ANALISIS YURIDIS TERHADAP PROBLEMATIKA STATUS KEPEMILIKAN TANAH DI KOTA BATAM
on
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PROBLEMATIKA
STATUS KEPEMILIKAN TANAH DI KOTA BATAM
Febrianita Dinar Pramesti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: febrianitad@gmail.com
I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dedy_priyanto@unud.ac.id
ABSTRAK
Terdapat perbedaan pengklasifikasian serta prosedur dalam pengurusan Hak atas Tanah di Kota Batam. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui apa saja yang menjadi problematika dalam penetapan status Hak Milik atas Tanah di Kota Batam. Penelitian hukum yang dijadikan metode dasar penulisan ini adalah yuridis normatif dengan mencermati segala bentuk aturan serta segala hal berkaitan dengan isu yang sedang dibahas. Dengan adanya penetapan bahwa lahan yang terdapat di Kota Batam dikelola dalam bentuk Hak Pengelolaan, hal ini menunjukkan bahwa Hak Pengelolaan merupakan salah satu bentuk penguasaan Negara atas tanah di Kota Batam yang dikelola Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai merupakan kedua Hak Pengelolaan dimana BP Batam berikan. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai ini mewajibkan masyarakat untuk membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Namun hal ini tidak berlaku bagi masyarakat pemilik sertifikat Hak Milik atas Tanah (SHM). Presentase pemilik SHM atas Tanah di Batam hanya sedikit jika dibandingkan dengan pemilik tanah yang masih berstatus Hak Guna Bangunan. Dengan diberikannya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai secara parsial oleh Badan Pengusahaan Batam, Hak Milik atas Tanah masyarakat Kota Batam dapat ditemukan pada Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 tahun 1998, Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 500-3460 dan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Kata Kunci : Sertifikat Hak Milik, Penetapan Status, Prosedur Pengurusan, Kota Batam
ABSTRACT
There are differences in classification and procedures in the management of land rights in Batam City. The purpose of writing this journal is to find out what is problematic in establishing the status of land ownership in Batam City. The legal research that became the basic method of this writing is a normative jurisprudence, reflecting all forms of rules as well as everything related to the issues being discussed. With the establishment that the land in Batam City is managed in the form of Management Rights, it indicates that Management Rights is one of the forms of State ownership of land in the Batam city managed by Badan Pengusahaan Batam. (BP Batam). Building Usage and Usage Rights are both management rights that BP Batam grants. The right to use the building and the right of use obliges the public to pay the Authority's Annual Compulsory Payment (UWTO). However, this does not apply to the community holding the Certificate of Land Property (SHM). The presentation of the owner of the SHM over the Land in Batam is only small if compared with the landowner who still holds the right to use the Building. By granting it the right of use of buildings and the right to use in part by the Chartered Enterprise Agency, the property rights of the citizens of Batam can be found in the Decree of the Minister of Agriculture/Head of the National Farming Agency No. 6 of 1998, the Letter of Reference of the Ministry of Agricultural Affairs/Heads of the national Farming Authority No. 5003460 and the Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration.
Keywords : Freehold Title, Status Determination, Management Procedure, Batam City
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 5 Tahun 2023 hlm 518-526
Sebelum menjadi sebuah provinsi, Kepulauan Riau merupakan sebuah Kabupaten di bawah Provinsi Riau. Provinsi Riau dibentuk pada 1958 didasarkan Undang-undang Nomor 61 Tahun 1958. Pada tahun 1983, terdapat 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang memberikan dampak pengembangan wilayah pada Kabupaten Kepulauan Riau. Kedua Peraturan tersebut merupakan PP No. 31 Tahun 1983 yang menyatakan pembentukannya Kota Administratif Tanjung Pinang dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983 yang menyatakan dibentuknya Kota Batam.1 Pemerintahan Kota Batam bersifat administratif yang berarti dipimpin oleh seorang walikota dan memiliki tanggung jawab vertikal kepada Gubernur Derah Tingkat I Riau. Berkembangnya Kota Batam pada sektor industri dan juga pariwisata menjadi alasan adanya kenaikan status Kota Batam menjadi Kotamadya. Latar belakang terbentuknya Kota Batam terkait dengan peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kawasan sebagai akibat berkembangnya kawasan Batam menjadi kawasan industri, komersial, perkapalan dan pariwisata.2
Provinsi Kepulauan Riau lahir atas ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.3 Tanjung Pinang sebagai Ibu Kota Provinsi memiliki tujuh daerah yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kota Tanjung Pinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna. Kota Batam meliputi wilayah seluas 960,25 km², dengan Selat Singapura di utara, Kecamatan Senayang di selatan, Kecamatan Bintan Utara di timur dan Kabupaten Karimun dan Moro di Barat.
