PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA EYELASH EXTENSION

Kadek Krisnanda Pandi Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penulisan jurnal ilmiah ini adalah untuk memberikan pemahaman mengenai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen pengguma eyelash extension yang dirugikan dan upaya penyelesaian terhadap kerugian konsumen sebagai pengguna eyelash extension. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini yaitu metode penelitian hukum empiris. Perlindungan terhadap konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang dalam penulisan ini akan membahas mengenai bentuk perlindungan hukum bagi konsumen eyelash extension yang dirugikan dan tanggung jawab pelaku usaha eyelash extension. Tertuang dalam “pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang hak konsumen serta dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha”, namun perlindungan hukum bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat jasa eyelash extension saat ini masih belum maksimal karena masih banyak yang melakukan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini eyelash extension. Walaupun tidak semua pelaku usaha eyelash extension menyebabkan kerugian pada konsumen, namun masih ada yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga menimbulkan kerugian pada konsumen. Pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha jasa pemasangan eyelash extension terhadap konsumen yang dirugikan dikarenakan beberapa faktor mewajibkan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi serta tidak mengulanginya lagi.

Kata Kunci: Jasa, Pertanggungjawaban, Penyelesaian

ABSTRACT

The purpose of writing this journal is to provide an understanding the accountability of business actors to consumers who use eyelash extensions that harmed by the product and complite with the solution. The research method used in this journal is empirical legal. Legal protection for consumers has been stated in Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection, which in this jornal will discuss the form of legal protection for consumers of eyelash extension who are harmed and the responsibility of eyelash extension business actors. Although it has been stated in “Article 4 of Law Number 8 of 1999 which regulates consumer rights and in Article 7 of Law Number 8 of 1999 which regulates the obligations of business actors”, but legal protection for consumers who experience losses due to eyelash extension services is currently not optimal because there are still many who commit violations committed by business actors, in this case eyelash extension. Although not all eyelash extension business actors cause harm to consumers, there are still some who do not carry out their obligations, causing losses to consumers. The implementation of the responsibility of eyelash extension service business actors towards consumers who suffer losses due to several factors obliging the eyelash extension business actors to be responsible for providing compensation and not repeating it.

Keywords: Service, Accountability, Accomplishment.

  • 1.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Zaman yang terus berkembang dan maju karena adanya globalisasi sangat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, khususnya bagi wanita yang mengutamakan penampilan. Cantik dan menarik adalah kesan pertama yang di inginkan wanita ketika dilihat oleh orang lain. Agar dapat terlihat cantik menarik tidak sedikit wanita yang rela menyisihkan sebagian dari penghasilannya serta menghabiskan waktunya untuk melakukan perawatan kecantikan salah satunya ialah Eyelash Extension atau pemasangan bulu mata buatan dengan teknik khusus.

Bagi kaum wanita penggunaan eyelash extension akan sangat membantu dalam mempersingkat waktu saat menggunakan kosmetik dan dianggap praktis karena konsumen akan tetap memiliki mata yang indah tanpa perlu lepas pasang bulu mata palsu. Banyaknya ketertarikan wanita untuk menggunakan eyelash extension membuka peluang bagi pelaku usaha menjalankan bisnis di bidang kecantikan terkhususnya eyelash extension. Peluang tersebut menciptakan persaingan bisnis yang ketat dalam menarik minat konsumen untuk menggunakan jasa eyelash extension dari pelaku usaha. Untuk memikat perhatian dan meyakinkan konsumen, para pelaku usaha memberikan penawaran menarik dengan cara memberikan potongan harga atau diskon serta menyediakan pelayanan ke rumah atau home service. Penawaran tersebut akan menjadi daya tarik untuk memikat konsumen, sehingga calon pelanggan tidak akan berfikir panjang untuk melakukan pemasangan eyelash extension di tempat jasa pelayanan eyelash extension yang di tawarkan tersebut.

Penggunaan eyelash extension dilakukan agar bulu mata asli terlihat lebih tebal, lentik, dan panjang. Teknik yang digunakan pun khusus yaitu dengan menyambungkan helai per helai bulu mata buatan pada bulu mata asli menggunakan perekat khusus. Pemasangan eyelash extension menghabiskan waktu sekitar 1 jam 30 menit sampai 2 jam. Teknik khusus ini dilakukan agar hasil yang di dapatkan maksimal sehingga eyelash extension dapat bertahan selama 1 bulan hingga 2 bulan bergantung juga dari kualitas lem serta cara merawat eyelash extension tersebut.

