UPAYA PENYELESAIAN KREDIT

BERMASALAH DALAM PENYERAHAN OLEH BANK YANG MENYANGKUT KEDUA BELAH

PIHAK PADA MASAPANDEMI COVID-19

M. Albizard Alief Alamsyah, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail:[email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email:[email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui Upaya penyelesaian kredit bermasalah dalam penyerahan oleh bank berkaitan dengan kedua belah pihak yang timbul akibat pandemi. Mengingat adanya pandemi COVID-19 dimana penyaluran kredit Bank tidak lancar sehingga mengakibatkan kredit macet atau default, faktor inilah yang menjadi penyebab masyarakat tidak mampu memenuhi sejumlah kebutuhan dan kewajiban transaksi dan komitmen yang telah mereka buat. yang menimbulkan risiko gagal bayar seperti keterlambatan pembayaran angsuran kredit dan pembayaran lainnya yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak bank. Penelitian yang digunakan dalam jurnal ini menggunakan penelitian hukum normatif. metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Hasil penyelesaian penelitian ini menyimpulkan bahwa penyebab kredit macet merupakan karena pandemi yang mempengaruhi kegiatan usaha badan usaha, menyebabkan debitur wanprestasi, sehingga penyelesaian sengketa kredit dengan bank yang menggunakan metode non litigasi. Maka dalam kredit bermasalah dapat melalui perundingan kembali antara kreditur dengan debitur.

Kata Kunci: Kredit Macet, Penyelesaian Sengketa, Bank

ABSTRAK

The purpose of this study is to find out the efforts to resolve problem loans in submissions by banks relating to both parties that arise as a result of the pandemic. Given the COVID-19 pandemic where bank lending was not smooth, resulting in bad credit or default, this is the factor that causes people to be unable to meet a number of needs and transaction obligations and the commitments they have made. which raises the risk of default such as late payment of credit installments and other payments previously agreed with the bank. The research used in this journal uses normative legal research. the research method used is descriptive qualitative method, using primary data and secondary data. The results of the completion of this study concluded that the cause of bad credit was due to a pandemic which affected the business activities of business entities, causing default debtors, so that the settlement of credit disputes with banks used nonlitigation methods. So in non-performing loans, it can be through renegotiation between the creditor and the debtor.

Keywords: Bad Credit, Dispute Resolution, Bank

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Perbankan secara umumnya merupakan kegiatan dalam bentuk Membeli dan menjual mata uang, sekuritas dan instrumen lainnya yang dapat diperdagangkan. Bank akan bergerak terutama dalam bisnis membeli, menukar, menyimpan, menguasai atau memegang instrumen Alat pembayaran, instrumen yang dapat dinegosiasikan, atau item lain dengan nilai moneter langsung dalam kegiatan bisnis sehari-hari.

Adanya Trust merupakan suatu bentuk kepercayaan bahwa kreditur dapat kembali menerima kinerja dalam bentuk uang, barang, atau jasa pada saat jatuh tempo. Penjelasan untuk nilai saham reksa dana adalah bahwa uang yang tersedia kini lebih berharga daripada uang yg diterima pada masa depan. Oleh karena itu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, semakin tinggi risikonya, karena kemampuan kita untuk mengetahui masa depan tentu saja terbatas. Oleh karena itu, produk-produk ini meningkatkan risiko agunan saat meminjamkan. Prestasi

Prestasi adalah objek kredit dan diberikan dalam bentuk barang dan jasa serta uang. Dalam ekonomi modern berdasarkan uang dan transaksi kredit yang berhubungan dengan uang, ini lebih mungkin ditemukan di perbankan. Berdasarkan prinsip-prinsip yang digunakan oleh bank, tujuan perbankan adalah mengarah pada pembangunan bangsa, pembangunan pemerataan dan konsekuensinya, meningkatkan perekonomian, memantapkan negara melalui pembangunan dan konsekuensinya, dan meningkatkan taraf hidup. Hal ini disebabkan oleh kegiatan utama yang diarahkan dari bank kepada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kegiatan utama yang pada umumnya bank seharusnya menyalurkannya sesuai dengan tugas pokoknya, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

