PENGATURAN HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI PERADILAN PIDANA INDONESIA

Desak Made Dhitri Rahayu, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Nyoman Satyayudha Dananjaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan karya ini adalah untuk mengetahui pengaturan serta batasan hak imunitas advokat dalam pemberian bantuan hukum di peradilan pidana. Advokat sudah diterangkan dalam undang-undang diantaranya ada UU RI No.18 Tahun 2003, advokat memiliki hak imunitas dimana hak itu dipakai dalam menjalankan pekerjaannya sebagai salah satu subjek pemberi bantuan hukum, selain itu hak ini dimiliki oleh advokat atas kekebalan hukum dalam hal pembelaan perkara yang sudah menjadi tanggung jawab dari advokat, bahkan secara perdata ataupun pidana advokat tidak dapat dituntut balik dalam menjalankan tugasnya. Namun dalam realitanya masih sering terjadi problematika dari hak imunitas tersebut, Penulisan kali ini mempergunakan metode dengan pendekatan yuridis normatif, dengan pemaparan secara analisis deskriftif dan teknik pengumpulan studi kepustakaan. Adapun hasil yang diperoleh yakni pengaturan hak imunitas diatur di dalam UU Advokat dan UU Bantuan hukum, penerapan pada sistem peradilan pidana disesuaikan dengan tahapan proses persidangannya. Yang menjadi batasan dari penggunaan hak imunitas tersebut oleh advokat adalah peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi advokat.

Kata Kunci: Advokat, Bantuan Hukum, Hak Imunitas.

ABSTRACT

The purpose of writing this paper is to find out the regulations and limitations of advocates' immunity rights in providing legal assistance in criminal justice. Advocates have been explained in laws including Law of the Republic of Indonesia No. 18 of 2003, advocates have the right to immunity where the right is used in carrying out their work as one of the subjects providing legal aid, besides this right is owned by advocates for legal immunity in terms of defense of cases that have become the responsibility of advocates, even civil or criminal advocates cannot be countersued in carrying out their duties. But in reality there are still often problems with the right to immunity, this writing uses methods with a normative juridical approach, with exposure in descriptive analysis and literature study collection techniques. The results obtained are the regulation of immunity rights regulated in the Law of Advocates and the Law on Legal Aid, the application of the criminal justice system is adjusted to the stage of the trial process. The limitations of the use of immunity rights by advocates are laws and regulations and the code of ethics for advocates.

Key Words: Lawyer, Legal Aid, Right of Immunity.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara hukum makna dari pernyataan itu yakni segala aktifitas dalam rangka penyelenggaraan Negara diatur dan didasari oleh peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan kata lain dapat diartikan segala hal bersumber dari hukum itu sendiri. Dengan pernyataan tersebut mengakibatkan salah satunya segala perilaku masyarakat diatur dengan hukum dan juga aturan-aturan. Hal itu berdasar pada tujuan dari hukum salah satunya yakni untuk menjaga ketertiban di dalam bermasyarakat. Dikatakan demikian karena di dalam aturan-aturan tersebut memuat perintah serta larangan dalam hal berperilaku dengan adanya peraturan-peraturan tersebut maka otomatis akan menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Namun sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perilaku-perilaku kejahatan tidak dapat dibasmi ataupun diberantas habis-habisan, yang dapat dilakukan adalah mengurangi angka kejahatan tersebut. Letak perbedaan norma hukum dengan norma yang lainnya yaitu adanya sanksi yang diterima bagi pelanggar norma hukum. Jadi bagi yang tidak patuh dengan aturan yang telah ditetapkan maka akan dikenakan hukuman atau sanksi, diharapkan dengan adanya sanksi tersebut supaya masyarakat mempunyai efek jera dan tidak terulang kembali pelanggaran yang dilakukan. Sebagai Negara hukum, di Indonesia mengenal istilah hukum formil dan juga hukum materiil, kedua hal tersebut jelas kedua hal yang berbeda. Hukum materiil merupakan hukum ataupun peraturan yang menerangkan tentang tindakan/perbuatan yang seharusnya dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan jika peraturan tersebut dilanggar, dalam hal ini hukum materiil hanya tertuju pada peraturan saja. Sedangkan hukum formil (yang sering disebut dengan hukum acara) merupakan peraturan yang berfungsi untuk mempertahankan atau menjalankan aturan yang ada ketika terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil, maka hukum formil memberikan arahan bagaimana cara penyelesaiannya seperti contoh penyelesaian suatu sengketa melalui peradilan. Jika dalam konteks hukum pidana, isi dari hukum pidana materiil yaitu mengenai aturan dengan larangan dan perintah serta sanksi bagi yang melanggar aturan itu, maka isi dari hukum pidana formil yaitu mengenai bagaimana cara melaksanakan prosedur untuk menegakkan hukum pidana materiil itu, atau juga bisa dijelaskan bahwasanya secara garis besar berisi mengenai bagaimana prosedur dalam pemberian sanksi bagi orang yang melanggar aturan hukum pidana materiil1. Dengan demikian ketika terdapat suatu pelanggaran maka pedoman yang digunakan untuk menjatuhkan sanksi nya adalah hukum formil.

