PENEGAKAN HUKUM PIDANA BERDASARKAN

ASPEK KEADILAN DI INDONESIA

Putu Karina Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Wayan Bela Siki Layang, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Studi ini mempunyai maksud untuk memahami kebijakan penegakan hukum pidana tentang penanggulangan kejahatan di Indonesia dan sistem penegakan hukum di Indonesia berdasarkan aspek keadilan. Dalam studi ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual serta analisis. Hasil studi memperlihatkan salah satu bagian dari politik criminal adalah penegakan hukum pidana. Criminal policy sebagai upaya guna memberikan perlindungan masyarakat dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya, keadilan sebagai cita hukum seharusnya diterapkan dalam peraturan hukum dan proses penegakan hukum di Indonesia. Tidak adanya keadilan dapat menyebabkan hukum dan penegakan hukum yang dilaksanakan akan sia-sia dan bisa melukai rakyat yang tidak melakukan kesalahan. Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa termuat sepuluh asas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang bertujuan guna mengayomi warga negara dalam proses hukum yang adil.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Criminal Policy, Keadilan

ABSTRACT

This study aims to find out the criminal law enforcement policy on crime prevention in Indonesia and to find out the law enforcement system in Indonesia based on aspects of justice. In this study, it uses normative legal research methods with a conceptual approach and an analytical approach. The results of the study show that one part of criminal politics is criminal law enforcement. Criminal policy as an effort to provide community protection and achieve community welfare. Furthermore, justice as a legal ideal should be applied in legal regulations and law enforcement processes in Indonesia. The absence of justice can cause the law and law enforcement to be implemented will be useless and can hurt the people who have done nothing wrong. Romli Atmasasmita stated that there are ten principles in the Criminal Procedure Code that aim to protect citizens in a fair legal process.

Keywords: Law Enforcement, Criminal Policy, Justice

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Para pendiri bangsa membentuk negara Indonesia tentunya memiliki maksud yang mulia yakni untuk menggerakkan dan mewujudkan kesejahteraan umum yang berdasar pada Pancasila dalam payung NKRI.1 Tujuan tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu “untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Maksud dari kalimat “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah” adalah negara memiliki tata aturan dalam rangka memastikan tata tertib dalam masyarakat guna menciptakan kesejahteraan. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal tersebut memiliki makna bahwa negara ini berlandaskan pada hukum yang ada, tidak semata-mata hanya berlandaskan pada kekuasaan saja. Negara hukum merupakan negara yang sepenuhnya meletakkan hukum pada kedudukan yang tertinggi dari segalanya dengan tujuan menegakkan kebenaran. Hak Asasi Manusia yang dijunjung tinggi merupakan salah satu ciri dari negara hukum. Aparat penegak hukum berkewajiban untuk selalu menjunjung tinggi HAM serta menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tanpa terkecuali.2

Pada hakikatnya, sudah seharusnya penegakan hukum di Indonesia memiliki kualitas serta berdasar pada prinsip-prinsip rule of law.3 Hukum diartikan sebagai suatu mekanisme dalam kontrol sosial di dalam masyarakat.4 Dalam konsep negara hukum, masalah yang sangat esensial dan substansial adalah penegakan hukum dalam rangka mewujudkan kesamarataan dalam kehidupan bermasyarakat. Penegakan hukum menjadi bagian dari pembangunan hukum yang lebih condong pada usaha untuk mempraktikkan hukum di kehidupan nyata dengan tujuan untuk mengembalikan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.5 Penegakan hukum sendiri harus didasarkan melalui kesadaran hukum masyarakat. Terdapat tiga bentuk kesadaran hukum diantaranya kesadaran sebagai sikap, kesadaran sebagai epiphenomenon, dan kesadaran sebagai praktik kultural. Dalam melindungi warganya, negara diharuskan untuk menjalankan penegakan hukum dengan alasan bahwa tindak pidana adalah permasalahan masyarakat yang harus diatasi dengan cepat sehingga kehidupan yang harmonis sebagai perwujudan dari masyarakat yang damai dapat terwujud. Reformasi telah menghasilkan semangat dan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan disegala bidang kehidupan di Indonesia. Termasuk pula reformasi dibidang penegakan hukum. Penegakan hukum di Indonesia dianggap terus mengalami “jalan di tempat” karena ketidakberdayaan penegakan hukum yang terjadi di hampir semua bidang hukum, baik itu yang terikat dengan legislasi maupun penegakan

