PENTINGNYA KESADARAN HUKUM PADA

MASYARAKAT TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT

TANAH DALAM UPAYA MENGHINDARI

TIMBULNYA SENGKETA TANAH

Ni Putu Anggi Lestari Putri Armada, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

Ayu Putu Laksmi Danyanthi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran hukum masyarakat terhadap persetifikatan tanah untuk menghindari timbulnya persengketaan tanah. Negara Indonesia sering disebut negara hukum yang menaungi hak milik atas tanah. Kepastian hukum hak atas tanah memerlukan teori sebagai dasar menganilisis kebijakan pemerintah. Pada saat ini persertifikatan tanah diperlukan untuk menjauhi suatu hal yang dapat menyebabkan masalah mengenai tanah. Yang bisa memakai dokumen pertanahan sebagai jaminan ialah hanya pihak yang memiliki kepentingan atas tanah. Dalam hal ini dikarenakan banyak terjadinya kasus – kasus pertanahan yang terjadi karena terdapat perbedaan pengertian batas tanah, sehingga persoalan dalam administrasi menjadi berkepanjangan. Dalam kasus tersebut sertifikat tanah merupakan alat bukti yang kuat akan tetapi pemerintah tidak menjamin kepastian hukumnya. Dalam penelitian ini menerapkan metode normative. Metode penelitian normatif dan bentuk kajian hukumnya komprehensif beraturan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pentingnya kesadaran kepemilikan seritifikat tanah sehingga hak atas kepemilikan suatu tanah oleh seorang tidak bisa dirubah atau dibantah oleh pihak lainnya yang tidak berkepentingan atas tanah itu. Hal tersebut dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak atas tanah yang dikuasainya oleh pemilik tanah tersebut. Upaya konklusi sengketa tanah dapat juga dari dua mekanisme penyelesaian ini dari arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa. Arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang tidak berpedoman pada peraturan tetapi diselesaikan hanya dengan kebijaksanaan. Alternative adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mekanisme kesepakatan bersama.

Kata Kunci: kesadaran hukum, sertifikat tanah, dan kepastian hukum.

ABSTRACT

The aim of this study was to determine the legal awareness of the community regarding land certificates in order to avoid land disputes. The State of Indonesia is often referred to as a legal state that oversees land ownership rights. Legal certainty of land rights requires theory as a basis for analyzing government policies. At this time land certificates are needed to stay away from things that can cause problems regarding land. Only parties who have an interest in land can use land documents as collateral. In this case, it is because there are many land cases that occur because there are differences in the definition of land boundaries, so that problems in administration become prolonged. In this case, land certificates are strong evidence, but the government does not guarantee legal certainty. In this study apply the normative method. Normative research methods and forms of comprehensive legal studies are regular on primary, secondary and tertiary legal materials. The importance of awareness of ownership of land certificates so that the right to ownership of a land by one person cannot be changed or disputed by other parties who have no interest in the land. This is done to fight for the rights to the land that is controlled by the owner of the land. Efforts to conclude land disputes can also be from these two settlement mechanisms from arbitration and alternative dispute resolution. Arbitration is a dispute resolution that is not guided by regulations but is resolved only by discretion. Alternative is a dispute settlement that is carried out through a collective agreement mechanism.

Keywords: Legal awareness, land certificates, and legal certainty.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Pada seluruh bangsa di dunia, tanah mempunyai kontribusi esensial yang bisa membuktikan kewenangan bangsa yang bersangkutan. Populasi tanah pada saat ini sangat sedikit dan memiliki keterbatasan sehingga tidak menyeimbangi kebutuhan manusia. Melainkan bermacam kasus yang terdapat dalam pengadilan, sebagian besar dikerjakan dengan hasil yang tidak seimbang, sehingga masyarakat menilai bahwa pengadilan tidak dapat menyelesaikan sengketa pertanahan secara tidak optimal.1

Sengketa tanah merupakan suatu sengketa yang terjadi dikarenakan terdapat suatu pertentangan kepentingan atas tanah yang terlibat sengketa tersebut. Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi agar tidak terjadi adanya penumpukan permasalahan sengketa tanah yang berakibat merugikan masyarakat sehingga tanah tersebut tidak bisa dipakai untuk sementara waktu. Sengketa yang terjadi antar orang perorangan dikategorikan dalam hukum perdata. Salah satu aspek yang dapat dikategorikan kedalam lingkup hukum perdata yaitu sengketa, yang penyelesaiannya bisa dengan hukum dan non hukum. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan dengan hukum dan non hukum yakni arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.

