KONSEKUENSI HUKUM PENIMBUNAN MASKER DAN TABUNG OKSIGEN DI MASA

PANDEMI COVID-19

Reyno Iksan Derizky, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari artikel ini adalah guna mengetahui serta menganalisis mengenai ketentuan dan instrumen hukum yang mengatur tentang tindakan menimbun masker dan tabung oksigen ketika situasi pandemi COVID-19 serta mengetahui sanksi atau pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen di situasi pandemi COVID-19. Temuan ini menggunakan penelitian hukum normatif yang memakai pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Didasari hasil temuan, diketahui yakni ketentuan dan instrumen hukum yang memuat mengenai penimbunan masker dan tabung oksigen yaitu Pasal 29 ayat (1) UU No 7 Tahun 2014 terkait Perdagangan, Pasal 4 dan 5 UU No 5 Tahun 1999 mengenai pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Pasal 12 UU No 8 Tahun 1999 terkait Perlindungan Konsumen. jika terdapat pelaku usaha yang terbukti melakukan tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen ketika pandemi COVID-19 jadi pelaku usaha tersebut yang bersifat administratif dan pidana seperti yang ditegaskan di UU No 7 Tahun 2014 mengenai Perdagangan dan UU No 5 Tahun 1999 mengenai pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kata Kunci: Penimbunan, Persaingan Usaha, Monopoli

ABSTRACT

The purpose of this article is to find out and analyze the legal provisions and instruments for mask and oxygen tube stockpiling actions during the pandemic COVID-19 as well as finding out the legal sanctions or accountability for mask and oxygen tube stockpiling actions during the pandemic COVID-19. This article uses normative legal research that uses statutory and comparative approach. Based on the results of the analysis, it is known that legal provisions and instruments for mask and oxygen tube stockpiling actions during the pandemic COVID-19 are contained in Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 4 and 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, and Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. If a business actor is found to have committed an act of stockpiling maskand oxygen tube during pandemic COVID-19, the business actor may be subjected to administrative and criminal sanctions as regulated in Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan and Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Keywords: Stockpiling, Trade Competition, Monopoly

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Keaadaan sekarang ini, seisi dunia sedang berada di dalam kondisi pandemi COVID- 19. Corona Virus Disease (COVID-19) ialah virus yang menjangkit masyarakat di berbagai belahan dunia yang dimana tercatat kasus pertamanya berawal di Kota Wuhan, China tertanggal 31 Desember 2019. COVID-19 tersebar sedunia sampai saat ini ke seluruh negara-negara di dunia yang awalnya dimulai dari kontak langsung yang dilakukan masyarakat internasional. Di Indonesia, karena sebab yang sama, yaitu kontak dari masyarakat internasional, diawali saat COVID-19 dilaporkan terjadi pada 2 Maret 2020. Provinsi Bali masuk didalam 10 besar provinsi paling banyak terjangkit Corona. Data pasien COVID-19 Ada 28.277 kasus yang dikonfirmasi pada 8 Februari 2021 (Gugus Tugas Covid-19, 2021).1 Hal tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia mengambil segala bentuk tindakan terkait wabah corona, seperti menetapkan wabah corona dengan menetapkan peristiwa bukan disebabkan unsure alam ini menyebarnya Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sama dengan bencana nasional dalam Perpres No 12 Tahun 2020.2 Pemerintah Provinsi Bali, misalnya, sudah sepakat menetapkan hukuman administratif atau denda untuk yang melanggar aturan kesehatan sebagaimana dimaksud di Pasal 11. Besarnya Rp100.000 untuk pelanggaran perorangan, dan Rp1.000.000 pada pemilik usaha atau ditempat publik. Aturan diterapkan untuk menghindari menyebarnya COVID-19 serta mencegah tambahan korban WNI.3

Pandemi corona yang masih berlangsung sejak 2019 hingga sekarang tentunya berdampak besar bagi seisi dunia, khususnya Indonesia. Dampak tersebut terlihat di bermacam sisi, baik itu sisi kesehatan hingga perekonomian. Apabila ditinjau melalui segi kesehatan, tentunya akibat COVID-19 ini merupakan sebuah disease atau penyakit/virus berdapak pada kesehatan umat manusia yang mengakibatkan berbagai gejala/symptoms yang berakibat fatal bahkan hingga kematian bagi beberapa orang, sehingga keadaan ini menggerakkan pemerintah Indonesia untuk menghimbau seluruh rakyat Indonesia untuk melakukan aturan kesehatan pemakaian masker, cuci tangan, memberikan jarak, tidak di keramaian, batasi gerakan, dan batasibertemu dengan orang lain. Hal ini tentunya mengakibatkan beberapa barang medis seperti masker, Alat Pelindung Diri (APD), tabung oksigen, hand sanitizer menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.4

