PROBLEMATIKA HAK CIPTA SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

Tiominar Octavia, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Ayu Putu Laksmi Danyathi, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penulisan jurnal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai hak cipta dan penegakannya sebagai jaminan dalam pinjaman bank. Melalui metode penelitian normatif dengan memakai pendekatan pada peraturan perundangan-undangan, analisis serta argumentatif dengan cara mengkaji dan menganalisis guna mendapatkan informasi ataupun kebenaran akurat sesuai aturan yang ada agar memperoleh kepastian hukum yang tetap. Hasil penelitian pada jurnal ini yaitu hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit di Indonesia masih belum berjalan. Kriteria dan pengkualifikasian hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan menggunakan disiplin ilmu lain untuk menilai sisi ekonomisnya. Eksekusi hak cipta sebagai jaminan fidusia jika pihak kreditur terbukti melakukan wanprestasi masih dapat dilakukan selama objek jaminan kebendaan memiliki nilai ekonomi di dalamnya.

Kata Kunci: probelmatika, hak cipta, jaminan fidusia

ABSTRACT

Writing in this journal aims to provide an understanding of copyright and its enforcement as collateral for bank loans. This analysis uses a kind of normative research methods using an approach to legislation, analysis and argumentation by reviewing and analyzing in order to obtain accurate information or truth in accordance with existing regulations in order to obtain permanent legal certainty. The results of research in this journal are that copyright as an object of fiduciary guarantees in credit agreements in Indonesia is still not operational. To be able to find out the criteria and qualifications of copyright as an object of fiduciary guarantees, it can be done by using other disciplines to assess the economic side. Execution of copyright as a fiduciary guarantee if the creditor is proven to have committed a default can still be carried out as long as the object of the material guarantee has economic value in it.

Keywords: probelmatics, copyright, fiduciary guarantee

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Di jawan modernisasi, hak kekayaan intelektual terutama hak cipta terus mengalami metamorphosis setiap tahunnya. Hak Cipta merupakan suatu istilah yang digunakan untuk memberikan nama ciptaan atas karya cipta rasa dan karsa manusia pada bidang sastra, seni hingga ilmu pengetahuan. Istilah tersebut merupakan pengejewantahan yang didapatkan dari Bahasa Inggris “copy right” sedangkan dalam bahasa Belanda yaitu “auteurrecht”. Dalam UU Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 1 menyatakan Hak Cipta ini ialah suatu hak khusus yang mana dimiliki oleh para pencipta yang terbentuk dengan otomatis dengan didasarkan pada prinsip deklaratif sesudah terciptanya suatu produk dalam bentuk nyata dengan tidak memberikan pengurangan pada batasan seperti apa yang sudah diatur dalam perundang-undangan. Adapun hak cipta ini memiliki 2 hal yakni hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right).1 Hak ekonomi ialah kewenangan yang dimiliki pencipta untuk menerima manfaat dari ekonomi itu sendiri terkait dengan hasil ciptannya kemudian untuk hak moral ialah kwenangan yang di dalamnya mempunya sifat manunggal atau hak yang tidak dapat dipisahkan antara diri pencipta dengan hasil ciptaannya.2 Hadirnya kekayaan intelektual memberikan pengaruh yang besar untuk memberikan perlindungan atas karya-karya manusia yang lahir melalui kemampuan intelektual.

Menurut catatan sejarah, kekayaan intelektual telah mengalami 4 (empat) perubahan nomenklatur dari Hak Cipta, Paten dan Merek (HCPM) yang kemudian berubah menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) lalu berubah menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) lalu kemudian melalui Perpres Nomor 44 Tahun 2015 Tentang “Kemetrian Hukum dan HAM” diubah lagi menjadi “Kekayaan Intelektual (KI)”3, dengan alasan yaitu untuk dapat menyesuaikan pada negara-negara lain.

Hak cipta terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu hak cipta yang bersifat orisinil (asli) yang memberikan wewenang atau hak kepada individu yang menciptakan seperti para pencipta lagu, buku, penulis puisi dan juga ciptaan yang lain. Lalu yang kedua ialah yang sifatnya derivative (turunan) yakni hak yang timbul dari individu yang memiliki hak cipta orisinal, di dalamnya mencakup hibah, wasiat, harta warisan dan juga pembelian.4

Hak Cipta sendiri umumnya terdapat hak ekonomis di dalamnya dan kemudian hal ini bisa diberikan dengan cara pewarisan, pemberian hibah dan wasiat ataupun dengan melakukan perjanjian tertulis baik untuk sebagian ataupun keseluruhannya yang mana hal ini sudah benar secara hukum dengan melihat hal tersebut maka selanjutnya hak cipta ini bisa dikatakan memiliki suatu kemungkinan untuk dapat digunakan menjadi suatu jaminan ketika melakukan perjanjian kredit.5

Dalam rangka untuk mendapatkan kredit, pada umumnya lembaga keuangan akan mengisyaratkan kepada calon debitur untuk mengadakan adanya suatu jaminan.6 Adanya jaminan tersebut dimaksudkan untuk dapat memberikan keyakinan atau rasa percaya kepada lembaga keuangan atas angsuran utang dari debitur. Berdasarkan ketentuan pada “Pasal 1131 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUHper) mengatur bahwa semua benda milik debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada, merupakan tanggungan utangnya dan menjadi jaminan atas pembayarannya.” Lebih lanjut, pada KUHper tidak mengatur prihal mengenai jaminan fidusia, akan tetapi di dalamnya memberikan pembahasan terkait hipotek dan juga gadai yang bisa dijadikan suatu bentuk konsekuensi yang harus dilakukan ketika terjadi pembagian dari benda yang dimana gadai akan menjadi patokan untuk mengatur jaminan yang dengan objek benda bergerak sedangkan gadai akan memberikan aturan pada jaminan dengan objek yang tak bergerak.

