PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS

Radha Putri Nandini, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui faktor-faktor yang mampu mempengaruhi seseorang yang dimana dalam jurnal ini lebih mengkhusus kepada profesi Notaris dalam melakukan tindak pidana khususnya penggelapan serta bagaimana pengaturan hukum terkait tindak pidana penggelapan apabila dilakukan oleh Pejabat Umum yaitu Notaris. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum empiris yang dimana melihat permasalahan yang terjadi langsung pada masyarakat kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menyatakan Notaris dalam melakukan tindak pidana penggelapan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mentalitas yang dimiliki seorang Notaris sebagai Pejabat Umum, upaya pemenuhan kebutuhan hidup, adanya niat dan kesempatan serta sifat tamak yang ada dalam diri manusia. Penegakkan hukumnya pun memiliki prosedur yang cukup berbeda karena Notaris disini sebagai Pejabat Umum.

Kata Kunci : Pejabat Umum, Notaris, Penggelapan

ABSTRACT

This research aims to find out the factors that can influence a person in which in this journal it is more specific to the notary profession in committing criminal acts, especially embezzlement and how the legal arrangements related to criminal acts of embezzlement are carried out by public officials, namely notaries. The research method used in writing this journal is empirical legal research which looks at problems that occur directly in the community and is then linked to the applicable laws and regulations. This study states that the Notary in committing the crime of embezzlement is certainly influenced by several factors, namely the mentality of a Notary as a Public Official, efforts to fulfill the necessities of life, the existence of intentions and opportunities and the nature of greed that exists in humans. Law enforcement also has quite different procedures because the Notary is here as a General Official.

Keywords: Public Official, Notary, Embezzlement

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”1 menjelaskan bahwa tidak ada satupun yang berkedudukan di atas hukum. Dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di Indonesia pun semuanya harus berdasarkan atas hukum yang berlaku di Indonesia. Segala bentuk tindakan yang dilakukan seluruh lembaga negara dalam menjalankan tanggung jawabnya harus berdasar atas hukum. Tidak hanya itu, seluruh Lembaga negara juga harus mampu bertanggung jawab secara hukum dalam menyelenggarakan ketertiban umum.

Sebagai salah satu pejabat umum yang berhadapan langsung dengan masyarakat serta bertugas untuk melayani masyarakat utamanya dalam bidang hukum yaitu Notaris yang dalam melakukan tugas dan wewenangnya tentunya harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Namun sangat disayangkan, tidak sedikit juga Notaris yang mencari keuntungan dengan cara memanfaatkan jabatannya sendiri. Seperti banyaknya kasus yang terjadi seorang Notaris tidak lagi melaksanakan tugasnya untuk membacakan akta. Sehingga hal ini akan menyebabkan akta tersebut menjadi akta di bawah tangan, namun dalam akta tersebut masih tercantumkan bahwa akta tersebut “telah dibacakan oleh saya, Notaris”. Penggelapan uang yang berpeluang dilakukan oleh Notaris dengan menyalahgunakan uang milik nasabahnya yang seharusnya digunakan dalam menjalankan berkas nya tersebut.

Hal ini disebabkan karena zaman yang terus berkembang yang berdampak pada perkembangan teknologi yang menjadikan manusia hidup lebih modern dan dinamis. Masyarakat juga nantinya akan menyesuaikan tatanan serta gaya hidup dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup menjadi serba praktis dan cepat. Maka dari itu, semakin meningkat kebutuhan hidup maupun keinginan manusia, semakin tinggi pula nominal rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi semua itu. Adanya tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat beberapa orang meng halalkan segala cara seperti melakukan tindak pidana penggelapan uang, termasuk Notaris yang dapat dikatakan memiliki peluang yang begitu luas untuk melakukan penggelapan uang.