Ditinjau dari aspek perokonomian, COVID-19 tersebut memiliki pengaruh yang begitu luar biasa, khususnya kepada masyarakat kelas pekerja. Banyak perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) kepada karyawannya sehingga berdampak banyaknya pengangguran dan menurunnya perekonomian. Dalam hal di daerah-daerah pariwisata seperti Bali, wisatawan hampir tidak ada sama sekali yang menyebabkan turunnya perekonomian dan banyak hotel-hotel, lokasi wisata, rumah makan, perusahaan

travel yang bangkrut karena tidak ada customer. Darihal tersebut, dapat dilihat tidak hanya perusahaan kelas menengah saja yang mengalami penurunan ekonomi namun perusahaan kelas atas pun juga.

Melihat kondisi diatas dimana perekonomian menurun drastis dan terjadi situasi sudden demand sangat dibutuhkannya barang-barang medis yang pada kondisi biasa bukan merupakan barang-barang dengan highest demand, tentunya tidak mengherankan apabila terdapat beberapa pihak yang mengambil kesempatan dalam situasi genting seperti ini. Salah satunya pihak-pihak atau pelaku usaha yang dimana Sudah banyak contoh penjual yang tidak jujur mencadangkan masker dan tabung oksigen guna dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal biasanya di kondisi normal dan hal tersebut tentunya termasuk memanfaatkan kondisi bencananon-alam pandemi COVID-19ini untuk keuntungan pribadi. Di tengah pandemi COVID-19, konsumen yaitu masyarakat sangat memerlukan tabung oksigen bagi yang mengalami gejala sesak napas dan masker sebagai alat perlindungan diri terkena imbas negatifnya. di bidang hukum atau tanggung jawab hukum. Aspek yang paling signifikan adalah kewajiban pelaku usaha kepada pelanggan sebagai wujud nyata dari upaya melindungi konsumen.5

Dampak COVID-19 yang mengakibatkan Dalam persaingan bisnis, situasi ekonomi atau iklim yang tidak stabil akan terganggu stabilitasnya atau kesejahteraan pesaing, memberikan peluang bagi beberapa pesaing untuk melakukan kecurangan. Jika dalam keadaan tertentu beberapa pesaing berkomplot untuk bersama-sama melakukan kecurangan dengan melanggar aturan yang berlaku, maka persaingan bisnis akan tidak beroperasi secara sehat dan adil. Dalam hal ini, kegiatan tersebut biasanya berupa pengumpulan barang sampai pada titik kekurangan atau tindakan lain yang menjadikan satu dari semua pesaing untuk menguasai pasar tunggal dan bertentangan dengan aturan. dihindari karena akan mengakibatkan monopoli atas produk dan jasa tertentu. Kegiatan monopoli itu sendiri ialah tindakan yang dilarang di Indonesia dan diawasi berdasarkan peraturan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Didasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang tersebut praktik monopoli ialah memfokuskan daya perekonomian di satu ataupun lebih pengusaha yang berakibat penguasaan produksi dan juga memasarkan produk ataupun jasa, yang berimbas persaingan curang serta bisa membuat rugi kepentingan banyak pihak. Di sisi lain, menimbun masker dan tabung oksigen merupakan tindakan melanggar ketentuan Pasal 4 dan 5 UU No 5 Tahun 1999 yang berisi terkait pelarangan praktik monopoli dan persaingan yang curang, tak memberikan izin pengusaha mengadakan perjanjian yang saling memaksa untuk membayar harga yang berbeda untuk barang sama. Selain itu, pelaku usaha tak diizinkan mengadakan kesepakatan bersama pengusaha lain dan bertujuan untuk mengendalikan harga melalui pengaturan kapasitas produksi setiap produk ataupun jasa yang bisa menyebabkan kegiatan monopoli ataupun persaingan yang curang.

Dilihat berdasarkan kondisi diatas, dalam penelitian ini memiliki fokus untuk membahas dan menganalisis ketentuan dan instrumen hukum nasional yang berkaitan tidak hanya dengan tindakan penimbunan alat-alat medis yaitu masker dan oksigen dalam kondisi bencana nasional pandemi COVID-19 ini, namun juga

membahas bagaimana tindakan penimbunan tersebut termasuk perbuatan terlarang ditinjau dari perspektif berbagai instrumen hukum yang berbeda. Disamping itu pula membahas terkait pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan tersebut.