Objek yang digunakan untuk proses gadai ini sendiri harua ada dalam kuasa dari individu yang memegang gadai yang mana hal ini dimaksudkan untuk membuat pihak yang memiliki usaha kecil sampai menengah yang mana mereka sebenarnya masih membutuhkan benda yang mereka jadikan jaminan untuk bisa membantu kegiatan usaha mereka. Sehingga kemudian, jaminan baru sangan diperlukan yang sifatnya benda bergerak namun tidak memberikan kekuasaan dari benda jaminan yang dimana dikenal dengan “fidusia”.

Fidusia ini ialah kata yang didapatkan dari kata awalnya yakni “fides” dan berarti “kepercayaan”. Dalam hal ini, dijelaskan terkait hubungan yag dimiliki oleh pihak penerima dan juga pemberi Fidusia yang mana mereka akn saling memiliki kepercayaan satu dengan yang lain. Pihak pemberi Fidusia sendir memberikan kepercayaan pada pihak penerima yang akan memberikan kembali hak milikny sesudah pihak debitur ini berhasil menyelesaikan hitangnya. Dan sebaliknya, pihak dari kreditur juga mempercayai debitur tidak akan menyalahgunakan barang yang sudah dijadikan jaminan yang ada di dalam kuasa mereka.7

Berdasarkan ketentuan pada UUHC Pasal 16 ayat 1 dan juga ayat 3 menyatakan (1) hak cipta ini memiliki wujud benda yang sifatnya bergerak dan juga tidak memiliki wujud; (3) hak cipta bisa dimanfaatkan untuk digunakan menjadi objek jaminan dalam fidusia. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya hak cipta ini bisa dimanfaatkan sebagai objek yang bisa menjamin fidusia yang mana hal ini dijelaskan dalam UUHC Pasal 16 ayat 4 dimana di dalamnya menyatakan hak cipta memiliki ketentuan untuk bisa dijadikan objek penjamin fidusia ada dalam ayat 3 yang mana dalam prosesnya akan dijalankan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku

Peraturan yang membahas khusus terkait hal ini ialah “UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia” yang kemudian disebut dengan UUJF. Dari ketentuan tersebut diatur :

  • 1.    Fidusia ialah suatu cara yang digunakan untuk mengalihkan hak milik dari suatu benda yang didasarkan pada rasa kepercayaan yang ketentuannya ialah barang yang hak miliknya dialihkan ini tetap dikuasai oleh pemilik dari benda tersebut.

  • 2.    Jaminan fidusia ialah kewenangan dari jaminan pada benda yang sifatnya bergerak baik itu yang memiliki wujud ataupun tidak. Adapun benda yang sifatnya tidak bergerak khususnya bangunan tidak bisa dibebani hak tanggungan yang mana hal ini dijelaskan dalam UU No. 4 Tahun 1996 Tentang “Hak Tanggungan” yang mana dinyatakan masih tetap dalam kuasa pihak yang memberikan fidusia yang digunakan untuk jaminan dalam melunasi hutang yang mana kedudukannya ini akan mengutamakan pihak yang menerima fidusia dari kreditur yang lain.

  • 3.    Piutang ialah suatu bentuk kewenangan untuk bisa mendapatkan pembayaran dari utang yang diberikan.

  • 4.    Bneda ialah segala hal yang bisa dimiliki dan juga dialihkan baik itu yang memiliki bentuk ataupun tidak dan yang ada dalam daftar ataupun tidak dalam daftar, baik yang sifatnya bergerak ataupun tidak dengan bisa dibebani dengan hak tanggungan ataupun hipotek.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, hadirnya UUHC ini tidak serta merta dapat memberikan kepastian hukum untuk pihak pencipta dalam mendaftarkan hak ciptanya untuk dijadikan sebagai barang yang menjamin hutang. Hal ini dikarenakan pihak bank dan juga non-bank yang ada di Indonesia masih belum melakukan hak cipta ini digunakan sebagai suatu ibjek jaminan dalam fidusia,8 terutama terkait segala bentuk hak cipta yang bisa digunakan untuk objek jaminan sehingga kemudian hal ini tentunya membutuhkan aturan lanjutan, khususnya dalam Pasal 16 Ayat 3 yang sudah disampaikan di atas.

Terdapat dua penelitian yang identic dengan penelitian ini, pertama berjudul “Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Fidusia” oleh Ida Bagus Anindya Jaya Keniten, yang fokusnya untuk melakukan pembahasan pada hak cipta apa saja yang bisa menjadi barang yang menjamin fidusia dengan mengacu pada UUHC.9 Kedua berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Cipta Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar” yang dilakukan I Nengah Artana yang mana fokusnya ialah lebih pada pembahasan terkait aturan dan proses keberjalanan dari perjanjian kredit yang menggunakan ibjek jaminan berupa hak cipta.10

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah problematika penggunaan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit di dunia perbankan?

  • 2.    Apa yang menjadi kualifikasi dan kriteria untuk hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia?

  • 3.    Bagaimanakah eksekusi atas hak cipta sebagai jaminan fidusia apabila pihak kreditur terbukti melakukan wanprestasi?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Bertujuan untuk mengetahui dan memahami problematika, kualifikasi dan eksekusi untuk hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia oleh pihak bank apabila kreditur telah melakukan wanprestasi.

