-
d) Terjadi kenaikan harga rata-rata untuk kedua tipe yang signifikan setelah adanya koordinasi dibulan Januari 2014 antara PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor.
Sehingga, berdasarkan putusan tersebut dapat dipahami bahwa Majelis Komisi menggunakan bukti tidak langsung sebagaimana yang diatur dalam Perkom No. 4/2011 yang bertujuan untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut. Pada putusannya tersebut, bukti komunikasi dan bukti ekonomi yang digunakan dalam pertimbangan oleh Majelis Komisi sangat kuat pengaruhnya guna menentukan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor pada harga jual jenis sepeda motor 110 – 125 CC.
Pada dasarnya, perkembangan pembuktian tidak langsung melalui bukti secara komunikasi dan bukti berdasarkan ekonomi dalam penyelesaian perkara perjanjian penetapan harga adalah keistimewaan hukum persaingan usaha yang pada dasarnya bersinggungan langsung dengan ilmu ekonomi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Richard A. Posner dalam teorinya yaitu Economic Analysis of Law, bahwa berperannya hukum harus dilihat dari konsep pilihan rasional (rational choice), nilai (value), kegunaan (utility) dan efisiensi (efficiency).13 Selanjutnya, dalam teori Economic Analysis of Law memiliki dua model analisis yang mencakup aspek positif dan aspek normatif.14
Pada aspek positif model atau positive analysis mode yang bersifat deskriptif atau prediktif,15 analisis akan bertanya apabila kebijakan hukum tersebut dilaksanakan, prediksi atau penjelasan apa yang dapat dibuat yang mempunyai akibat ekonomi, di mana orang akan memberikan reaksi terhadap insentif atau disinsentif dari kebijakan hukum tersebut.16 Pertanyaan model positif ini mengarah pada apakah kebijakan hukum sudah mengarah pada efisieni. Pada dasarnya, penyelesaian perkara persaingan usaha terkhususnya kartel penetapan harga dalam perkembangannya saat ini menemukan banyak sekali kendala, salah satu kendala yang menghambat penyelesaian perkara kartel penetapan harga ini adalah sulitnya pembuktian yang harus dilakukan KPPU untuk menjerat pelaku usaha yang melakukan praktek kartel penetapan harga jika hanya menggunakan pengaturan pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah dalam pengaturan Pasal 42 UULPM. Hal ini dikarenakan ketidakjelasan dalam pengaturan Pasal 42 UULPM baik secara definisi maupun kriteria sehingga sangat membatasi KPPU dalam melakukan pembuktian dipersidangan. Sehingga, perlu adanya pemikiran yang mengarahkan pada suatu pembaharuan dalam pembuktian perkara KPPU khususnya terhadap perkara kartel penetapan harga. Hal ini sejalan dan berkembang kemudian dengan pemikiran Komisi Majelis dalam Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 yang menggunakan bukti tidak langsung untuk menganalisis dampak atau akibat yang disebabkan oleh perjanjian penetapan harga yang dilakukan oleh PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor, walaupun sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UULPM, sangat jelas tidak menyatakan mengenai dampak suatu persaingan akibat adanya perjanjian tersebut dikarenakan ketentuan ini menerapkan per se illegal sehingga eksesif profit tersebut bukan merupakan unsur pembuktian, namun dengan penggunaan bukti tidak langsung oleh Majelis Komisi dapat dilihat bahwa pelanggaran yang dilakukan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor mengakibatkan kenaikan keuntungan bagi PT. YIM Manufacturing meskipun angka penjualannya menurun dan tindakan PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor tersebut telah mengakibatkan konsumen tidak mendapatkan harga yang kompetitif dan merugikan pelaku usaha lainnya, sehingga pembuktian melalui bukti tidak langsung ini dapat menjadi bukti yang mendukung bahwa memang benar telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PT. YIMM dan PT. AHM yang dapat merugikan konsumen dan pelaku usaha lainnya.
