TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ATAS KERUGIAN KONSUMEN TERHADAP KETIDAKSESUAIAN BARANG DENGAN ETALASE DALAM PERJANJIAN JUAL-BELI MELALUI E-COMMERCE
on
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KETIDAKSESUAIAN BARANG DENGAN ETALASE
DALAM PERJANJIAN JUAL-BELI
MELALUI E-COMMERCE
Ni Komang Ayu Novita Sari Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Dewa Gde Rudy, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk dapat memahami perlindungan hukum terhadap pembeli apabila produk yang dibeli tidak sesuai dengan etalase dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce dan tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen yang mendapatkan barang tidak sesuai dengan etalase. Pembahasan penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang – undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan analytical approach. Serta didukung dengan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari buku – buku, jurnal, dan bahan hukum lainnya. Dalam penelitian ini terdapat adanya kekosongan norma dalam UUPK dikarenakan belum secara jelas memberikan tanggung jawab pelaku usaha jual/beli barang melalui pihak ketiga (marketplace). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilundungan hukum terhadap konsumen dapat didasarkan “UUPK, UU ITE, serta pada UU No. 7 tahun 2014 tentang perdagangan, ketentuan pidana terkait sengketa yang terjadi dalam e-commerce yaitu diatur dalam pasal 115. Dan Pelaku usaha memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab penuh terhadap kerugian berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.”
Kata Kunci : Tanggung Jawab, Kerugian, E-commerce.
ABSTRACT
This research aims to understand the legal protection for buyers if the product purchased does not match the display case in the sale and purchase agreement via e-commerce and the responsibility of business actors for losses to consumers who receive goods that do not match the display case. The discussion of this research uses normative legal research methods with a statutory approach, a conceptual approach and an analytical approach. And supported by secondary legal materials obtained from books, journals and other legal materials. In this research, there is a vacuum in norms in the UUPK because it does not clearly provide responsibilities for business actors selling/buying goods through third parties (marketplaces). The research results show that legal protection against consumers can be based on "UUPK, ITE Law, and Law no. 7 of 2014 concerning trade, criminal provisions related to disputes that occur in e-commerce are regulated in article 115. And business actors have the obligation to take full responsibility for losses based on Article 62 paragraph (1) of the Consumer Protection Law.
Keywords: Responsibility, Loss, E-commerce.
I.PENDAHULUAN
Pesatnya perubahan zaman di era globalisasi ini membuat penggunaan teknologi semakin berkembang. Yang membuat hal ini tidak dapat di cegah lagi. Perkembangan yang sangat pesat terjadi pada perkembangan internet. Perkembangan internet saat ini salah satunya adalah dampak dari berkembangnya teknologi. Yang awalnya penggunaan internet biasanya dipergunakan untuk menyebarkan informasi dan juga untuk pembelajaran. Namun saat ini pengunaan internet itu sendiri menambah fungsinya terutama dibidang perekonomian yang mengakibatkan terjadinya perdagangan elektronik.1
Saat ini terjadinya jual beli yang memanfaatkan internet yang pada beberapa tahun ini berkembang,jual beli yang melalui internet itu sendiri disebut dengan ECommerce, yang pada system ini dilakukan dengan cara memanfaatkan jaringan internet. Proses terhadap transaksi online pada penjualan barang ataupun jasa bersifat langsung yang di proses oleh jaringan computer itu sendiri. Tranksaksi yang dilakukan melalui hal ini tidaklah langsung bertemu dengan cara bertatap muka antara pembeli dan penjual. Antara penjual dan pembeli menerapkan suatu pedoman dimana diantara pihak mempercayai jual beli yang dilakukan, mengakibatkan suatu perjanjian jual beli yang secara elektronik yang mempergunakan Electronic Commerce atau (E- Commerce).2
Di Indonesia E-Commerce itu sendiri telah diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu ketentuan e-commerce juga ada dalam buku ketiga serta ketentuan tentang jual beli itu sendiri pada KUHPerdata yang dimodifikasi yang menjelaskan E-Commerce itu sendiri memiliki sifat yang lebih khusus dikarenakan peran media ataupun alat alat elektronik itu sendiri lebih banyak digunakan.3 Adapun unsur pokok (essentialia) pada sebuah perjanjian itu adanya barang/jasa dan harga. Yang membuat eratnya unsur kesepakatan (konsensus) yang harus melekat.4