II     Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki jenis yakni analisis normatif (“library research dan doctrinal” dengan menganalisis bahan hukum primer dan sekunder11 dengan jenis “pendekatan peraturan perundang-undangan (the statue approach, pendekatan analisa (analyctical approach dan juga pendekatan argumentative yang mana hal ini dilakukan dengan melakukan pengakajian dan juga proses analisa yang mana dalam hal ini data yang sudah didapatkan akan dilakukan proses analisa yang menggunakan tata cara kualitatif dengan teknik penalaran dan juga memberikan argumentasi dalam bentuk hukum, seperti melakukan kontruksi hukum dan juga menafsirkan hukum yang disajikan dengan cara yang deskriptif dengan menguraikannya dalam bentuk narasi.12

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Problematika Penggunaan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Di Dunia Perbankan Indonesia.

Hak cipta merupakah sekian dari beberapa hak kekayaan yang terdapat dalam HKI yang sebagaimana diatur pada UUHC. HKI bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pencipta lewat pemberian tertentu yang terbatas guna mengontrol penggunaan yang dilakukan. Apabila ditinjau dari UU Hak Cipta Pasal 1 Angka 1 menyatakan hak cipata sebagai suatu bentuk kewenangan yang khusus dimiliki oleh individu yang menciptakan suatu karya nyata dengan tidak memberikan pengurangan dalam batasan seperti yang ada dalam ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, dengan melihat definisi berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut maka, ada 2 hal unur penting mengenai hak cipta yakni:

  • 1.    Hak ini bisa dialihkan ataupun dipindahkan untuk pihak yang lain

  • 2.    Hak moral yang ada tidak boleh ditinggalkan ketika terjadi kondisi apapun daripada seperti memberikan pengumaman akan karya yang diciptakan, menetapkan judul, memberikan nama asli ataupun samara dan juga mempertahankan keutuhan ataupin integritas dari ceritanya.13

Hak cipta yang memiliki sifat bisa dipindahtangankan pada pihak lain ini menjadi suatu bentuk pembuktian yang nyata bahwasanya hak cipta ini sama dengan hak kebendaan. Pengalihan yang dimaksud disini bukanlah hak moral dari suatu ciptaan melainkan hak ekonomi. Berdasarkan ketentuan pada “Pasal 17 UUHC pada ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa (1) Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas Ciptaan, (2) Hak ekonomi yang dialihkan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang sama.”

Objek yang bisa dimanfaatkan sebagai barang penjamin fidusia ialah suatu benda yang bergeral baik itu memiliki wujud ataupun tidak yang didasarkan dalam ketentuan Pasal 1 Angka 4 UUJF yakni benda ialah segala hal yang bisa dimiliki ataupun dialihkan baik yang memiliki wujud ataupun tidak, yang ada dalam daftar ataupun tidak, yang bergerak dan juga tidak yang tidak dapat diberikan beban untuk hak tanggungan.

Seperti yang telah diketahui, alas an utama dari adanya hak cipta ini bisa dimanfaatkan untuk hak jaminan fidusia ialah karena hak ini memiliki nilai jual/ekonomis didalamnya sehingga hak ini bisa dimanfaatkan untuk objek penjamin. Adapun hal yang harus diperbuat oleh individu yang memegang hal cipta ialah dengan mendaftarkan hak ciptanya supaya bersertifikat hak cipta yang mana hal ini akan digunakan sebagai bentuk bukti otentik suatu ciptaan. Berdasarkan ketentuan pada Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 205 Pasal 3 terkait “Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (yang selanjutnya disebut PP No. 21 Tahun 2015)” di dalamnya diatur permohonan dalam mendaftarkan jaminan fidusia seperti yang ada dalam Pasal 2 yakni :

  • 1.    Identitas dari pihak yang memberikan dan juga menerima fidusia

  • 2.    Tanggal, nomor, akta jaminan fidusia, nama dan juga tempat dari notaris yang melakukan pembuatah akta jaminan fidusia

  • 3.    Data dari perjaminan pokok yang dijamin dalam fidusia

  • 4.    Uraian dri benda yang dijadikan objek penjamin fidusia

  • 5.    Nilai dari penjaminan

  • 6.    Nilai dari suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia

Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan pada Pasal 5 ayat (2) mengatur bahwa bukti yang diberikan dalam pendaftaran yang dimaksud di atas ini harus memuat setidaknya hal di bawah ini yakni :

  • a.    Nomor pendaftaran.

  • b.    Tanggal pengisian aplikasi.

  • c.    Nama pemohon.

  • d.    Nama kantor pendaftaran fidusia.

  • e.    Jenis permohonan.

  • f.    Biaya pendaftaran jaminan fidusia.