Perlindungan terhadap sengketa pertanahan timbul karena terjadinya konflik batas kepemilikan tanah, dan karena tanah semakin hari semakin bernilai bahkan tanah mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal yang saat ini menjadi kebutuhan pokok manusia2. Undang – undang yang mengatur perlindungan hukum pertanahan yatitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Dasar – Dasar Pokok Agraria (selanjutnya akan disebut Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA). Sehingga menjadi kepentingan hukum agar dapat membuktikan bahwa kepemilikan tanah menjadi penting untuk disertifikatkan seperti yang dijelaskan pada UUPA Pasal 19 ayat (1) dapat dijelaskan bahwa “untuk adanya jaminan kepastian hukum dari pemerintah maka diadakannya pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan pemerintah”. Tetapi pada saat ini sebenarnya masih banyak orang – orang yang menempati ataupun membangun rumahnya tanpa mempunyai surat hak milik atas tanah. Dalam hal ini pastinya akan ada sengketa tanah, oleh karenanya pihak–pihak yang punya sertifikat tanah harus mengusahakan haknya karena sertifikat tanah ini sangatlah penting maka pemilik tanah yang sah diwajibkan untuk melakukan pendaftaran tanah yang dimilikinya pada kantor pertanahan terdekat.

Pada saat ini banyak terjadinya pesengketaan mengenai tanah dalam kehidupan masyarakat. Terjadinya persengketaan tanah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya peralihan hak atas tanah. Oleh karenanya, perlu diadakannya peraturan hukum yang merupakan peraturan kehidupan masyarakat yang bersifat mengatur dan memaksa supaya bisa menjadi tata tertib yang terdapat dalam masyarakat. Hukum yang dimaksudkan diatas harus berbentuk hukum yang sangat jelas agar bisa memberikan kepastian hukum kepada pemilik hak atas tanah.

Pada saat ini persengketaan atas tanah sangat banyak diperlukan oleh masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat dan yang terutama kepastian hukum didalamnya, karena berbagai keperluan tanah sangatlah tinggi sedangkan jumlah tanahnya terbatas. Maka dari itu terdapat berbagai usaha yang dilakukan pemerintah salah satunya

berupaya agar ditemukannya solusi mengenai konflik sangketa tanah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari lonjakan kasus sangketa yang menimbulkan kerugian yang signifikan bagi masyarakat.

Ada beberapa proses yang dapat dilakukan untuk penyelesaian sengketa tanah. Yang pertama ada proses melalui litigasi yaitu proses hukum penyelesaian sengketa tanah didalam pengadilan. Yang kedua ada proses melalui mediasi kerja sama diluar pengadilan. Terdapat salah satu penyebab proses pengadilan dapat gagal yaitu penambahan masalah baru sehingga rekonsiliasi pemusuhan lambat diselesaikan. Penyelesaian suatu sengketa dapat melalui dua cara yaitu arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dari sebuah konflik tersebut, maka penulis mengangkat judul “PENTINGNYA KESADARAN HUKUM PADA MASYARAKAT TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT TANAH DALAM UPAYA MENGHINDARI TIMBULNYA SENGKETA TANAH”.