Sifat konsensual dari jual beli itu sendiri telah disebutkan pada Pasal 1458 KUHPerdata yang menjelasakan, kegiatan jual beli yang dianggap sudah terlaksana jika masing masing pihak sudah menyepakati mengenai barang dan juga harganya, sesekalipun barang tersebut belum diserahkan maupun harga dari barang tersebut belum dibayarkan. Dari transaksi E-Commerce pada dasarnya banyak mengandung unsur hukum yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih, seperti contoh mengenai keabsahan suatu perjanjiannya dan juga perlindungan hukum terhadap para pihak jika terjadinya wanprenstasi ataupun adanya kelalaian diantara salah satu pihak terhadap
jual beli yang merugikan pihak lain serta masalah masalah lainnya yang mungkin saja bisa timbul di kedepannya.5
Salah satu permasalahan terjadi terhadap jual beli di E-Commerce ini ialah seperti barang yang datang tidak sesuai dengan apa yang di perjanjikan sebelumnya antara pelaku usaha dengan pembeli yang mengakibatkan kerugian yang didapat oleh pihak pembeli. Permasalahan ini dapat disebut dengan pelaku usaha memenuhi unsur dari wanprestasi dikarenakan sudah menjalankan suatu perjanjian tetapi tidak sesuai dengan apa yang di perjanjikan sebelumnya.
Pihak pembeli atau konsumen diijinkan untuk dapat mengajukan keluhan terhadap penjual, namun hal tersebut tidak dapat secara langsung menyelesaikan problematika yang terjadi, pihak pelaku usaha memberikan pembeli kesempatan untuk mengajukan penukaran barang yang sesuai dengan kerugian yang di dapat oleh pembeli dari barang yang tidak sesuai sebelumnya. Dengan adanya keadaan tersebut seolah – olah pihak penjual tidak bertanggungjawab penuh terhadap produk yang tersedia sesuai dengan etalase toko yang ada, sehingga terjadi keadaan yang merugikan pihak konsumen. Diatara itu permasalahan yang juga sering dialami oleh pembeli ialah pelaku usaha atau penjual membatalkan perjanjian secara sepihak yang sebelumnya sudah disetujui pembeli, pembatalan ini bisa dilakukan pelaku usaha sekalipun pihak pembeli sudah membayarkan barang yang dibelinya tersebut.
Terhadap permasalahan tersebut pemerintah membuat peraturan guna Perlindungan hukum terhadap permasalahan itu ialah UU No. 8 Tahun 1999 atau UUPK, peraturan inilah menguntungkan bagi konsumen yang mengalami kerugian pada saat pembelian barang. UUPK sangat diperlukan karena masih kurangnya perlindungan konsumen daripada perlindungan untuk pelaku usaha itu sendiri. Pasal 3 UUPK menjelaskan mengenai tujuan dari perlindungan hukum itu sendiri yang berisikan mengenai pemberian kesadaran yang sesuai harkat dan martabat guna menghilangkan ases negative agar bisa menjamin barang dan jasa dan juga keamanan daripada konsumen itu sendiri. Tujuan seperti ini bisa diterapkan guna mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan peraturan yang mengatur tanpa adanya ketimpangan dengan apa yang sudah di putuskan dari hukum perlindungan konsuemen itu.6
Problematika hukum yang terjadi berdasarkan latar belakang diatas merupakan adanya perbuatan pihak pelaku usaha yang tidak menjalani kewajiban sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 huruf (b) yang menetapkan bahwa “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan” dalam hal tidak terlaksananya kewajiban pelaku usaha tentunya dapat merugikan pihak konsumen secara khusus dalam transaksi jual beli melalui e-commerce. Perlindungan hukum terhadap jual beli melalui e-commerce perlu diatur secara khusus karena menurut hemat penulis permberlakuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen tidak secara serta merta melindungi pihak konsumen terhadap problem tersebut. Oleh karena itu, kekaburan norma muncul karena ketidaksesuaian antara perkembangan teknologi dan regulasi yang masih terbatas. Kekaburan norma dapat muncul karena belum adanya regulasi yang cukup mengakomodasi dinamika e-commerce. Pelaku usaha mungkin belum diwajibkan dengan cukup tegas untuk memberikan informasi yang memadai secara online. Kekaburan norma juga mungkin terkait dengan tanggung jawab
platform e-commerce. Sejauh mana platform bertanggung jawab atas informasi yang disediakan oleh penjual di platformnya mungkin belum diatur dengan jelas.