hukum yang harus dilakukan oleh institusi penegak hukum. Hukum tidak akan terlaksana jika aparat penegak hukum tidak berkompeten. Mentalitas aparat penegak hukum yang lemah dapat menyebabkan penegakan hukum tidak akan bisa berjalan.6 Sebelumnya, pernah dilakukan dua penelitian sejenis tentang sistem penegakan hukum berdasarkan pada prinsip peradilan yaitu pertama, dengan penelitian yang berjudul “Penegakan Hukum Sesuai Prinsip Peradilan yang Berkepastian, Adil dan Manusiawi : Studi Pemantauan Proses Penegakan Hukum Tahun 2020” yang di tulis oleh Arfiania , Khairul Fahmi , Beni Kharisma Arrasuli , Indah Nadilla, dan Miftahul Fikri, yang dimuat dalam Riau Law Journal: Vol. 6, No. 1 (Mei 2022). Dalam penulisan jurnal tersebut, muatan yang terkandung didasarkan pada sudut pandang peneliti tentang proses penegakan hukum pada tahun 2020. Penelitian yang dilaksanakan mempergunakan penelitian yuridis empiris dengan sample datanya diperoleh peneliti dari penelitian yang dilaksanakan dilapangan. Penelitian kedua dengan judul “Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Teknologi Informasi” yang ditulis oleh Ahmad S. Daud yang dimuat dalam Lex Crimen Vol. II, No. 1 (Januari-Maret 2013). Dalam penulisan jurnal tersebut, muatan yang terkandung didasarkan pada sudut pandang peneliti mengenai kebijakan aplikatif dan kebijakan formulasi hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana terkhususnya terkait dengan teknologi informasi. Kedua penelitian tersebut apabila dibandingkan dengan penelitian ini memiliki perbedaan dalam pembahasaannya. Dalam penelitian ini berfokus mengulas mengenai kebijakan penegakan hukum pidana serta penegakan hukum di Indonesia berdasarkan aspek keadilan. Dengan berdasar dari studi kepustakaan yang sudah dilakukan oleh penulis, maka penulis terdorong untuk menyusun tulisan dengan judul “Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Berdasarkan Aspek Keadilan di Indonesia”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kebijakan penegakan hukum pidana tentang penanggulangan kejahatan di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana penegakan hukum di Indonesia berdasarkan aspek keadilan?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Dalam penulisan yang ditulis melalui penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui kebijakan penegakan hukum pidana tentang penanggulangan kejahatan di Indonesia dan untuk mengetahui sistem penegakan hukum di Indonesia berdasarkan aspek keadilan.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini mempergunakan metode penelitian hukum normatif yang dilaksanakan dengan meneliti hukum dilihat dari sudut pandang internal objek penelitiannya. Penelitian hukum normatif ini berangkat dari norma kabur yang termuat di beberapa pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana seperti pada undang-undang narkotika, undang-undang badan penyelenggaraan jaminan sosial dan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang dengan ketidakjelasan dalam pemaknaan pasal-pasal tersebut menyebabkan kesimpangsiuran dalam penafsiran dan dapat menghambat penegakan hukum pidana di Indonesia yang berdasarkan pada aspek keadilan sehingga penegakan hukum di Indonesia dianggap terus mengalami “jalan di tempat”. Membaca dan menelaah beberapa bahan hukum primer maupun sekunder

merupakan cara penelitian ini untuk dapat dilaksanakan.7 Pada penelitian hukum normatif ini, penulis menggunakan jenis pendekatan konseptual dan analisis. Selanjutnya, penulisan jurnal dalam menganalisis data menggunakan teknik analisis deskripsi. Dengan mengulas dan menjabarkan mengenai data yang dikumpulkan. Penyajian data dalam bentuk teks naratif yang memiliki tujuan untuk memberikan informasi dengan bentuk yang dapat dimengerti.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Tentang Penanggulangan Kejahatan di Indonesia