Sebelum memutuskan menggunakan eyelash extension sebaiknya konsumen memperhatikan beberapa hal yang dianggap penting agar nantinya tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan diri sendiri. Hal yang perlu diperhatikan seperti kualitas dari produk yang akan digunakan, sampel produk atau wujud fisik dari produk, alat yang digunakan dalam proses pemasangan serta testimoni atau pendapat dari pengalaman nyata konsumen yang telah menggunakan jasa eyelash extension terlebih dahulu. Pelaku usaha harus mempertahankan kualitas produk sesuai dengan standar yang seharusnya serta memberikan kepuasaan kenyamanan bagi konsumen. Dengan tetap dipertahankannya kualitas yang baik maka pelaku usaha akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Namun kepercayaan yang diberikan oleh konsumen tidak jarang disalahgunakan oleh pelaku usaha. Hal ini terbukti dengan adanya keluhan dari beberapa konsumen yang mengalami kerontokan pada bulu mata asli. Terdapat juga keluhan dari konsumen yang mengalami pembengkakan, kemerahan, dan iritasi pada mata dikarenakan kualitas lem yang kurang baik serta teknik pemasangan yang tidak tepat. Kesalahan dalam teknik pemasangan eyelash extension serta penggunaan kualitas produk yang kurang baik nantinya dapat berakibat fatal yaitu kebutaan pada mata. Sudah seharusnya pelaku usaha menjaga kepercayaan yang diberikan konsumen, tidak hanya semata-mata menghitungkan keuntungan yang diperoleh namun harus memperhatikan serta memberikan segala yang menjadi hak konsumen.

Kelalaian pelaku usaha menjadi faktor timbulnya kerugian bagi konsumen.

Tingkat kelalaian pelaku usaha dalam memberikan pelayanan jasa atau memberikan produk saat ini terbilang cukup tinggi. Kelalaian pelaku usaha ini dapat disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan pelaku usaha akan produk dan jasa yang menjadi usahanya. Namun terdapat juga kelalaian yang dilakukan secara sengaja oleh pelaku usaha dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak walaupun dirinya mengetahui efek samping yang akan dirasakan oleh konsumen. Produk atau pun jasa yang diberikan kepada konsumen belum tentu terjamin keamanan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatannya. Perbedaan prinsip yang terjadi antara subjek transaksi jual beli menjadi faktor munculnya kelalaian. Konsumen dengan keinginan memperoleh produk atau layanan jasa yang dibutuhkan agar terpenuhinya keinginan serta kebutuhan hidup bahkan sebisa mungkin dengan biaya yang terjangkau. Sedangkan pelaku usaha memperdagangkan produk atau jasanya untuk mendapatkan keuntungan. Tidak jarang untuk mendapatkan keuntungan dari usahanya, dampak jangka panjang yang seharusnya diperhatikan oleh pelaku usaha justru diabaikan demi untuk memenuhi keuntungan. Pelaku usaha harus memiliki etika bisnis yang artinya dalam setiap tindakan dalam menjalankan usaha atau produk yang dihasilkan harus memberikan output serta kontribusi bagi konsumen yang nantinya berdampak pada pembangunan perekonomian nasional.

Kerugian yang dirasakan konsumen menimbulkan keharusan untuk memberikan tanggung jawab berupa ganti rugi oleh pelaku usaha. Perlindungan terhadap konsumen diperlukan untuk menciptakan keadilan serta memberikan kepastian hukum dimana hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK. Lebih dulu, terdapat studi yang membahas dan memiliki keterkaitan dengan kelalaian pelaku usaha yang ditulis oleh Anak Agung Made Yuni Noviantari dengan judul Tanggung Jawab Hukum Jasa Make Up Artist Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Di Kota Denpasar. Studi tersebut terkhusus pada pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha jasa make up artist terhadap konsumen yang dirugikan di Kota Denpasar dengan melihat apakah perlindungan bagi konsumennya sudah dilaksanakan secara maksimal atau belum.1 Pada studi ini akan dibahas mengenai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha upaya penyelesaian terhadap kerugian yang diderita konsumen pengguna eyelash extension.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian latar belakang yang dipaparkan, maka penulis mengkaji rumusan masalah berikut, yaitu:

  • 1.    Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan eyelash extension?