Karena pemberian pinjaman kepada peminjam secara hati-hati dan tegas dapat mendorong pembangunan yang bermanfaat bagi kemakmuran rakyat. Menghasilkan keuntungan, yang tujuan utamanya adalah menerima biaya untuk mentransfer kredit. Fee pada dasarnya adalah bunga bank untuk mengkompensasi kredit dan biaya administrasi yang diambil oleh debitur. 1Pemberian Bantuan Negara: Semakin banyak kredit yang dapat diberikan bank, semakin baik bagi negara. Dalam memberikan pinjaman kepada nasabah, bank harus kredibel dan mampu, peminjam harus dapat melunasi utangnya sesuai kesepakatan, dan juga harus memiliki kebijakan pemberian pinjaman yang baik. Bank menanggung risikonya sendiri saat meminjamkan, dan ini disebut risiko kredit. Oleh karena itu, bank diharuskan untuk memberikan jaminan sebagai pengganti pembayaran hutang jika pinjaman tidak dibayar atau gagal bayar. Bank tidak boleh melakukan usaha dengan organisasi komersial atau jasa lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.

Bank melakukan analisis untuk menentukan apakah pemohon pinjaman dapat dievaluasi. Bankir sering menggunakan kriteria analitik yang dikenal sebagai 5C. Termasuk karakter atau kepribadian, yaitu. h. pemberian lain berdasarkan kepribadian atau sifat calon, kecakapan atau bakat, kegiatan

komersial atau kemampuan debitur untuk memperoleh modal atau khususnya modal untuk menciptakan nilai berdasarkan kemampuan keuangan debitur. yang secara langsung mempengaruhi jumlah pembayaran kreditur, pihak atau status keuangan, yaitu analisis keadaan keuangan. Debitur mikro atau makro dan agunan atau jaminan adalah milik debitur untuk menjamin pembayaran dalam hal kredit bermasalah.2 Ada banyak pinjaman yang telah dilunasi karena berbagai alasan termasuk kebangkrutan atau kebangkrutan perusahaan. Apa yang dibayarkan kepada debitur tidak dapat diperoleh kembali dalam jangka waktu yang diperjanjikan, termasuk jumlah pinjaman dan bunga pinjaman, sehingga pinjaman termasuk kredit macet atau dalam hal ini kredit macet. Dalam situasi ini, bank harus menanggung risiko operasinya. Risiko kredit atau risiko gagal bayar adalah risiko bahwa peminjam tidak akan dapat mengembalikan pinjaman yang diambilnya dari bank, sesuai dengan tingkat bunga yang ditetapkan dalam perjanjian pembayaran. Dalam bisnis perkreditan bank, selalu terdapat kredit bermasalah karena tidak dapat dipungkiri keberadaan kredit harus segera disiagakan terhadap kemungkinan terjadinya kredit macet, agar tidak melampaui ketentuan Otoritas Regulator Perbankan Bank Indonesia. 3

Dahulu, pihak-pihak yang mungkin memiliki dasar sama atau mirip dengan penelitian tentang aspek hukum pekerjaan investigasi utang yang tidak efektif dalam perkreditan bank, khususnya Kajian yang diterbitkan tahun 2013 oleh Gentur Cahyo Setiono ini berjudul Penyelesaian Non Performance of Loans in Bank, membahas tentang keberadaan bank sebagai institusi.4 Pelayanan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan nasabah, tidak selalu bekerja dengan sempurna sesuai dengan kesepakatan awal dan memahami langkah-langkah penanganan kredit macet dan sumber dana untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, penelitian berjudul “Penyelesaian Kredit Bank Macet Melalui Parate Eksekusi” yang dilakukan oleh Chadijah Rizki Lestari pada tahun 2017, membahas tentang penyitaan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT dan perlu adanya kesepakatan terlebih dahulu antar bank. Dan debitur telah sepakat bahwa tidak akan terjadi piutang tak tertagih.5 Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk menulis ini dengan judul “Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Penyerahan Oleh Bank Yang Menyangkut Kedua Belah Pihak Pada Masa Pandemi Covid-19”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah tata cara pemberian kredit kepada debitur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah upaya penyelesaian kredit bermasalah antara kedua belah pihak oleh dilakukannya penyerahan terhadap bank?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk pembelajaran tata cara pemberian kredit kepada debitur, khususnya berdasarkan UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, dan upaya penanganan kredit macet dalam penyaluran kredit perbankan. Dalam hal ini, langkah-langkah preventif dan mitigasi harus diambil untuk menghindari masalah kredit macet yang mempengaruhi operasi perbankan. Namun, pinjaman macet ini biasanya disebabkan oleh kinerja yang buruk atau proses pemberian pinjaman yang cacat dan harus dipertimbangkan kembali.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian preskriptif menggunakan pendekatan hukum. Mengumpulkan & menganalisis bahan pustaka dokumen hukum, undang-undang, dll, dan membuat jurnal ini, lebih lanjut pendekatan konseptual dan teori hukum. Ini adalah dokumen hukum primer, yaitu undang-undang, dan dokumen hukum sekunder, yaitu artikel ilmiah, artikel ilmiah, dan referensi yang terkait dengan penelitian ini.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Tata Cara Pemberian Kredit Kepada Debitur Sesuai Dengan Peraturan