Hak cipta yang digunakan untuk objek penjamin fidusia ini tidak wajib didaftarkan. Hal ini dikarenakan konseo hak cipta ini sendiri bukan dengan konstitusi melainkan dengan pengakuan. Adapun hal ini dijelaskan lagi dalam UUHC Pasal 64 ayat 2 yakni hak cipta ataupun produk yang dicatat seperti yang ada dalam ayat 1 bukan suatu syarat yang wajib dilakukan untuk bisa memperoleh hak cipta. Lebih lanjut berdasarkan Pasal 64 ayat 2 dijelaskan pencatatan ciptaan dan produk hak terkait ialah bukan suatu kewajiban yang harus dilakukan dari pihak yang menciptakan, pemegang

hak cipta ataupun pemiliki dari hak terkait. Suatu ciptaan dapat dilindungi dari awal ciptaan itu ada dan bukan karena adanya suatu pencatatan. Sehingga, ciptaan yang ada dalam pencatatan ataupun tidak tetap akan dilindungi.14 Apabila pencipta ingin mendaftarkan ciptaannya maka dapat melakukan pendaftaran ke Dirjen HKI, yang mana ini ialah Lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan catatan terkait hak cipta di Indonesia, yang dimana dengan melaksanakan pendaftaran tersebut akan sangat berguna untuk kedepannya terutama mengenai barang bukti,15 apabila dikemudian haru terjadi perselisihan tentang kepemilikan sedangkan benda/barang yang memiliki beban jaminan fidusia ini tidak ada dalam daftar, maka kemudian hak yang dimiliki penerima yang ada karena perjanjian penyerahan fidusia ini tidak relevan dan hanya menjadi hak individu.16

Di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai hak cipta telah mengalami pembaharuan dari yang sebelumnya, akan tetapi konsep/pengaturan tentang hak cipta yang dijadikan objek jaminan fidusia hingga saat ini terus menuai banyak kendala hingga hambatan terutama terkait mengenai penafsiran nilai hak cipta dan konsep “due diligence.” Konsep “due diligence” lebih diartikan sebagai “proses penting untuk memastikan objek dan subjek kepemilikan hak cipta yang nantinya akan dijadikan jaminan fidusia.” Konsep due diligence terdapat pada “Pasal 6 huruf a UUJF yang menyebutkan bahwa akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, sedangkan dalam hak cipta suatu sistem penilaian aset yaitu dengan valuasi.” Valuasi merupakan “sebuah proses untuk menentukan nilai moneter dari suatu subjek HKI17 yang biasanya akan digunakan untuk:18

  • 1.    Membantu dalam hal proses pengambilan keputusan strategis pengembangan bisnis perusahaan

  • 2.    Jaminan investasi

  • 3.    Negosiasi bisnis

  • 4.    Mengukur potensi kerusakan akibat pelanggaran HKI/hak cipta

  • 5.    Pajak

  • 6.    Persyaratan standar akuntasi

  • 7.    Menentukan royalty lisensi HKI/hak cipta.”

Untuk dapat mengukur/menentukan penilaian terhadap aset, terdapat beberapa parameter yang mungkin bisa dijadikan sebagai patokan yaitu nilai wajar (depreciated replacement cost), nilai likuidasi (liquidation value) dan nilai pasar (market value).19 Berdasarkan ketentuan pada “Pasal 16 ayat (4) UUHC mengatur bahwa

ketentuan mengenai hak cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam pelaksanaannya prihal mengenai karakteristik aset HKI yang dapat diterima oleh pihak perbankan untuk dijadikan sebagai jaminan fidusia masih belum memiliki peraturan lanjutan, hal tersebut dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Artana, Ni Ketut Supasti Dharmawan dan Ni Putu Purwanti dengan judul Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Cipta Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar dengan hasil penelitian yaitu Hak cipta sebagai jaminan kredit dalam praktek perbankan di kota Denpasar sampai saat ini masih belum terlaksana karena berdasarkan faktor masyarakat dalam teori efektivitas hukum, yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman bank berkaitan dengan masalah nilai pasar, kepemilikan, kewenangan pengajuan hak cipta sebagai objek jaminan dan eksekusi.”20 Disini dapat dilihat bahwa pihak bank cenderung untuk tidak menerima hak cipta sebagai jaminan fidusia karena persoalan valuasi dalam bentuk uang terutama pasar untuk menjualkan/menguangkan hak tagih dalam bentuk hak cipta, juga masih belum ada apabila dikemudian hari pemegang fidusia hendak untuk menjual hak cipta yang telah dijaminkan tersebut.

Mengenai sistem pendaftaran hak cipta seharusnya dilaksanakan sesuai dengan yang ada pada UUJF, hal tersebut dikarenakan sebagai hak kebendaan hak cipta juga memiliki ciri-ciri lain, salah satunya yaitu “droit de suite yang artinya pemegan hak cipta tetap mengikuti dalam tangan siapapun hak cipta yang melekat pada benda tersebut berada.” Di Indonesia belum terdapat lembaga jasa penilaian terhadap aset HKI terutama mengenai hak cipta, jika dibandingan dengan negara asing seperti Thailand, Malaysia dan Singapore mereka telah mengembangkan sistem kredit dengan berbasis aset tidak berwujud/benda tidak berwujud (intangible assets) yang kepemilikan dari HKI tersebut bersifat bankable yakni bisa untuk dijadikan agunan atau jaminan pada bank, tidak hanya itu saja di Korea Selatan sendiri juga sudah memiliki sistem yang dapat memperkenalkan dan menjelaskan informasi mengenai pentingnya penilaian terhadap aset HKI melalui sistem IP Panorama.

Dalam hal Hak Cipta dijadikan sebagai objek Jaminan Fidusia maka bank harus dapat menilai dan memperkirakan nilai ekonomis yang ada pada Hak Cipta tersebut, tetapi saat ini dengan tidak adanya lembaga jasa penilai terhadap Hak Cipta tentunya nilai ekonomis yang ada pada hak tersebut menjadi tidak dapat ditentukan oleh pihak bank, mengingat bahwa tujuan bisnis bank untuk memperoleh keuntungan (profitability) dan diimbangi dengan adanya prinsip kehati-hatian dari bank (safety) sebab prinsip-prinsip ini sejatinya memang diperlukan oleh pihak bank karena bank dalam memberikan pinjaman tersebut tentunya memiliki tingkat resiko yang sangat tinggi bagi pihak bank dan nasabah sebagai penyimpan dana (degree of risk).