  • 2.    Bagaimana upaya penyelesaian terhadap kerugian fisik maupun material bagi konsumen sebagai pengguna eyelash extension?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Jurnal ilmiah ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha kepada konsumen pengguna eyelash extension yang dirugikan dan upaya penyelesaian terhadap kerugian konsumen sebagai pengguna eyelash extension.

  • 2.    METODE PENELITIAN

Penelitian hukum memiliki suatu tujuan yakni untuk pengembangan hukum dan menjawab permasalahan hukum yang mencuat di masyarakat.2 Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris yaitu jenis penelitian penerapan dan pelaksanaan dari peraturan yang berlaku di masyarakat dengan menggunakan pengamatan di lapangan untuk melihat ada tidaknya kesenjangan atau ketimpangan antara norma yang berlaku (das sollen) dengan perilaku masyarakat (das sein). Penggunaan jenis penelitian ini yaitu untuk melihat pelaksanaan peraturan perundang-undangan di masyarakat terkait tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen pengguna eyelash extension yang dirugikan.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1.    Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang Mengalami

      Kerugian Akibat Penggunaan Eyelash Extension

Pada sistem transaksi jual beli berupa barang ataupun jasa, subjek yang berperan penting di dalamnya adalah pelaku usaha dan konsumen. Pentingnya peran dan keberadaan pelaku usaha serta konsumen menjadi dasar dibentukya peraturan yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dalam kegiatan perekonomian kedua subjek yang berperan penting tersebut memiliki hak dan kewajiban yang harus di penuhi. Apabila hak dan kewajiban masing-masing pihak terpenuhi dengan baik maka tidak ada pihak yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang dialami.

Harga produk sering kali menjadi daya tarik utama dan kunci bagi konsumen dalam membeli produk serta tidak jarang konsumen melupakan keamanan dan kenyamanan dari produk tersebut. Dalam kenyataannya, harga akan menentukan kualitas dari produk yang digunakan serta pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha. Harga dan kualitas akan selalu berkaitan dan harus diperhatikan karena nantinya akan mempengaruhi unsur kepercayaan dari konsumen untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Meskipun harga produk dan jasa yang beredar saat ini dapat dikatakan terjangkau, namun sangat penting memperhatikan keamanan dan kenyamanan dari pemasangan eyelash extension bagi para konsumen. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kelayakan bagi konsumen itu sendiri.3

Saat ini terdapat berbagai macam sikap pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Ada pelaku usaha eyelash extension yang benar-benar mengutamakan keamanan dan kenyamanan konsumennya namun terdapat juga beberapa pelaku usaha eyelash extension yang kurang memperhatikan hal tersebut atau dapat dikatakan lalai sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Keamanan dari penggunaan suatu produk dan kenyamanan atas jasa adalah perihal yang harus diberikan fokus lebih oleh pelaku usaha guna tetap menjaga kesehatan dan keselamatan konsumen yang nantinya mempengaruhi keberlangsungan usaha si pelaku usaha.

Hasil wawancara dengan korban pengguna eyelash extension pada tanggal 10 Juni 2022 yaitu Charen Puspadewi Tarani, pernah menggunakan eyelash extension di salah satu salon kecantikan dengan harga cukup murah kemudian berujung pada iritasi mata

karena teknik pemasangan bulu mata yang tidak dilakukan helai per helai atau menggumpal dan ketidakcocokan pada lem bulu mata yang digunakan. Karena pembengkakan dan kemerahan pada mata yang dialami Charen, ia memutuskan untuk berobat ke dokter mata. Peristiwa ini adalah salah satu contoh dari bentuk kerugian yang dialami konsumen disebabkan oleh kelalaian pelaku usaha dalam memberikan produk dan jasa.