Perundang-Undangan yang Berlaku di Indonesia

Dalam penggunaan kredit bank wajib atas dikelola yg tepat mampu digunakan balik pada manajemen perkreditan. Adapun pula menggunakan sistem prinsip kehati- hatian pada menugaskan analisa yg secara menyeluruh dari banyak sekali aspek hal tadi memiliki tujuan supaya bisa meminimalisir adanya resiko kredit yg bermasalah. Dalam menugaskan analisis tadi aspek aturan memiliki peranan yg krusial pada hadiah kredit dalam calon penerima tadi. aspek aturan yg dipakai menggunakan hadiah kredit yaitu aspek aturan pemohon kredit yg dibagi mengakibatkan dua ialah:

  • 1.    Aspek Hukum Pemohonan Kredit

Di pada aspek ini para pemohon kredit, yakni tergolong didalamnya yaitu subjek aturan yg dimana adalah menjadi Pemohon pinjaman yang mewakili hak dan kewajibannya. Jenis aturan mata pelajaran adalah:

  • a.    perseorangan

  • b.    badan hukum

Mengetahui ruang lingkup regulasi memudahkan pemohon untuk menganalisis aspek regulasi saat mengajukan pinjaman. Sebagaimana dari penjelasan pokok bahasan aturan tersebut, terlihat calon nasabah bisa membuat forum atau perorangan. Calon pelanggan pribadi atau orang adalah badan hukum yang memenuhi kewajiban dan hak yang dilakukan untuk memperoleh perilaku hukum. Oleh karena itu, setiap orang berhak mengajukan permohonan pinjaman ke bank.6

Sebelum pihak bank mengomentari permohonan pinjaman perorangan, pihak bank terlebih dahulu harus menganalisis aspek hukum dari pinjaman tersebut, yaitu:

  • A.    Nama

  • B.    Dewasa

  • C.    Untuk berbicara yaitu Seseorang sedang dikendalikan

  • E.    Kewarganegaraan

  • F.    Individu yang bangkrut

  • G.    Rumah Pribadi

  • 1.    Tahapan Pemberian Kredit

Kredit tidak langsung ke pelanggan. Asumsi ini adalah proposisi yang sangat berisiko. Untuk menghindari hal ini, bank harus mengetahui informasi tentang identitas peminjam agar dapat menilai status dan kemampuan untuk memenuhi pinjaman, dan dengan demikian mempercayai bank untuk pembayaran. Oleh karena itu, ketika mengajukan pinjaman, nasabah harus melalui berbagai tahapan dalam formulir permohonan pinjaman. Pemeriksaan dan analisis kredit kemudian akan mengarah pada kesimpulan penolakan atau persetujuan aplikasi pinjaman. Lengkapi catatan pendidikan dan pelatihan sehingga peminjam dapat melunasi semua pinjamannya.

