STATUS PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
on
STATUS PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA
Komang Indra Novita Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Cokorda Dalem Dahana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian dilakukan guna mengetahui status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK, ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil kajian mengungkapkan dalam UU ASN Pasal 1 angka 2 tertuang tidak adanya pembedaan dalam pelantikan kepegawaian PPPK dengan PNS. “Aparatur Sipil Negara tersebut diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah Presiden”. Ruang lingkup pekerjaan pegawai pemerintah, PPPK kendatipun PNS yakni menjalankan instruksi saat menjabat pada pemerintahan dan mengurus keperluan negara dengan diupah berlandaskan peraturan perundang-undangan. Mengenai status kepegawaian antara PPPK dan PNS itu berlainan, yakni status PNS yang pegawai tetap dengan jangka kerja berakhir sampai usia pensiun, sesuai UU ASN pasal 87 ayat (1) huruf c bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun. Sedangkan untuk PPPK, kepegawaiannya berakhir melalui pemutusan hubungan perjanjian, berlandaskan UU ASN pasal 105 ayat (1) huruf a. Pada pasal tersebut menyebutkan penghentian hubungan kesepakatan PPPK dilakukan secara hormat sebab jangka waktu perjanjian kerja berakhir.
Kata Kunci: Aparatur Sipil Negara, Pegawai Pemerintah, PPPK, PNS.
ABSTRACT
This research conducted to determine the status of government employement with a agreement, hereinafter abbreviated as PPPK, in terms of Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus (ASN). Using normative legal research methods, with a statutory approach and a comparative approach. The results of the study revealed that Article 1 point 2 of the ASN Law states that there is no difference in staffing appointments between PPPK and civil servants. “The State Civil Apparatus is apointed by the authorized official, in this case the President”. The acope of work for government employees, PPPK even though they are civil servants, is to carry out instructions in a government position and take care of other state tasks with remuneration based on statutory regulations. Regarding employment status between PPPK and PNS it is different, namely the employment status of PNS as permanent employees with a period ending up to the retirement age limit, according to the ASN Law article 87 paragraph (1) letter c that civil servants are honorably discharged due to reaching the retirement age limit. As for PPPK, the employment status ends through termination of the PPPK agreement, based on the ASN Law article 105 paragraph (1) letter a. Article 105 paragraph (1) letter a states that termination of the PPPK agreement relationship is done with respect because the term of the work agreement ends.
Key: State Civil Apparatus, Government Officials, PPPK, PNS.
ASN ialah pekerja pemerintahan yang telah dilantik oleh pejabat berwenang pada bidang kepegawaian, dan setelahnya ditugaskan pada suatu jabatan di pemerintahan. Melalui UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, kepegawaian terdapat 2 jenis yakni PNS dan PPPK. Sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa PNS dan PPPK memiliki kesetaraan status. Namun faktanya, kedua ASN tersebut memiliki pengartian, hak, manajemen, prosedur serta proses seleksi yang berbeda.
Pada Penjelasan Umum atas UU ASN mengutarakan untuk menggapai tujuan nasional serupa terhadap alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, “diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Dalam proses seleksi maupun prosedur pengangkatan untuk menempati jabatan sebagai pegawai pemerintah, agar menghasilkan ASN profesional sebagaimana disebut pada alinea ke-4 pada Pembukaan UUD 1945, PNS dan PPPK harus memenuhi klasifikasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang pastinya tidak sama. Walaupun UU ASN yang menjadi dasar normatif bagi keberlakuan PNS maupun PPPK sebagai unsur dari ASN, tetap kembali kepada kesempurnaan ASN seraya memberikan pelayanan publik yang menjadi kunci dari kelancaran penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Agar sempurnanya pemberian pelayanan publik oleh ASN, maka PPPK dihadirkan untuk memenuhi potensi manusia cakap dan berkompeten yang selama ini kapabilitasnya kurang didapatkan akan PNS. Adapun PPPK dilatarbelakangi sebagai pekerja ulung, dipandang lihai dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemahiran yang tepat. Saat kewajiban yang dilaksanakan oleh PPPK tersebut rampung, maka kontrak perjanjian kerja PPPK turut berakhir. Dalam hal ini pemerintah tidak memiliki hubungan secara hukum lagi dalam menanggung aparaturnya tersebut. Pada prinsipnya tujuan menciptakan PPPK disamping PNS sebagai Pegawai ASN adalah untuk merekrut orang-orang terbaik yang secara administrasi kepegawaian tidak memenuhi persyaratan menjadi PNS, terutama dari sisi usia. Adapun tujuan lainnya adalah dalam rangka menyediakan pegawai temporer untuk proyek-proyek pemerintah yang bersifat jangka pendek. Jadi pada intinya tujuan dari menciptakan PPPK adalah agar strategi kepegawaian sesuai dengan kebutuhan pemerintah.1 Namun masyarakat berpandangan bahwa kehadiran PPPK ini kurang lebih seperti Pegawai Honorer atau pegawai tidak tetap lainnya yang banyak dipekerjakan pada instansi di pusat sekalipun daerah, demi memenuhi kebutuhan sumber daya manusianya. Hal inilah yang membuat beberapa masyarakat yang awalnya berpikir bahwa PPPK sama dengan PNS ternyata faktanya berbeda.