Lebih lanjut berdasarkan wawancara pada 12 Juni 2022 dari korban pemasangan eyelash extension yaitu Putu Ayu Sudaryani mengatakan bahwa ia pernah menggunakan jasa home service untuk menggunakan eyelash extension dengan harga lebih murah dari tempat lainnya. Namun setelah 2 hari matanya sulit untuk dibuka, terasa perih dan merasa terganggu akibat bulu mata yang menusuk-nusuk. Dalam kejadian ini kesehatan fisik konsumen terganggu akibat dari penggunaan produk dan jasa pelaku usaha yang lalai akan kewajibannya. Dengan adanya jasa home service atau pelayanan perawatan yang dilakukan di kediaman konsumen seharusnya memberikan keuntungan serta kenyamanan yang lebih bagi konsumen. Namun dengan ketidak acuhan pelaku usaha membalikan keuntungan tersebut menjadi suatu kerugian bagi konsumen.

Berdasarkan data lapangan berupa hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa pemahaman masyarakat mengenai bentuk perlindungan hukum yang bisa di dapatkan bagi mereka yang mengalami kerugian akibat penggunaan eyelash extension masih kurang. Kurangnya pemahaman dan tingkat kesadaran konsumen yang rendah terjadi karena peraturan perundang-undangan tidak dapat menjangkau. Kesenjangan yang ada menjadikan pelaku usaha juga kurang memperhatikan kewajibannya untuk menjaga kebersihan serta kelayakan dari bahan yang digunakan untuk pemasangan eyelash extension demi memperoleh keuntungan besar tanpa menghiraukan keamanan dan kesehatan dari konsumen yang menggunakan jasanya. Lemahnya pengawasan dan rendahnya tingkat kehati-hatian para pejabat pemerintah menjadikan pelaku usaha lebih leluasa menjalankan usahanya tanpa memperhatikan kewajiban yang harus dilaksanakannya.

Pelaku usaha tidak saja dibebani hak dan kewajiban dalam menjalankan suatu usaha, namun dalam UUPK terdapat beberapa kegiatan yang tidak diperbolehkan kepada pelaku usaha untuk dilakukan dalam memperdagangkan produk barang atau jasanya. Adapun kegiatan yang tidak di izinkan dalam peraturan untuk dilakukan oleh pelaku usaha dijelaskan pada UUPK Bab IV dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Secara garis besar, larangan kegiatan bagi pelaku usaha pada Pasal 8 dibagi menjadi dua larangan pokok, yaitu:

  • 1.    suatu produk barang dilarang pengedaran dan penggunaannya jika tidak sesuai dengan kriteria, syarat, ataupun standar untuk digunakan oleh konsumen;

  • 2.    larangan terhadap penjelasan keterangan data produk yang tidak sesuai serta tidak tepat sehingga dapat mengelabui konsumen dan akhirnya merugikan konsumen.

Saat menawarkan atau mempromosikan barang atau jasanya, cara yang harus digunakan pelaku usaha ialah dengan sikap baik, penjelasan informasi yang benar dan sesuai standar mutu atau kualitas barang yang asli. Sikap yang harus dimiliki pelaku usaha ialah terbuka dan jujur mengenai keterangan deskripsi produk yang ditawarkan.4 Pasal 15 UUPK menjelaskan bahwa pelaku usaha dalam mempromosikan produk barang dan/atau jasa tidak diperkenankan menggunakan cara yang dapat

menyebabkan gangguan pada fisik maupun psikis konsumen yang dalam hal ini ialah pengguna jasa pemasangan eyelash extension.

Setiap pelaku usaha wajib dan dituntut menjalani penuh kewajibannya agar hak-haknya dari konsumen bisa didapatkan. Namun, ketika kewajiban tidak dilaksanakan dengan baik oleh pelaku usaha dan kemudian menyebabkan kerugian pada konsumen setelah penggunaan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan maka pengusaha wajib bertanggungjawab atas kelalaiannya. Konsumen dalam mendapatkan perlindungan secara individu maupun keseluruhan lingkup dari peluang adanya kerugian pada diri konsumen maupun harta bendanya merupakan tanggung jawab pelaku usaha.5 Dengan diciptakannya UU perlindungan konsumen maka terdapat tanggung jawab pelaku usaha atas pelayanan jasa pemasangan eyelash extension dan terlindunginya hak-hak konsumen apabila menimbulkan kerugian.6

Pemasangan eyelash extension tidak akan membahayakan konsumen apabila dilakukan dengan cara yang tepat, menggunakan produk dengan kualitas baik serta menggunakan alat-alat steril berdasarkan standar. Ketika hal-hal tersebut tidak diperhatikan oleh pelaku usaha maka yang akan didapat oleh konsumen adalah kerugian terutama dalam hal kesehatan mata. Konsumen yang dirugikan khususnya pada bidang kesehatan dapat mempertahankan haknya sesuai ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses di bidang kesehatan.