  • 2.    Batasan dan larangan pinjaman bank

Menurut Pasal 8 UU No. 21 Tahun 2011, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkuasa menjelang menata dan mengurus sempadan maksimum peminjaman Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 11 bab ayat 1 dan 4, supremsi mengenai BMPK atau sempadan maksimum bilangan dibagi menjabat dua kategori, yaitu:

  • A.    Jenis Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) sebesar 30% (tiga puluh persen) dapat ditetapkan lebih dari 30% dari modal bank, akan tidak bisa melebihi 30% arus modal bank Plafon ini berlaku bagi debitur atau kelompok debitur yang terkait dengan perusahaan lain Grup atau grup adalah grup entitas atau individu yang dihubungkan oleh hubungan keuangan atau manajerial lainnya

  • B.    Jenis Batas Maksimum Pinjaman (BMPK) 10% (sepuluh persen) Perlu diperhatikan bahwa batas maksimum pinjaman dapat didefinisikan kurang dari 10% dari modal bank, tetapi tidak lebih dari 10% dengan modal yang bersangkutan. Modal. Kredit dapat diberikan dalam batas minimum ini:

  • a.    Investor pada pihak berelasi

  • b.    Direksi

  • c.    Dewan anggota yaitu pegawai bank lainnya

  • d.    Kesepakatan investor

Direktur dan anggota Direksi Kontrak kredit Kontrak kredit dilakukan antara kreditur dan penerima manfaat. Perjanjian ini didokumentasikan dalam kontrak di mana kedua belah pihak menandatangani hak dan kewajiban mereka. Untuk penyelesaian, kredit harus mengelola kredit dengan baik dan menerapkan prinsip lindung nilai dengan melakukan analisis rinci dan meminimalkan risiko kredit buruk. Untuk mengetahui dan menentukan layak atau tidaknya seseorang mendapatkan kredit, kita melihat prinsip 5 C yaitu: Character, Competence, Conditions dan Guarantees. Prosedur kredit meliputi syarat-syarat, cara-cara atau petunjuk tindakan yang akan digunakan sejak pengajuan permintaan nasabah sampai dengan pembayaran kredit yang dikeluarkan oleh bank. Dengan

menyajikan konteks secara benar serangkaian langkah prosedural kredit yang harus dilakukan bank, yaitu:

  • A. Aplikasi kredit

Penjelasan permintaan fasilitas kredit meliputi:

  • 1.    Permohonan untuk jenis batas kredit baru.

  • 2.    Pengajuan penambahan kredit sedang dalam proses.

  • 3.    Meminta perpanjangan masa berlaku kredit yang habis masa berlakunya.

  • 4.    Persyaratan Lain Perubahan Ketentuan Fasilitas.

  • 5.    Saldo pinjaman termasuk penukaran agunan, perubahan/penarikan cicilan, dll.

Dalam pengajuan pinjaman yang gagal, nasabah wajib melampirkan dokumen antara lain:

  • 1.    Formulir aplikasi klien ditandatangani dengan lengkap dan sepatutnya.

  • 2.    Pernyataan yang dilampirkan oleh bank diisi oleh nasabah secara lengkap

dan sebenarnya.

  • 3.    Daftar lampiran lain yang dipersyaratkan oleh jenis batas kredit.

Setiap letter of credit diterima harus terdaftar dalam register khusus itu. Permohonan kredit dianggap lengkap jika memenuhi persyaratan pengajuan yang ditentukan di bawah kategori kredit Ketika aplikasi kredit sedang berlangsung, catatan aplikasi harus disimpan dalam data.7

  • 3.2 Upaya penyelesaian kredit bermasalah antara kedua belah pihak oleh dilakukannya penyerahan terhadap bank.

Mengenai Penyelesaian mengadakan aktivitas pilihan sebelum penyelesaian dilakukan memintasi tanduk kehakiman. Bagaimanapun juga, bisa dijamin bahwa skor selalu bisa ditarik oleh bank yang berhubungan. Kredit terhalang harus terjamah tambah membegal sandar skor yang berhubungan menjelang melunasi pertolongan debitur seperti: “sengketa atau beda perselisihan perdata dapat dibereskan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan”.8

Untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan disesuaikan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 1 Ayat 10 dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:

  • 1.    Saran

  • 2.    Negosiasi

  • 3.    Mediasi

  • 4.    Konsolidasi atau evaluasi ahli

Hal yang menimbulkan masalah kredit pada masa pandemi COVID-19 adalah hilangnya sumber pendapatan debitur, seperti: debitur tiba-tiba memecat karyawan di tempat kerja, serta jumlah karyawan. usaha debitur yang telah disepakati sebelumnya antara debitur dan kreditur. Dampak penyebaran Covid-19 juga mendorong bank untuk mengaktifkan kebijakan restrukturisasi kredit No. 48/POJK.03/2020 terkait dengan kebijakan stimulus ekonomi nasional sebagai

kebijakan untuk mengatasi dampak wabah virus corona 2019.9 OJK merupakan salah satu upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan, termasuk pemberian layanan restrukturisasi kredit perbankan. Konteks penerbitan kebijakan ini adalah:

  • 1.    Kehadiran Covid-19 menghambat utang dapat melakukan pelayanan eksklusif

  • 2.    Risiko peningkatan kinerja dan kapasitas debitur akan meningkat

  • 3.    Untuk mendorong kinerja perbankan yang ideal, terutama sebagai intermediasi, untuk menyeimbangkan sistem keuangan dan mendukung perekonomian, diperlukan kebijakan ekonomi pascapandemi COVID-19.10

  • 4.    Kebijakan untuk mendorong perekonomian akibat Covid-19 ini dilakukan dengan tetap menjaga kualitas.

Kreditur bank menggunakan pendekatan non-yudisial untuk mencegah kredit macet karena proses penyelesaian sengketa kredit seperti: pinjaman bermasalah (macet) lebih cepat dan efisien.11

Adapun tahapan pemrosesan kredit macet (non-performing) di bank, seperti:

  • 1.    Bank khususnya bagian Kredit Penyelesaian Utang menerapkan dan menjalin komunikasi yang intensif dan efektif dengan debitur agar debitur dapat memenuhi kewajibannya.

  • 2.   Saling kontak dalam jangka waktu 30 hari atau selambat-lambatnya sebelum

akhir bulan dari tanggal pinjaman yang disepakati sebelumnya antara kreditur dan debitur, setelah itu akan dijelaskan apa yang dapat dilakukan debitur untuk memenuhi kembali kewajibannya.

  • 3.    Jika debitur tetap tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam waktu 30 hari yang bersangkutan, Bank akan menerbitkan SP (Surat Peringatan).

  • 4.    Bank akan mengurus agunan, apabila agunan termasuk barang milik peminjam atau barang-barang tersebut diperjanjikan atau dititipkan kepada debitur sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan apabila debitur tidak dapat membayar pinjamannya, maka dengan sendirinya jaminan itu diambil alih jaminan. atau diambil alih oleh Bank karena adanya perjanjian AYDA (Foreclosure Collateral) yang tertuang dalam SP (Letter of Agreement).12

Proses penyelesaian sengketa kredit melalui jalur non-prosedural, khususnya negosiasi yang memungkinkan debitur bonafid memenuhi kewajibannya, selama pandemi COVID-19 tidak berjalan efektif. Itu kemudian ditemukan melalui litigasi untuk menjadi lebih layak dari pada alternatif.

  • 5.    Dalam hal debitur dibebaskan dari pembayaran jaminan, debitur diberi kesempatan untuk membayar jaminan sesuai dengan syarat-syarat yang dipersyaratkan.

  • 6.    Debitur diberi kesempatan untuk pembayaran setengah dari utangnya

  • 7.    Debitur diberi kesempatan untuk penggunaan agunannya agar dapat menyelesaikan hutangnya (bisa penuh atau setengah).

Pihak bank sendiri dalam memproses kredit bermasalah selama pandemi Covid-19: 13

  • 1.    Peringatan bagi bank untuk mengirimkan SP (reminder) kepada debitur agar dapat melunasi kewajiban kredit yang telah timbul

  • 2.    Dalam survey dimana bank mencari debitur, jika debitur tidak mampu membayar kewajiban pinjaman, bank akan bertemu dengan petugas yang ikut menandatangani perjanjian pinjaman.

  • 3.    Restrukturisasi perkreditan yang berkontribusi pada penghapusan kredit bermasalah oleh bank yang melaksanakan restrukturisasi perkreditan untuk memperpanjang jangka waktu pinjaman bagi peminjam.

  • 4.    Jika nasabah gagal membayar tunggakan pinjaman, bank akan menyita agunan debitur

Karena bank belum pernah menggunakan jalur yudisial, Jika demikian, kami dapat menyimpulkan bahwa masalah kredit bermasalah karena gagal bayar dapat diselesaikan dalam situasi penyebaran COVID-19. di bank ini masih menempuh jalur non yudisial. Menangkan situasi untuk menemukan solusi antara kreditur dan debitur, atau keduanya.

4. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, saya sebagai penulis berpendapat bahwa upaya penyelesaian kredit macet harus fokus pada metode non-yudisial, yaitu pendekatan negosiasi kepada debitur, dan upaya intensif dan non-intrusif untuk menemukan cara untuk mengambil apa yang diinginkan debitur. bahwa kita menggunakan komunikasi yang efektif. memungkinkan Anda untuk memenuhi kewajiban Anda. Karena faktor pandemi covid-19 ini debitur mendadak berhenti bekerja, hal ini yang menjadi alasan penundaan pembayaran yang telah disepakati sebelumnya oleh debitur sebagai upaya untuk melunasi kredit macet selama pandemi covid-19 dengan para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Gazali, D.S Rachmadi, U. Hukum Perbankan. Sinar Grafika: Jakarta, 2010.

Nurnaningsih, Amriani. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan,

Rajawali Pers: Jakarta, 2012.

Sembiring, Jimmy Joses. Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilian. Transmedia Pustaka: Jakarta, 2011.

JURNAL ILMIAH:

Alam, Sumarni. “Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Atas Tanah,” Jurnal Ilmu Administrasi 1, no. 2 (2019) 112-121, doi: https://doi.org/10.33592/perspektif.v1i2.309.

Anas, Khairul Azwar. “Hukum Konsumen Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusa Yang Mengalami Kredit Macet Pada Lembaga Pembiayaan,” Melayunesia Law 1, no. 1 (2017): 96-, doi: http://dx.doi.org/10.30652/mnl.v1i1.4509.

Anwar, Moh. “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1996”. Jurnal Jendela Hukum 1, no.   1   (2014):   1-14   doi:

https://doi.org/10.24929/fh.v1i1.28.

Ardell, Arga Aulia dan Achmad Busro. “Penyelesaian Kredit Macet Di BPR Kabupaten Kendal Dengan Jaminan Hak Tanggungan”. Jurnal Notarius Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 14, no. 1 (2021) 135-146 doi: https://doi.org/10.14710/nts.v14i1.38839.

F.C. S, Adiyanta. "Sinkronisasi Kewenangan Regulasi Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai Model Implementasi Kebijakan Ekonomi Nasional yang Mendukung Iklim Investasi di Daerah." Administrative Law and Governance Journal 2, no. 2 (2019) 282-295, doi: https://doi.org/10.14710/alj.v2i2.282-300.

Firmansyah, Firmansyah dan Muh. Sari Sam. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non-Peforming Loan Pada BUMN di Indonesia Tahun 2010-2019,” Jurnal Sosial Ekonomi Dan Humaniora 8, no. 2 (2022):  193-199 doi:

https://doi.org/10.29303/jseh.v8i2.25.

Juniardana, I Gede Arya dan Desak Putu Dewi Kasih. “Urgensi Regulasi Financial Technology (Fintech) Pinjaman Online Melalui Pembayaran Perbankan”. Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana 10, no. 10 (2022) 2305-2315, doi: https://doi.org/10.24843/KS.2022.v10.i10.p09.

Lusia, Sulastri. “Kontruksi Perlindungan Hukum Debitur Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Pelaksanaan Lelang Jaminan Hak Tanggungan”. Jurnal Pembaharuan Hukum 2, no. 1   (2015):   86-101, doi:

https://doi.org/10.26532/jph.v2i1.1418.

Putri, Ni Made Saraswati Nandila Putri dan I Dewa Ayu Dwi Mayasari. “Penggunaan Klausa Force Majeure Sebagai Dampak Pandemi Covid-19 Dalam Perjanjian Kredit,” Jurnal Kertha Semaya 11, no.   1   (2022):   85-96, doi:

https://doi.org/10.24843/KS.2022.v11.i01.p09.

Rakhmad, Susatyo. “Aspek Hukum Kredit Bermasalah Di PT. Bank Internasional Indonesia Cabang Surabaya,” Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 18 (2011) 382-391, doi: https://doi.org/10.30996/dih.v7i13.253.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Tahun 1945. KUHPerdata

Undang-Undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3821)

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 5 Tahun 2023 hlm 577-586

586