Dalam konteks ini, perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce sangat diperlukan karena karakteristik khas e-commerce yang melintasi batas negara dan tidak bertemunya penjual dan pembeli, serta penggunaan media internet sebagai fasilitator. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce perlu diatur secara khusus untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen dalam bertransaksi e-commerce Sehingga dengan adanya kekaburan norma tersebut apabila terjadi suatu permasalahan dalam transaksi jual beli, pihak penjual mempunyai penyelesaian tersendiri tehadap permasalahan yang timbul dengan konsumen yang dimana segala bentuk penyelesaian masalah yang diberikan oleh pihak penjual tidak sepenuhnya memberikan suatu penyelesaian dan tidak dapat diterima oleh pihak konsumen.
Penelitian ini merupakan pembaharuan isu hukum yang dikemukakan oleh beberapa penulis, di antaranya “Anak Agung Ngurah bagus Kresna Cahya Putera, dan I Wayan Parsa”, dengan judul penelitian “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Perbedaan Harga Barang Pada Label Dan Harga Kasir”. Penelitian ini membahas tentang “Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan akibat perbedaan harga barang pada label dan harga kasir? dan Apa saja faktir penyebab terjadinya perbedaan harga barang pada label dan harga kasir?”.7 Selanjutnya, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Devi Yosiana Samosir, Maria Felisia, Herlen Teresia, Alvinicia Olivia Hartamesia Enos dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Iklan Yang Menyesatkan Konsumen (Studi Kasus Trivago)“. Penelitian ini membahas tentang “salah satu fenomena iklan yang menyesatkan yang pernah terjadi adalah kasus Trivago. Trivago adalah sebuah perusahaan e-commerce khusus untuk mencari hotel dan membandingkan harga, kualitas hotel di berbagai negara, hal ini bisa mempermudah konsumen dalam mencari hotel.8” Kedua penelitian ini merupakan penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan terhadap permasalahan dalam menjamin perlimdungan hukum terhadap konsumen terhadap produk/jasa yang dimana perbuatan pelaku usaha tersebut justru merugikan pihak konsumen. Namun, adapun pembeda dalam penelitian yang dilakukan yaitu terletak pada keadaan yang dapat merugikan pihak konsumen dari adanya ketidaksesuain produk pada etalase e-commerce dengan faktanya setelah terjadinya jual beli. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Ketidaksesuaian Barang Dengan Etalase Dalam Perjanjian Jual-Beli Melalui E-Commerce”.
-
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli apabila produk yang dibeli tidak sesuai dengan etalase dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce ?
-
2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen yang mendapatkan barang tidak sesuai dengan etalase ?
Penelitian ini bertujuan untuk dapat memahami perlindungan hukum terhadap pembeli apabila produk yang dibeli tidak sesuai dengan etalase dalam perjanjian jual beli melalui e-commerce dan tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen yang mendapatkan barang tidak sesuai dengan etalase.
Dalam pemecahan permasalahan diatas, penelitian ini didukung dengan metode penelitian normatif serta menggunakan pendekatan berdasarkan konseptual, pendekatan terhadap peraturan perundang - undangan, dan pendekatan analisis. Serta didukung dengan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari buku – buku, jurnal, dan bahan – bahan hukum lainnya. Adapun peraturan perundang – undangan yang merupakan bahan primer dalam penelitian ini yaitu: “Kitab Undang – Undang Hukum Perdata; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.”9
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif karena terdapat adanya kekosongan norma. Kekosongan norma adalah keadaan dimana ketiadaan norma hukum dalam pengaturan suatu hal. Adanya norma kosong sebagai dasar dalam penelitian ini dikarenakanan dalam Undang – Undang Perlindungan Konsumen belum secara jelas memberikan tanggung jawab pelaku usaha jual/beli barang diinternet atau melalui pihak ketiga (marketplace) dan juga mengenai perlindungan terhadap kerugian yang bisa didapat konsumen dalam melakukan transaksi E-Commerce.