Terdapat beberapa prinsip tanggung jawab hukum secara umum, yaitu: (1) Tanggung jawab dilaksanakan atas unsur kesalahan (fault liability). Dalam prinsip ini pertanggungjawaban hukum dapat diberlakukan apabila terbukti melakukan unsur kesalahan. Unsur kesalahan yang dimaksud berdasarkan atas Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum. (2) Praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability principle). Artinya terduga dianggap harus selalu memberikan pertanggungjawaban sampai ia berhasil memberikan bukti tidak bersalah. (3) Praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab. Konsumen ialah pihak yang dibebankan untuk membuktikan adanya unsur kesalahan. (4) Tanggung jawab mutlak (strict liability). Jika kerugian dikarenakan kesalahan pihak yang dirugikan itu sendiri maka terduga baru dapat diperbolehkan bebas dari tanggung jawab. Sedangkan, jika bisa dapat dibuktikan maka kemungkinan terduga untuk dilepaskan dari tanggung jawab ialah nihil dan (5) adanya pembatasan tanggung jawab (limitation of liability principle). Dalam menentukan klausula yang merugikan konsumen pelaku usaha tidak diperkenankan menentukan secara sepihak. Pelaku usaha juga tidak diperkenankan untuk menentukan batas maksimal dalam memberikan tanggung jawabnya, jika terdapat pembatasan maka Batasan tersbut berlaku mutlak dan wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas.

Adapun prinsip yang dianut oleh pengusaha atau pelaku usaha dalam memberikan jasa pemasangan eyelash extension yaitu tanggung jawab yang bersifat mutlak atau strict liability. Prinsip ini memiliki tujuan untuk mendorong pelaku usaha

agar memberikan tanggung jawab kepada pengguna jasa eyelash extension yang dirugikan. Strict liability merupakan konsep pertanggungjawaban perdata yang tidak mensyaratkan adanya kesalahan pada diri tergugat tetapi telah menimbulkan kerugian pada diri penggugat.7 Dasar pembebanan tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen adalah adanya Negligence yaitu suatu perilaku yang tidak sesuai dengan kelakuan (standard of conduct) yang ditetapkan oleh undang-undang dan adanya duty of care (kewajiban memelihara kepentingan orang lain). Prinsip pertanggung jawaban mutlak (Strict liability) ini tidak mempersoalkan lagi mengenai ada atau tidak adanya kesalahan, tetapi pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh produknya yang cacat. Pelaku uasaha dianggap harus bertanggung jawab apabila telah timbul kerugian pada konsumen karena mengonsumsi suatu produk dan oleh karena itu pelaku usaha harus mengganti kerugian itu. Janus Sidabalok dalam bukunya mengatakan dengan memberlakukan konsep pertanggung jawaban mutlak, maka apa yang diharapkan dari perlindungan konsumen dapat tercapai sebab pihak konsumen yang akan dilindungi itu akan dapat dengan mudah mempertahankan atau memperoleh haknya jika dibandingkan dengan konsep kesalahan, di mana konsumen masih dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan pelaku usaha. Jadi dengan konsep strict liability ini pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita konsumen.8

Dalam penerapanya, tanggung jawab mutlak memiliki sedikit variasi yaitu risk liability. Dalam risk liability, pihak yang menimbulkan kerugian dibebankan kewajiban untuk ganti rugi. Dalam konteks ini konsumen eyelash extension juga diberikan beban pembuktian. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan didapatkan oleh kedua belah pihak. Pada ruang lingkup perlindungan konsumen, tanggung jawab ini menimbulkan doktrin caveat emptor yakni bahwa pihak konsumen harus berhati-hati dalam mengkonsumsi suatu produk karena apabila konsumen mengkonsumsi produk cacat dan mengalami kerugian, maka ia harus membuktikan berbagai unsur kesalahan dalam gugatan ganti kerugian terhadap pelaku usaha atau produsen.