Penulis juga menelusuri beberapa tulisan lain yang terkait dengan konteks yang penulis angkat. Salah satunya adalah tulisan dari Sarmanto Simanihuruk, M. Yamin dan Mhd. Arif Sahlepi dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penimbun Alat Kesehatan Pada Masa Covid-19 (Studi Di Kepolisian Resort Simalungun”.6 Pada intinya tulisan tersebut menjelaskan mengenai bagaimana pengaturan hukum terhadap pelaku tindak pidana penimbunan alat kesehatan dalam pandemi Covid-19 serta membahas mengenai bentuk dan modus operandi tindak pidana penimbunan alat kesehatan dalam pandemi Covid-19 di Kepolisian Resort Simalungun. Pada tulisan ini penulis akan lebih berfokus pada pembahasan terkait bagaimana ketentuan dan instrumen hukum yang mengatur tentang tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi Covid-19 serta membahas sanksi atau pertanggungjawaban seperti apa yang dijatuhkan kepada yang bersangkutan secara hukum atas tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi Covid-19. Dengan demikian, melalui penjelasan tersebut maka menginspirasi penulis guna merangkai artikel dengan judul ‘’Tindakan Penimbunan Masker dan Tabung Oksigen di Masa Pandemi COVID-19 Berdasarkan Instrumen Hukum Nasional.’’

  • 1.2    Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, jadi bisa disusun permasalahan berikut ini:

  • 1.    Bagaimanakah ketentuan dan instrumen hukum yang mengatur tentang tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi COVID-19 ?

  • 2.    Bagaimanakah sanksi atau pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi COVID-19 ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1.    Untuk mengetahui apa saja ketentuan dan instrumen hukum yang mengatur tentang tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi Covid-19.

  • 2.    Untuk mengetahui sanksi atau pertanggungjawaban secara hukum atas tindakan penimbunan masker dan tabung oksigen dalam kondisi pandemi Covid-19.

  • 2.    Metode Penelitian

Temuan ini terkelompokkan dalam metode temuan normatif atau yang sering dikatakan metode temuan hukum. Metode tersebut menyelidiki kajian hukum seperti dipaparkan pada aturan Undang-Undang menjadi pedoman yang pantas

bagaimana masyarakat harus bertindak.7 Aturan Undang-Undang dijadikan sebagai sumber hukum primer untuk temuan ini, dan pasal-pasal hukum dan buku-buku dijadikan sebagai bahan hukum sekunder dipecahkan sebelum melakukan analisis kualitatif pada semua bahan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Ketentuan Hukum yang Mengatur Tentang Larangan Penimbunan Masker dan

Tabung Oksigen dalam Kondisi Pandemi COVID-19

Tingginya kebutuhan akan barang penting seperti masker dan tabung oksigen yang disebabkan terus melonjaknya angka orang Indonesia yang postif terkena virus Corona (COVID-19) menyebabkan menipisnya persediaan sehingga mengakibatkan kelangkaan. Melihat kebutuhan akan masker dan tabung oksigen yang tinggi di tengahmasa pandemi ini menyebabkan timbulnya oknum-oknum yang mengambil kesempatan demi menambah kekayaannya sendiri dengan cara melakukan penimbunan. Adanya penimbunan ditujukan agar barang yang ketersediannya sedikit namun permintaan sedang tinggi kemudian dapat diberi dengan harga mahal sehinggamenghasilkan keuntungan besar bagi pelaku usaha. Ketentuan mengenai penimbunansendiri ditegaskan Pelaku usaha tidak dizinkan menyimbang produk pokok juga kebutuhan penting sesuai kapasitas dan waktu tersendiri apabila mengalami kekurangan barang, fluktuasi harga, atau kesulitan lalu lintas, menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Namun, sebagaimana disebutkan dalam UU tersebut, apakah tabung oksigen dan masker tergolong dalam kategori produk pokok atau kebutuhan penting ?