Dalam penyusunan jurnal ini, mengambil beberapa referensi pada penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dan pembanding yaitu Pertama penelitian dari Ni Luh Putu Marliani Dewi, I Ketut Rai Setiabudhi, pada tahun 2018 dengan judul “Kepastian Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepastian hukum yang didapat oleh Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.2 Kedua penelitian dari Ida Ayu Putri Wulandari, Ibrahim R, I Ketut Suardita, pada tahun 2018, dengan judul “Kedudukan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.3
Kedua penelitian di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan karena, penelitian ini menyertakan perbandingan antara PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), dikarenakan banyaknya masyarakat yang menduga bahwa kedudukan antara PPPK dengan PNS itu setara. Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, penulis mengangkat judul penelitian yaitu: “Status Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Ditinjau dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara”.
-
1. Apa saja hak yang didapatkan PPPK jika ditinjau dari UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN?
-
2. Bagaimana pengangkatan dan pemberhentian PPPK?
Untuk mengetahui hak yang didapatkan PPPK jika ditinjau dari UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN serta mengetahui prosedur pengangkatan dan pemberhentian PPPK.
Metode yang diaplikasikan adalah metode penelitian hukum normatif.4 Menggunakan hukum normatif dengan pendekatan perundangan-undangan (statute approach) dengan harapan analisis hukum mengenai Status Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Ditinjau dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dapat dihasilkan lebih akurat dalam menghadapi masalah hukum yang khususnya mengatur pegawai pemerintah, serta menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach) untuk dapat menemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan dari berbagai aturan hukum yang dikaitkan dengan skala perbandingan. 5
Pengaturan manajemen ASN tidak terlepas dari pengaturan manajemen kepegawaian negara yang telah berlangsung dalam perjalanan panjang yang dilakukan oleh pemerintah. Undangundang yang selama ini menjadi dasar pengelolaan kepegawaian negara adalah: Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. PPPK sebagai bagian dari ASN dalam pengelolaannya diatur dalam manajemen ASN yaitu sistem manajemen
kepegawaian yang meliputi dari sistem perencanaan, pengembangan karier, penggajian, dan terkait perpanjangan jangka waktu kerja.6
Masa prareformasi di Indonesia melihat tumbuhnya hukum aparatur negara dengan sistem pemerintahan yang berpusat pada kekuasaan penguasa. Aparatur tidak mampu melaksanakan mandat dan tanggung jawabnya secara profesional akibat konsolidasi kekuasaan tersebut. Undang-undang yang mengatur tentang ASN diperlukan untuk mewujudkan aparatur negara yang berkompeten, berintegritas, tidak memihak, dan bebas dari campur tangan politik dan persoalan lainnya. Berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 diyakini bahwa ASN akan mampu menjalankan tugasnya selaku abdi masyarakat serta menjadi kekuatan pemersatu bangsa (UUD 1945). UUD 1945 dan Pancasila memberi Indonesia kerangka hukum terbaik. Serupa dalam Pembukaan UUD 1945, peraturan perundang-undangan berfungsi sebagai kerangka aturan bagi asa nasional Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, wajib adanya peraturan tentang Aparatur Sipil Negara, yang meliputi terwujudnya rakyat seimbang, sejahtera yang merata pada kesejahteraan materiil dan spirituil.7
UU ASN ialah sebuah pembaharuan kaidah UU sebelumnya, mengatur tentang PNS. UU RI No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian yang diperbaharui dengan UU RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Kedua UU tersebut yang dalam hal ini mengenai pejabat sipil, mengatur tentang kepegawaian, khususnya PNS. Sesuai dalam BAB menimbang UU RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yakni “dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan material dan spiritual, diperlukan adanya Pegawai Negeri sebagai Warga Negara, unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.”