Otonomi daerah memiliki pengertian yaitu sekumpulan hak, wewenang, dan kewajiban dari suatu daerah secara independen di dalam mengatur urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya berdasar pada peraturan yang diundangkan dan berlaku di Republik Indonesia.4 Penetapan otonomi daerah memiliki maksud bahwa pemerintah daerah tersebut dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dalam daerah tersebut dengan kewenangan yang didasarkan dalam undang-undang. Akan lebih terarah dan dapat mencapat target dengan cepat apabila pemekaran potensi serta penyelesaian suatu masalah diselesaikan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Batam merupakan dua instansi yang mengelola tata kota. Dulu, Badan Pengusahaan Batam dikenal dengan Otorita Batam. Arah utama kedua badan ini adalah mengorganisasikan serta memajukan Kota Batam dari segala aspek. Meskipun tujuannya sama, namun ruang lingkup pekerjaan yang membawahi kedua badan ini berbeda. Badan Pengusaan Batam bertanggung jawab atas seluruh lahan yang terdapat pada Kota Batam. Sedangkan tugas dari Pemerintah Kota Batam lebih menitikberatkan pada pemenuhan kepentingan serta kebutuhan administrasi penduduk Kota Batam. Dualisme kewenangan di Kota Batam menimbulkan beberapa masalah, misalnya konflik dalam Perencanaan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Tata Ruang.5 Apabila kedua badan ini saling bekerja sama dengan baik, maka tatanan
kehidupan Kota Batam akan tergolong maju. Namun sebaliknya, perkembangan Kota Batam dapat terhambat jika yang menjadi sumber permasalahan adalah ketidakharmonisan pada kedua badan dalam upaya menangani permasalahan serta menerapkan aturan di Kota Batam. Permasalahan hak lazim ditemukan di Batam muncul sebagai empat aspek, yakni aspek properti/aset, aspek penataan ruang dan kehutanan, aspek lahan pertanahan dan aspek perizinan.
Tanah merupakan sebagai atas bidang bumi.6 Van Dyke mengatakan bahwa peranan tanah bermain peran begitu penting selama manusia hidup.7 Dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1960 berbunyi “Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Cara pemerintah menerapkannya antara lain menangani jumlah pemakaian, penyediaan, pendayagunaan serta hubungan hukum serta perbuatan hukum. Ragam lahan di kota Batam dibagi menjadi 3 jenis lahan, antara lain lahan yang dikelola oleh BP Batam di Kawasan Perdagangan Bebas, dan lahan di bawah pengendalian Pemerintah Kota Batam serta lahan di luar administrasi dan terletak di tanah negara melainkan Pulau Batam.8
Hak Pengelolaan sebagaimana tertera pada Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa hak tersebut merupakan suatu keadaan untuk memegang kuasa dari negara dimana otoritas lahan tersebut tidak diberikan keseluruhan namun hanya beberapa otoritas lahan oleh pemegang lahan tersebu. Menurut pakar hukum agraria Prof. Nurhasan Ismail, “Lahan negara merupakan istilah untuk lahan yang dikendalikan negara dimana negara memiliki kekuasaan dalam hal pembentukan kebijakan serta hal administrasi berada pada tangan negara.” Terdapat dua kelompok hak tanah yang dikuasai oleh negara. Pertama, berada dalam naungan negara, yaitu lahan dimana belum dilengkapi atas hak tanah tertentu, baik berdasarkan atas ketentuan hukum adat maupun atas pemberian oleh negara. Kekuasaan negara atas tanah ini kemudian sering digunakan dalam peraturan pelaksanaan tanah pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Kedua, tanah yang bukan merupakan otoritas negara secara tidak langsung. Tanah tersebut sudah dilengkapi atas hak tanah, baik menurut aturan hukum adat ataupun pemberian oleh negara baik yang terdapat pada area hutan dan area perairan.