Tanggung jawab pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya diatur juga dalam UUPK. Tanggung jawab tersebut dijelaskan pada Pasal 19 yaitu9 kerugian terhadap konsumen karena penggunaan barang atau jasa yang diperdagangkan sehingga pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi. Maksud dari bentuk ganti rufi yang diberikan berupa refund atau dikembalikannya uang konsumen, penggantian barang atau jasa yang sifat sama dan besarannya setara atau perawatan kesehatan berlaku dalam tenggat waktu satu minggu setelah tanggal dilakukannya pelunasan. Diberikannya ganti rugi tidak menutup peluang adanya tuntutan atau sanksi pidana berdasarkan bukti-bukti lanjutan. Tidak ada ganti rugi yang harus ditanggung pelaku usaha jika kesalahan terletak pada konsumen. Dari sudut pandang hukum landasan atau dasar adalah hal penting yang harus ada di setiap tuntutan pertanggungjawaban. Landasan tersebut adalah alasan atau perihal yang menjadikan

seseseorang wajib bertanggung jawab kepada pihak yang dirugikan.10

Adanya hubungan perjanjian atau hubungan kontraktual menimbulkan perikatan antara dua belah pihak yaitu pelaku usaha dengan konsumen. Dengan adanya hubungan perjanjian maka terdapat konsekuensi bagi masing-masing pihak yaitu pemenuhan hak dan kewajiban. Dalam kasus ini ganti rugi dan tanggung jawab wajib dilakukan pelaku usaha sesuai jumlah atau besaran kerugian yang di alami oleh pengguna jasa eyelash extension. Pelaku usaha melakukan kecurangan sehingga korban memiliki hak untuk diberikan ganti rugi oleh pelaku usaha berupa memberikan perawatan kesehatan dan pengembalian uang. Undang-Undang Kesehatan yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal 1 angka 1 memberikan pernyataan bahwa kesehatan adalah hak dan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kebutuhan hidup. Tanggung jawab tersebut diatur pada Pasal 7 UUPK mengenai kewajiban pelaku usaha untuk memberikan penggantian atas barang dan/atau jasa yang diberikan berbeda dengan kesepakatan yang disetujui. Apabila korban eyelash extension tidak mendapatkan haknya dari pelaku usaha karena lalai akan kewajiban untuk memberikan ganti rugi atau penggantian maka pelaku usaha tersebut dapat diberikan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 60 UUPK yang menyatakan bahwa “badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi adminstratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 19, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.” Sanksi administratif tersebut dalam bentuk penetapan jumlah ganti rugi dengan nilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap para pelaku usaha agar tidak semakin banyak melakukan kecurangan terhadap barang dan/atau jasa yang ditawarkan.11 Peran pemerintah penting untuk mengawasi bentuk usaha jasa pemasangan eyelash extension agar dapat memberikan kontrol pada hubungan antara pengusaha, konsumen, dan keberlakuan peraturan perlindungan konsumen.

  • 3.2.    Upaya Penyelesaian Terhadap Kerugian Konsumen Pengguna Eyelash Extension

Usaha dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat oleh aparat penegak hukum agar segala hak yang dimiliki masing-masing individu masyarakat dapat terpenuhi adalah tujuan dari perlindungan hukum.12 Perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum yang dalam pembahasan ini pelaku usaha dan konsumen, yaitu berupa perlindungan bersifat preventif atau pencegahan yang dilakukan sebelum penyimpangan terjadi maupun perlindungan bersifat represif atau

pencegahan yang dilakukan setelah penyimpangan terjadi dalam upaya untuk menegakkan aturan hukum.13

Hubungan hukum yang berjalan secara berkelanjutan atau terus menerus antara pelaku usaha dan konsumen terjadi karena sifat ketergantungan dari para pihak sangat erat. Tanpa keberadaan pelaku usaha di bidang eyelash extension maka kebutuhan kecantikan konsumen tidak akan terpenuhi. Begitu sebaliknya, tanpa adanya konsumen pengguna jasa eyelash extension maka pelaku usaha tidak dapat menjalankan kontinuitas usahanya.14