Menurut Pasal 1 angka 1 UU NRI No. 5 Tahun 2014, ASN merupakan karier untuk PNS dan PPPK, dalam melaksanakan mandat pemerintah. Lebih lanjut, Pasal 1 angka 2 berbunyi “pegawai ASN adalah PNS dan PPPK yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Pencantuman tentang PPPK pada UU ASN yang membuat menarik adalah tidak diatur keberadaannya. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pun juga tidak mengatur PPPK, lebih lagi perjanjian kerja pemerintahan di pusat sekalipun di daerah. Pada Pasal 1 huruf a UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, disebutkan “Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Kemudian Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, menyebutkan “Pegawai Negeri terdiri dari PNS dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, serta Ayat (2) menyebutkan bahwa PNS terdiri dari PNS Pusat, PNS Daerah, dan PNS lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Menilik eksistensi PNS dalam Pasal 1 huruf a UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang berarti seorang PNS mempunyai ikatan bersama pemerintah melalui sebuah pengukuhan bukan perjanjian kerja. Dilihat pada kalimat: “Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang.” Sesudahnya seorang PNS dilantik oleh pejabat berwenang, mengenai tugas yang diembannya dapat dilihat pada kalimat dalam Pasal 1 huruf a tersebut di atas yakni: “diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Kedudukan PNS yang ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian kontradiktif bersama keberadaan PNS dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pada UU ASN, dikutip PNS bagian dari ASN. Disimak Pasal 6 UU ASN, yakni “Pegawai ASN terdiri atas: a. PNS; dan b. PPPK”. Menurut Pasal 1 angka 4, PPPK pada kepegawaian Pemerintahan Indonesia ialah dikukuhkan dengan kesepakatan kerja pada jangka waktu tertentu. Selebihnya Pasal 1 angka 4 UU ASN, berbunyi: “PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.”
Perjanjian kerja yang dibahas UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, salah satunya yakni perjanjian untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja, seperti didefinisikan oleh UU No. 13 Tahun 2003, tidak diakui dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya. Menurut UU Ketenagakerjaan, surat pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil berbentuk Surat Keputusan Pengangkatan (SK) yang dikeluarkan oleh pejabat ditunjuk. Surat sejenis harus digunakan baik untuk pengangkatan pegawai honorer maupun CPNS. Pasal 1 angka 3 UU ASN berbunyi “PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.” Fadhel Maulana Ramadhan berpandangan, “PPPK sebagai upaya untuk menciptakan berbagai inovasi di dalam sektor pemerintahan dengan cara pertukaran kompetensi dan sharing knowledge and experience antara sektor publik dan sektor swasta. Dengan begitu, masuknya PPPK akan memacu adrenalin birokrasi untuk melakukan percepatan penyelenggaraan ASN.”8
Bentuk pengangkatan PPPK menunjukkan bahwa pegawai tersebut adalah pegawai pemerintah yang terikat kontrak kerja untuk waktu tertentu. Pegawai pemerintah non-PNS terikat secara hukum dengan pemerintah yang memperkerjakannya dalam sebuah perjanjian kerja PPPK. Kesetujuan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri ini menunjukkan terjadinya hubungan hukum perdata. 9Perjanjian kerja bersama instansi pemerintah ini merupakan perjanjian PPPK. Perjanjian kerja yang dimaksud dalam UU ASN ialah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Pengangkatan PPPK secara permanen masih belum memungkinkan karena menurut UU ASN pada Pasal 1 angka 3, “pegawai ASN PPPK diangkat untuk menjadi pegawai sementara, yang tentu saja berbeda dengan PNS.” Kekuatan pengaturan PPPK yang dikukuhkan dari kontrak PKWT didasarkan oleh PKWT calon pegawai dengan instansi pemerintah yang
memperkerjakannya.10 PKWT tak dapat dilaksanakan bagi pekerjaan tetap, hanya dilakukan untuk beberapa pekerjaan mengikuti jenis, sifat, atau kegiatan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu yang dibatasi.