Seluruh area pertanahan di Kota Batam termasuk dalam jenis hak pengelolaan. Lebih lanjut terdapat dalam penjelasan Keputusan Presiden Republik Indonesia Tentang Daerah Industri Pulau Batam No.41 Tahun 1973 bahwa “Seluruh areal tanah diserahkan dengan hak pengelolaan kepada BP Batam dan memiliki wewenang atas perencanaan peruntukkan dan penggunaannya”. Selanjutnya seluruh wilayah diserahkan kepada BP Batam dan berhak merencanakan peruntukan dan pemanfaatannya. Walaupun hanya ada 2 (dua) hak pengelolaan tanah di Batam yaitu Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan, akan tetapi tata cara pendaftaran tanah tetap dilakukan melalui Kantor Pertanahan Kota Batam. Apabila terdapat lahan/tanah tidur, maka Badan Pengusahaan Batam berhak
untuk mengambil alih dengan cara menarik kembali lahan/tanah tersebut. Prinsip atas perlindungan hukum untuk melindungi masyarakat dari tindakan pemerintah berakar pada konsepsi atas pembenaran dan preservasi hak asasi manusia berdasarkan adanya batasan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.
Latar belakang pada tulisan ini dapat dikerucutkan pada suatu rumusan masalah yang menjadi dasar penulisan artikel ini, yaitu :
-
1. Bagaimanakah status hukum kepemilikan tanah di Kota Batam ?
-
2. Apakah peraturan hukum yang ada sekarang cukup untuk mengatasi problematika status kepemilikan tanah di Kota Batam ?
Tujuan atas ditulisnya artikel ini untuk menganalisa status hukum terkait kepemilikan tanah di Kota Batam serta menganalisa peraturan hukum yang ada sekarang cukup mengatasi problematika status kepemilikan tanah di Kota Batam.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian hukum yang dijadikan metode dasar penulisan ini adalah yuridis normatif. Metode ini melihat hukum secara tekstual dalam peraturan perundang-undangan dengan pengkonsepan hukum dengan kaidah serta pedoman hubungan antar manusia.9 Dengan demikian, dipergunakanlah pendekatan undang-undang (statute approach) dalam penulisan ini. Mencermati segala bentuk aturan serta segala hal berkaitan dengan isu yang sedang dibahas merupakan penggunaan statute approach.10 Sumber data yang dipergunakan penulis dalam penyusunan tulisan ini terdiri atas aturan nasional (primer), menghimpun tinjauan yuridis seperti bacaan teks, pendapat dari para sarjana, jurnal hukum dan hasil penelitian (sekunder) dan kamus hukum (tersier).