Kebutuhan Pokok ialah produk yang dibutuhkan semua manusia dengan rentang pemenuhan kebutuhan yang tinggi dan jadi unsur pendukung, sebagaimana diatur dalam ketentuan Perpres No 71 Tahun 2015 mengenai Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Adapun yang termasuk ke dalam hasil pertanian, industri, peternakan, dan perikanan merupakan contoh barang kebutuhan pokok. Benih, pupuk, LPG, kayu lapis, semen, baja konstruksi, dan baja ringan merupakan contoh barang penting, yang ialah produk strategis yang sangat penentu lancarnya pembangunan nasional. Masker dan tabung oksigen tak terkelompok di segala macam bahan pokok atau produk esensial, sebagaimana ditentukan di pengertian dan peredaran Perpres. Kemudian, Status tabung oksigen dan masker sebagai bahan pokok dan esensial dapat diubah, seperti ditegaskan di ayat 7 pasal 2, atas usul Menteri Perdagangan dan dikoordinasikan dengan Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian terkait. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan Barang Pokok dan Sembako, yang selanjutnya disebut Meski dalam masa pandemi, 71/2015 tidak memasukkan masker sebagai bahan pokok dan esensial. Di situasi covid-19 masker ialah barang penting dan juga termasuk sebagai kebutuhan pokok karena dalam situasi yang darurat ini seluruh lapisan masyarakat memerlukan alat kesehatan masker sebagai

pelindung diri untuk menjaga kesehatan individu masing-masing guna mewujudkan program pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus ini.8

Menggunakan masker terutama masker medis juga merupakan tindakan pencegahan yang disarankan.9 Hal ini menimbulkan tingginya permintaan terhadap masker dan juga tabung oksigen mengakibatkan harga masker dan tabung oksigen menjadi naik drastis karena produsen harus bekerjalebih agar persediaan tetap terjaga. Naiknya harga tersebut terbilang wajar mengingat tenaga yang dikeluarkan oleh produsen lebih banyak dari biasanya. Namun, lain halnyadengan kegiatan penimbunan. Dengan adanya kegiatan penimbunan yang tidak hanya mengganggu kegiatan ekonomi, namun juga dapat menambah peluang penyebaran virus. Masker dan tabung oksigen yang menjadi salah satu alat kesehatan yang paling dibutuhkan saat ini ditimbun sehingga menekan angka permintaan kemudian dijual dengan harga jauh di atas rata-rata. Hal ini tidak hanya menghalangi upaya pencegahan meluasnya penyebaran virus, namun juga berdampak pada kegiatan ekonomi dimana dapat menimbulkan persaingan yang curang. Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1999 terkait pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan curang, perilaku penimbunan melanggar beberapa ketentuan. Menurut ayat 1 Pasal 4 ditegaskan bahwa, pengusaha tidak dibolehkan mengadakan perjanjian bersama pengusaha lain bersama mengendalikan produksi dan memasarkan barang dan jasa, yang bisa membuat perilaku monopoli ataupun persaingan curang antar pelaku usaha. Melihat akibat dari penimbunan dimana timbul kelangkaan terhadap masker dan tabung oksigen sehingga memengaruhi permintaan masyarakat kemudian dapat mengakibatkan pelaku usaha lain merasa dirugikan.

Kemudian, dalam Pasal 5 ditegaskan yaitu guna pemberian harga atas mutu bahan dan jasa yang wajib dibayarkan dari pelanggan atau konsumen di pasar yang sama, pengusaha tak dibolehkan melaksanakan perjanjian bersama pengusaha pesaing. Harga tinggi yang ditetapkan oleh pelaku penimbun dapat merugikan pelaku usaha lain yang menetapkan harga rata-rata sehingga bisa menimbulkan kecurangan persaingan. Peraturan pelarangan ini pada hukum persaingan usaha tergolong per se illegal. Artinya tak usah ditunjukkan mungkinkah menuju ke praktik monopoli atau persaingan yang curang karena paling penting adalah menunjukkan bahwa konsumen telah menyetujui harga yang akan mereka bayar.10

Aktivitas penimbunan masker dan tabung oksigen juga melanggar Pasal 11 Undang-Undang Persaingan Usaha yang mengatur mengenai kartel.11 Disebutkan dalam Pasal 11 bahwa pengusaha tidak dibolehkan melaksanakan perjanjian dengan pengusaha pesaing yang mempunyai tujuan guna memengaruhi harga melalui pengendalian produksi ataupun pemasaranproduk dan juga jasa, yang bisa

mengarah pada praktek monopoli ataupun kecurangan usaha". Dikaitkan dengan kegiatan penimbunan masker dan tabung oksigen terbukti melanggar undang-undang apabila pelaku usaha terdiri dari individu atau kelompok yang berada di pihak yang sama yang kemudian telah menguasai produk atau pemasaran masker dan tabung oksigen yang mencapai lebih dari 50 persen maka dari itu, alibatnya praktek monopoli atau kucarangan usaha.