Terdapatnya PKWT dalam PPPK, memiliki peranan akan perlindungan hukum hak-hak pekerja dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas. Perlindungan hukum digunakan sebagai contoh bagaimana hukum bekerja khususnya gagasan bahwa supremasi hukum dapat mewujudkan keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.11 Imam Soepomo berpendapat, pemberian perlindungan hukum yakni “meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu: bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja; bidang hubungan kerja; bidang kesehatan kerja; bidang keamanan kerja; dan bidang jaminan sosial buruh.”
-
3.1 Perbedaan Hak yang didapat PPPK ditinjau dari UU No. 5 Tahun 2014 tentang
ASN.
Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN menetapkan definisi PNS sebagai berikut, “Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.” Kalimat itu mengandung pemahaman yang bertolak bersama pengertian PNS pada UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, karena dilandasi dorongan perubahan dalam UU ASN. Adanya pembedaan unsur kepolisian dan militer terhadap definisi PNS pada UU ASN sesuai dengan definisi PNS secara umum.12 PNS adalah anggota ASN yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menduduki jabatan publik. Kinerja PNS dalam bertugas dilihat dari komitmennya secara langsung yang mempengaruhi seberapa baik pemerintah atau negara dan penduduknya dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Philipus M. Hadjon, dkk. Berpendapat “pada umumnya pejabat publik berstatus pegawai negeri tidak semua pejabat tersebut berstatus pegawai negeri.” Tidak ada perjanjian kerja pada PNS, melainkan perjanjian publik yang diakui secara umum oleh banyak negara/unilateral). Philipus M. Hadjon kembali berpendapat “hubungan hukum kepegawaian sebagai suatu openbare dienstberekking (hubungan dinas publik) terhadap negara (pemerintah), yang lebih merupakan hubungan subordonatie antara atasan dan bawahan.”
Pasal 7 UU ASN memperjelaskan bahwa “adanya perbedaan antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)”. Perbedaannya ialah, yang “Pertama, PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a) merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) secara Nasional; Kedua, PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (b) merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai PPPK oleh PPK sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ini. Pada Pasal 22 UU ASN disebutkan bahwa PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.” PPPK tak langsung diakui PNS seperti disebutkan pada Pasal 99 UU ASN: “Pertama, PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS; Kedua, untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Maka berdasarkan pernyataan pada
aturan UU ASN tersebut, PPPK tidak akan diangkat menjadi calon PNS.” Jikalau PPPK berkeinginan menjadi PNS, maka ia akan turut bersaing bersama pelamar pada umumnya. Apresiasinya dilihat dari Pasal 22 UU ASN, yaitu “mendapatkan gaji, tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.” Selain itu, pekerja Non PNS yakni PPPK tak memiliki kewenangan layaknya PNS. Sifatnya hanya membantu pelaksanaan oleh atasan dan kepala bagian.13
Berdasarkan ketentuan Pasal 126 ayat (2) UU ASN, PPPK dan PNS di bawah naungan Korps Profesi Pegawai ASN. Secara konseptual, ada perbedaan yang jelas antara PPPK dan PNS, yakni PNS merupakan pegawai yang mempunyai kewenangan dalam mengambil kebijakan berdasarkan kedudukan kekuasaannya. PPPK hanya memiliki kapabilitas sebagai penggarap. PPPK mempunyai hubungan hukum yang bersifat kontraktual. Oleh karena itu hubungan hukum inilah yang membedakan PNS dengan PPPK. Karena perbedaan hubungan hukum tersebut, PPPK tidak dapat dikenakan persyaratan yang sama dengan PNS.14 Menurut UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 8, disebutkan “kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah sebagai komponen aparatur negara.” PPPK adalah bagian dari aparatur negara dan bertanggung jawab memanifestasikan program yang diputuskan oleh pimpinan eksekutif dan legislatif, terlepas campur tangan partai atau golongan politik manapun. Selain ini, PPPK dilarang melakukan korupsi, kulusi, atau nepotisme (KKN).