Sistem pengaturan mengenai agraria di Kota Batam memiliki perbedaan dengan kota-kota lain di Indonesia. Perbedaan ini terlihat pada pemberian wewenang oleh Pemerintah Pusat terhadap Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). BP Batam diberikan wewenang atas perencanaan dan pengelolaan areal tanah Kota Batam. Dengan ini, pemberian status Hak Guna Bangunan atas Tanah serta Hak Pakai atas Tanah kepada warga sebagai bentuk Hak Pegelolaan Lahan diberikan oleh BP Batam. Pada Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tertera pernyataan “Bahwa seluruh tanah yang berada di Kota Batam adalah berbentuk Hak Pengelolaan”. Dapat dikatakan bahwa Hak Pengelolaan Lahan merupakan salah satu bentuk pendelegasian wewenang Pemerintah Pusat kepada Pengurus Daerah atas Tanah.11 Pengaturan Pengelolaan Lahan pada PP
No. 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara dimana terdapat tiga syarat dasar berkaitan dengan Hak Pengelolaan Lahan yaitu : (1) Merencanakan peruntukan areal tanah tersebut di atas; (2) Menggunakan tanah untuk tujuan yang benar untuk menjalankan fungsinya; dan (3) Menerima penghasilan/kompensasi dan/atau jumlah tahunan yang diwajibkan. Hukum Tanah Nasional menjelaskan kekhasan Hak Pengelolaan antara lain :
-
1. Menurut kewenangan serta sifatnya, hak atas pengelolaan diklasifikasikan sebagai hak;
-
2. Hak pengelolaan boleh dimiliki oleh badan yang bertugas menyediakan layanan publik atau komersial dan bergerak pada pengendalian tanah;
-
3. Tanah yang memiliki dasar hak pengelolaan yang ditujukan untuk pembangunan gedung;
-
4. Hak pengelolaan timbul akibat pengukuhan alih bentuk/pengalihan hak atas tanah oleh negara;
-
5. Hak pengelolaan harus melalui tahap pendaftaran di Kantor Pendaftaran Tanah untuk penerbitan sertifikat;
-
6. Kewenangan orang yang berhak mengelola memiliki aspek publik dan privat;
-
7. Kewenangan orang yang berhak mengelola bersifat publik dan privat;
-
8. Orang-orang dengan hak pengelolaan memiliki hak untuk membuat rencana alokasi dan penggunaan tanah;
-
9. Orang yang memiliki hak pengelolaan dapat menggunakan tanah untuk menjalankan fungsinya;
-
10. Pengelola yang berwenang berhak untuk mengalihkan aset yang berada di bawah kendalinya kepada pihak lainnya; dan
-
11. Tanah boleh dipergunakan pemiliknya serta pihak lain dengan persetujuan pemiliknya.12
Berkenaan dengan status lahan yaitu Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, maka setiap warga Kota Batam yang memiliki hak-hak tersebut wajib menyetorkan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).13 Kewajiban ini juga harus dipatuhi oleh pihak ketiga lainnya seperti penanam modal dan badan hukum berwenang di Kota Batam. UWTO digunakan untuk membangun infrastruktur dan pelaksanaan pengembangan yang ditujukan untuk memajukan Kota Batam. Tarif UWTO di setiap wilayah di Kota Batam berbeda setiap meter perseginya. UWTO perlu diperpanjang. Apabila UWTO telah dilunasi selama tiga puluh tahun pertama dan tanahnya masih digunakan untuk peruntukan aslinya yang selaras terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam maka UWTO tahun berikutnya boleh diberikan waktu tambahan selama dua puluh tahun.14
Kepemilikan hak milik suatu tanah pada masyarakat Kota Batam merupakan keadaan yang jarang ditemui. Padahal jika dilihat dari berbagai jenis-jenis hak tanah, Hak Milk juga termasuk salah satu jenis tersebut. Dalam Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 500-3460 terdapat suatu penjelasan
yaitu “Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah untuk Perumahan. Kewenangan menyelenggarakan atas nama Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II atau BUMN/BUMD tersebut di atas, dapat ditingkatkan menjadi hak milik berdasarkan Keputusan Menteri Kementerian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.6 tahun 1998, dengan ketentuan bahwa hal itu telah disetujui secara tertulis oleh orang yang memegang hak pengelolaan yang bersangkutan, disertai dengan pernyataan lokasi tanah di daerah yang menurut rencana pengelolaan, dimaksudkan untuk diselesaikan.” Hak Milik atas Hak Pengelolaan didapatkan dari rekomendasi yang diberikan oleh Badan Pengusahaan Batam.15 Sertifikat Hak Milik sebagai output dari rekomendasi ini memiliki kekuatan hukum dan sah demi hukum apabila tidak ada gugatan yang diajukan kepada pemilik Sertifikat Hak Milik tersebut.