State of art pada penulisan ini diambil melalui beberapa jurnal yang membahas hal terkait. Hal ini dilakukan sebagai pedoman penulis untuk melakukan perbandingan dari hasil penelitian yang sebelumnya. Sehingga melalui state of art ini dapat memberikan hasil perbandingan yang lebih konkrit. Kajian pertama, jurnal Ardhya, Erfamiati, and Dantes. (2022) dengan Judul "Upaya Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Terhadap Kepemilikan Sertifikat Ganda Di Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Karangasem". Skripsi ini mengulas tentang faktor penyebab terjadinya sertifikat ganda dan penyelesaian sengketa tanah terhadap kepemilikan sertifikat ganda di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karangasem. Menggunakan teori sebagai berikut: (1) penyelesaian sengketa tanah dan (2) sertifikat ganda. Meskipun penelitian Ardhya dengan peneliti sama-sama mengangkat tentang berkaitan sertifikat kepemilikan tanah namun penelitian Ardhya dan penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan mendasar, jika Ardhya tentang kepemilikan sertifikat ganda sedangkan peneliti meneliti tentang upaya menghindari terjadinya sengketa tanah karena tidak adanya kesadaran kepemilikan sertifikat tanah.3 Kajian kedua, jurnal Putri Machdalena. (2013) dengan Judul "Sengketa Kepemilikan Tanah Atas Penerbitan Sertipikat Pengganti (Studi Kasus Sertipikat Hak Milik No. 524 dan No. 535 Di Kelurahan Ahusen Kota Ambon". Skripsi ini mengulas tentang aspek kepastian hukum dari alas hak dalam permohonan penerbitan sertipikat pengganti karena hilang terhadap sertipikat Hak Milik No. 524 dan No. 535 Kelurahan Ahusen Kota Ambon dan implikasi yuridis dari penerbitan sertipikat pengganti karena hilang Hak Milik No. 524 dan No. 535 Kelurahan Ahusen Kota Ambon, yang terbukti terdapat cacat hukum dalam alas hak permohonannya. Menggunakan teori sebagai berikut: (1) sengketa, (2) tanah, (3) sertipikat tanah, dan (4) hak milik. Meskipun penelitian Putri dengan peneliti sama-sama mengangkat tentang berkaitan sertifikat tanah namun penelitian Putri dan penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan mendasar, jika Putri tentang sengketa kepemilikan tanah atas penerbitan sertifikat pengganti sedangkan peneliti meneliti tentang upaya menghindari terjadinya sengketa tanah karena tidak adanya kesadaran kepemilikan sertifikat tanah.4 Kajian ketiga, jurnal Sudarsana and Satya. (2014) dengan Judul "Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Bukti Kepemilikian Bidang Tanah". Jurnal ini mengulas tentang sertifikat sebagai tanda bukti hak serta

pembuktian hak atas tanah. Menggunakan teori sebagai berikut: (1) kepastian hukum, (2) sertifikat, dan (3) hak milik. Meskipun penelitian Sudarsana dengan peneliti sama-sama mengangkat tentang berkaitan sertifikat tanah namun penelitian Sudarsana dan penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan mendasar, jika Sudarsana tentang kepastian hukum sertifikat hak milik atas tanah sebagai bukti kepemilikian bidang tanah sedangkan peneliti meneliti tentang upaya menghindari terjadinya sengketa tanah karena tidak adanya kesadaran kepemilikan sertifikat tanah.5

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Menurut tinjauan dari latar belakang itu, maka ditemukanmasalah-masalah yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu :

  • 1.    Apakah pentingnya kesadaran kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah?

  • 2.    Bagaimanakah upaya penyelesaian sengketa tanah?

  • 1. 3. Tujuan Penelitian

Menurut rumusan masalah yang telah dirumuskan itu, maka diperoleh tujuan dalam penulisan dari artikel ini, yakni untuk mengetahui pentingnya kesadara kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah dan untuk mengetahui upaya penyelesaian sengketa tanah.

  • II.    Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian normatif dan bentuk kajian hukumnya komprehensif beraturan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian dan pembahasannya diuraikan dengan lengkap, jelas, dan sistematis. Penelitian pada hukum normative meneliti hukum yang mempunyai konsep sebagai peraturan atau kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Norma dicantumkan, yakni mencantumkan norma hukum positif tertulis bentukan instansi perundang – undangan (UUD 1945), UU dan lain-lain. Metode penelitian normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum yang digunakan untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Relevansi metode yang digunakan dengan isu hukum yang dibahas yaitu pentingnya kesadaran hukum bagi masyarakat untuk mengetahui aturan dalam memiliki tanah yaitu memiliki sertifikat tanah untuk menghindari sengketa tanah yang bisa saja terjadi. Jadi metode ini dijadikan dasar untuk mencari aturan hukum, prinsip hukum, dan doktrin hukum yang berkaitan dengan kepemilikan sertifikat tanah.