Sebagai bagian dari aparatur Negara, PPPK memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur didalam Undang-Undang. Hak-hak yang diperoleh dapatkan oleh PPPK ditulis dalam uu ASN pasal 22, hak yang berisi (Mahaputra, Wairocana, & Satyawati, 2014):15
-
a) Gaji dan tunjangan yang diberikan pemerintah berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan;
-
b) Mendapatkan hak dalam pengambilan cuti;
-
c) Mendapatkan bantuan dan jaminan, seperti bantuan hukum Jaminan yang berupa BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Jaminan Kematian;
-
d) Pengembangan kompetensi yang diadakan setiap tahun oleh instansi pemerintah.
Selain Hak PPPK memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewajibannya diatur dalam Pasal 23 UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang berisi tentang;
-
a) Memiliki sikap setia dan patuh kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintahan yang sah secara hokum (konstitusi);
-
b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
-
c) Mengimplementasikan sebuah kebijakan yang telah disusun oleh pejabat pemerintahan yang memiliki kewenangan;
-
d) Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
-
e) Melakukan sebuah pekerjaan kedinasan yang dilandaskan dengan kejujuran, kesadaran, dan memiliki pengabdian dan tanggung jawab yang tinggi agar pekerjaan berjalan sesuai yang diinginkan;
Sudikno Mertokusumo berpendapat “hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai,
tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum.”16 Menurut akademis terdapat 3 bentuk jaminan kerja yakni jaminan ekonomis, jaminan sosial, jaminan teknis. Jaminan ekonomis adalah bentuk perlindungan bertujuan untuk memberi pekerja uang yang cukup untuk menutupi pengeluaran sehari-hari baik untuk diri sendiri maupun keluarganya, meskipun tidak dapat bekerja karena keadaan di luar kendalinya. Jaminan sosial yakni suatu perlindungan yang berkaitan usaha kemasyarakatan, dengan tujuan memberikan kebebasan kepada pekerja untuk menikmati dan memajukan kehidupannya sebagai manusia pada. Jaminan sosial disebut juga termasuk seperti kesehatan kerja. Selanjutnya, jaminan teknis adalah suatu bentuk tindakan perlindungan yang dimaksudkan untuk melindungi karyawan dari risiko kecelakaan yang disebabkan oleh alat atau bahan yang mereka kerjakan. Keselamatan kerja adalah nama yang lebih umum untuk perlindungan ini.
PT Taspen (Persero) ditentukan memangku program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Kematian untuk ASN berdasarkan PP No. 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi pegawai ASN. Peraturan Pemerintah menyebutkan pegawai ini adalah PNS dan PPPK. Sehingga sudah sewajibnya pemerintah mendaftarkan PPPK tersebut kepada PT Taspen (Persero) menjadi peserta Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. UU ASN telah memberikan perlindungan hukum bagi PPPK melalui pemberian hak-haknya antara lain, pemberian gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. Hak perlindungan yang diperoleh meliputi pemberian jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan bantuan hukum.
Manajemen ASN terbagi atas Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS diatur dalam PP No. 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu Manajemen PPPK diatur dalam PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Perbedaan keduanya pada akhirnya didasarkan pada beberapa aspek kepengurusan PNS yang tidak tercakup dalam pengelolaan PPPK, yakni kepangkatan dan jabatan, pertumbuhan karir, pola karir, promosi, mutasi serta jaminan pensiun, dan hari tua. Calon PNS dapat menduduki sebuah jabatan serta jenjang karir berupa pangkat dan golongan, sedangkan untuk PPPK, tidak terdapat jenjang karir hanya dapat mengisi jabatan fungsional saja. PPPK ialah pekerja didasarkan atas sebuah perjanjian yang terdapat masa kerjanya. Sehingga terkait jaminan pensiun maupun jaminan hari tua tak didapatkan ASN PPPK.