Selanjutnya, pada aspek normatif model (normative analysis model) yang bersifat preskriptif atau pengujian, analisis akan bertanya haruskah efisiensi menjadi tujuan hukum, jika iya, apakah kebijakan atau perubahan hukum yang dilakukan akan memengaruhi cara orang untuk mencapai apa tujuan yang diinginkannya.17 Perkembangan pembuktian melalui alat bukti tidak langsung sebagaimana diatur dalam Perkom No. 4/2011 membawa warna baru bagi pembuktian yang selama ini berlaku dalam hukum persaingan usaha bahkan hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia. Dalam hukum acara perdata mengenai pembuktian sudah diatur secara enumeratif dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata j.o Pasal 164 HIR yang terdiri dari:
-
1) Bukti tulisan;
-
2) Bukti dengan saksi;
-
3) Persangkaan;
-
4) Pengakuan; dan
-
5) Sumpah
Sedangkan, dalam hukum acara pidana pembuktian diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:
-
1) Keterangan Saksi
-
2) Keterangan Ahli
-
3) Surat
-
4) Petunjuk
-
5) Keterangan Terdakwa
Sehingga pembaharuan dan penggunaan pembuktian melalui bukti tidak langsung dalam penyelesaian perkara kartel penetapan harga masih sering menimbulkan perdebatan. Hal ini disebabkan karena, pembuktian melalui alat bukti tidak langsung tidak diatur dalam peraturan atau hukum yang berlaku di Indonesia, bahkan dalam UULPM, ketentuan aturan terkait pembuktian langsung dan tidak langsung ini dapat dilihat pengaturannya hanya di dalam Perkom No. 4/2011 yang apabila dilihat keberlakuannya perkom ini tidak mempunyai kekuatan mengikat keluar, yang artinya hanya berlaku dalam internal KPPU. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hakim Agung Takdir Rahmadi yang mengemukakan penggunaan pembuktian melalui alat bukti tidak langsung dalam menangani perkara kartel tidak tepat karena belum ada pengaturannya dalam hukum atau peraturan yang berlaku di Indonesia, dan tidak sesuai dengan ketentuan alat bukti sah sebagaimana diatur dalam UULPM.18
Pembuktian melalui alat bukti tidak langsung yang membawa warna baru dalam hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia dan menciptakan efisiensi dalam pembuktian penyelesaian perkara kartel penetapan harga yang selama ini sulit diselesaikan oleh KPPU, sehingga sudah seharusnya dilakukan pembaharuan dalam pengaturan pembuktian tidak langsung ini dalam UULPM. Karena pada dasarnya, keberadaan indirect evidence mendukung pembuktian langsung baik yang diatur dalam perkom maupun UULPM, walaupun demikian perlu pula dipahami bahwa pembuktian melalui alat bukti tidak langsung ini merupakan bukti yang mendukung terjadinya praktek kartel penetapan harga dan bukti tidak langsung ini haruslah merupakan satu kesatuan. Dalam artian, bukti komunikasi dan bukti ekonomi yang merupakan pembuktian tidak langsung adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan membuktikan terjadinya kartel penetapan harga.
4. Kesimpulan
Berkembangnya konsep pembuktian melalui hard evidence dan indirect evidence/circumstantial evidence dalam penyelesaian perkara perjanjian penetapan harga yang dilakukan oleh KPPU sebagaimana diatur dalam Perkom No. 4/2011 merupakan bentuk konsekuensi dari sulit dan terbatasnya kewenangan KPPU dalam menemukan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UULPM yang secara langsung dapat menunjukkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang diduga melakukan tindakan kartel. Namun, berkembangnya konsep pembuktian dalam Perkom No. 4/2011 hingga saat ini masih menimbulkan banyak perdebatan dikarenakan pembuktian melalui penggunaan bukti tidak langsung (bukti komunikasi dan ekonomi) tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku di Indonesia serta tidak sesuai dengan alat-alat bukti sah dalam pemeriksaan oleh KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UULPM.
Pada dasarnya penggunaan indirect evidence pada pertimbangan KPPU dalam putusannya Nomor 04/KPPU-I/2016 sudah tepat dan karena membawa warna baru pada konsep pembuktian yang belaku di Indonesia, serta mempermudah KPPU dalam menganalisis ada atau tidaknya pelanggaran terkait kartel penetapan harga yang dilakukan oleh PT. YIM Manufacturing dan PT. AH Motor. Penggunaan konsep pembuktian indirect evidence pada dasarnya mencerminkan teori yang dikemukakan oleh Richard A. Posner bahwa perlu adanya pendekatan ekonomi dalam penyelesaian perkara hukum di bidang ekonomi guna menciptakan efisiensi atau kesejahteraan pada masyarakat itu sendiri. Hal ini dikarenakan permasalahan persaingan usaha tidak hanya dapat merugikan pelaku usaha pesaingnya namun juga dapat merugikan konsumen secara tidak langsung.