  • III.    Pembahasan

    3.1    Pentingnya Kesadaran Kepemilikan Seritifikat Tanah

Hak dari kepemilikan tanah bersifat tertinggi (mutlak) sehingga hak atas kepemilikan suatu tanah oleh seorang tidak bisa dirubah atau dibantah oleh pihak lainnya yang tidak berkepentingan atas tanah itu. Hak milik merupakan hak yang bersifat keturunan dari keturunan atas ke keturunan bawahnya, terkuat karena tidak dapat diganggu gugat, dan penuh yang bisa dimiliki orang atas tanah, pernyataan tersebut dijelaskan pada pasal 20 ayat (1) UUPA.6

Pendaftaran tanah sangat penting dilakukan dalam rangka mengajukan kefaktualan dan perlindungan hukum untuk pemilik hak tanah supaya memperoleh legalitas terhadap keabsahan sertifikat. Hal tersebut ditunjukkan untuk memperjuangkan hak-hak atas tanah yang dikuasainya. Dalam perkembangannya masyarakat memiliki jumlah populasi yang selalu bertambah, maka dari itu bisa menyebabkan kebutuhan tanah semakin besar. Permasalahan seperti ini sangat memicu timbulnya pertikaian dan sengketa pertanahan yang membuat tanah sebagai objek perampasan, ambil paksa dan sebgaianya. Maka, pendaftaran tanah menjadi pembuktian kekuatan (dalam wujud sertifikat) untuk pemilik tanah yang sesungguhnya bahwa ialah bewenang berabsahkan pemilik tanah yang sudah terdaftarkan. Tujuan pendaftaran tanah dilakukan supaya registrasi dapat diwujudkan dalam kondisi masyarakat yang sebagai pemilik tanah tersebut dapat dengan sangat mudah beri kesaksian bahwa meraka berhak atas tanah tersebut7. Dengan diterbitkannya suatu legalitas berbentuk sertifikat pada registrasi mengarah agar individu yang punya hak bisa beri kesaksian terhadap haknya, maka sangat diperlukan penerbitan sertifikat pendaftaran. Suatu sertifikat dapat dikatakan sebagai alat bukti hukum yang kuat bila telah disetujui oleh pejabat bersangkutan. Dalam melakukan pendaftaran tanah dibagi pada dua macam bentuk kegiatan antara lain kegiatan mendaftarkan tanah pada saat pertama dan memelihara data pendaftaran tanah. Kegiatan mendaftarkan tanah adalah suatu alur aktivitas yang sangat penting dan kompleks dalam hidup bermasyarakat. Masyarakat yang terus berkembang menyebabkan total populasi manusia yang terus bertambah. Oleh karena itu, tanah yang dibutuhkan untuk manusia semakin bertambah terus setiap harinya, sementara kualitas tanah tidak bertambah. Maka, melakukan pendaftaran tanah untuk setiap pemilik tanah yang sah merupakan solusi yang tepat agar tanah yang dimiliki memiliki bukti kepemilikan yang kuat melalui wujud sertifikat, agar yang pemilik sah pada tanah yang telah melakukan pendaftaran dapat berkuasa dan berwenang.