-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Apabila Produk Yang Dibeli Tidak Sesuai Dengan Etalase Dalam Perjanjian Jual Beli Melalui E-Commerce
Secara umum e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan jual beli barang ataupun jasa yang dimana segala bentuk transaksi dilakukan secara online serta tidak diwajibkannya pertemuan antara para pihak dalam bertransaksi. E-commerce, atau perdagangan elektronik, merupakan fenomena yang telah mengubah cara tradisional jual beli dilakukan. Definisi umum e-commerce mencakup segala bentuk kegiatan jual beli barang atau jasa di mana transaksi dilakukan secara online. Salah satu karakteristik utama dari e-commerce adalah tidak diwajibkannya pertemuan fisik antara para pihak yang terlibat dalam transaksi. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki jaringan internet yaitu sebagai berikut:
-
a. Internet merupakan perkembangan teknologi yang terus berjalan hingga saat ini, setiap orang berhak untuk menggunakan jaringan internet dengan mudah serta tidak mengeluarkan biaya tinggi.
-
b. Penyimpanan pesan atau data yang mudah dan juga penerimaan dan pengiriman tidak memerlukan waktu yang lama.
Seiring berkembangnya secara pesat kegiatan jual beli menggunakan media ECommerce yang tidak diikuti dengan landasan hukum yang kuat untuk mengatur kegiatan E-Commerce ini yang bisa dijadikam suatu pegangan untuk tercapainya suatu
landasan hukum. Selain dari hal tersebut E-Commerce itu sendiri mempunyai keuntungan untuk masyarakat, individu maupun kelompok/organisasi dikarenakan secara tidak langsung E-Commerce itu sendiri menyebar luaskan pemasaran ke pasar nasional maupun internasional.10
Pada perjanjian jual beli kedua belah pihak memiliki kewajiban yang berbeda beda, diantaranya kewajiban penjual di perjanjian jual beli tersebut ialah memberikan suatu hak kepemilikan terhadap barang yang dijualnya, menjamin barang yang dibeli oleh konsumen tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain atau pihak lain serta memberikan pertanggung jawaban atas cacat barang yang tidak terlihat atau (vrijwaring, warranty). Adapun hal yang didapat dari penjual itu sendiri dapat menentukan harga dari suatu barang tersebut dan juga mendapatkan bayaran atas barang yang sudah dijualnya sesuai dengan harga barang yang disepakati sebelumnya.11
Hak dalam perlindungan hukum akibat adanya Tindakan konsumen yang beritikad baik. Hak ini berguna untuk mendapatkan pembelaan dalam penyelesaian permasalah hukum salah satunya sengketa konsumen. Adapun hak guna mendapatkan rehabilitas nama baik jika tidak terbuktinya melakukan permasalahan secara hukum yang mengartikan kerugian konsumen tidak ada akibatnya dengan barang atau jasa yang diperjual belikan.12
Pembeli mempunyai hak dalam melakukan jual beli, hak pembeli itu sendiri mempunyai 2 (dua) macam, yaitu: “Pemindahan hak atas barang tertentu. Hak terhadap barang itu sendiri bisa berpindah tangan jika ada keinginan dari suatu pihak atas melewati perjanjian yang disepakati antara dua belah pihak tersebut, dengan berpacu pada syarat perjanjian yaitu ada dalam Pasal 1 UUPK, Pembeli yang disebut konsumen yang ada dalam Pasal 4 UUPK yang menyebutkan hak pembeli atau hak konsumen diantaranya sebagai berikut:”
-
1. “Hak terhadap kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
-
2. “Hak terhadap memilih barang dan/atau jasa dan juga mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai terhahap nilai tukar serta kondisi dan jaminan yang diperjanjikan.”