Modernisasi inilah yang nantinya memberikan dampak yang tidak baik untuk kehidupan bermasyarakat. Seperti salah satu contohnya yaitu munculnya berbagai jenis tindak pidana yang menurut Moeljatno “Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi) pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut”.2 Tindak pidana itu sendiri terbagi menjadi tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran. Menurut Cecar Lambroso, “faktor penyebab terjadinya tindak pidana terletak dalam diri pribadi manusia dan keadaan alam sekeliling kehidupan manusia”.3 Sebagian besar tindak pidana penggelapan uang yang terjadi di Indonesia ini menunjukkan bahwa tindakan tersebut terjadi karena pengaruh dari intelektualitas yang tinggi yang dimiliki seorang pelaku tindak pidana penggelapan.4

Pada penelitian sebelumnya, dalam penulisan yang berjudul, “Penggelapan Uang Titipan Pembayaran Pajak Bumi Bangunan oleh Notaris/PPAT dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi”5 yang ditulis oleh Putri Resa Utami, Mohammad Effendy dan Mispansyah, dengan menggunakan metode normatif, pada penulisan tersebut ditemukan kesimpulan bahwa Notaris/PPAT yang menggelapkan uang pajak ini termasuk kedalam ranah tindak pindana khusus yaitu tindak pidana korupsi. Dengan terjadinya transaksi jual belu yang menimbulkan kewajiban pajak bagi para pihak selaku wajib pajak tersebut, kemudian tidak disetorkannya uang pembayaran pajak PBB yang sudah dititipkan oleh wajib pajak kepada Notaris/PPAT ke Kas Negara tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi, maka dengan mengacu pada definisi tentang kerugian negara bahwa kerugian negara terjadi karena berkurangnya asset negara baik yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum seseorang, di mana berkurangnya aset tersebut terjadi karena uang yang seharusnya tidak keluar dari kas negara tetapi ternyata keluar dari kas negara ataupun uang yang seharusnya masuk ke kas negara ternyata tidak di masukan ke kas Negara, maka kejadian tersebut setidak-tidaknya dapat mengakibat-kan terjadinya kerugian keuangan negara.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apa faktor – faktor yang mempengaruhi Notaris sebagai Pejabat Umum dalam melakukan tindak pidana penggelapan uang ?

  • 2.    Bagaimana pengaturan hukum terhadap tindak pidana penggelapan uang yang dilakukan oleh notaris ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mampu mempengaruhi seseorang yang dimana dalam jurnal ini lebih mengkhusus kepada profesi Notaris dalam melakukan tindak pidana khususnya penggelapan serta bagaimana pengaturan hukum terkait tindak pidana penggelapan apabila dilakukan oleh Pejabat Umum yaitu Notaris.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum empiris yang dimana mengamati langsung permasalahan yang terjadi pada masyarakat yang mana segala sesuatunya benar apabila didukung oleh data dan fakta6 dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan yang mana dilakukan untuk mendukung meneliti aturan-aturan hukum terhadap Notaris dalam melakukan penggelapan yang menjadi fokus dalam penulisan jurnal ini dan juga pendekatan fakta yang mana berfokus pada kenyataan yang terjadi. Dalam penulisan jurnal ini, saya menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dimana saya kumpulkan melalui inventarisasi peraturan perundang-undangan dan buku kepustakaan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Melakukan Tindak Pidana Penggelapan Uang

Pengertian dari penggelapan uang dikemukakan oleh Lamintang adalah “penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum”.7 Yang mana dapat dikatakan bahwa penggelapan tidak hanya mencakup uang saja, melainkan meliputi hak dan juga kepercayaan. Namun, yang kerap kali terjadi dalam masyarakat yaitu penggelapan uang yang terjadi karena berbagai faktor. Tidak hanya itu, dalam melakukan penggelapan, barang yang diambil milik orang lain tersebut dapat secara keseluruhan ataupun sebagian, yang dimana artinya penggelapan tersebut tetap ada meskipun ada sebagian yang masih dimiliki oleh orang lain.

Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Bab XXIV menjelaskan bahwa “Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk mengalih-milik (pencurian), menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain”.8 Tindakan ini tentu saja termasuk ke dalam tindakan melawan hukum yang dimana pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana yang menurut Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Dalam melakukan penggelapan, unsur-unsur yang harus terpenuhi menurut Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu : “unsur barangsiapa; unsur dengan sengaja; unsur melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; unsur yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.”