Perkara yang muncul karena beberapa pihak saling berseteru memicu konflik tentang kasus hak atas tanah. Perkara ini dimulai dari proses awal penggarapan sertifikat, yaitu aktivitas sukatan atas tanah. Pada saat ini kasus – kasus persertifikatan timbul sangketa akibat individu berusaha menyerobot hak antar individu sehingga perkara dibawa ke ranah hukum agar dapat berlindung pada hukum, pemilik hak atas tanah yang sudah terdaftar harus terlegalisasi berbentuk sertifikat supaya punya kesaksian yang absah di mata hukum. Terjadinya perkara sengketa tersebut maka timbul konflik antar individu berjangka panjang8. Hal tersebut diperkuat bahwa legalitas berwujud sertifikat sebagai kesaksian yang konkrit karena bukti fisik dan data yuridis terdapat dalam sertifikat yang terlegalisasi dianggap sudah benar bilatak dibuktikan juga oleh data faktual yang lain yang berwujud sertifikat. Tanah yang sudah terdaftar dengan memiliki bukti sertifikat akan memberikan kepastian hukum yang jelas bagi pemegang haknya (Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA)9. Berkaitan dengan hal tersebut, jika terdapat ketidakpastian tentang hak atas tanah tersebut, yang masih ada catatan dalam pembukuan maka surat sertifikat atas tanah tersebut belum bisa

diterbitkan10. Tetapi jika catatan tersebut hanya tentang data fisik yang belum lengkap, tetapi tidak terdapat sengketa maka sertifikat atas tanah tersebut dapat diterbitkan. Selain bernilai ekonomis, tanah juga mempunyai nilai yang mempunyai makna tinggi dan mendasar.

Kesadaran hukum dapat dilihat melalui indikator pada segi pengetahuan hukum yang sangat relevan terhadap indikator kesadaran hukum yang dikemukakan oleh Soekanto (1982), pernyataannya sebagai berikut “Pengetahuan hukum adalah apabila seseorang telah mengetahui bahwa perilaku-perilaku yang dilakukan tersebut telah diatur dalam hukum. Peraturan hukum ada yang tertulis dan tidak tertulis. Perilaku tersebut memuat perilaku yang dilarang atau diperbolehkan oleh hukum”.11

  • 3.2    Upaya penyelesaian sengketa tanah

Dalam hukum yang dimaksud dengan sengketa adalah masalah yang terjadi pada lebih dari satu orang dimana orang tersebut mempermasalahkan suatu hal yang berbentuk barang dikarenakan adanya salah paham atau beda pendapat antara kedua orang tersebut yang menyebabkan akibat hukum bagi keduanya. Penyelesaian yang sudah diselenggarakan oleh instansi pemerintah atas perseteruan individu yang punya hak atas tanah dengan mengaktivasi mekanisme administrasi instansi pemerintah oleh BPN. Sejumlah aturan turun sebagai penerapan UUPA 1960 yang bersaksi kuat dan menjadi landasan hukum untuk berjaga – jaga bila timbul pelanggaran dalam peristiwa alih paksa pada tanah sehingga diharapkan dapat meminimalisir perkara ini12. Pemerintah memiliki tugas utama untuk melakukan pencegahan apabila terjadi permasalahan terkait pertanahan. Usaha yang dilakukan pemerintah antara lain mengambil tindakan tegas dengan memberlakukan ketentuan dalam penerapan hukum pertanahan. Jalur untuk penyelesaian ini yaitu melalui Pengadilan Umum (Pengadilan Negeri) dan Pengadilan TUN.

Pengadilan umum memiliki kewenangan yaitu jika pada proses sertifikat tanah dibuat ada perilaku yang melanggar hukum yang dilakukan oleh pihak manapun, hal ini artinya permasalahan tersebut dapat diselesaikan di Pengadilan Umum13. Seluruh persengketaan tanah yang diselesaikan melalui Pengadilan Umum diwajibkan terdapat pihak pelapor dan terlapor.

Persengketaan tanah dapat ditumpaskan tidak hanya di pengadilan negeri, melainkan pengadilan TUN, bahkan konklusi dari sengketa tanah bisa dikonklusikan dengan hukum pidana sebab sengketa juga mengadung unsur pidana. Konklusi sengketa tanah tidak lazim adalah hukum privat, tetapi terarah dalam hukum publik, diperlukan analisis terhadap beberapa bobot materi peraturan tanah pada kedua stelsel hukum tersebut. Sengketa tanah yang sudah dituntaskan oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan TUN generalnya sekitar lebih sedikit disandingkan jumlah perkara yang diajukan ke masing – masing pengadilan. Hal ini menyebabkan terjadi pelantaran tanah dan status penguasaannya menjadi terumbang - ambing. Dalam konsep hukum adat, inti pengagasan hukum agraria nasional harus dipersepsikan sebagai sumber hukum penyempurna dalam menyelesaikan semua perkara yang konkrit dalam ranah pertanahan yang terdapat di instansi peradilan.