Ketentuan lain yang mengatur mengenai penimbunan yaitu ditegaskan di Pasal 12 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana pengusaha dilarang member tawaran berupa produk memakai harga atau tarif tersendiri untuk waktu dan kapasitas tersendiri jika tidak berniat mengadakan dengan waktu dan jumlah yang diberikan. Dalam hal ini, masker dan tabung oksigen yang ditawarkan dalam harga tinggi oleh seorang pelaku usaha dimana dalam waktu tertentu dapat dikenakan sanksi karena telah melanggar hak konsumen. Pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku penimbunan masker dan tabung oksigen patut dijerat sanksi dengan penerapan hukum pidana. Sesuai dengan asas ultimum remedium yang telah dibahas sebelumnya, hukum pidana dapat berfungsi sebagai primum remedium, atau upaya prioritas utama, bukan hanya penegakannya dalam keadaan normal. Karena masyarakat bahkan bangsa sangat dipengaruhi oleh ketersediaan tabung oksigen dan masker selama masa pandemi. Karena jenis pelanggaran ini sangat patut dicela dan mengancam kehidupan manusia, instrumen hukum pidana yang relevan digunakan sebagai garis pertahanan pertama terhadap pelanggaran perlindungan konsumen. remedium berubah menjadi remedium premium untuk mengatasi masalah orang yang menimbun tabung oksigen dan masker sebagai pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.12

Penyebaran virus COVID-19 yang semakin meluas memberi tekanan terhadap pemerintah agar memberi upaya terhadap penanggulangan atas penyebaran virus menular yang makin meningkat. Pemerintah terus meningkatkan fasilitas terhadap pasien yang tertular. Fasilitas yang diberikan salah satunya yaitu kelengkapan fasilitaspenunjang layanan rumah sakit sehingga pasien dapat diobati dengan baik. Salah satu bentuk pencegahan yang ditetapkan pemerintah yaitu dengan mewajibkan semua orang untuk selalu menggunakan masker yang sesuai dengan standar. Upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah merupakan bentuk implikasi dari UU No. 4 Tahun 1984 mengenai Wabah Penyakit Menular dalam Pasal 5 ayat (1) yaitu: "Berikut ini ialah usaha menanggulangi wabah: a. menyelidiki epidemiologi;b. memeriksa, mengobati, merawatan, dan isolasi pasien, sekaligus prosedur karantina; c. kekebalan serta pencegahan; d. akar menyebabkan penyakit harus diberantas; e. penanganan badan terkait epidemi; f. upaya ke daerah setempat; g. tindakan tambahan.". Melihat betapa seriusnya penyakit menular ini, diperlukan keseriusan pemerintah maupun masyarakat dalam melakukan upaya penanggulangannya. Virus Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan dan nyawa melainkan juga menganggu perekonomian. Namun, hal ini bukanlah patut untuk dijadikan alasan bagi oknum-oknum penimbunan masker dan tabung oksigen sehingga dapat memanfaatkan keadaan dengan mengambil keuntungan untukdiri sendiri sampai membahayakan orang lain.

  • 3.2    Sanksi atau Pertanggungjawaban Hukum atas Tindakan Penimbunan Masker dan

    Tabung Oksigen dalam Pandemi COVID-19

Seiring dengan meluasnya wabah Pandemi corona virus sudah membuat kepanikan terhadap bangsa Indonesia. Tingkat mortalitas tinggi yang jadi penyebabnya ialah virus itu, digunakan oleh sebagian masyarakat. Keadaan Pandemi corona menyebabkan orang merasa takut dan cemas serta mengakibatkan kehilangan nyawa. Pada setiap proses perkembangan, kecemasan akan kondisi mortalitas menjadi hal yang mempengaruhi perilaku manusia (Cicirelli, 2002). 13 Dengan adanya Surat Edaran Dirjen Kesehatan Masyarakat No HK.02.02/I/385/2020 Tahun 2020 mengenai memakai masker dan menyediakan fasilitas mencuci tangan memakai sabun guna pencegahan menyebarnya Corona Virus Disease 19 (Covid-19) yang menegaskan yakni masyarakat wajib menggunakan masker, sebagian masyarakat menggunakan keuntungan ini untuk menimbun masker baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk meraup keuntungan. Hal ini membuat sebagian masyarakatlainnya geram, disebabkan terjadinya kelangkaan masker serta tabung oksigen hargadari kedua barang tersebut melambung tinggi membuat masyarakat strata ekonomimenengah ke bawah kesulitan untuk mencari dan mendapatkan kedua barang tersebut.14 Menurut definisi, penimbunan adalah penumpukkan barang dalam kapasitas banyak sedemikian rupa sehingga menjadi langka lalu dijual lagi dengan harga yang begitu tinggi, sehingga sulit diperoleh. Sesuai definisi tersebut ketika situasiseperti Pandemi COVID-19 ini keberadaan masker dan tabung oksigen dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer bahkan hingga sekunder. Lingkungan persaingan usaha yang tidak stabil merupakan akibat dari perilaku sembrono para pesaing. Pelanggan dan konsumen yang begitu membutuhkan produk atau jasa yang dijual akan sangat menderita akibat persaingan yang curang antara para pesaing tersebut.15