Pegawai Pemerintah dengan pengangkatan berdasarkan Perjanjian Kerja diketahui bahwa tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri karena pegawai tersebut diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Rekrutmen terhadap PPPK merupakan salah satu bentuk antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap tingginya jumlah kebutuhan pegawai tetapi harus tetap memperhatikan keterbatasan dana yang disediakan oleh APBN/APBD karena sistem penggajian PPPK diambil dari dana APBN/ APBD. Menurut Prasojo, tujuan dari rekrutmen PPPK adalah untuk memperkuat basisprofesionalisme dan kompetensi dalam penyelenggaraan birokrasi. Dengan kata lain masuknya PPPK pada Aparatur Sipil Negara diharapkan dapat mendorong percepatan atau akselerasi dalam menciptakan profesionalisme dan peningkatan kompetensi PNS.17 “ASN adalah sebutan profesi bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada instansi pemerintah”, sebagaimana tertuang
dalam UU ASN Pasal 1 angka 1. Selain itu, dalam Pasal 1 Angka 4 dokumen yang sama disebutkan bahwa “PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan tertentu dan yang setelah dipilih berdasarkan kesepakatan untuk waktu tertentu untuk menyelenggarakan pemerintahan tetap melanjutkan pemerintahannya. memenuhi persyaratan tersebut.” Sebaliknya, masih pada pasal yang sama angka 3 tentang PNS menunjukkan bahwa “mereka adalah warga negara Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dan dipilih sebagai pekerja tetap ASN oleh pejabat kepegawaian untuk mengisi pekerjaan di pemerintahan.”
PP No. 11 Tahun 2017 tentang Kepengurusan PNS merupakan landasan bagi pengangkatan PNS. Pada Pasal 15 disebutkan lowongan PNS pada Pemerintahan dilaksanakan berdasarkan dari penetapan kebutuhan PNS sebagaimana disebutkan Pasal 12, yakni “(1) kebutuhan PNS secara nasional ditetapkan oleh Menteri pada setiap tahun, setelah memperhatkan pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan pertimbangan teknis Kepala BKN. (2) pertimbangan teknis Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri paling lambat akhir bulan Juli tahun sebelumnya. (3) berdasarkan pertimbanga teknis Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menyusun rencana pemenuhan kebutuhan PNS berdasarkan prioritas pembangunan nasional. (4) Rencana pemenuhan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk dimintakan pendapat paling lambat akhir bulan April untuk rencana pemenuhan kebutuhan PNS tahun berikutnya. (5) Pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) disampaikan kepada Menteri paling lambat akhir bulan Mei untuk rencana pemenuhan kebutuhan PNS tahun berikutnya. (6) Penetapan kebutuhan PNS pada setiap Instansi Pemerintah setiap tahun ditetapkan oleh Menteri paling lambat akhir bulan Mei tahun berjalan. (7) Penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usul dari: a. PPK Instansi Pusat; dan b. PPK Instansi Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur.”
Selanjutnya pengangkatan menjadi PNS berpacu pada Pasal 36 PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yakni, “(1) Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi persyaratan: a. lulus pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 (melakukan beberapa masa percobaan); dan b. sehat jasmani dan rohani. (2) Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi PNS oleh PPK ke dalam Jabatan dan pangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Bagi CPNS yang tak memenuhi kriteria sesuai Pasal 36 ayat (1) diberhentikan sebagai calon PNS. Selain karena tidak memenuhi ketentuan, terdapat juga beberapa alasan dilakukannya pemberhentian, yakni “a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; b. meninggal dunia; c. terbukti melakukan pelanggaran disiplin tingkat sedang atau berat; d. memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar pada waktu melamar; e. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; f. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau g. tidak bersedia mengucapkan sumpah/janji pada saat diangkat menjadi PNS.” Namun jika calon PNS tersebut dalam keadaan di luar perkiraan yakni, tewas, maka akan diberhentikan secara hormat serta diberikannya hak kepegawaian sebagaimana ketentuan peraturan yang berlaku (Pasal 38).
PNS memiliki masa kerja sampai 58 tahun bagi Pejabat Administrasi dan 60 tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi. Pemberhentian ASN dapat terjadi karena beberapa hal, dan tidak profesional dalam bekerja menjadi faktor utama pemberhentiannya. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS umumnya terjadi sebab tindakan kriminal yang berkaitan
dengan jabatan pidana umum termasuk kasus berat.18 Pemberhentian ini akan memberikan dampak hilangnya beberapa hak kepagawaian PNS, yakni gaji, tunjangan, maupun jaminan atas pensiunnya. Jaminan pensiunan bentuk apresiasi atas pengabdian yang dilakukannya, serta jaminan terhadap perlindungan kelangsungan hidup seorang PNS bersama keluarganya. Berbeda halnya dengan ASN yang diberhentikan tidak dengan hormat. Terdapat juga kasus ASN yang diberhentikan dengan hormat namun bukan permintaan pribadi. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan bisa mendapat hukuman disiplin berat maupun hukuman disiplin sedang. Rata-rata kasus yang dilakukan oleh ASN bersangkutan karena tidak disiplin dalam bekerja (indisipliner), bisa karena melakukan intervensi partai politik, maupun melakukan kealpaan kehadiran bekerja. Dalam UU No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan Disiplin PNS pada Pasal 1 angka 4 “Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.”