  • 3.2 kualifikasi Dan Kriteria Hak Cipta Dapat Dijadikan Sebagai Objek Jaminan Fidusia

HKI atau Hak Kekayaan Intelektual merupakan “suatu istilah resmi yang digunakan atas hak yang diberikan untuk karya-karya pemikirin manusia tertentu yang

memiliki nilai ekonomis di dalamnya.”21 HKI merupakan salah satu bentuk dari hak milik atau property right.

Dalam hal pemegangan hak, pemegang hak dalam HKI dapat dipersamakan dengan hak milik yang melekat pada benda/barang pada KUHper buku ke 2 (dua), dalam artian pemilik hak tersebut bukanlah masyarakat melainkan hanya individu, sehingga HKI merupakan suatu bentuk hak milik atau “property right yang memiliki nilai jual/nilai ekonomis, dan jikalau HKI tersebut akan digolongkan sebagai harta benda, maka dapat dimasukkan dalam kategori harta benda bergerak namun tidak berwujud yang sebagaimana telah diatur dalam ketentuan pada Pasal 16 ayat (1) UUHC.”22

Lebih lanjut di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai HKI sebagai objek jaminan untuk ranah bank sejatinya telah diatur dalam UUHC, yang dimana dalam UU tersebut menyatakan bahwa “hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud, yang dapat beralih atau dialihkan baik secara keseluruhan maupun sebagian melalui pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab-sebab lain yang memang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terutama ketentuan pada Pasal 16 ayat (3) yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.”

Berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut telah mengisyaratkan bahwa apabila si pemilik/pemegang dari hak cipta membutuhkan pinjaman dana dari pihak bank, dapat menggunakan hak cipta baik yang berwujud nyata maupun tidak nyata untuk dijadikan sebagai objek jaminan fidusia,23 sehingga pemberlakukan hak cipta sebagai jaminan fidusia yang sebagaimana telah diatur pada Pasal 16 ayat (3) UUHC tersebut bukanlah tanpa sebab semata. Merujuk kepada beberapa pengaturan di negara asing seperti Singapura, Thailand dan Malaysia, telah mengembangkan sistem kredit yang berbasis aset tidak berwujud atau “intangible assets yang kepemilikan dari HKI tersebut bersifat bankable yaitu dapat dijadikan agunan untuk jaminan bank.”

Prihal pemberian klasifikasi mengenai hak cipta apa saja yang dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia, pada UUHC dan UUJF tidak diatur (kekosongan norma). Untuk dapat menjawab mengenai permasalahan tersebut maka dapat dilakukan dengan pengkualifikasian memakai disiplin ilmu lain, dengan mengenakan sebagian teori ekonomi yang relevan seperti teori yang diutarakan oleh Herman H Gossen, Sri Mulyani dan Earl Maumann.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Herman H Gossen nilai yang dimiliki oleh suatu barang ini dibedakan k dalam 2 hal yakni nilai tukar dan nilai pakai yang dimana pada nilai tukar terbagi menjadi 2 jenis yakni :

  • 1.    Nilai tukar subjektif

Nilai ini ialah suatu bentuk nilai yang dimiliki oleh suatu barang dikarenakan pemberian dari individu yang mana hal ini dikarenakan barang yang dimaksud bisa ditukar dengan barang yang lainnya.

  • 2.    Nilai tukar objektif

Suatu nilai yang berisikan bagaimana suatu barang bisa ditukar dengan barang yang lainnya.

Adapun nilai pakai ini terbagi dalam 2 hal yakni :

  • 1.    Nilai pakai subjektif

Suatu nilai yang individu berikan pada suatu parang dikarenakan barang yang dimaksud bisa digunakan dalam pemenuhan kebutuhan harian.

  • 2.    Nilai pakai objektif

Suatu nilai yang dimiliki suatu barag untuk bisa memberikan manfaat sebagai pemenuhan kebutuhan individu pada umumnya.

Sri Mulyani menyatakan ada 3 hal yang menajdi dasar penentu nilai ekonomis KI yakni:24

  • 1.    Pendekatan pasar

Suatu pendekatan yang memberikan ketersediaan terkait kerangka kerja yang sifatnya tersistem sebagai langkah dalam melakukan estimasi pada nilai asset yang tidak memiliki wujud dengan didasarkan pada analisa hasil penjualan actual ataupun transaksi dari suatu lisensi yang memiliki wujud yang setara dengan objeknya.

  • 2.    Pendekatan biaya

Suatu pendekatan yang memberikan ketersediaan terkait kerangka kerja yang sifatnya tersistem sebagai langkah dalam melakukan estimasi pada nilai asset yang tidak memiliki wujud dengan didasarkan pada prinsip dalam ekonomi substitusi yang setara dengan biaya yang dikeluarkan yang mana ini ialah suatu bentuk pemngganti yang setara dengan fungsi kegunaannya.

  • 3.    Pendekatan pendapatan

Suatu pendekatan yang memberikan ketersediaan terkait kerangka kerja yang sifatnya tersistem sebagai langkah dalam melakukan estimasi pada nilai asset yang tidak memiliki wujud dengan didasarkan pada kapitalitas dari pendapatan ekonomi ataupun nilai saat ini dan juga nilai pada masa yang akan datang.