Kewajiban yang dimiliki konsumen telah secara jelas dapat dilihat pada Pasal 5 UUPK yang menjelaskan “Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.” Pada dasarnya perlindungan hukum terdapat 2 bentuk yang mengaturnya diantaranya perlindungan hukum berupa peraturan undang undang dan peraturan pemerintah yang masih memiliki sifat umum serta yang bersifat khusus berupa perjanjian yang dibuat antara dua belah pihak yang biasanya berisikan mengenai ketentuan tentang ganti rugi, jangka waktu pengajuan klaim, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.13
Terhadap permasalahan ini Adapun penyelesian yang bisa di lakukan diantaranya penuyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan atau penyelesaiannya dengan menggunakan cara damai antara kedua belah pihak atau sering disebut penyelesaian dengan cara non-litigasi, UUPK memberikan fasilitas terhadap para konsumen yang mempunyai kerugian bisa dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).14 “Perlindungan terhadap transaksi yang dilakukan online atau transaksi digital telah dijelaskan pada UU No. 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik dan PP No. 82 Tahun 2012 mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.” PP PSTE merupakan suatu aturan yang diterbitkan karena adanya UU ITE yang kemudian diubah menjadi UU No. 19 Tahun 2016. Perjanjian elektronik mempunyai unsur yang dimana telah diatur pada pasal 48 ayat (3) PP PSTE. Tujuan dari unsur sudah sangat jelas terhapan pemberian perlindungan hukum terhadap transaksi elektronik.15
Transaksi elektronik juga mempunyai perlindungan yang sudah diatur pada “Pasal 5 ayat (1) UU ITE yang menjelaskan informasi elektronik yang betrupa dokumen yang terdapat hasil cetakannya dianggap sebagai alat bukti yang sah menurut hukum.” Pasal 18 ayat (1) UU ITE menjelaskan transaksi apapun yang memiliki sifat elektronik yang telah di termasuk dalam montrak elektronik yang mengikat para pihak tersebut, sedangkan pada “Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai suatu Tindakan yang dilarang yang membuat kerugian diantara pihak yang melakukan transaksi elektronik. Jika ada Tindakan yang telah disebutkan pada Pasal 28 ayat (1) UU ITE, maka diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau sanksi denda paling banyak Rp 1 Miliar, yang dimana telah di jelasakan pada Pasal 45 ayat (2) UU ITE.”16
Terhadap penjelasan penjelasan diatas tentang perlindungan hukum terhadap kerugian yang di dapat konsumen disuatu pembelian barang atau jasa dengan transaksi elektronik yaitu E-Commerce, dari peraturan praturan yang sudah mengatur bahwa konsumen mempunyai hak dan kewajiban serta pelaku usaha berkewajiban untuk beritikad baik dalam suatu kegiatan jual beli dan juga larangan terhadap Tindakan yang membuat para pihak dirugikan. UUPK dan UU ITE ialah dasar dari perlindungan konsumen tersebut.
-
3.2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Kerugian Konsumen Yang Mendapatkan
Barang Tidak Sesuai Dengan Etalase
Perjanjian tidak dapat dipisahkan dari adanya tanggung jawab yang harus direalisasikan bagi para pihak dalam perjanjian tersebut. Tangungg jawab dalam perjanjian didefinisikan juga sebagai janji yang dituangkan dalam term of condition dan wajib dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak pembuat perjanjian. Perlindungan konsumen telah diatur dan ditegaskan dalam ketntuan Pasal 1 UUPK yang menjelaskan “perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. DalamUUPK Pasal 8 ayat (1) huruf f telah
“menyatakan pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam promosi penjualan barang tersebut.”