Apabila kita bandingkan dengan pencurian, penggelapan adalah salah satu tindak pidana dari Negara jerman yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana baru. Dalam KUHP Buku II Pasal 372-377 disebutkan bahwa “Penggelapan uang merupakan jenis kejahatan yang dilakukan terhadap harta benda”. Terkait faktor terjadinya tindak pidana penggelapan hampir sama dengan faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan pada umumnya. Hal itu tentu karena tindak pidana penggelapan uang merupakan bagian dari kejahatan sesuai dengan yang dijelaskan dalam KUHP Buku II Pasal 372-377.

Teori-teori yang menyangkut tentang kriminologi terkait penyebab terjadinya kejahatan merupakan teori yang sangat berpengaruh dalam timbulnya tindak pidana penggelapan. Terdapat beberapa sebab yang menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya kejahatan khususnya penggelapan penggelapan oleh seorang pelaku kejahatan yaitu, antara lain:9

  • a.    Mentalitas yang dimiliki seorang Notaris sebagai Pejabat Umum

Terjadinya tindak pidana penggelapan dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu mentalitas yang dimiliki Notaris tersebut. Seseorang yang memiliki mentalitas yang kurang baik dikatakan lebih mudah dipengaruhi untuk melakukan tindakan tidak sesuai, begitu pula Notaris sebagai pejabat umum. Apabila notaris yang memikul tanggung jawab yang begitu besar tidak memiliki mentalitas yang baik, maka dengan mudah akan dipengaruhi untuk melakukan tindakan yang menyimpang termasuk melakukan tindak pidana penggelapan.

  • b.    Faktor pemenuhan kebutuhan hidup

Semakin berkembang dan modern kehidupan manusia, tekanan hidup seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup nya juga akan semakin meningkat. Gaya hidup yang konsumtif adalah salah satu contoh faktor pendorong seseorang dalam melakukan tindakan menyimpang demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang sebenarnya tidak sesuai dengan kemampuannya.

  • c.    Niat dan kesempatan

Dua hal ini merupakan dua faktor yang sangat berkaitan erat. Adanya niat, tanpa adanya kesempatan, maka tindak pidana penggelapan tidak mungkin dapat terjadi. Begitu pula sebaliknya, apabila tidak adanya niat untuk melakukan penggelapan, namun terdapat kesempatan untuk melakukannya, maka tindak pidana penggelapan tetap tidak akan terjadi.

  • d.    Ketamakan yang dimiliki manusia

Tindak pidana khususnya penggelapan tidak hanya memandang status sosial seseorang. Setiap orang berpotensi melakukannya, orang miskin atau orang yang berpenghasilan kurang memadai, maupun orang kaya dengan penghasilan yang besar masih berpotensi melakukan penggelapan karena sifat tamak yang dimilikinya yang tentu saja bertujuan untuk memperkaya diri sendiri.

Sama halnya dengan Notaris yang diberikan tanggung jawab sebagai pejabat umum atas perbuatannya yang melenceng atau dapat dikatakan melakukan tindak pidana sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta dan bertanggung jawab penuh atas uang pajak dalam pengurusan berkas-berkas milik penghadap. Hal ini karena pemerintah mengangkat Notaris bertanggung jawab sebagai pejabat umum bukan hanya semata untuk kepentingan pribadinya, melainkan berkepentingan melayani seluruh masyarakat.

Jasa Notaris dalam melayani masyarakat berkaitan erat dengan persoalan kepercayaan yang besar yang diberikan kepada Notaris tersebut. Oleh karena itu pemerintah memberikan kepercayaan yang begitu besar kepada Notaris, sehingga Notaris dalam keadaan apapun harus mampu bertanggung jawab yang mana berupa tanggung jawab hukum maupun tanggung jawab moral.

  • 3.2.    Pengaturan Hukum Terkait Penggelapan Uang yang Dilakukan Oleh Notaris

Tindak pidana khususnya penggelapan dapat terjadi dan sudah terjadi hampir di seluruh bagian Indonesia. Serta dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat dan bisa terjadi kepada seluruh masyarakat Indonesia pula. Penegakan hukum terhadap penggelapan di Indonesia sudah seharusnya dilakukan secara tegas. Tidak hanya untuk memberikan efek jera pada pelakaunya, hal itu juga untuk keamanan dan kenyamanan seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupannya.

Menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN, “Notaris memiliki kewenangan umum untuk membuat akta autentik mengenai perjanjian, perbuatan dan ketetapan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik”. Selain itu, menurut Pasal 15 ayat (2) UUJN, Notaris berwenangan khusus untuk :10 “mengesahkan tanda tangan dan memastikan tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan perjanjian tersebut dalam suatu buku khusus; membukukan suatu surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam buku khusus; membuat salinan dari surat asli di bawah tangan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; melakukan pengesahan terkait dengan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; memberikan suatu penyuuhan hukum terkait

pembuatan akta; membuat akta yang bersangkutan dengan pertanahan; dan membuat akta risalah lelang”.

Dengan begitu banyak wewenang dan tanggung jawab yang diemban notaris, tentu notaris juga memiliki batasan-batasan dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya. Apabila notaris melakukan perbuatan yang menyalahgunakan wewenang nya maupun tindakan yang sudah termasuk tindak pidana seperti penggelapan uang, maka tentu ada akibat hukum yang akan diterimanya.11 Menurut Henny Hartati dan Habib Adjie, “Pertanggungjawaban ditentukan oleh sifat pelanggaran dan akibat hukum yang ditimbulkan olehnya”.12

Pertanggungjawaban yang dapat dibebankan kepada notaris yang melakukan tindak pidana terdiri dari pertanggungjawaban administratif, perdata dan pidana.13 Notaris yang menjadi pelaku penggelapan memang harus dihukum untuk menciptakan rasa keadilan di masyarakat bahwa hukum tidak memihak dan setiap orang adalah sama di mata hukum (equity before the law). Tindak pidana penggelapan ini merupakan salah satu tindak pidana yang paling sering dilakukan oleh seorang Notaris.

Berdasarkan KUHP, penggelapan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yakni : penggelapan biasa; penggelapan ringan; penggelapan dengan pemberatan; dan penggelapan dalam Keluarga.

Pasal 374 KUHP yang berbunyi “Penggelapan yang dilakukan oleh seorang yang penguasaannya terhadap barang, disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu. diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”, hal ini berarti Notaris yang melakukan penggelapan seharusnya dituntut dengan Pasal 374 KUHP yang merupakan pengkhususan dari Pasal 372 KUHP yang mengatur terkait penggelapan biasa. Ketika Notaris menerima uang titipan penghadap kemudian menggelapkan uang tersebut, maka disana terjadi lah penggelapan dengan pemberatan, mengingat Notaris tersebut menerima uan tersebut karena penghadap percaya bahwa Notaris merupakan pihak yang netral dan percaya dengan jabatan profesi Notaris.14

Penggelapan dengan pemberatan ini terjadi apabila penggelapan tersebut dilakukan oleh pelaku karena hubungan kerjanya, jabatannya, dan/atau karena imbalan uang, yang mana apabila Notaris melakukan tindak pidana penggelapan uang maka Noatrsi melakukannya karena jabatannya. Hal ini karena kepercayaan penghadap yang menitipkan uang tersebut kepada Notaris bahwa Notaris selaku pejabat umum merupakan pihak yang netral dan dapat dipercaya. Dalam melakukan tindak pidana penggelapan uang, Notaris yang memiliki jabatan sebagai pejabat umum yang diangkat langsung oleh pemerintah tidak dapat dijadikan sebagai sebuah pertimbangan untuk meringankan sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepadanya. Hal ini mengingat perbuatan Notaris yang demikian akan

mengancam kredibiltas profesi dari seorang Notaris dan akan merugikan masyarakat yang di layani oleh Notaris tersebut.15

Adanya Notaris pengganti disini merupakan salah satu akibat yang timbul apabila Notaris melakukan tindak pidana yang akhirnya di tahan. Karena menurut Pasal 1 Angka 3 UUJN, “Notaris pengganti diartikan sebagai seseorang yang untuk sementara waktu diangkat sebagai Notaris untuk sementara waktu menggantikan Notaris yang sedang sakit, cuti, atau berhalangan menjalankan jabatannya selaku Notaris”.