Hal yang menjadi penting untuk diperhatikan oleh KPPU dan Pemerintah dengan berkembangannya konsep pembuktian melalui hard evidence dan indirect evidence/circumstantial evidence sebagaimana diatur dalam Perkom No. 4/2011 adalah dengan merevisi segera UULPM dikarenakan pembuktian yang diatur dalam Pasal 42 UULPM belum secara tegas mengatur tentang konsep pembuktian tersebut, sehingga masih menimbulkan perdebatan, hal ini dikarenakan sifat Perkom No. 4/2011 yang hanya mengatur ke dalam sehingga jika ada keberatan terkait penggunaan konsep pembuktian tersebut maka seringkali dikesampingkan oleh hakim dan lemahnya kedudukan Putusan KPPU yang hanya sebagai alat bukti apabila ada keberatan dari pelaku usaha atas Putusan KPPU tersebut. Selain itu, Pemerintah perlu mempertegas kembali kedudukan, kewenangan dan keberadaan KPPU, Majelis Komisi, dan Putusan KPPU dalam kerangka hukum acara dan peradilan yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku
Asshiddiqie, J. (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.
Jakarta : Tim Konpress.
Diantha, I.M.P., (2017). Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Posner, R.A. (1998). Economic Analysis of Law, fifth Edition. New York: A Division of Aspen Publisher, Inc.
Salim, H.S., & Nurbani, E.S. (2014). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi dan Tesis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jurnal
Dewi, A. A. W. R., Sarjana, I. M., & Mudana, I. N. (2018). Pelanggaran Penetapan Harga oleh Pelaku Usaha dengan Pelaku Usaha Pesaing (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016). Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, 6(2).
Fitriyah, S. & Sulistiyono, A. (2018). Analisis Yuridis dan Penggunaan Indirect Evidence dalam Kasus Kartel Sepeda Motor di Indonesia ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha Indonesia. Jurnal Privat Law, 6(1).
Hanson, J. D., Hanson, K., & Hart, M. R. (2009). Law and Economics. Public Law & Legal Theory Working Paper Series No. 10-14.
Munadiya. R. (2011). Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence) dalam Penanganan Kasus Persaingan Usaha. Jurnal Persaingan Usaha Edisi 5 : Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Simanjuntak, F. L., Miru, A., & Bola, M. (2018). Penegakan Hukum Oleh Hakim Agung Republik Indonesia Dalam Menangani Kasasi Perkara Kartel Putusan Kppu Yang Menggunakan Alat Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence). Jurnal Madani Legal Review, 3(1).
Sukarmi. (2011). Kedudukan KPPU dalam Lembaga Extra Auxiliary. Jurnal Persaingan Usaha Edisi 6 : Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
. (2011). Pembuktian Kartel dalam Hukum Persaingan Usaha. Jurnal
Persaingan Usaha Edisi 6 : Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Trebilcock, M. J. (1993). Law and Economics, The Dalhousie Law Journal, 16(2).
Online/World Wide Web:
US Supreme Court. (1946). America Tobacco Co. V. United States, 328, U.S. 781
(1946), Available from:
https://supreme.justia.com/cases/federal/us/328/781/case.html. (Diakses 08 Oktober 2017).
Burhani, R. (2011). Pengadilan Batalkan Putusan KPPU Terkait Kartel Minyak.
Diambil dari http://www.antaranews.com/berita/247378/pengadilan-batalkan-putusan-kppu-terkait-kartel-minyak. (Diakses 26 Desember 2018).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Herzien Inlandsch Reglement
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Putusan Pengadilan/Komisi
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 221 K/Pdt.Sus-KPPU/2016
US Supreme Court. (1946). America Tobacco Co. V. United States, 328, U.S. 781 (1946)
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 04/KPPU-I/2016
Jurnal Kertha Patrika, Vol. 40, No. 3, Desember 2018, h. 186-199
199
Discussion and feedback