Istilah “Bantuan Hukum” sudah ada di dalam hukum acara pidana,sesuai pendapat Frans Hendra Winarta bahwasanya bantuan hukum diartikan sebagai jasa hukum yang ditujukan kepada fakir miskin secara khusus yang butuh untuk dibela dengan cuma-cuma, baik itu di luar ataupun di dalam pengadilan, secara tata usaha Negara, perdata, dan pidana dari individu yang paham tentang seluk beluk hak asasi manusia, asas dan kaidah hukum, serta pembelaan hukum. Sedangkan sesuai pendapat Adnan Buyung Nasution, arti dari bantuan hukum yakni pertolongan yang secara khusus diberikan kepada golongan masyarakat dengan penghasilan rendah atau dalam bahasa populernya yaitu miskin, hingga sekarang ini yang menjadi ukuran kemiskinan masih menjadi suatu permasalahan yang sulit dipecahkan, hal itu masih menjadi sebuah permasalahan

  • 2.    Pengaturan terkait dengan bantuan hukum juga sudah ada di dalam perundang-undangan yakni Undang-Undang Republik Indonesia No.16 Tahun 2011 terkait dengan Bantuan Hukum, dalam ketentuan pasal 1 angka (1) diterangkan bahwa “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”, dan dilanjutkan pasal 1 angka (2) dan (3) bahwa “penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin sedangkan pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini”3. Sesuai beberapa definisi ataupun pengertian terkait dengan bantuan hukum maka bisa dilihat bahwa masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi (finansial) menjadi sasaran dari pemberian bantuan hukum tersebut. Namun, parameter pemberian bantuan hukum tersebut tidak dapat disamaratakan dan tergantung pada pedoman produk hukum yang digunakan. Jika kita berpedoman pada UU No. 16 Tahun 2011 terkait Bantuan hukum, di dalamnya diatur pula terkait dengan asas-asas yang mendasari bantuan hukum tersebut, salah satunya terdapat asas persamaan kedudukan di dalam hukum yang mempunyai arti bahwasanya tiap individu yang mempunyai kewajiban menjunjung tinggi hukum dan kedudukan yang sama dimata hukum. Jika dikaitkan asas tersebut dengan parameter pemberian bantuan hukum dalam UU No.16 Tahun 2011, maka setiap orang sekalipun orang tersebut tidak mampu secara finansial atau dapat dikatakan tidak mencukupi secara ekonomi untuk mendapatkan pembelaan maka tetap berhak atas bantuan hukum secara cuma-cuma.

Penjelasan terkait dengan definisi bantuan hukum itu sendiri ada pemberi dan juga penerima bantuan hukum. Syarat Undang-Undang mengenai Bantuan Hukum yang sudah dipenuhi oleh pemberi bantuan hukum maka dirinya akan berhak merekrut mahasiswa fakultas hukum, dosen, paralegal dan advokat, untuk melayani bantuan hukum terdiri dari litigasi dan non litigasi. Dengan pernyataan tersebut maka kita mengetahui advokat menjadi salah satu dari subjek yang dapat memberikan bantuan hukum. Peran dari advokat sangatlah fundamental supaya bantuan hukum itu bisa terlaksana, utamanya dalam tugas litigasi saat mengadvokasi penerima bantuan hukum. Ada hubungan erat dengan sifat negara kita yang merupakan negara hukum dalam pemberian bantuan hukum tersebut maka dalam pelaksanaannya diberikan kepada masyarakat lewat lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang sudah sesuai dengan syarat yang ada pada undang-undang atau peraturan-peraturan dibawahnya4. pun di luar pengadilan. Penasehat hukum yaitu salah satu diantaranya sub sistem dalam beracara di muka Pengadilan. Peran dari advokat sangatlah bermanfaat dalam hal melaksanakan tugas dan kewenangan Pengadilan untuk menegakkan hukum supaya tercipta keadilan sesuai keinginan bagi pihak yang berperkara. Penasehat hukum saat proses menerima, memeriksa