Earl Maumann dalam bukunya yang berjudul “Creating Customer Value: The Path To Sustainable Competitive Advantage” menyatakan bahwa ada beberapa kompinen yang digunakan konsumen dalam menilai suatu produk yang berkualitas yakni kualitas produs, kualitas dari pelayanan, harga dan juga citra.25 Ketika konsumen bisa merasakan keempat hal tersebut dalam suatu produk, maka kemudian konsumen tentunya akan memberikan nilai yang memuaskan pada produk tersebut yang emnjadikan evaluasi dari konsumen pada produk itu semakin besar. Selanjutnya, ketika evaluasi ini menjadi besar, kemudian akan terbentuk suatu persepsi dari konsumen terkait nilai baik untuk perusahaan. Ketika hal ini dilakukan dalam perihal guna memperhitungkan nilai ekonomi suatu karya ciptaan yang sudah masuk dalam daftar hak cipta dan keempat komponen tadi sudah bisa dipenuhi, maka ciptaan tersebut dianggap layan dan bisa digunakan sebagai objek yang bisa menjamin utang dari pihak perbankan. Hal ini dilarenakan barang tersebut sudah memiliki faktor “marketable” dan juga “secured” buat pengambilan suatu dana pinjaman. Secured di sini artinya objek yang dimanfaatkan untuk objek jaminan harus aman. Kemudian untuk “marketable”

sendiri maknanya ialah barang yang dijadikan jaminan harus bisa dijualbelikan kembali dengan mudah.

Adapun kriteria yang harus bisa dimiliki oleh hak cipta sebelum dijadikan jaminan fidusia dari bak ataupun non-bank ialah :

  • 1.    Memiliki nilai ekonomis.

Untuk dapat menilai nilai ekonomis dari hasil karya cipta yang nantinya akan dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, pihak bank atau pemberi pinjaman dapat menggunakan beberapa cara yaitu:

  • a.    Melihat tingkat intesitas karya seni tersebut di tampilkan atau dimainkan “performing right jika semakin sering karya seni tersebut dimainkan atau di tampilkan maka akan semakin tinggi nilai dari karya seni tersebut.

  • b.    Melihat jumlah pencarian di beberapa situs resmi seperti akan semakin tinggi nilai dari karya seni tersebut.

  • c.    Melihat jumlah pencarian di beberapa situs resmi seperti Youtube, Google dan lain lainnya.

  • d.    Melihat ketenaran atau popularitas si pencipta atau pemilik karya cipta

  • 2.    Terdaftar di dirjen HKI dan sesuai dengan ketentuan UUJF.

Untuk dapat diajukan menjadi objek jaminan fidusia, hal pertama yang harus diperhatikan yaitu melihat apakah karya cipta tersebut sudah terdaftar di Kemenkumham untuk mendapatkan adanya kepastian hukum. Pelaksanaan pendaftaran atas objek jaminan tersebut haruslah sesuai dengan UUJF sebagaimana telah tercantum pada Pasal 11 sampai dengan 18.

  • 3.    Masih dalam masa perlindungan.

  • 4.    Merupakan milik Pribadi.

Objek yang dijadikan jaminan harus miliki dari individu yang memberikan fidusia ini dan bukan barang yang statusnya masih milik orang lain.

  • 5.    Dapat beralih atau dialihkan.

Objek yang dijadikan jaminan harus miliki dari individu itu sendiri yang bisa dialihkan atapun beralih kepemilikannya baik hanya Sebagian ataupun seluruhnya yang mana hal ini selaras dalam UUJF Pasal 1 Angka 4 terkait hak cipta yang dialihkan harus dilaksanakan dengan sejelas mungkin dan juga dengan cara tertulis baik dengan disertau ataupun tidak akta notasi yang mana hal ini telah diatur berdasarkan apa yang sudah dijelaskan dalam UUHC Pasal 16 Ayat 2 UUHC Pasal 5.26

  • 3.3 Eksekusi Atas Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Apabila Pihak Kreditur Terbukti Melakukan Wanprestasi.

Pada umumnya eksekusi terhadap hak cipta yang digunakan untuk jaminan fidusia ini bisa dilakukan namun hak cipta ini haruslah menjadi suatu bagian dari harta benda yang mana bisa digunakan sebagai harta kekayaan dari pihak debitur atau dapat dikatakan hak cipta yang bisa digunakan sebagai jaminan fidusia maka kemudian akan dilakukan pengalihan hak yang disesuaikan dengan UUJF. Eksekusi atas hak cipta yang digunakan objek penjaminan dari fidusia merupakan suatu bentuk cara yang bisa digunakan ketika ada persitiwa berkaitan dengan hukum itu terjadi. Suatu perlindungan ini bisa dinyatakan suatu bentuk perlindungan hukum jika unsur dibawah ini dapat dipenuhi yakni :

  • 1.    Ada perlindungan yang diberikan pemerintah untuk warganya

  • 2.    Suatu bentuk penjaminan akan kepastian hukum

  • 3.    Ada suatu sanksi yang bisa menghukum tiap pihak yang melakukan pelanggaran

  • 4.    Memiliki kaitannya dengan hak dari warga negara.27

Dalam rangka untuk melindungan kepentingan dari beberapa pihak dalam hal ini yaitu debitur dan kreditur akibat dari adanya wanprestasi, maka dalam prakteknya akan dibuatkan beberapa klausula yang ada dalam bentuk perjanjian pokok secara khusus yang membahas terkait hak cipta yang digunakan sebagai barang jaminan, hal tersebut dilakukan karena untuk saat ini peraturan terkait keberjalanan hak cipta untuk jaminan fidusia masih belum terbit, yang mana kemudian hal ini menjadikan hak cipta tidak bisa digunakan menjadi objek jaminan yang utama, melainkan objek jaminan tambahan.