Pengadaan lowongan PPPK, itu berpacu dengan PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja. Pasal 4 PP menjelaskan tentang manajemen PPPK “meliputi: penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan kerja; dan perlindungan. Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.” Pengukuhan calon PPPK yang telah lolos penentuan menjadi PPPK berdasarkan penunjukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menandai selesainya prosedur pengadaan PPPK. Instansi Pemerintah harus menetapkan jumlah dan jenis pos PPPK yang dibutuhkan berlandaskan analisis jabatan dan beban kerja, yang diselesaikan dalam jangka waktu 5 tahun dan dirincikan per-tahun tergantung pada prioritas kebutuhan.19 Pasal 1 angka 14 menyebutkan tentang PPK, “pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Setelah calon PPPK menandatangani perjanjian kerja, PPK kemudian mendelegasikan wewenang kepada pejabat yang ditunjuk pada lingkungan tersebut untuk membuat pilihan perekrutan.
Perjanjian kerja tertandatangan calon PPPK, berdasarkan pasal 33 PP No. 49 Tahun 2018 sedikitnya tercantum, “yaitu: tugas; target kinerja; masa perjanjian kerja; hak dan kewajiban; larangan; dan sanksi.” Mengenai masa perjanjian kerja, dalam pasal 37 PP No. 49 Tahun 2018 diterangkan bahwa “masa hubungan perjanjian kerja PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.” Berbeda dengan persyaratan yang berlaku bagi PPPK yang dicakup oleh UU Ketenagakerjaan, dimana pembaharuan PKWT hanya dapat dilakukan satu kali (satu hari) dan paling lama 2 tahun, dan hanya setelah melewati masa tenggang 30 hari setelah berakhirnya PKWT sebelumnya.
Kesepakatan pada ASN adalah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) bersama instansi pemerintah. Seperti penjelasan pasal 1 UU ASN, “PPPK adalah warga negara Indonesia (WNI) yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian
kerja untuk waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.” Maksud waktu tertentu pada UU Ketenagakerjaan ialah tenggatan waktu pada perjanjian kerja yang diperuntukkan untuk pekerjaan tertentu menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: “a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.” Menurut UU ASN pasal 105 ayat (1) huruf a, status pegawai PPPK berakhir pada saat perjanjian PPPK diputus. Disebutkan “pemutusan hubungan perjanjian PPPK dilakukan dengan hormat karena Jangka waktu perjanjian kerja berakhir.” Dalam hal pekerjaan pada waktu yang bersifat sementara dan berjangka paling lama 3 (tiga) tahun, hubungan kerja antara PPPK dengan pemerintah adalah merampungkan pekerjaan yang berlangsung tidak lebih dari 3 (tiga) tahun. UU ASN tak menentukan perpanjangan jangka kerja PPPK.
Dalam Pasal 7 UU ASN memperjelas adanya perbedaan antara PNS dengan PPPK. Pasal 22 UU ASN berbunyi “PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi.” Akan tetapi, PPPK bukanlah seorang PNS seperti penjelasan Pasal 99 UU ASN sebagai berikut: “Pertama, PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS; Kedua, untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Oleh karena itu, PPPK tidak langsung menjadi CPNS berdasarkan pernyataan UU ASN. Jika PPPK dialihkan menjadi PNS, maka akan turut bersaing dengan pelamar pada umumnya. PPPK mempunyai kedudukan hukum berbeda dengan PNS yang memiliki kekuatan hukum dalam kewenangannya. Pemberhentian ASN dapat terjadi karena beberapa hal, dan tidak profesional dalam bekerja menjadi faktor utama pemberhentiannya. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS umumnya terjadi sebab tindakan kriminal kasus berat. Sehingga dapat disimpulkan perbedaan kedudukan pengangkatan sebagai pegawai pemerintah antara PNS dengan PPPK terletak pada, PNS yang dikukuhkan sebagai pegawai tetap, dan PPPK ditetapkan dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Edi Siswadi, Birokrasi Masa Depan Menuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Efektif Dan Prima, (Bandung, Mutiara Press, 2012).