Yang mewujudkan gagasan pembangunan sebagai peningkat laju pertumbuhan perekonomian nasional ialah perangakat hukum adat.

Dengan adanya permasalahan sengketa pertanahan yang cukup tinggi di Indonesia yang dilihat dari kuantitas dan kualitasnya maka ada baiknya untuk diadakan pengadilan tersendiri yaitu Pengadilan Pertanahan.

Selain itu, dalam upaya konklusi sengketa tanah dapat juga dari dua mekanisme penyelesaian ini dari arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa, berikut akan dijelaskan:

  • 3.1.1    Arbitrase

Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang memiliki arti wewenang dalam upaya penyelesaian masalah menurut kebijaksanaan. Arbitrase adalah penyelesaian suatu sengketa yang tidak berpedoman pada peraturan tetapi diselesaikan hanya dengan kebijaksanaan saja.14

Terdapat salah satu alternative dari konklusi pada kasus sangketa yang penyelesaiannya berada diluar pengadilan dan ditetapkan oleh pihak – pihak terkait yang memuat klausula dalam perjajian khusus setelah sengketa itu terjadi. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999, sistem menyelesaikan sengketa jasa kontruksi dengan arbitrase berpedoman pada peraturan yang terdapat di undang-undang ini15. Ada beberapa hal yang harus ditekankan dalam korelasinya dengan memprakasai pembentukan sebuah instansi arbitrase. Langkah awal yang dapat ditempuh dalam penyelesaian sengketa tanah dengan meninjau klasifikasi terhadap problematika yang sesuai dengan prasyarat arbitrase. Langkah kedua dengan menetapkan pihak yang menjadi arbiter dalam kasus tersebut. Kemandirian dalam diri seorang arbiter harus ditunjukkan supaya dapat sertifikasi dari arbiter mampu dipercaya oleh kedua belah pihak, serta kompetensi terhadap ketentuan, baik tertulis dan/atau tidak tertulis harus dikuasai. Langkah ketiga, penetapan terhadap kelola seleksi dari pengangkatan arbiter, pengelolaan dan peraturan pengajuan sengketa serta pemberian keputusan, serta pengelolaan penyelenggaraan keputusan. Langkah terakhir dalam penetapan sifat keputusan harus bersifat putusan akhir dan tidak bisa mengajukan banding pada pihak tertentu. Jika seluruh faktor yang harus dipertimbangkan untuk lembaga arbitrasi tersebut sudah dipenuhi maka gagasan itu dapat diwujudkan. Gagasan dalam pemrakarsainstansi arbitrase pertanahan perlu kontemplasi dengan seksama. Pemrakarsa dari instansi arbitrase tidak juga memberikan konklusi cepat dari penyelesaian sengketa tanah tetapi sangat dihimbau adanya kebijakan pembaharuan undang-undang (UU), konklusi dengan arbitrase akan mewujudkan tujuan semua pihak16.

Menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan jika disetujui oleh semua pihak terkait. Ketentuan untuk menentukan tempat arbitrase merupakan yang penting dipertimbangkan terutama jika sengketa tersebut menjadi sengketa hukum perdata internasional dan ada faktor hukum asing yang mempengaruhinya.

  • 3.2.1    Alternative Penyelesaian Sengketa

Alternative untuk menuntaskan sengketa pertanahan merupakan cara yang dilakukan dalam menuntaskan sengketa yang ada melalui mekanisme yang disepakati bersama17. Sengketa bidang perdata adalah sengketa bisa selesai dengan cara Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian sengketa tersebut diberikan waktu selama 14 hari untuk diselesaikan secara langsung oleh semua pihak yang bersangkutan dan hasil dari penyelesaian tersebut dilaporkan dalam bentuk tulisan.18 Jikaselama 14 hari tidak juga tercapai kata sepakat walaupun telah dibantu oleh ahli atau mediator, maka lembaga arbitrase untuk menunjuk seorang mediator.