Berdasarkan ketentuan yang ada dalam KUHPer Pasal 1131 mengatur yakni segala bentuk kebendaan dari pihak yang memiliki utang baik yang bergerak ataupun tidak yang saat ini sudah ada ataupun baru ada di waktu yang akan datang ialah suatu bentuk barang yang akan menjadi suatu bentuk tanggungan dari setiap perikatannya dengan perseorangan. Selanjutnya dijelaskan pula di KUHPer Pasal 1132 yakni kebendaan ini ialah suatu bentuk jaminan yang secara bersamaan diberikan pada setiap individu yang memberikan utang pada pihak yang berutang. Selanjutnya pendapatan yang dihasilkan dari bend aitu nantinya akan dibagi dengan cara yang imbang yakni sesuai dengan besar ataupun kecilnya piutang yang dimilikinya masing-masih. Namun, hal ini bisa dikecualikan ketika pihak yang memiliki piutang memiliki suatu alasan yang sah untuk bisa diberikan terlebih dahulu. Adapun ada 2 bentuk jaminan yakni:

  • 1.    Jaminan Umum

Suatu bentuk jaminan yang diperuntukkan bagi setiap debitur yang berkaitan dengan setiap kekayaan yang dimiliki oleh pihak debitur,28 Dari paparan definisi terkait jaminan umum ini dapat diketahui yakni benda jaminan tidak hanya digunakan oleh pihak kreditur namun hasil dari penjuakan dari barang jaminan ini yang nantinya akan dibagikan dengan adil dan rata pada setiap kreditur disesuaikan dengan jumlah hutang yang dimiliki oleh pihak debitur. Adapun jaminan umum ini masih belum menjamin keamanan untuk pihak kreditur dalam memperoleh pelunasan akan hutang yang diberikan secara penuh. Adapun cara lain yang bisa menjamin pelunasan keseluruhan dari piutang kreditur ini diperlukan suatu bentuk jaminan lain yang bisa menjadikan kreditur sebagai kreditur preferent yakni kreditur yang bisa dibayarkan terlebih dahulu piutang yang dimiliki dibandingkan dengan kreditur yang lainnya.

  • 2.    Jaminan khusus

Jaminan ini diatur dalam KUHPer Pasal 1133 dengan terbatas namun tegas yang mana dijelaskan ini ialah suatu bentuk jaminan yang memberikan hak secara khusus untuk bisa didahulukan disbanding dengan individu lain yang memiliki piutang terbit dari hak istimewa, gadai, dan juga hipotek. Sehingga pendahuluan pembayaran ini ada diatur dalam UU dan juga karena adanya perjanjian dari pihak kreditur dan juga debitur. J. Satrio menyatakan jaminan

khusus ini bukan suatu bentuk penjaminan bahwa piutang bisa dilunasi namun hanya memberikan jaminan khusus adanya pemenuhan dalam tagihan. Sehingga, pembagian dari bentuk pembagian dari jaminan yang terbagi ke dalam hak jaminan kebendaan dan perorangan. Jaminan kebendaan di sini ialah sutau bentuk jaminan hak menjamin para kreditur pada syatu benda yang dimiliki debitur untuk bisa memanfaatkannya ketika debitur mengalami wanprestasi. Jaminan kebendaan ini yang bisa diberikan ialah barang yang sifatnya bergerak maupun tidak. Pada benda bergerak sendiri yang bisa digunakan sebagai gadai dan juga fidusia, dan benda yang tidak bergerak bisa dijadikan jaminan untuk menjadi hak tanggungan. Sedangkan jaminan perorangan yang didefinisikan oleh Subekti menyatakan ialah suatu bentuk perjanjian yang terjadi dari pihak debitur dan kreditur dengan pihak ketiga yang bisa memberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban dari individu yang memiliki hutang.29 Jaminan ini tidak membuat kreditur untuk bisa didahulukan di benda-benda tertentu. Hal ini dikarenakan kekayaan dari individu pihak ketiga hanya sebagai jaminan dari suatu ikatan ini terjadi seperti borgtocht.30

Pada dasarnya hak jaminan kebendaan harus bisa memiliki 2 unsur yang terpenuhi yakni bisa dipindahtangankan ataupun dialihkan kepada orang lain dan bisa diuangkan ataupun memiliki nilai ekonomis ketika benda itu dijual.31 Sehingga apabila meninjau pemaparan tersebut disimpulkan selama benda/barang jaminan tersebut mempunyai nilai ekonomi/jual di dalamnya maka benda tersebut bisa dimanfaatkan sebagai barang penjamin sehingg bisa dieksekusi dari barang jaminan tersebut. Dalam hal yang berkaitan dengan hak cipta sebagai jaminan fidusi, pelaksanaan objek hak cipta ini harus tunduk dan patuh akan ketentuan peraturan yang berlaku dimana hal ini berhubungan dengan jaminan fidusia pada umumnya. Penegakan tersebut adalah penegakan nilai ekonomis dari hak cipta yang sebagaimana dapat ditegakkan dalam suatu Lembaga parate executie.32