Secara umum, hukum pidana setidaknya mengandung dua macam norma yaitu pertama, norma yang wajib untuk diwujudkan sehingga suatu perbuatan bisa dikatakan sebagai delik, lalu yang kedua yakni norma yang berkaitan dengan ancaman pidana yang sudah menjadi keharusan untuk diberikan bagi pelaku tindak pidana. Bentuk usaha dalam mengatasi kejahatan adalah penegakan hukum pidana yang menjadi bagian dari politik criminal. Melalui kebijakan penegakan hukum maka seberapa baik hukum yang akan maupun yang telah dibuat dapat mengefektifkan dari upaya dalam menegakkan hukum. Penegakan hukum pidana ini keberhasilannya sungguh diharapkan dengan alasan bahwa pada bidang ini maksud dari suatu negara berlandaskan hukum dipertaruhkan. Apabila dilihat dari terminologinya, dalam bahasa Inggris istilah penegakan disebut dengan enforcement. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegak memiliki makna sebagai “yang menegakkan atau yang mendirikan”. Oleh sebab itu, penegak hukum merupakan pihak-pihak yang bertugas menegakkan hukum. Seiring berjalannya waktu, istilah tersebut mengalami perkembangan yang mengakibatkan penegak hukum tidak sebatas meliputi polisi dan jaksa saja, tetapi juga hakim, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Criminal policy sebagai suatu proses dalam kebijakan penegakan hukum merupakan suatu upaya guna mewujudkan kesejahteraan dan memberikan pengamanan bagi masyarakat.8 Dengan demikian, kebijakan kriminal memiliki tujuan utama yakni sebagai pengamanan masyarakat guna memperoleh ketentraman masyarakat.

Criminal policy disebut sebagai usaha rasional dan juga terorganisasi dari masyakat yang bertujuan guna mengatasi kejahatan. Menurut G. Peter Hoefnagels, kebijakan kriminal didefinisikan sebagai ilmu mengenai reaksi dalam menghadapi dan mengatasi kejahatan serta sebagai suatu kebijakan guna mengatur perilaku manusia sebagai kejahatan. Kebijakan hukum pidana diartikan sebagai bagaimana suatu perundang-undangan pidana dapat disusun dengan benar.9 Bentuk kriminal politik sebagai upaya guna mengatasi kejahatan terdiri dari pelaksanaan hukum pidana, pencegahan tanpa pidana, dan memberikan dampak terhadap sudut pandang masyarakat terkait segala perilaku yang bertentangan dengan hukum dan

pemidanan melalui media masa.10 Muladi mengemukakan bahwa dalam penegakan hukum pidana rasional terdapat tiga tahap diantaranya11:

  • a.    Tahap formulasi (tahap kebijakan legislatif)

Pembentuk undang-undang melaksanakan agenda untuk menentukan beberapa nilai yang sinkron terhadap situasi di masa sekarang dan mendatang. Lalu, pembentuk undang-undang tersebut merumuskannya berupa peraturan perundang-undangan.

  • b.    Tahap aplikasi (tahap kebijakan yudikatif)

Peraturan perundang-undangan yang disusun ditegakkan dan diterapkan oleh para aparat penegak hukum. Dalam melaksanakan kewajibannya, aparat tersebut memiliki kewajiban untuk selalu menunjung nilai keadilan dan efektivitas.