Sengketa pada bidang perdata seharusnya bisa juga diselesaikan dengan 2 cara yakni melalui litigasi (hukum) dan non litigasi (non hukum). Menyelesaikan sengketa dengan cara litigasi muncul lebih awal dibanding dengan non litigasi. Menyelesaikan dengan cara litigasi dapat berpotensi konflik, lebih lama, serta tidak bisa membela pihak yang menghadapi masalah, biaya juga cenderung besar, bersifat apatis, serta menimbulkan pertikaian pada pihak yang bersangkutan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan penyelesaian secara non litigasi, kerahasiaan yang terdapat pada sengketa dijamin terjaga, penyelesaian dilakukan lebih cepat, dan dapat menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang luas dan menerima dengan baik serta membinasilahturahmi, serta putusan hasil penyelesaian tidak diumumkan sehingga tidak menjadi konsumsi publik.

Bentuk – bentuk alternative penyelesaian sengketa terdiri dari negosiasi, mediasi, konsiliasi. Negosiasi adalah cara menyelesaikan sengketa pihak - pihak yang dilakukan tanpa melalui prosedur pengadilan, agar dapat peroleh persetujuan bersama atas dasar kesepakatan bersama yang rukun dan harmonis. Mediasi merupakan metode negosiasi yang digunakan untukan menangani suatu permasalahan dari pihak eksternal yang tidak memilih dan akan bekerjasama dengan individu yang berseteru agar dapat terealisasikan penyelesaian. Konsiliasi merupakan usaha yang dikerahkan untuk mempertemukan pihak yang sedang berselisih agar dapat memuat persetujuan dan menyelesaian perselisihan.

Pada zaman orde baru ini yang bisa juga disebut zaman reformasi yang pada saat ini banyak terjadi perubahan, dalam artian adanya perkembangan pada masyarakat yang semakin maju, terdapat banyak perubahan yang terjadi antara lain perubahan pada ekonomi, budaya, sosial dan hukum serta politik terlebih lagi pada investasi. Kesadaran atas perubahan yang terjadi dapat memunculkan adanya jalur hukum yang terjadi pada masyarakat apabila terjadi sengketa dengan menerapkan mediasi dalam penyelesaiansuatu sengketa supaya tercapai kesepakatan untuk kedua belah pihak dengan cara perundingan.

Keunggulan menyelesaikan sengketa dengan cara alternative menyelesaikan sengketa adalah lebih cepat, sangat efisien tidak membuang waktu, lebih cenderung murah banding dengan menyelesaikan di pengadilan, karena putusan yang didapat bisa diterima oleh dua pihak dengan ikhlas. Selain itu juga bersifat fleksibel yaitu dapat mengatur waktu, tempat, dan prosedur untuk menyelesaikan sengketa dengan kesepakatan bersama serta pemeriksaan dan putusan yang dihasilkan bersifat tertutup tidak menjadi konsumsi publik.

  • IV.    Penutup

    • 4.1    Kesimpulan

Kepemilikan sertifikat tanah dengan melalui pendaftaran sangat penting dilakukan supaya pemilih hak dapat bersaksi sesuai kefaktualan data. Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dapat dijelaskan bahwa sertifikat sebagai barang bukti sangat kuat, karena data berbentuk fisik dan data secara hukum yang terdapat dalam sertifikat dianggap sudah validselama tidak ada barang bukti lain yang bisa dibuktikan selainkertas berupa sertifikat. Tetapi akhir - akhir ini sering perseteruan disebabkan individu yang berupaya ambil paksa tanah orang lain sehingga perkara sampai ke ranah hukum. Gagasan yang dapat diwujudkan untuk menuntaskan sengketa tanah yaitu melakukan tutorial administrasi instansi pemerintah yang dilakukan oleh BPN. Selain itu dapat juga dilakukan menggunakan dua cara penyelesaian yaitu dengan arbitrase dan dengan penyelesaian sengketa alternative (negoisiasi, mediasi, kosiliasi). Tetapi cara penyelesaian yang dilakukan dengan arbitrase dan penyelesaian sengketa alternative lebih disarankan untuk mencegah pertikaian yang berkepanjangan. Sangat diharapkan penyelasaian bertumbukan antar instansi dapat dilakukan dengan musyawarah atau melalui instansi yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Buku :

Sembiring, Jimmy Joses, and M. SH. Panduan mengurus sertifikat tanah. VisiMedia, 2010.