Dalam keadaan adanya kesulitan bahan, kestabilan harga yang tak dapat dikendalikan, serta adanya kesulitan lalu lintas dalam pengiriman bahan, Pasal 29 Ayat (1) UU No 7 Tahun 2014 terkait Perdagangan menegaskan menyebutkan tidak adanya izin untuk pengusaha untuk menimbun, khususnya bahan pokok dan kebutuhan penting sesuai kapasitas serta rentang waktu tersendiri. Pelarangan ini terutama berlaku untuk bahan pokok dan produk esensial. Penimbun bisa diancam dengan pidana seperti ditegaskan di dalam Pasal 107 UU Perdagangan, yang terancam pidana kurungan, sebanyaknya 5 tahun, serta pidana denda sebanyaknya 50 miliar rupiah.

Kemudian dalam UU Perdagangan jo Perpres Bapokting mengendalikan serta menjelaskan kelompokkan barang apa saja yang layaknya dipaparkan di paraghraf sebelumnya bahwa hal tersebut tidak termasuk masker dan tabung oksigen. Adanya dua produk itu ketika UU Perdagangan dan juga sejak Perpres Bapokting diundangkan memanglah sudah diatur untuk melakukan tindakan limiatif

kelompok barang pokok dan penting jika ditimbun. Dengan hal tersebut dalam Pasal 2 Ayat (7) Perpres Bapokting memberikan ruang untuk merubah dan merancang ulang melalui usul Menteri, menawarkan kelompok tambahan untuk berbagai barang pokok dan penting melalui koordinasi dengan kepala lembaga yang bersangkutan.

Terjadinya penimbunan kedua barang tersebut tidak terprediksi oleh pembuat Undang-Undang tersebut yang ternyata pada saat Pandemi COVID-19 masker dan tabung oksigen menjadibarangpokok dan sangat penting. Sejak adanya wabah Pandemi corona masker serta tabung oksigen menjadi kebutuhan yang sangat diperlukan dan/atau dicari oleh rakyat hingga Nakes sekalipun. Di waktu yang sama, tindakan menimbunan masker dan tabung oksigen banyak terjadi sebelum pemerintah menetapkan Indonesia terdesak corona menjadi peristiwa senasional yang bukan disebabkan oleh alam.

Setelah itu, “Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mengenai bahan pokok memuat aturan begitu jelas dan tegas mengenai larangan serta ancaman hukum bagi penimbun yang melebihi jumlah maksimum. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 53, pengusaha bahan pokok tak dibolehkan menumpuk ataupun mencadangkan lebih banyak. makanan utama dari kapasitas maksimum yang ditentukan di Pasal 52.” Namun sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut, masker dan tabung oksigen tidak dapat dikategorikan sebagai apa yang dimaksud dengan undang-undang tersebut. Untuk masalah penimbunan masker dan tabung oksigen tersebut, pemberian sanksi untuk oknum penimbunan masker ketika Pandemi corona, perilaku itu menyimpang pada aturan tertuang di Pasal 29 UU No.7 Tahun 2014 terkait Perdagangan.16 Peraturan itu ditujukkan guna mencegah perilaku menimbun masker dan tabung oksigen yang dapat menyulitkan masyarakat apabila terjadi kelangkaan kedua barang tersebut.