  • c.    Tahap eksekusi (tahap kebijakan administrasi)

Tingkat ini disebut sebagai tahap pengaktualan dari hukum pidana secara nyata oleh aparat pelaksa pidana. Tugas dari aparat adalah untuk menegakkan peraturan pidana dengan pelaksanaan hukum pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.

Nantinya, konsep dari kebijakan penegakan hukum tersebut akan direalisasikan melalui sistem peradilan pidana karena diantara kedua hal tersebut terdapat keterkaitan yang erat. Dalam hal ini, subsistem dari sistem peradilan pidana yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, advokat, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan, akan menjalankan kebijakan penegakan hukum berupa pencegahan dan penanggulangan terjadinya suatu kejahatan yang perannya akan menjadi lebih akseptabel apabila dilakukan bersama-sama dengan peran serta dari masyarakat. Sub sistem tersebut sebagai aktor pelaksana kebijakan penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan instrument hukum pidana yang tertuang dalam kebijakan criminal dan kebijakan hukum pidana.12 Selanjutnya, dengan adanya aparat-aparat penegak hukum sebagaimana yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1981 maka usaha penanggulangan kejahatan melalui sarana penal dijalankan melalui sistem peradilan pidana yang bergerak secara harmonis. Hal tersebut telah mencerminkan bahwa efektivitas penanggulangan kejahatan lebih utama. Penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor hukumnya sendiri yakni peraturan perundang-undangan, faktor penegak hukum, fakktor sarana yang mendukung, faktor dari masyarakat, dan faktor kebudayaan.

  • 3.2    Penegakan Hukum di Indonesia Berdasarkan Aspek Keadilan

Diterapkannya hukum dalam peristiwa konkrit dapat mewujudkan kepastian hukum bagi setiap orang. Pada dasarnya, hukum yang berlaku tidak boleh menyimpang. Masyarakat menginginkan adanya kepastian hukum supaya kehidupan masyarakat menjadi lebih tertata. Dalam hal ini, hukum mempunyai tugas mewujudkan kepastian hukum guna ketertiban masyarakat. Sedangkan masyarakat mengharapkan manfaat dalam penegakan hukum itu sendiri. Perlu diadakan penegakan hukum yang bertujuan meningkatkan kepastian hukum dan

keadilan hukum dimasyarakat.13 Penegakan hukum di Indonesia tidak dapat terlepas dari asas penegakan hukum yang berkeadilan. Keadilan adalah harapan yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum. Masalah keadilan didasarkan pada asas kesamarataan yang berarti bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat bahwa “keadilan sebagai perilaku atau perlakuan yang adil”.

Hukum tidak dapat berjalan dengan baik, jika penegak hukum hanya menitikberatkan pada nilai keadilan saja dan nilai kemanfaatan serta kepastian hukum dikesampingkan. Begitu pula sebaliknya, apabila hanya menitikberatkan pada nilai kemanfaatan saja maka hukum juga tidak akan dapat terlaksana. Idealnya nilai dasar keadilan sebagai nilai dasar filsafat, nilai dasar kemanfaatan sebagai kesatuan yang bertindak secara sosiologis, dan nilai dasar kepastian hukum sebagai kesatuan yang keberlakuannya secara yuridis harus diaplikasikan dengan proposional. Maka dari itu, keadilanlah yang menjadi unsur paling esensial dalam menegakkan hukum yang ada di Indonesia. Keadilan yang merupakan hakikat dari cita hukum, secara hierarki berada diatas kemanfaatan umum, dan pada gilirannya pula kepastian hukum berada di atas kemanfaatan umum. Dalam kultur integralistik, keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum berinteraksi saling memberi dan menunjang. Apabila ditinjau dari keberlakuan hukum secara empiris maka pada realitanya, hukum yang ada belum terlaksana secara maksimal.14