Pasal 1243 dan 1246 KUH Perdata telah menegeaskan ketentuan terkait dengan ganti rugi, sedangkan dalam “Pasal 24 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggungjawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain tidak melakukan perubahan terhadap barang dari pelaku usaha tersebut”, dan pada Pasal 24 ayat (2) menyatakan “pelaku usaha dapat terbebas dari tanggung jawab apabila pelaku usaha lain melakukan perubahan atas barang dari pelaku usaha”. Dalam UUPK kewajiban pelaku usaha secara tegas telah diatur dalam “Pasal 7 huruf b yang menyatakan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi”. Serta berkaitan dengan kompensasi ataupun ganti rugi dalam upaya tanggung jawab oleh pihak pelaku usaha telah ditegaskan dalam Pasal huruf f. Selain itu apabila terdapat suatu keadaan yang dimana pihak konsumen merasa dirugikan akibat adanya ketidaksesuaian terhadap barang yang dibeli dengan etalase yang tertera pada iklan produk maka kompensasi ataupun ganti rugi dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 7 huruf g. Dengan adanya ketentuan pasal diatas maka sudah jelas bahwa pelaku usaha harus dapat bertanggungjawab penuh terhadap segala bentuk transaksi jual beli yang dilakukan secara khsusus melalui e-commerce.17 Tanggung jawab dalam suatu perjanjian secara khusus bagi pelaku usaha terhadap konsumen terdapat beberapa prinsip – prinsip tanggung jawab hukum. Adapaun prinsip tersebut sebagai berikut:
-
1. Tanggung Jawab Atas Dasar Kesalahan (liability based on fault). Prinsip tanggungjawab ini merupakan suatu prinsip tanggung jawab hukum yang dimana dalam penuntutan tanggung jawab terhadap suatu keadaan yang terjadi harus didasarkan adanya kesalahan yang dilakukan.18
-
2. Praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability). Prinsip tanggung jawab ini merupakan suatu prinsip tanggung jawab hukum yang dimana pihak yang dituntut untuk melakukan tanggung jawab terhadap suatu keadaan maka pihak tersebut wajib membuktikan bahwa ia tidak bermasalah.19
-
3. Praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of nonliability).20
-
4. Tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip ini didefinisikan sebagai prinsip bahwa Ketika pihak yang tergugat dinyatakan bersalah dalam suatu keadaan dan diketahui bahwa kesalahannya merupakan suatu keadaan yang memaksa (force majeure) maka pihak tersebut bebas dari pertanggung jawaban. Keadaan memaksa merupakan suatu keadaan diluar dugaan ataupun batas kemampuan manusia seperti halnya terjadi akibat bencana alam.21
-
5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability). Prinsip ini merupakan suatu prinsip yang dimana dibuat oleh pihak pelaku usaha sehingga dapat dikatakan prinsip ini sangat menguntungkan pihak pelaku usaha dalam suatu perjanjian dengan pihak konsumen. Pihak pelaku usaha memberikan suatu pertanggung jawaban terhadap suatu keadaan namun tanggung jawab tersebut telah dibatasi ataupun memiliki ketentutan tersendiri yang dibuat oleh pihak pelaku usaha.
Prinsip tanggung jawab ini juga dinilai suatu prinsip yang dapat merugikan pihak konsumen apabila hanya ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.22
“Apabila dalam melaksanakan suatu perjanjian jual beli oleh pihak pelaku usaha dengan pihak konsumen terjadi suatu keadaan yang merugikan pihak konsumen dan pihak pelaku usaha telah terbukti melakukan suatu kesalahan maka berdasarkan pasal 19 UUPK tanggung jawab pelaku usaha menyatakan bahwa.” “(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang/jasa yang sejenis atau setara nilainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” “(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.” “(4) pemberian ganti rugi dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai unsur kesalahan.” “(5) Ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”23 “Jika pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya yang sudah dijelaskan diatas maka pelaku usaha dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”.24
“Dalam Undang – Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, sudah diatur apabila terjadi sengketa dalam transaksi e-commerce yang tercantum dalam Bab XVIII yang terdiri dari 13 pasal. Ketentuan pidana terkait sengketa yang terjadi dalam ecommerce diatur dalam pasal 115 yang berbunyi” “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/ atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data atau informasi sebagaimana dimaksd dala pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda paing banyak Rp. 12.000.000.000 (dua belas milliar rupiah).” Sedangkan dalam pasal 65 ayat (2) berbunyi: “setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).” Data dan informasi disini harus jelas dan lengkap, informasi tersebut paling sedikit harus memuat, antara lain:25 Identitas ataupun ijin usaha yang dimiliki pelaku usaha; Deskripsi produk ataupun jasa yang ditawarkan; Harga dan cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh pihak konsumen.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen terkait kerugian akibat ketidaksesuaian barang dengan iklan produk atau etalase dalam transaksi online dapat merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka (1) UUPK. Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap kerugian konsumen diatur dalam Pasal 1243 dan 1246 KUHPerdata, serta UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Pidana terkait sengketa e-commerce diatur dalam Pasal 115 dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 12.000.000.000. Perlindungan konsumen dalam transaksi online diatur oleh UU ITE dan PP PSTE. Pemerintah
Indonesia telah berupaya melalui UUPK, UU ITE, dan PP PSTE untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap konsumen. Sehubungan dengan keengganan pembeli menerima kerugian, UUPK menegaskan kewajiban pemberian informasi yang jelas, akurat, dan tepat waktu oleh pelaku usaha. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dihukum sesuai Pasal 62 ayat (1) UUPK. Pasal 7 Huruf F UUPK juga mencakup pembayaran atas jasa yang dibeli, sementara Pasal 7 Huruf G UUPK mengatur ganti rugi jika produk tidak sesuai dengan iklan atau etalase. Dengan demikian, pelaku usaha di e-commerce diwajibkan memikul tanggung jawab penuh terhadap segala jenis transaksi jual beli.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016).