Aryatie, Indira Retno, MH SH, S. H. Oemar Moechthar, M. Kn, Angela Melani Widjaja, and M. Kn SH. Pemahaman Seputar Sertifikasi Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Jakad Media Publishing.

Jurnal :

Sukmawati, Putu Diva. "Hukum agraria dalam penyelesaian sengketa tanah di indonesia." Jurnal Ilmu Hukum Sui Generis 2, no. 2 (2022): 89-102.

Subekti, Rahayu, Purwono Sungkowo Raharjo, and Hadhika Afghani Imansyah. "Sistem pendaftaran tanah yang memberikan kepastian hukum hak atas tanah." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 8, no. 2 (2022): 394-405

Erfamiati, Alifia Devi, Komang Febrinayanti Dantes, and Si Ngurah Ardhya. "Upaya penyelesaian sengketa hak atas tanah terhadap kepemilikan sertifikat ganda di badan pertanahan nasional kabupaten karangasem." Jurnal Komunitas Yustisia 5, no. 2 (2022): 431-449.

Permana, I., Gusti Agung Dwi Satya, and I. Ketut Sandi Sudarsana. "Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Sebagai Bukti Kepemilikan Bidang Tanah." Dalam Jurnal Kertha Semaya 2, no. 5 (2014).

Muthallib, Abdul. "Pengaruh Sertifikat Hak Atas Tanah Sebagai Alat Bukti Dalam Mencapai Kepastian Hukum." Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundangan-Undangan dan Ekonomi Islam 12, no. 1 (2020): 21-43

Rajab, Rezeki Aldila, Bambang Eko Turisno, and Anggita Doramia Lumbanraja. "Sertifikat Hak Atas Tanah Dalam Kepastian Hukum Pendaftaran Tanah." Notarius 13, no. 2 (2020): 642-654.

Suherman, Suherman, and Ali Imran. "Pentingnya Status Kepemilikan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Menuju Kesejahteraan Masyarakat Desa." Indonesian Journal of Society Engagement 1, no. 1 (2020): 99-116.

Pangemanan, Estevina. "Upaya penyelesaian sengketa kepemilikan hak atas tanah." Lex Privatum 1, no. 4 (2013).

Syah, Mudakir Iskandar. "Panduan Mengurus Sertifikat dan Penyelesaian Sengketa Tanah." (2022).

Tampongangoy, Grace Henni. "Arbitrase Merupakan Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Internasioanal." Lex Et Societatis 3, no. 1 (2015).

Muskibah, Muskibah. "Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa." Jurnal Komunikasi Hukum 4, no. 2 (2018): 139-149.

Istijab, Istijab. "Penyelesaian sengketa tanah sesudah berlakunya undang-undang pokok agraria." Widya Yuridika: Jurnal Hukum 1, no. 1 (2018).

Sianturi, Pantas. "Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (aps)." focus upmi 6, no. 1 (2017): 1-7.

Syafrida, Syafrida. "Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai Solusi Mewujudkan Asas Pemeriksaan Perkara “Sederhana, Waktu Singkat dan Biaya Murah”." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 7, no. 4 (2020): 353-370.

Skripsi :

Putri, Machdalena. "Sengketa kepemilikan tanah atas penerbitan sertipikat pengganti (studi kasus sertipikat hak milik no. 524 dan no. 535 di kelurahan ahusen kota ambon)." phd diss., sekolah tinggi pertanahan nasional, 2021.

Abdullah, Juliana. "Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya Kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros." (2020)

Peratuan Perundang – Undangan :

Indonesia, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Dasar – Dasar Pokok Agraria.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 2 Tahun 2023 hlm 193-202

202