dan menyelesaikan perkara yaitu mitra dari hakim yang mencari keadilan dan kebenaran. Tugas dari Advokat yaitu mewakili atau mendampingi klien yang sedang ada urusan di pengadilan. Advokatlah yang akan memberi advis hukum kepada klien tersebut sehubungan dengan hak-hak hukumnya dalam berperkara5. Advokat wajib berpegang teguh terhadap kode etik serta undang-undang saat mengemban tugasnya. Selain itu advokat menjadi sebuah profesi yang secara independen dan konsekuen dalam memberikan keadilan sesuai hukum iustitia bellen. Advokat begitu dibutuhkan untuk terciptanya peradilan pidana sebab advokat memiliki peran secara khusus yang pastinya tidak sama dengan penegak hukum lainya yakni bagi kepentingan hukum pihak pencari keadilan 6. Advokat mempunya hak, salah satunya yakni terdapat hak imunitas yang memiliki arti bahwasanya advokat mempunyai hak kekebalan dalam membela masalah yang sudah menjadi tanggung jawabnya, bahkan secara balik advokat dalam menjalankan tugasnya tidak bisa dituntut secara pidana ataupun perdata. Keberadaan hak imunitas bisa membuat advokat bisa melaksanakan fungsi dan tugasnya menjadi seorang dengan profesi terhormat serta menjadi penegak hukum dalam menciptakan keadilan dan kebenaran. Kegunaan dari hak imunitas advokat yakni guna terhindar dari kriminalisasi terhadap keberadaan advokat saat bertugas serta menciptakan sistem penegakan hukum yang baik dan menjaga kemandirian advokat sebagai suatu profesi terhormat. Banyak advokat yang terjerat masalah hukum saat bertugas, dikarenakan tidak ada tolok ukur yang hak imunitas yang ada pada advokat. Seolah-olah dalam Pasal 16 Undang-undang No 18 Tahun 2003 hanyalah menjadi hiasan saja, sebab perkembangan saat ini berkaitan pula dengan jumlah advokat, banyak kasus advokat dituntut oleh orang lain.7

Karya tulis ini menitikberatkan pada batasan dari hak imunitas advokat, adapun sejumlah karya ilmiah yang mempunyai motif yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam fokus penulisannya. Terdapat karya ilmiah dengan judul “Kedudukan Hak Imunitas Advokat Di Indonesia” oleh Fenny Cahyani, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin, Kadi Sukarna pada tahun 2021 8kaitannya terkait dengan bahasan kedudukan hak imunitas yang dimiliki oleh advokat di Indonesia. Selain itu terdapat karya ilmiah dengan judul “Peranan Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Dikaji Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat” oleh Mumuh M Rozi tahun 20159 kaitannya dengan bagaimana peran advokat berdasar pada UU Advokat di dalam peradilan pidana. Dengan dimilikinya hak imunitas oleh advokat dalam hal melakukan pembelaan saat pemberian bantuan hukum maka dirasa perlu dikaji lebih dalam lagi terkait dengan “Pengaturan Hak Imunitas Advokat Dalam Pemberian Bantuan Hukum Di Peradilan Pidana Indonesia.”

Agar mengetahui lebih dalam terkait dengan bagaiaman pengaturan Hak Imunitas yang dimiliki oleh Advokat.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Pengaturan Hak Imunitas Advokat di dalam Peraturan Perundang-undangan?