Pasal 4 UUPK menjelaskan mengenai pelaku usaha harus memberikan hak-hak konsumen yang intinya mencakup tentang kewenangan konsumen untuk merasakan rasa aman, nyaman dan keselamatan diri ketika menggunakan barang dan/jasa; berhak memperoleh dan memiliki kesempatan untuk menentukan barang atau jasa sesuai kebutuhan; berhak atas pemberian keterangan sesuai fakta mengenai kondisi barang atau jasa; berhak untuk bersuara; memberikan serta diperhatikan pendapat ataupun keluh kesahnya atas barang atau jasa yang dibelinya; berhak memperoleh perlindungan hukum beserta upaya penyelesaian sengketa; berhak mendapatkan pengetahuan dan pembinaan konsumen; berhak dilayani dan diperlakukan secara baik tanpa diskriminasi; berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.

Kemudian lebih lanjut mengenai kewajiban pelaku usaha diatur UU Perlindungan Konsumen pada Pasal 7 yang menyatakan bahwa pelaku usaha wajib memiliki itikad baik saat melaksanakan kegiatan usahanya; wajib menjadi informan yang jelas, jujur dan menyampaikan deskripsi nyata mengenai kondisi barang atau jasa serta memberikan penjelasan mengenai cara penggunaan, pemeliharaan; memberikan perlakuan pelayanan kepada konsumen dengan baik tanpa diskriminasi; wajib memberikan jaminan atas kualitas barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai standar berlaku; konsumen memiliki kesempatan untuk mencoba barang atau jasa serta memberi jaminan; wajib memberikan ganti rugi, kompensasi atau penggantian atas kerugian akibat menggunakan barang atau jasa yang diperdagangkan.

Dari pengaturan hak dan kewajiban tersebut baik sisi pelaku usaha maupun konsumen, dapat dicermati bahwa beautician eyelash extension selaku pelaku usaha hanya memperhatikan hasil akhir eyelash extension namun tidak memperhatikan alat bahan yang digunakan serta teknik pemasangan bulu mata yang artinya melanggar kewajiban pelaku usaha dan juga hak konsumen. Pemerintah telah mengatur perlindungan tersebut melalui UUPK. Namun tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai UUPK tersebut terbilang masih kurang.15

Tanggung jawab adalah bentuk kewajiban setiap orang untuk menanggung setiap akibat dari kerugian atas perbuatan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak

sengaja.16 Ketika menganalisis kasus atau perkara pelanggaran atas hak konsumen, sangat diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam menentukan pihak yang bersalah sehingga harus memberikan tanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab tersebut dapat dibebankan kepada pihak terkait. Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 45 ayat 1, setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan. Pada UUPK terdapat 2 upaya hukum yang dapat ditempuh, yaitu:

  • a.    Litigasi

Dengan memperhatikan Pasal 45 UUPK, konsumen yang mengalami kerugian dan tidak mendapatkan haknya sehingga terlibat dalam sengketa dapat menyelesaikannya melalui lembaga peradilan umum yang berlaku.

  • b.    Non Litigasi

Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan namun bukan di pengadilan yaitu mengadukan dan memproses perkara atau sengketa di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Pada penyelesaian sengketa ini tanggung jawab pidana sebagaimana dasar dari Pasal 45 angka 3 dan angka 4 UUPK masih tetap ada dan tidak akan dihilangkan.

Pada Pasal 49 angka 1 UUPK, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dibentuk di masing-masing kabupaten atau kota oleh pemerintah untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa konsumen. Terdapat tiga bagian anggota dalam Pasal 49 angka 3 yaitu pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah. Biaya BPSK dalam melaksanakan tugas dibebankan penuh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur pada Pasal 52 UUPK yang menjelaskan bahwa:

  • “    a. Sengketa konsumen dapat diselesaikan dengan 3 cara yaitu mediasi, arbitrase atau konsiliasi;

  • b.    Memberikan konsultasi berupa pengetahuan, informasi atau saran perlindungan konsumen;

  • c.    Melakukan pengawan dalam hal pencantuman klausula baku;

  • d.    Jika terdapat pelanggaran ketentuan dalam UU yang berlaku maka BPSK melaporkan ke penyidik umum;

  • e.    Konsumen yang mengalami pelanggaran perlindungan konsumen dapat memberikan laporan atau pengaduan ke BPSK baik secara tertulis atau tidak tertulis;