Dalam proses penegakan hukum sudah seharusnya keadilan sebagai cita hukum diterapkan. Jika tidak didasarkan pada keadilan maka pelaksanaan penegakan hukum akan sia-sia dan bisa melukai masyarakat yang tidak memiliki kesalahan. Friendmen mengemukakan pendapatnya bahwa hukum sebagai sistem yang meliputi substansi, struktur dan kultur hukum saling berkaitan dalam penegakan hukumnya. Selanjutnya, ketiga faktor sebagaimana yang dikemukakan oleh Friedman tersebut oleh penegak hukum tidak dapat terlepas kaitannya dalam pembentukan maupun penegakan hukum yang berdasar pada nilai keadilan, ketertiban, serta keefektifannya di masyarakat.15 Indikator dari pelaksanaan sistem penegakan hukum adalah peradilan yang adil atau fair trial. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada intinya memuat mengenai keadilan yang dalam hal ini peradilan harus dilaksanakan dengan berdasar pada Ketuhan Yang Maha Esa.16 Penegakan hukum yang memuat prinsip proposional memiliki makna bahwa penegakan ini tidak hanya dilaksanakan dengan menegakkan dari segi kepastian hukumnya saja, tetapi juga menegakkan dari segi keadilannya.17 Hal tersebut memiliki tujuan guna menuju mewujudkan penegakkan hukum secara seimbang dimaksud, maka perlu sistem peradilan.

Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa sepuluh asas yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan tujuan guna mengayomi warga negara dalam proses hukum yang adil diantaranya18:

  • a.    Perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi dimuka hukum

  • b.    Praduga tidak bersalah

  • c.    Pelanggaran atas hak-hak individu warga negara

  • d.    Hak yang dimiliki Tersangka untuk diberitahukan mengenai persangkaan maupun pendakwaan kepadanya

  • e.    Hak dari Tersangka maupun Terdakwa untuk memperoleh bantuan berupa penasehat hukum

  • f.    Hak dari Terdakwa untuk datang dimuka pengadilan

  • g.    Keberadaan peradilan yang bebas, dilaksanakan dengan cepat dan sederhana

  • h.    Peradilan terbuka untuk umum

  • i.    Hak untuk mendapatkan kompensasi dan rehabilitas, serta

  • j.    Pengadilan berkewajiban untuk mengatur penerapan putusan-putusannya. Selanjutnya, asas praduga tidak bersalah secara khusus termuat pada Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman dan secara umum termuat dalam penjelasan umum UU No. 8 Tahun 1981 pada butir ketiga huruf c yakni “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Adanya asas tersebut ini memiliki dua akibat yang logis yakni pertama, terdapat hak kepada tersangka maupun terdakwa untuk tidak memberi keterangan yang akan memerikan kerugian atau memberakatnya dimuka persidangan. Prinsip tersebut termuat dalam Pasal 175 UU No. 8 Tahun 1981 yakni “Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjur untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan”. Dalam hal ini berarti bahwa Terdakwa diperkenankan untuk tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan oleh hakim terhadapnya. Selanjutnya, konsekuensi logis yang kedua adalah sebagai hak ingkar. Dalam pengaturan hukum di Indonesia, terdapat dalam Pasal 52 UU No. 8 Tahun 1981 yang menyatakan bahwa “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.” Dengan adanya pengaturan tersebut telah menjadi salah satu dari beberapa faktor yang menyebabkan Terdakwa tidak dapat disumpah di muka persidangan.

  • 4.    Kesimpulan

Penegakan hukum pidana merupakan bagian dari politik criminal. Criminal policy sebagai suatu proses dalam kebijakan penegakan hukum merupakan suatu upaya guna mewujudkan kesejahteraan dan memberikan pengamanan bagi masyarakat. Oleh sebab itu kebijakan kriminal memiliki maksud yakni sebagai perlindungan masyarakat guna memperoleh kesejahteraan masyarakat. Criminal policy sebagai usaha rasional dan juga terorganisasi dari masyakat yang bertujuan guna mengatasi kejahatan. Adanya hubungan yang saling terakit antara kebijakan penegakan hukum dengan sistem peradilan pidana maka nantinya konsep kebijakan penegakan hukum tersebut akan terealisasikan dengan sistem peradilan pidana. Dalam hal ini, subsistem dari sistem peradilan pidana nantinya hendak melakukan kebijakan penegakan hukum yang meliputi pencegahan dan penanggulangan terjadinya suatu