  • 2.    Apakah Terdapat Batasan Hak Imunitas Advokat Dalam Hal Pemberian Bantuan Hukum?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Pada penulisan karya ilmiah ini, adanya beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis yakni untuk Mengetahui Pengaturan Hak Imunitas Advokat di dalam Peraturan Perundang-undangan, selain itu tentunya untuk mengakaji UU Advokat agar dapat menganalisa terdapat atau tidaknya batasan hak imunitas advokat dalam hal pemberian bantuan hukum di dalam peradilan pidana Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Peneliti mempergunakan metode penelitian normatif, menurut Philip M. Hadjon penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk menemukan dan merumuskan argumentasi hukum melalui analisis terhadap pokok permasalahan. Selain itu Soekanto dan Sri Mamudji mendefinisikan bahwasannya penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 10Dalam penulisan karya ilmiah ini yang melatarbelakangi penulis dalam memilih metode penelitian normatif dikarenakan adanya kekaburan norma di dalam Pasal 16 UU No 18 Tahun 2003 yang belum memberikan batasan yang jelas terkait dengan sejauh mana hak imunitas yang dimiliki oleh advokat. Penelitian ini dilakukan dengan meneliti data sekunder atau bahan pustaka. Penulisan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan mengkaji UU No 18 Tahun 2003, jenis serta sumber data yang dipakai berupa data sekunder dari bahan hukum meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data dikumpulkan dengan teknik penelitian kepustakaan (library research), yakni meneliti data sekunder atau bahan pustaka. Teknik analisis data yang dipakai oleh peneliti yaitu kualitatif normatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Pengaturan Hak Imunitas Advokat di dalam Peraturan Perundang-Undangan

Sebagaimana kita ketahui bahwa ada sejumlah komponen yang salah satu termasuk komponen penegak hukum sistem peradilan pidana yaitu Advokat. Meskipun tidak menjadi aparat pemerintah, Advokat mempunyai status sebagai penegak hukum berdasar pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jika keempat penegak hukum lain seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan termasuk perwakilan negara di dalam fungsinya yakni melaksanakan sistem peradilan pidana, sehingga Advokat

menjadi wakil dari warga negara yang berhubungan dengan pemerintah/ negara melalui alat-alat penegak hukumnya11. Advokat (advocate), sesuai arti yang secara umum dari Merriam Webster memaparkan bahwa: Pertama, “one that pleads the cause of another specifically”, kedua “one that pleads the cause of another before a tribunal or judicial court” dan ketiga “one that defends or maintains a cause or proposal” dan terakhir yaitu “one that supports or promotes the interests of another”. Sementara angka 1 dan angka 2 Pasal 1 UU Republik Indonesia No 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatakan “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UndangUndang ini”, dan dijelaskan “Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”.12

Sesuai undang-undang No 16 tahun 2011 terkait dengan Bantuan Hukum tidak diatur tentang kewenangan dari paralegal. Melainkan ruang lingkup bantuan hukum yang bertujuan mengatasi permasalan hukum di bidang tata usaha negara dan keperdataan baik melalui jalur litigasi ataupun alur nonlitigasi. Bentuk dari bantuan hukum yang bisa dilakukan yakni memberikan pembelaan, melakukan kuasa, mendampingi, mewakili, atau bertindak tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum13. Sesuai pada ketentuan UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pendampingan penerima bantuan hukum pada sidang pengadilan hanyalah bisa dilaksanakan oleh profesi advokat. Bantuan hukum yang diberikan oleh advokat di dalam peradilan pidana maka tentu saja disesuaikan dengan tahapan proses persidangan yang dilalui oleh terdakwa di pengadilan. Sesuai pada ketentuan Pasal 54 UU No 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menerangkan bahwasanya “guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”14. Advokat yang menjadi subjek dari pemberian bantuan hukum, hal mana arti dari bantuan hukum itu sendiri di dunia barat memiliki ciri serta istilah yang pastinya tidak sama. Bantuan hukum ada tiga jenis, diantaranya: 15

  • 1.    Legal aid, artinya pemberian jasa kepada seseorang di bidang hukum yang tergabung pada suatu perkara atau kasus dalam memberikan jasa secara sukarela (gratis) berupa bantuan hukum. Bentuk dari Bantuan yang dimaksud secara khusus lebih ditujukan bagi yang tidak mampu

seperti lapisan masyarakat miskin. Sehingga yang menjadi motivasi utamanya yaitu menegakkan hukum dengan cara membela hak asasai dan kepentingan rakyat kecil yang buta hukum dan miskin

  • 2.    Legal assistance, mempunyai arti luas dibandingkan legal aid, hal itu dikarenakan selain ada makna dan tujuan dari legal assistance dalam memberi jasa bantuan hukum, atau yang biasanya disebut profesi advokat, yaitu memberikan bantuan secara cuma-cuma baik kepada rakyat yang miskin atau bagi mereka yang mampu membayar prestasi

  • 3.    Legal service (pelayanan hukum). Biasanya seseorang lebih cenderung memberi arti secara lebih luas kepada makna dan konsep legal service dibandingan dengan tujuan dan konsep legal assistance atau legal aid.