Hak Eigondom adalah hak atas suatu benda yang dapat digunakan selama cara guna hak tersebut sejalan dengan undang-undang maupun aturan kekuasaan apapun dan tidak mempengaruhi orang lain.16 Hak ini telah ada sejak zaman kolonial dan sedang mengalami transformasi hingga saat ini. Terdapat perbedaan kebijakan pada area perkampungan tua yang ditempati oleh masyarakat di Kota Batam. Perbedaan ini terletak pada tidak direkomendasikannya kepada BP Batam untuk diberikan Hak Pengelolaan (HPL). BP Batam serta otoritasnya berada vertikal dengan Pemerintah Kota Batam bertimbal atas peraturan yang sedang berlaku. Ketentuan ini dapat dilihat pada Keputusan Walikota Batam Nomor. KPTS 105/HK/IV/2004.
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 menjelaskan “Hak pengelolaan tanah atau seluruh area Kota Batam telah dialihkan status kekuasaan pengelolaannya dari pemerintah pusat ke Otorita Batam (BP Batam).” Pengaturan Hak Pengelolaan Lahan Otorita Batam dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 Tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 ini menjelaskan bahwa “Hak pengelolaan diberikan kepada Otorita Batam untuk seluruh areal tanah yang ada di Pulau Batam.”17
Pada Pasal 1 angka 1 PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tercantum definisi pendaftaran tanah yakni “Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.” Objek pendaftaran tanah meliputi tanah hak milik, tanah hak pakai, tanah hak pengelolaan, hak tanggungan, hak guna usaha, hak milik satuan rumah susun, tanah wakaf, dan tanah hak guna bangunan.18
Surat memiliki fungsi yakni tanda bukti atas hak tanah dibuktikan melalui adanya sertifikat hak milik (SHM).19 Sertifikat diterbitkan untuk tanah bersertifikat atau tanah yang telah diukur secara desa per desa, sehingga sertifikat tersebut merupakan bukti kuat baik ditinjau dari segi objek atapun subjek. SHM atas tanah dapat dikatakan juga sebagai suatu arsip atas tanah serta informasi mengenai besaran ukurannya kemudian disatukan dengan suatu kertas sampul yang kemudian ditetapkan dan dikenal sebagai Peraturan Menteri. Terdapat beberapa keunggulan SHM antara lain dapat digunakan sebagai aset, penggunaannya tidak terbatas pada waktu dan dapat diwariskan. Pengupayaan pembaharuan hak, hak-hak lama tidak lagi dijadikan sebagai pegangan yang secara keabsahan hukum dapat diterima selamanya, karena memang dalam membuktikan kepemilikan hak atas tanah, apalagi hak atas tanah di atas tanah yang berstatus hak pengelolaan lahan, memiliki jangka waktu tertentu dan ketika jangka waktunya habis, maka harus dilakukan pengajuan perpanjangan, atau pengalihan hak lama menjadi hak baru.20 Dengan diberikannya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai secara parsial oleh Badan Pengusahaan Batam, Hak Milik atas Tanah masyarakat Kota Batam dapat ditemukan pada Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 tahun 1998, Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 500-3460 dan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
-
4. Kesimpulan
Provinsi Kepulauan Riau lahir atas ditetapkannya UU No. 25 Tahun 2002 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Secara khusus Kota Batam termasuk salah satu wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tertera pernyataan “Seluruh tanah yang berada di Kota Batam adalah berbentuk Hak Pengelolaan.” Dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 terdapat penyerahan penguasaan atas tanah atau tanah di Batam dari Pemerintah Pusat kepada Badan Pengusahaan Batam. Badan Pengusahaan Batam kemudian dapat memberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Namun, terlepas dari hal itu warga Kota Batam diberikan kesempatan untuk memiliki sertifikat kepemilikan. Sertifikat kepemilikan hak guna usaha tanah diperoleh atas rekomendasi Badan Pengusahaan Batam sesuai yang tertera pada Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 6 Tahun 1998 yang menyebutkan bahwa kepemilikan lahan di Batam di atas lahan dengan luas 600 meter persegi ke bawah yang selama ini berstatus Hak Guna Bangunan boleh ditingkatkan jadi Hak Milik apabila persyaratan yang ada terpenuhi. Status kepemilikan tanah bagi masyarakat kota Batam ini diperlukan untuk memenuhi sila kelima pada Pancasila yaitu "Keadilan Bagi seluruh Rakyat Indonesia"
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amiruddin & Zainal Asikin. (2013). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Santoso, Urip. (2013). Hukum Agraria: Kajian Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group
Pemerintah Kota Batam. (2014) Batam Dalam Angka 2014.