  • 4. Kesimpulan

Hak cipta yang digunakan sebagi objek jaminan fidusia di suatu perjanjian kredit yang ada dalam dunia perbankan yang ada di Indonesia masih belum dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal seperti masih belum terdapat aturan lanjutan mengenai ketentuan yang ada pada pasal 16 Ayat 4 UUHC serta belum adanya Lembaga yang dapat dan memiliki wewenang sebagai pihak yang melakukan penilaian pada nilai ekonomi dari suatu hak cipta. Untuk dapat mengetahui kualifikasi hak cipta yang bisa digunakan objek jaminan fidusia dapat dilakukan melalui disiplin ilmu lain untuk dapat melakukan penilaian pada nilai ekonomis dari suatu hak cipta yaitu dengan cara melihat nilai pakai, niali tukar, pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, pendekatan biaya, kualitas dari produk dan pelayanan, harga serta citra, sedangkan dalam hak untuk menjamin hak cipta sebagai objek jaminan fidusia dari

pihak bank dan non-bank belum mengamalkan hak cipta itu dalam penjaminan fidusia. Ada beberapa hal yang harus bisa dipenugi yakni memiliki nilai ekonomis, sudah ada dalam daftar dirjen HI, dan jugsa sesuai denga napa yang ditetapkan UUJF, dapat beralih atau dialihkan, masih dalam perlindungan dan merupakan benda pribadi. Pemberlakuan eksekusi dari hak cipta sebagai jaminan fidusia ini bisa dilakukan ketika kreditur terbukti melakukan wanprestasi masih dapat dilakukan selama objek kebendaan ini masih ada nilai ekonominya yang kemudian bend aini bisa digunakans ebagai jaminan dan akan dieksekusi. Plekasanaan dari objek hak cipta dalam jaminan fidusia ini harus tunduk dan patuh akan ketentuan peraturan yang ada yang memiliki kaitan dengam jaminan fidusia secara umum. Penegakan tersebut adalah penegakan nilai ekonomis dari hak cipta yang sebagaimana dapat ditegakkan melalui Lembaga parate executie.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asikin, Zainal Amiruddin. “Pengantar Metode Penelitian Hukum". (Jakarta: Rajawali Pers, 2016)

Hasbullah, Frieda Husni. “Hukum Kebendaan Jilid 2.” (Jakarta: Indo Hil Co, 2008)

Oey, Hoey Tiong. “Fiducia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan”.( Ghalia Indonesia, 1984)

Satrio, J. “Hukum jaminan hak jaminan kebendaan Fidusia”. (Citra Aditya Bakti, 2002) Subekti. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia. (Bandung:

Citra Aditya Bhakti, 1989)

Usman, Rachmadi. Hukum hak atas kekayaan intelektual: perlindungan dan dimensi hukumnya di Indonesia. (Alumni, 2003)

JURNAL

Artana, I. Nengah, Ni Ketut Supasti Dharmawan, and Ni Putu Purwanti. "Pelaksanaan perjanian kredit dengan jaminan hak cipta dalam praktek perbankan di kota denpasar." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2017)

Azmi, Muhammad Yuris, Hernawan Hadi, and Moch Najib Imanullah. "Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Dan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia." Privat Law 4, no. 1 (2016)

Dewi, Gusti Agung Putri Krisya, And I. Wayan Novy Purwanto. "Pelaksanaan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Di Bidang Pembajakan Sinematografi (Film/Video)." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, No. 1, (2018)

Handayani, Widya Marthauli. "Keberlakuan Hukum Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta." Jurnal Legislasi Indonesia 16, no. 2 (2019)

Kurnianingrum, Trias Palupi. "Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Kredit Perbankan (Intellectual Property As Banking Credit Guarantee)." Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan 8, no. 1 (2017)

Mawarni, Komang Febri Berliana, Ni Ketut Sari Adnyani, and Si Ngurah Ardhya. "Kriteria hak cipta lagu sebagai objek jaminan fidusia ditinjau dari pasal 16 ayat (3) undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta." Jurnal Komunitas Yustisia 3, no. 3 (2021)

Merista, Ovia. "Hak Cipta Sebagai Obyek Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia." Veritas et Justitia 2, no. 1 (2016)

Mulyani, Sri. "Konstruksi Konsep Hak Atas Merek Dalam Sistem Hukum Jaminan Fidusia Sebagai Upaya Mendukung Pembangunan Ekonomi." Masalah-Masalah Hukum 43, no. 2 (2014)

Mulyani, Sri. "Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan) Untuk Mendapatkan Kredit Perbankan Di Indonesia." Jurnal Dinamika Hukum 12, no. 3 (2012)

Naumann, Earl. Creating customer value: the path to sustainable competitve advantage. SouthWestern Pub, (1995)

Purwaningsih, Endang, Nurul Fajri Chikmawati, and Nelly Ulfah Anisariza. "Kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia dalam upaya mendapatkan kredit pada lembaga keuangan." Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 11, no. 1 (2020)

Putra, Putu Yoga Utama, and Anak Agung Sri Indrawati. "Perlindungan Hukum Terhadap Praktik Plagiarisme Karya Seni Lagu/Musik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 9, no. 12 (2021)

Ramdani, Soni. "Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (2019)

Sudantra, I Ketut and Laksana, I Gusti Ngurah. “Di Balik Prevalensi Perkawinan Usia Anak Yang Menggelisahkan: Hukum Negara Versus Hukum Adat - Behind Concerning Prevalence Of Children Age Marriage: State Law Versus Adat Law”. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan. Vol.7, No.1 (2019)

Tampubolon, Wahyu Simon. "Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari Undang Undang Perlindungan Konsumen." Jurnal Ilmiah Advokasi 4, no. 1 (2016)

Ulinnuha, Lutfi. "Penggunaan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia." J. Priv. & Com. L. 1 (2017)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Udang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168. Sekretariat Negara. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lembaran Negara RI Tahun 2014 No.266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 11 Tahun 2022 hlm 1208-1222

1222