Frans Hendra Winarta memaparkan bahwasanya ada beberapa unsur dalam bantuan hukum, diantaranya:

  • 1.    Pemberian bantuan hukum yang secara cuma-cuma

  • 2.    Bantuan hukum diberikan dalam lingkup tata usaha Negara, peradilan perdata dan pidana

  • 3.    Bantuan hukum diberikan di dalam maupun di luar proses persidangan;

  • 4.    Penerima bantuan hukum yakni seseorang fakir miskin halmana tidak mampu secara finansial 16

Suatu hal mutlak yang ada dibenak pikiran setiap advokat dalam menjalankan tugasnya yaitu memenangkan suatu perkara. Seorang advokat saat menjalankan tugasnya telah disumpah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing supaya saat menjalankan profesinya dikerjakan secara sungguh-sungguh dan tidak hanya untuk memperoleh keuntungan secara materiil, namun tanggung jawab yang dikerjakan haruslah sesuai peraturan perundang-undangan dan kode etik. Selain itu profesi advokat atau dijuluki sebagai officium nobile artinya profesi ini menjadi suatu profesi yang terhormat. Sehubungan akan hal itu, advokat haruslah mempunyai integritas yang bermoral dan beretika yang tinggi sebab bertanggung jawab sebagai penegak keadilan dan penegak hukum17. Advokat dalam menjalankan tugasnya mempunyai hak serta kewajiban yang sesuai norma yang ada. Ketika berbicara tentang etika profesi maka yang kita maksud yaitu ketentuan-ketentuan, syarat-syarat, serta norma-norma yang harus di penuhi oleh kelompok orang yang disebut kalangan professional, sebagai salah satu dari yang termasuk sebagai professional hukum advokat memiliki 3 (tiga) persyaratan dasar yakni adanya standar minimal intelektualitas bagi seseorang untuk bisa disebut sebagai profesional di dalam profesi advokat, lalu memiliki suatu standar etika profesi sebagai dasar moralitas dalam profesi tersebut, kemudian advokat harus menyadari bahwasannya mereka merupakan aparat penegak hukum yang setiap saat wajib menegakkan hukum dalam menjamin kemanfaatan dari aturan itu sendiri, tanpa penegakkan hukum yang tegas maka aturan normative tersebut tidak akan memiliki arti18. Hak yang salah satunya dimiliki oleh advokat yakni hak imunitas. Pengertian dari hak tersebut yaitu hak yang dimiliki oleh advokat atas kekebalan saat membela suatu perkara yang sudah menjadi tanggung jawab dari

advokat itu sendiri, bahkan secara pidana ataupun perdata advokat tidak dapat dituntut balik saat menjalankan tugasnya terkait dengan hak imunitas selain diatur di dalam UU Advokat itu sendiri, diatur pula di dalam UU Bantuan hukum yakni berdasar pada ketentuan pasal 11 yang berbunyi “Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat”. Pengaturan lebih lanjut di dalam UU Advokat tentang hak imunitas yang secara terbatas, diatur pada Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 yang menjadi sentral dibandingkan pasal-pasal yang sudah disebutkan tadi. Selanjutnya hak Imunitas dipertegas kembali sesuai Putusan No 26/PUU-XI/2013, halmana MK menyertakan pandangan baru yang mempunyai vitalitas hukum secara menyeluruh. Poin dari amar putusan tersebut ialah “diakuinya dan dijaminnya perlindungan terhadap Advokat dalam tindakan-tindakan non-litigasi yang dilakukan dengan iktikad baik dan untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar pengadilan”.19