Harianto, Aries. Hukum Ketenagakerjaan, Makna Kesusilaan Dalam Perjanjian Kerja. (Surabaya, LaksBang Pressindo, 2016).
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk ke-12, (Jakarta, Rajawali Press, 2016).
Soekantro, Soerjhono dan Mamudji, Sr. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. (Jakatra, PT. Raja Grafindo Persada, 2014).
Zainal Asikin, Amiruddin dan H.,. Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2012).
JURNAL
Adhyaksa, Gios. "Penerapan Asas Perlindungan Yang Seimbang Menurut KUHPerdata Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan." UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2 (2016): 77-87.
Dewi, Ni Luh Putu Marliani, and I. Ketut Rai Setiabudhi. "KEPASTIAN HUKUM PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA (PPPK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 6, No. 3 (2018) : 1-14
El Rahman, Taufiq, RA Antari Innaka, Ari Hernawan, Ninik Darmini, and Murti Pramuwardhani Dewi. "Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Kepribadian Dalam Kontrak-kontrak Outsourcing." [DUMMY] Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 23, no. 3 (2011): 583-596.
Mahaputra, Akbar Bram, I. Gusti Ngurah Wairocana, and Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati. "Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Dalam Formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014." Jurnal Kertha Negara 3, no. 02 (2015) : 3
Maksin, Mastina, and Fiqri Akbaruddin Hadi. "Implementasi Pelaksanaan Progam PPPK Menurut UU No 5 Tahun 2014." PUBLIC POLICY (Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik & Bisnis) 3, no. 1 (2022): 1-15.
Masinambow, Carini Natasya Paula, and Rita Taroreh. "Analisis Perbandingan Kinerja Pegawai PNS dan Non PNS di Politeknik Negeri Manado." Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi 5, no. 2 (2017).
Mulia, Lusi Tutur. "Implementasi Manajemen Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil…." Jurnal Pendidikan Tambusai 7, no. 1 (2023): 2284-2293.
Muvariz, Fitri Rahmadhani. "Analisis Aspek Keadilan Dari Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia." dalam Jurnal Legislasi Indonesia 16, no. 2 (2019) : 192
Putranto, Agustinus Sulistyo Tri, and Ichwan Saputra. "Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja: Pengertian dan Urgensinya." Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS 9, no. 2 (2015): 2
Ramadhani, Dwi Aryanti, and Iwan Erar Joesoef. "Perlindungan Hukum Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Dalam Konsep Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Institusi Perguruan Tinggi." Jurnal Yuridis 7, no. 1 (2020): 1-26.
Sumantoro, Indra Budi. "Kategorisasi PNS dan PPPK dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ditinjau dari Sudut Pandang Transisi Kepegawaian." Jurnal Bisnis Darmajaya 4, no. 2 (2018): 27-33.
Vogerl, Christina Maria. "Unfair Terms in Standard Form Contract: A Law & Economics Analysis of Key Issues in the Implementation of Cosumer Directive on Unfair Terms." Hamburg: Thesis, European Master Program in Law & Economics University of Hamburg (2007).
Wulandari, Ida Ayu Putri, R. Ibrahim, and I. Ketut Suardita. "Kedudukan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian (PPPK) Kerja Berdasarkan Undang-Undang nomor 5 Tahun 2014 Tentang aparatur sipil negara." E-Journal Universitas Udayana 5 (2019): 1-15
Yassin, Muhammad. "Perlindungan Hukum Bagi Warga Negara Dalam Pelaksanaan Mutasi Pegawai Negeri Sipil." PhD diss., UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2016.
Yulianto, Taufiq. "Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan." Jurnal Pengembangan Humaniora 13, no. 3 (2013).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
WEBSITE
Fadhel Maulana Ramadhan, Kepastian Hukum PPPK Dalam Sistem ASN, pada https://jdih.bappenas.go.id/data/file/Kepastian_Hukum_PPPK_dalam_Sistem _ASN_(Ulasan_JDIH_Revisi).pdf, diunduh pada tanggal 03 Oktober 2022 Pukul 13.32 WITA.
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 2 Tahun 2023 hlm 138-150
150
Discussion and feedback