Ketentuan tentang penggelapan uang di atur dalam Pasal 362 KUHP yang dimana “Apabila dilihat dari segi perbuatan yang dilakukannya tidak berasal dari pelaku dan terlebih dahulu harus direncanakan, dari pada penggelapan dari segi perbuatannya sudah terlebih dahulu diketahui.”16 KUHP merumuskan 5 model tindak pidana penggelapan yaitu kejahatan penggelapan yang penting, selanjutnya model tindak pidana penggelapan yang bersifat ringan, lalu model kejahatan penggelapan berdasarkan unsur yang menitikberatkan, dan selanjutnya model tindak pidana penggelapan terhadap suatu lingkungan keluarga.

Dengan demikian, penggelapan dalam KUHP yaitu dalam Pasal 372 merupakan kejahatan yang di dalamnya berisi “Unsur-unsur: Dengan sengaja; Barang siapa; Mengambil; Suatu benda; Sebagian/seluruhnya kepunyaan orang lain; Menguasai benda tersebut dengan melawan hukum serta Benda yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan”. Apabila seluruh unsur-unsur telah terpenuhi, maka Notaris yang disini sebagai pelaku dapat dikatakan sudah melakukan penggelapan. Dengan kata lain, tindakan tersebut merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan kepercayaan.

Dengan demikian pengawasan akan dilakukan karena adanya indikasi tindak pidana penggelapan uang yang dilakukan oleh Notaris, berdasarkan kode etika notaris yang telah disepakati bersama yaitu oleh Majelis Kehormatan Notaris.17 Untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan serta penjatuhan sanksi pada notaris, Majelis Pengawas dalam melaksanakan kewenangannya tersebut, telah ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dalam pengambilan suatu keputusan. Perlu dipahami, bahwa semua Majelis Pengawas bukan berasal dari profesi notaris, sehingga keputusan atau tindakan dari Majelis Pengawas dapat mencerminkan perbuatan sebagai instansi, dan tindakan anggota Majelis Pengawas bukan dianggap sebagai tindakan instansi.18

Kedudukan Notaris di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai pejabat umum merupakan jabatan yang penuh menopang kepercayaan masyarakat yang mana diberikan sekaligus oleh undang-undang dan masyarakat. Kepercayaan tersebut tentu untuk melaksanakan tugas yaitu melayani masyarakat. Dalam melakukan tanggung jawabnya tersebut Notaris diharapkan tetap menjunjung tinggi apa yang sebelumnya telah menjadi tanggung jawabnya seperti etika hukum, martabat serta keluhuran jabatannya. Apabila Notaris melakukan pelanggaran dalam pembuatan akta ataupun tanggung jawab terhadap uang titipan milik penghadap yang dilakukan baik sengaja maupun yang tidak, maka Notaris

harus mempertanggungjawabkan tindakannya. Dapat dilihat dalam kehidupan nyata Notaris yang berkedudukan sebagai pejabat umum seringkali menjadi pelaku maupun hanya terlibat dalam perkara hukum. Maka dari itu, untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang: “- Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan Notaris; dan

- Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris”.19

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 yang berbunyi: “Kewenangan yang dimiliki MKN untuk memberikan persetujuan atau menolak permintaan dari penyidik, jaksa, maupun hakim yang hendak memanggil dan memeriksa Notaris dalam persidangan yang sebelumnya merupakan kewenangan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), yang kini telah dinyatakan tidak berlaku lagi.” Maka dari itu prosedur pemanggilan Notaris yang boleh dilakukan oleh penyidik adalah sebagai berikut: “Permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dan pemanggilan Notaris oleh pihak penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris diajukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan; permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan; permohonan harus memuat paling sedikit: nama Notaris, alamat kantor Notaris, nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dan pokok perkara yang disangkakan; ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan; serta apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui, dianggap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menerima permintaan persetujuan”.20