  • 3.2.    Batasan Hak Imunitas Advokat Dalam Hal Pemberian Bantuan Hukum

Sejak 2000 tahun yang lalu sudah dikenal istilah advokat, mendapat julukan profesi yang mulia (officium nobile) serta sarat dengan idealism karena advokat membela masyarakat untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta mengabdi pada kepentingan masyarakat dan tidak untuk dirinya sendiri. Lain halnya dengan penegak hukum seperti hakim, jaksa dan polisi, untuk advokat tidak ada ikatakan hierarki birokratis sehingga advokat bisa secara luas bergerak sesuai arus social yang ada di masyarakat20. Advokat secara filsafati, termasuk law enforcer dan juga pengawal konstitusi, fungsi yang dimiliki oleh advokat yakni untuk mewakili kliennya dalam permasalahan hukum yang sedang terjadi serta memberi memberikan nasihat supaya bisa menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, selain itu juga mempunyai tanggung jawab dalam memperjuangkan asas-asas keadilan dan kebenaran. Sudah sepantasnya pengacara saat melaksanakan kewenangannya sebagai penegak hukum mendapatkan hak imunitas. Hak itu akan membuat advokat bisa melaksanakan tugas serta fungsinya sebagai seseorang dengan profesi terhormat serta menjadi penegak hukum yang dapat mendukung terciptanya keadilan dan kebenaran. Perlunya hak imunitas bagi advokat yaitu berguna dalam penjagaan keindependenan profesi dan mempunyai peran penegak hukum untuk menciptakan penegakan hukum sesuai daripada tujuan hukum itu sendiri serta terhindar dari adanya kriminalisasi terhadap keberadaan advokat dalam menjalankan profesinya21. Problematika yang terjadi yakni secara jelas belum ada parameter terkait dengan hak imunitas itu ada pada profesi advokat saat dan melaksanakan profesinya, hal itu berakibat banyak dari advokat yang terjerat masalah hukum dalam menjalankan profesinya. Tidak hanya menjadi pekerjaan yang terhormat saja, namun advokat juga menjadi aparat penegak hukum dengan kedudukan yang sama dengan aparat penegak hukum lainnya dalam hal menjunjung tinggi supremasi hukum contohnya hakim, polisi dan jaksa, hal itu secara tersirat ada juga dalam ketentuan pasal 5 UU Advokat menetapkan bahwasanya “advokat berstatus sebagai penegak hukum,

bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan perundang-undangan”. Sebelum membahas terkait dengan batasan hak imunitas advokat maka terlebih dahulu mengetahui beberapa alasan yang menyebabkan advokat dapat dituntut saat menjalankan profesinya antara lain :

  • 1.    Tidak adanya batasan secara jelas mengenai hak imunitas yang ada di dalam Undang-undang No 18 Tahun 2003 mengenai Advokat.

  • 2.    Hak dari advokat (hak imunitas) diketahui oleh masyarakat, namun mereka mengetes hak itu “menakar hak imunitas advokat”

  • 3.    Kebolehan dari advokat (hak imunitas) diketahui oleh masyarakat, namun mereka tidak mengetahui sampai mana hak itu dapat diberikan.

  • 4.    Masyarakat tak mengetahui terkait dengan advokat ketika menjalankan profesinya memiliki hak imunitas.22

Saat ada masalah hukum yang dialami oleh advokat maka aparat penegak hukum tidak langsung memanggil advokat tersebut untuk dimintai keterangan, namun bagi Aparat penegak hukum tersebut haruslah memanggil advokat lewat organisasi advokat, lalu organisasi tersebut yang berwenang dalam memanggil advokat tersebut untuk dimintai penjelasan dan keterangan atas pemanggilan itu. Lalu organisasi advokat menyarankan advokat supaya mendatangi panggilan tersebut dan menghadapi masalah yang terjadi dan juga memberi perlindungan dan pembelaan profesi terhadap advokat tersebut. Hak imunitas merupakan hak yang begitu penting bagi advokat untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya tentunya demi terciptanya tujuan hukum itu sendiri, meliputi kemanfaatan dan keadilan. Jika dikaji dari ketentuan pasal 16 UU Advokat yang menyatakan bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan klien dalam sidang Pengadilan”. Sesuai Pasal 16, “itikad baik adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya”. Maksud dari sidang pengadilan yaitu sidang di tiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan. Berdasar pada ketentuan tersebut maka terdapat batasan dalam penggunaan hak imunitas oleh advokat tersebut yakni ada perlindungan bagi advokat saat menjalankan tugasnya yaitu “iktikad baik” serta “dalam sidang pengadilan”. Hal yang menjadi parameter saat sidang pengadilan yaitu tiap perbuatan yang dibutuhkan ketika persidangan berlangsung, baik itu di tingkat pertama sampai peninjauan kembali. Seperti halnya Tindakan penyampaian pernyataan atau pendapat dari advokat saat persidangan, baik untuk klien ataupun lawannya, adovakat tidak bisa dituntut atau digugat mengenai sejumlah pertanyaan tersebut. Realitanya yang terjadi tidak se-sederhana seperti yang dirumuskan pada ketentuan pasal tersebut.