Jurnal
Abdallah, Moehammad Richad Poernomo. "Hubungan Tata Kerja Antara Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengusahaan Batam dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Era Otonomi Daerah." PhD diss. UII Yogyakarta (2016)
Anggraeny, Isdian. "Akibat Hukum Insikronisasi Pengaturan Bidang Pertanahan di Kota Batam". Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (2014)
Arifuddin, Hanif Nur Widhiyanti, and Hariyanto Susilo. "Implikasi Yuridis Terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah Penerima Kuasa Menyetor Uang Pajak Penghasilan/Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dari Wajib Pajak." Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2, no. 1 (2017)
Artanto, Tri. "Tinjauan Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah Di Kota Batam Berdasarkan Nilai Keadilan". Jurnal Hukum PETITA 1, No. 2 (2019) https://doi.org/10.33373/pta.v3i2
Astuti, Lucia Susi. "Studi Tentang Pelaksanaan Penerbitan Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan Atas Nama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam." Phd diss., Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (2021)
Dalla, Alexander Yanuard, dan Hutabarat, Friska Natalia. "Tumpang Tindih Kewenangan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Batam." Jurnal Inovasi Kebijakan 2, no. 2 (2018)
https://doi.org/10.21787/mp.2.2.2018.139-148
Dilapanga, Reynaldi A. "Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Merupakan Alat Bukti Otentik Menurut Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960." Lex Crimen 6, no. 5 (2017).
Hadiyati, Nur. "Memahami Problematika Hak Pengelolaan Tanah Kota Batam Dalam Rangka Penetapan Batam Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus". Jurnal Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2, No.1 (2019) https://doi.org/10.33474/yur.v2i1.1660
Maileni, Dwi Afni. "Kepastian Hukum Terhadap Hak Milik Diatas Hak Pengelolaan Dikota Batam". Jurnal Hukum De'rechtsstaat 5, No. 1 (2019) https://doi.org/10.30997/jhd.v5i1.1729
Mustarin, Basyirah. "Penyelesaian Sengketa Hak atas Tanah Bersertifikat dan Tidak Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 5 Tahun 2023 hlm 518-526
Bersertifikat." Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam 4, no. 2 (2017) https://doi.org/10.24252/al-qadau.v4i2.5750
Nuraini, Lia dan Dewi Haryanti. "Perlindungan Hukum Masyarakat Terhada Hak Atas Tanah Ber-Status Quo Di Pulau Galang". Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 28, No. 2 (2021)
https://doi.org/10.20885/iustum.vol28.iss2.art4
Syarief, Elza dan Agung Prayogo. “Analisis Yuridis Hak Erfpacht Verponding Hak Pengelolaan Lahan Kota Batam”. Journal Of Law And Policy Transformation 3, No.1 (2018)
Karyoto. " Tanah Aset Pt. Panca Wira Usaha Milik Perusahaan Daerah Propinsi Jawa Timur Diduduki Masyarakat” Aktual Justice." Jurnal Aktual Justice 3, no. 2 (2018): 173
Website
Anonim, "Sejarah Provinsi Kepulauan Riau" URL :
https://.dinkesprovkepri.org/index.php/profil/sejarah-provinsi-kepulauan-riau diakses pada 12 Mei 2021 pukul 13:30
Anonim, "Apa itu UWTO?" URL : https://kepri.antaranews.com/berita/34781/apa-itu-uwto diakses pada 14 Mei 2021 pukul 22.29
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pengaturan Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
Keputusan Presiden Republik Indonesia Tentang Daerah Industri Pulau Batam No.41 Tahun 1973
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 5 Tahun 2023 hlm 518-526
526
Discussion and feedback