kejahatan. Kedudukan dari subsistem tersebut akan menjadi lebih diterima apabila disertai pula dengan peran serta dari masyarakat. Selanjutnya, penegakan hukum di Indonesia berdasarkan aspek keadilan dapat ditemukan di KUHAP. Telah termuat sepuluh asas yang memiliki tujuan untuk mengayomi warga negara dalam proses hukum yang adil diantaranya perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa adanya diskriminasi, praduga tidak bersalah, pelanggaran atas hak-hak individu warga negara, hak yang dimiliki Tersangka untuk diberitahukan mengenai persangkaan maupun pendakwaan kepadanya, hak dari Tersangka maupun Terdakwa untuk memperoleh bantuan berupa penasehat hukum, hak dari Terdakwa untuk datang dimuka pengadilan, keberadaan peradilan yang bebas, dilaksanakan dengan cepat dan sederhana, peradilan terbuka untuk umum, hak untuk mendapatkan kompensasi dan rehabilitas, serta pengadilan berkewajiban untuk mengatur penerapan putusan-putusannya.

Daftar Pustaka

Buku:

Kenedi, H. John. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Dalam Sistem Penegakan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana Pernada Media Group, 2013.

Setiadi, Edi dan Kristiani. Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017.

Jurnal:

Agiyanto, Ucuk. "Penegakan Hukum di Indonesia: Eksplorasi Konsep Keadilan Berdimensi Ketuhanan." Hukum Rasendental Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia, 2018: 494.

Arfiani, dkk. "Penegakan Hukum Sesuai Prinsip Peradilan yang Berkepastian, Adil, dan Manusiawi: Studi Pemantauan Proses Penegakan Hukum Tahun 2020." Riau Law Jorunal 6, no. 1 (2022): 49-50.

Ariyanti, Vivi. "Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia." Jurnal Yuridis 6, no. 2 (2019): 34-35.

Daud, Ahmad S. "Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Teknologi Informasi." Lex Crimen 2, no. 1 (2013): 99.

Erfandi. "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembangunan Sistem Hukum Pidana di Indonesia." Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1, no. 1 (2016): 23-24.

Iskandar, Wibawa. "Implementasi Asas Kepastian Hukum Yang Berkeadilan Berdasarkan Cita Hukum Bangsa Indonesia (Kajian Putusan Pengadilan Negeri Banyumas tentang Kasus mbah Minah)." Yudisia 8, no. 1 (2017): 21.

Kenedi, John. "Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) Dalam Negara Hukum Indonesia: Upaya Mensejahterakan Masyarakat (Social Welfare)." Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam 2, no. 1 (2017): 12.

Moho, Hasaziduhu. "Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan, dan Kemanfaatan." Jurnal Warta 59, no. 1 (2019).

Putri, Kania Dewi Andhika dan Ridwan Arifin. "Tinjauan Teoritis Keadilan dan Kepastian Dalam Hukum di Indonesia." Mimbar Yustitia 2, no. 2 (2018): 152.

Satyayudhadananjaya, Nyoman. "Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integreted Criminal Justice System) Di Kaji Dari Perspektif Sub Sistem Kepolisian." Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Hukum 9, no. 1 (2014): 88.

Wahidin, Samsul. "Hakim Agung Sebagai Agent Of Change Menuju Law And Legal Reform." Jurnal Cakrawala Hukum 5, no. 2 (2014): 160.

Widowati, Christiani. "Hukum sebagai Norma Sosial Memiliki Sifat Mewajibkan." ADIL: Jurnal Hukum 4, no. 1 (2014): 158.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076)

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 3 Tahun 2023 hlm 317-325

325