Mahkamah Konstitusi memperkenankan surat permohonan perkara No 26/PUU-XI/2013 terkait dengan pengujian Pasal 16 UU Advokat , Mahmakah Konstitusi dalam pertimbangannya mengatakan sesuai Pasal 1 angka 1 UU Advokat ditetapkan bahwasanya “advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini”. Dengan dikabulkannya permohonan tersebut tentu saja berdampak pada batasan-batasan terkait dengan hak imunitas. MK memaparkan bahwa untuk ketentuan Pasal 16 UU Advokat haruslah dimaknai bahwa secara perdata maupun pidana

advokat tidak bisa dituntut saat melaksanakan tugas profesinya dengan itikad baik bagi kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Untuk melihat batasan kita tidak bisa lepas dari ketentuan pasal 15 UU Advokat yang menyatakan bahwasanya advokat dalam menjalankan tugasnya dalam membela kliennya wajib berpedoman pada kode etik dan peraturan perundang-undangan yang ada. Kewajiban dari advokat sesuai kode etik yang ada dalam melaksanakan tugasnya dengan tujuan untuk tidak mendapatkan imbalan materi saja, namun lebih mengutamakan penegakan keadilan, kebenaran dan tegaknya hukum. Sehingga sudah terlihat terkait dengan batasan hak imunitas yakni berlaku baik di dalam maupun di luar persidangan dengan catatan bahwasanya di luar persidangan termasuk bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses peradilan, dan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tidak melanggar kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan kata lain advokat tidak boleh ketika terjerat masalah hukum dikarenakan ia telah melanggar kode etik ataupun peraturan perundang-undangan maka ia menggunakan dalil hak imunitas ini dalam hal sebagai tameng ataupun pembenaran.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan terkait advokat sudah ada dalam UU RI No.18 Tahun 2003, salah satu hak advokat yakni hak imunitas yang merupakan kekebalan hukum dalam pembelaan perkara yang menjadi tanggung jawabnya, bahkan secara perdata maupun pidana advokat tidak dapat dituntut balik dalam menjalankan profesinya. Tentu saja penerapan hak imunitas dari advokat berbarengan dengan proses pemberian bantuan hukum oleh advokat dalam perkara di peradilan pidana, jadi sesuai dengan tahapan-tahapan dan juga proses berlangsungnya peradilan pidana, perlu diperhatikan dalam hal batasan-batasan hak imunitas advokat dalam pemberian bantuan hukum. Dengan memperhatikan permohonan yang telah dikabulkan oleh MK terkait frasa perumusan pasal dalam UU Advokat dan juga memperhatikan ketentuan pasal 15 UU Advokat maka dapat disimpulkan bahwa terdapat batasan dalam hak imunitas advokat dalam pemberian bantuan hukum yakni berlaku baik di dalam ataupun di luar persidangan itu sendiri dengan catatan yaitu untuk yang di luar persidangan termasuk bagian yang tak terpisah dari proses peradilan, dan dalam pelaksanaan tugas serta kewajibannya tidak bertentangan pada kode etik profesi yang ada dan peraturan perundang-undangan. Artinya bagi advokat tidak boleh ketika terjerat masalah hukum dikarenakan ia telah melanggar kode etik ataupun peraturan perundang-undangan maka ia menggunakan dalil hak imunitas ini dalam hal sebagai tameng ataupun pembenaran.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Effendi, Tolib. Sistem Peradilan Pidana Perbandingan Komponen dan Proses Sistem Peradilan Pidana di Berbagai Negara. Yogyakarta : Penerbit Medpress Digital, 2013.