  • IV.    Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi Notaris sebagai pejabat umum dalam melakukan tindak pidana penggelapan meliputi mentalitas yang dimiliki seorang Notaris sebagai Pejabat Umum, upaya pemenuhan kebutuhan hidup, adanya niat dan kesempatan serta sifat tamak yang ada dalam diri manusia. Notaris yang sudah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya atau apabila tindakan tersebut sudah melibatkan hak orang lain maka Notaris tersebut sudah melakukan tindak pidana penggelapan. Apabila terdapat indikasi bahwa Notaris melakukan penggelapan, maka akan segera dilakukan pengawasan. Setelah itu untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan serta penjatuhan sanksi pada notaris akan dilakukan oleh Majelis Pengawas dan dalam melaksanakan kewenangannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap indikasi penggelapan yang dilakukan oleh Notaris dan dalam proses pengambilan suatu keputusan harus sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Pemanggilan Notaris oleh penyidik pun memiliki prosedur nya tersendiri yaitu harus sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris dalam Pasal 23 sebagai berikut:

“Permohonan persetujuan pengambilan minuta akta atau protokol Notaris dan pemanggilan Notaris oleh pihak penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris diajukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan; Permohonan disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan tembusannya disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan; Permohonan harus memuat paling sedikit: a. nama Notaris; b. alamat kantor Notaris; c. nomor akta dan/atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan d. pokok perkara yang disangkakan; Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.”

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Anshori, Abdul Ghofur. 2016. Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika. Yogakarta: UII Press Yogyakarta.

H, Adjie. 2017. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Ilyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang education Yogyakarta & PuKAP- Indonesia.

Sadaryono. 2009. Hukum Pidana. Surakarta: Buku Pegangan Kuliah.

Santoso, Topo. 2011. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

JURNAL:

D, Dahlan. 2016. Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Terkait Aspek Pidana Dibidang Kenotariatan. Jurnal Ilmu Hukum Volume 18 Nomor 1: 37-49.

Faisal, Edwar, A. Rani, Dahlan Ali. 2019. Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law. Jurnal Hukum & Pembangunan Volume 49 Nomor 1: 184-185.

Hartati, Henny & Adjie, H. 2018. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Notaris Pelaku Penggelapan Pajak Jual Beli Tanah (Studi Kasus Putusan Nomor : 300/PID.B/2015/PN.DPS). Jurnal Al-Qanun Volume 21 Nomor 1: 21.

Maramis, Murial Cattleya. 2012. Tata Cara Pemanggilan Notaris Untuk Kepentingan Proses peradilan Pidana Berkaitan dengan Akta Yang Dibuatnya. Lex Crimen Volume 1 Nomor 1: 5-20.

Massie, Mahendrie. 2017. Tindak Pidana Penggelapan Dalam Menggunakan Jabatan Berdasarkan Pasal 415 KUHP. Jurnal Hukum Volume 6 Nomor 7: 102.

Melyana. 2021. Penggelapan terhadap Uang Titip oleh Notaris dalam Pembuatan Perjanjian Kerjasama. Jurnal Hukum Vol 3 No. 2.

Pajduani, M. Alawi. 2019. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penggelapab Dalam Jabatan Notaris Berdasarkan pasal 374 KUHP (Putusan Nomor 54/PID.B/2016/PN.MTR)”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Mataram Volume 1 Nomor 17: 10.

Setiawan, Made Rony, A. A Sagung Laksmi Dewi, Ni Made Sukaryati Karma. 2020. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan dalam Situs Jual Beli Online. Jurnal Interpretasi Hukum Volume 1 Nomor 1.

Utami, Putri Resa. 2019. Pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap Akta pemindahan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan yang BPHTB-nya Belum Dibayar. Jurnal Wawasan Yuridika Volume 3 Nomor 2: 235-250.

-------, Mohammad Effendy, Mispansyah. 2022. Penggelapan Uang Titipan Pembayaran Pajak Bumi Bangunan oleh Notaris/PPAT dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Hukum Volume 1 Nomor 2: 116-130.

Wijaya, Anthony. 2014. Pertanggung Jawaban Pidana Adw Dan MBZM Terhadap Hasil Penggelapan Koperasi Su Ditinjau dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 2 Nomor 2: 1-11.

SKRIPSI

Barus, Jhoni Muda Pratama. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Uang” Skripsi, Universitas Pembangun Panca Budi, Medan, 2020.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 9 Tahun 2022 hlm 925-935

935