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015).
Tobing, Rudyanti Dorotea, Hukum, Konsumen dan Masyarakat, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2014)
Jurnal:
Anas Fawzi, M. Rizqa; Putrawan, Suatra. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Online Berdasarkan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 8. No. 3 (2020): 645-656” https://doi.org/10.24843/KS.2020.v08.i08.p02
Astuti, Desak Ayu Lila, And N. Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap Konnsumen Transaksi E-Commerce Dalam Hal Terjadinya Kerugian." Kerthasemaya 7, No. 2 (2018): 1-5.
Cahya, A. A. N. B. K., dan I. Wayan Parsa. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Perbedaan Harga Barang Pada Label dan Harga Kasir." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2020): 1-17.
Devi, I. G. A. S. R., & Priyanto, I. M. D. “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha Terkait Wanprestasi Oleh Konsumen Dalam Transaksi Elektronik Berbasis Online. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum” 9. No. 6, (2021): 1010-1019.
Dewi, N. P. Y., & Suardita, I. K. “Kedudukan Reklame Dalam Jual Beli Barang Secara Online. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum,” 6. No. 8, (2018): 1-12.
Hapsari, Dita, Hendro Saptono, And Herni Widanarti. "Kedudukan E-Commerce Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik." Diponegoro Law Journal 8, No. 1 (2019): 211-223. https://doi.org/10.14710/dlj.2019.25184
Hasandinata, B. R., & Priyanto, I. M. D. “Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Jual Beli Online (E-Commerce). Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum,” 7. No. 6, (2019): 1-16.
Prastya, Komang Frisma Indra, Ni Ketut Sari Adnyani, And Si Ngurah Ardhya. "Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Online Melalui ECommerce Menurut Pasal 1320 Kuhperdata Dan Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik." Jurnal Komunitas Yustisia 4, No. 2 (2021): 617-625. https://doi.org/10.23887/jatayu.v4i2.38157
Ramadhona, Bella Citra; Dharmakusuma, Anak Agung Gede Agung. (2018). “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum,” 2(4). h. 1-5.
Samosir, Devi Yosiana, Maria Felisia, Herlen Teresia, And Alvincia Olivia Hartamesia Enos. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Iklan Yang Menyesatkan Konsumen (Studi Kasus Trivago)." Lentera Pancasila: Jurnal Riset Hukum & Pancasila 2, No. 2 (2022): 97-106.
Sari, AA Made Yuni Purnama, and Suatra Putrawan. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konsumen Transaksi E-Commerce Dalam Hal Terjadinya
Wanprestasi. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 9, no. 3. (2021): 446-457.” https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i03.p07
Sulistiawati, Ni Luh Putu Siska; Atmadja, Ida Bagus Putra; Darmadi, A.A. Sagung Wiratni. Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Online Shop Apabila Terjadi Wanprestasi Yang Dilakukan Oleh Pemberi Jasa Endorse Di Kota Denpasar. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 7. No.4. (2019): 1-19” https://doi.org/10.24843/KM.2019.v07.i04.p06
Wijaya, I. P. A. D., & Purwanto, I. W. N. “Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Transaksi Bisnis Elektronik Di Indonesia. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum” 7, no. 10, (2019): 1-16.
Wulandari, Yudha Sri. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce." Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum 2, No. 2 (2018): 199-210. https://doi.org/10.30656/ajudikasi.v2i2.687
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN:
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348
Jurnal Kertha Negara Vol 11 No. 8 Tahun 2023 hlm 845-856
855
Discussion and feedback