Effendi, Tolib. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana Perkembangan Dan Pembaharuannya Di Indonesia. Malang : Setara Press, 2014.

Handayani, Febri. Bantuan Hukum Di Indonesia. Yogyakarta: Kalimedia, 2016.

Jurnal

Aulia, Meirza. “Hak Imunitas Advokat Terkait Melecehkan Ahli.” Justitia Jurnal Hukum 5, No. 1 (2018) 144-163, E-ISSN: 2579-6380

Cahyani, Fenny, dkk. “Kedudukan Hak Imunitas Advokat Di Indonesia” Jurnal USM Law Review 4, No. 1   (2021)   .   146-160,   ISSN :   2621-4105,

DOI: http://dx.doi.org/10.26623/julr.v4i1.3328.

Heri, Eny. “Bantuan Hukum Dan Penyantunan Terpidana Perspektif Sistem Peradilan Pidana Indonesia” Jurnal Magister Hukum Udayana 5, No. 2 (2016) 252-271. E-ISSN 2502-3101, DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i02.p03.

Imam, Suyogi, Inge Puspita. “Optimalisasi Pemberian Bantuan Hukum Demi Terwujudnya Access to Law and Justice Bagi Rakyat Miskin”. Jurnal Konstitusi 15, No.1 (2018) 50-72, DOI: https://doi.org/10.31078/jk1513.

Jayadi, Ahkam. “Peranan Penasehat Hukum Dalam Mewujudkan Keadilan.” Jurisprudentie          5,          No.          2          (2018)          1-17,

DOI: https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v5i2.6588.

Laila, Fajargus, dkk. “Efektivitas Pemberian Bantuan Hukum Struktural dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana Secara Litigasi dan Non-Litigasi.” Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) 3, No.2 (2020) 750-760, DOI: https://doi.org/10.34007/jehss.v3i2.356.

Maulidian, Fiska. “Integritas Advokat dan Kebebasannya Dalam Berprofesi : Ditinjau dari Penegakan Kode Etik Advokat” Jurnal Rechtidee 11, No. 1 (2016) 14-29, DOI: https://doi.org/10.21107/ri.v11i1.1985.

Raharjo, Agus, dkk. “Akses Keadilan Bagi Rakyat Miskin (Dilema Dalam Pemberian Bantuan Hukum Oleh Advokat”. Mimbar Hukum 27, No.3 (2015) 432-444, DOI: https://doi.org/10.22146/jmh.15881.

Rozi, Mumuh. “Peranan Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Dikaji Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat” Jurnal Mimbar Justitia 7, No. 1   (2015)   628-647,

DOI: https://doi.org/10.35194/jhmj.v1i2.44.

Saut, Samuel. “Organisasi Advokat dan Urgensi Peran Pemerintah dalam Profesi Advokat” Jurnal Konstitusi 14, No. 3    (2017)    512-530,

DOI: https://doi.org/10.31078/jk1433.

Solehoddin. “Menakar Hak Imunitas Profesi Advokat.” Rechtldee Jurnal Hukum 10, No. 1 (2015) 91-115, DOI: https://doi.org/10.21107/ri.v10i1.1141.

Solehoddin. “Profesi Advokat: Antara Harapan Dan Kenyataan” Widya Yuridika Jurnal Hukum 1, No. 1 (2018) 49-62, DOI: https://doi.org/10.31328/wy.v1i1.525.

Wahyu, Iwan, Syafruddin Kalo. “Pelaksanaan Pemberi Bantuan Hukum Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum” Arena Hukum            8,            No.3            (2015)            300-463,

DOI: https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2015.00803.2.

Wirawan, Agung. “Eksistensi Paralegal Dalam Mengoptimalkan Pemberian Bantuan Hukum Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum” Jurnal Magister Hukum Udayana 5, No. 2 (2016) 272-280. E-ISSN 25023101, DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i02.p04.

Internet

Annisa Fianni. (2022). “Memahami 7 Objek Kajian Penelitian Hukum Normatif”. URL : https://katadata.co.id/agung/berita/633551d133897/memahami-7-objek-kajian-penelitian-hukum-normatif diakses pada tanggal 11 Juli 2023.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4288.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 4 Tahun 2023 hlm 365-376

376