Pasal 107 UU No 7 Tahun 2014, yang menyatakan sebagai berikut: Pihak yang menyalahi aturan Pasal 29 ayat (1) dapat dipidana: Menurut Pasal 29 ayat (1), “pengusaha yang mencadangkan bahan pokok juga barang esensial pada kapasitas tersendiri serta di waktu tersendiri jika mengalami kesulitan barang, tidak stabilnya harga, ataupun kemacetan lalu lintas Perdagangan Barang harus dipidana dengan hukuman sebanyaknya 5 (lima) tahun ataupun denda sebanyaknya Rp. lima puluh miliar rupiah atau 50.000.000,00.”

Selain itu oknum yang menyalahi aturan Pasal 29 ayat (1) UU No 7 Tahun 2014 dan bisa dihukum menggunakan Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014, Undang-Undang lainnya yang dapat memberikan sanksi terhadap oknum penimbun masker dan tabung oksigen diatur pada Pasal 62 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 yang mengatakan:

“Orang yang menyalahi aturan seperti pada Pasal 8, 9, 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e, ayat 2, dan Pasal 18 dihukum dengan pidana penjara maksimal (lima) tahun atau denda maksimal Rp.dua miliar rupiah (2.000.000.000.000,00).” Pelaku penimbunan masker dan tabung oksigen yang terbukti jadi penybab adanya praktik monopoli juga persaingan yang curang bisa dijatuhi hukuman administratif yang sebagaimana dikendalikan pada Pasal 47 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1999 yaitu:

  • 1.    Aturan di kesepakatan untuk mengakhiri kesepakatan sesuai dengan Pasal 4, 13, 15, dan 16;

  • 2.    Perintah pada pengusaha guna memberhentikan integrasi vertikal sesuai dengan Pasal 14;

  • 3.    Perintah pada pengusaha untuk berhenti melakukan hal-hal yang telah ditunjukkan menyebabkan terjadinya praktek monopoli, persaingan curang antar pengusaha, atau membuat rugi rakyat;

  • 4.    Memerintahkan kepada pelaku usaha untuk berhenti menyalahgunakan posisi dominannya;

  • 5.    Ketentuan mengenai pembatalan pengalihan saham dan merger atau akuisisi perusahaan, seperti dalam Pasal 28;

  • 6.    Pemilihan jumlah digantinya kerugian;

  • 7.    Dikenai denda yang berkisar antara 1 miliar rupiah sampai maksimal 25 miliar rupiah.

tidak hanya hukum administratif, pelaku penimbunan pun dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai aturan di Pasal 48 ayat (2) menyatakan "penyimpangan pada aturan Pasal 5 hingga Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 hingga Pasal 24, dan Pasal 26 UU ini dikenai denda minimal 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) serta maksimal Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana penjara mengganti denda maksimal 5 (lima) bulan."

Terkait dengan Surat Edaran Dirjen Kesehatan Masyarakat No. HK.02.02/I/385/2020 Tahun 2020 mengenai Pemakaian Masker serta menyediakan fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun guna pencegahan menularnya Corona Virus Disease 19 (COVID-19) yang mewajibkan masyarakat serta tenaga medis menggunakan masker, hal itu bermaksud guna menghindari menularnya wabah virus corona. Penimbun masker dan tabung oksigen dapat dikatakan sebagai pelaku yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah secara sengaja. Dengan demikian oknum penimbun masker dan tabung oksigen tentunya dapat melanggar Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1984 mengenai Wabah Penyakit Menular. Dalam Pasal 14 menyatakan bahwa siapapun yang mengganggu jalannya penanggulangan wabah secara sengaja bisa terancam pidana penjara sebanyaknya 1 (satu) tahun ataupun dengan setingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan orang dengan ketidak sengajaanya membuat terhalanginya kegiatan menanggulangi pandemi dapat dipidana penjara maksimal 6 (enam) bulan ataupun sebanyaknya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan dari temuan yang sudah dijelaskan sebelumnya, jadi bisa ditarik simpulan yakni tingginya kebutuhan akan barang penting seperti masker dan tabung oksigen yang disebabkan oleh melonjaknya angka orang Indonesia terkena corona virus. Hal tersebut membuat masker dan tabung oksigen menjadi kebutuhan pokok yang hampir digunakan sehari-hari oleh masyarakat Indonesia. Seiring dengan melonjaknya kasus COVID-19 serta penggunaan masker dan tabung oksigen, di tengah masa pandemi seperti ini menimbulkan banyak oknum- oknum yang mengambil kesempatan dengan melakukan penimbunan kedua barang tersebut demi mencari keuntungan pribadi. Penimbunaan masker dan tabung oksigendilakukan oleh para oknum sesuai dengan tingkat permintaan yang sangat tinggi namun ketersediaan barang yang menjadi rendah. Peraturan mengenai pelarangan menimbun Produk sendiri ditegaskan di Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun

2014 terkait Perdagangan dimana ditegaskan yakni pengusaha tidak boleh menyimbang produk kebutuhan pokok maupun produk penting untuk kapasitas dan waktu tersendiri ketika adanya kesulitan bahan, tidak stabilnya harga, maupun kesulitan lalu lintas distribusi bahan. Dengan adanya kegiatan penimbunan barang yang menganggu jalannya kegiatan perekonomian kemudian penimbunan masker dan tabung oksigen dapat memperbesar peluang penyebarang virus. Dengan adanya penimbunan kedua barang tersebut yang membuat lonjakan harga yang tinggi dapat menyulitkan masyarakat yang berstatus strata menengah ke bawah. Kedua, selain dengan diaturnya larangan tindakan penimbunan barang pokok, peraturan-peraturan lain mengatur tentang sanksi yang didapat oleh oknum penimbun barang dengan status sebagai kebutuhan pokok. Seperti yang telah diketahui, bahwa masker dan tabung oksigen dalam masa pandemic seperti ini telah menjadi barang dengan status sebagai kebutuhan pokok. Pelaku yang berlaku tindakan kejahatan penimbunan kebutuhan pokok bisa dikenai Pasal 107 UU No. 7 Tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asikin, Zainal dan Amirudin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: RajawaliPers, hal 118

Kirstianten, 2006, Transparansi Anggaran Pemerintah, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 19 Marzuki, Peter Mahmud, 2022, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, hal 20

JURNAL

Andika, Ni Putu Icha Putri, (2021), Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Melonjaknya Harga Masker Akibat Virus Covid-19, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 4, hal 556-568

Anggraini, N.W., & Mashur, D. (2022), Collaborative Governance Dinas Sosial dalam Menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, Journal Of Social Policy Issue, 2, hal 1

Astiti, Ni Putu Ita Dewi. (2020), Tindakan Pencegahan Covid-19 Oleh Mahasiswa Universitas Udayana, Arc. Com. Health Vol. 8, hal 523 – 537

Brahmana, IDB, (2020), Penindakan Terhadap Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Masker Sebagai Protokol Kesehatan Baru di Provinsi Bali, Jurnal Kertha Desa, Vol. 8 No. 8, hal 10

Handayani, Diah, (2020), Penyakit Virus Corona 2019, Jurnal Respirologi Indonesia 40, No. 2, hal 121

Ivana, Jocelyn, (2022), Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Penggunaan Obat Tradisional Dan Suplemen Untuk Memelihara Daya Tahan Tubuh Selama Masa Pandemi Covid-19 Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jurnal Medika Udayana, Vol. 11 No.7, Juli, hal 20

Jasmine, Amira, (2021), Penimbunan Produk Masker Jenis N95 Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Jurnal Kertha Desa, Vol. 9 No. 3, hal 76-90

Juaningsih, Imas Novita, (2020), Penerapan Sanksi Pidana bagi Penimbun Masker di Indonesia Selama Masa Pandemi COVID-19 Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan 4, No. 1, hal 76

Rahaditya, R. dan Mahendra, Febriawan, (2020), Urgensi Penemuan Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Keadilan dan Kepastian Hukum

Dalam Penanganan Kasus Penimbunan Masker dan Hand Sanitizer di Masa Wabah COVID-19, Jurnal Hukum Adigama 3 No. 2, hal 1032-1033

Sarmanto Simanihuruk, M. Yamin Lubis, Mhd. Arif Sahlepi, (2022), Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penimbunan Alat Kesehatan Pada Masa Covid-19 (Studi Di Kepolisian Resort Simalungun), Jurnal Hukum Kaidah Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat, Volume 22, Nomor 1, hal 175

Soleh, M.F, (2020), Penimbunan Alat Pelindung Diri pada Masa Pandemi Covid-19: Kajian Hukum Pidana Bidang Perlindungan Konsumen, Undang: Jurnal Hukum 3, No. 1, hal 20

Yuwono, Emmanuel Satyo, (2021), Peran religiusitas dan wisdom terhadap sikap menghadapi kematian bagi masyarakat jawa pada masa pandemi COVID-19, Jurnal Psikologi Udayana Vol.8, No.1, hal 24-35

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non- Alam Penyebaran CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 2 Tahun 2023 hlm 151-162

162