  • f.    Melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap sengketa perlindungan konsumen yang telah dilaporkan;

  • g.    Menghubungi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam perlindungan konsumen untuk ditindak lanjuti;

  • h.    Menghubungi saksi atau setiap orang yang mengetahui kronologi pelanggaran untuk dapat hadir memberikan keterangan;

  • i.    Jika pelaku usaha atau setiap orang yang bersangkutan berhalangan hadir maka dapat meminta bantuan kepada penyidik;

  • j.    Mencari dan meneliti bukti-bukti

  • k.    Memberikan putusan terdapat kerugian konsumen atau tidak;

  • l.    Memberi putusan akhir kepada pelaku usaha yang telah melanggar peraturan perlindungan konsumen;

  • m.    Memberikan sanksi administratif yang telah ditentukan kepada pelaku usaha tergugat.

Penyelesaian sengketa yang dilakukan di BPSK bertujuan hanya untuk menetapkan besaran ganti rugi yang harus didapatkan konsumen atau korban dan untuk mencapai kesepakatan agar hal yang sama tidak terjadi kembali yang dituangkan dalam bentuk jaminan tertulis.17 Besar kecilnya kerugian materi yang diterima konsumen sesuai dengan jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat penggunaan barang atau jasa. Sengketa yang terjadi antara konsumen dan pengusaha yang penyelesaiannya dilakukan oleh BPSK diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. Prosedur penyelesaian sengketa dilakukan secara sederhana dan sangat mengindari suasana formal seperti di pengadilan.

BPSK memiliki fungsi paling utama yaitu sebagai sarana penegakan hukum untuk memberikan penanganan atas sengketa konsumen di luar pengadilan melalui beberapa cara yaitu:

  • a.    Konsiliasi

Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen yang diberikan kuasa sepenuhnya kepada para pihak untuk menentukan bentuk ataupun jumlah ganti rugi yang harus diberikan. BPSK hanya sebagai konsiliator dan bertindak secara pasif.

  • b.    Mediasi

Upaya ini menggunakan inisiatif yang timbul dari salah satu atau para pihak serta ditemani oleh Majelis BPSK untuk menjadi perantara atau mediator yang berperan aktif untuk memberikan nasihat, petunjuk ataupun saran. Mediator bersifat netral ditengah tengah artinya tidak membantu salah satu pihak yang bersengketa untuk menang perkara. Intinya pada proses penyelesaian sengketa konsumen diserahkan sepenuhnya kepada para pihak.

  • c.    Arbritase

Sengketa sepenuhnya diselesaikan oleh majelis BPSK atas amanat dari para pihak. Pemilihan arbiter diambil dari anggota BPSK unsur pelaku usaha dan konsumen oleh para pihak untuk kemudian menjadi anggota majelis BPSK. Arbiter terpilih kemudian memilih arbiter ketiga dari unsur pemerintah anggota BPSK yang nantinya menjadi ketua majelis BPSK.

Ketiga upaya penyelesaian sengketa konsumen tersebut dilaksanakan atas keinginan sukarela dan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Proses penyelesaian sengketa dari ketiga upaya tersebut bukan merupakan proses penyelesaian sengketa secara berjenjang.

Berdasarkan UUPK, BPSK menggunakan sistem pembuktian terbalik yang terdapat pada Pasal 28 UUPK, menyatakan bahwa pembuktian ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi pada Pasal 19, Pasal 22, Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Permohonan gugatan ganti rugi yang diajukan

konsumen akan dikabulkan apabila beban pembuktian terhadap unsur kesalahan dari pelaku usaha terbukti atau jika unsur adanya kesalahan gagal dibuktikan oleh pelaku usaha.

Pada Pasal 54 angka 3 UUPK menentukan bahwa putusan yang dikeluarkan oleh majelis BPSK bersifat final serta mengikat. Sifat final menunjukan tidak adanya upaya banding dan kasasi. Berbeda dengan UUPK yang memberikan kesempatan pengajuan keberatan atas putusan BPSK ke Pengadilan Negeri diatur dalam Pasal 56 UUPK, dan kasasi atas Putusan Pengadilan Negeri ke Mahkamah Agung (Pasal 58 UUPK).

Apabila pelaku usaha sudah mendapatkan hasil putusan BPSK, maka ia berkewajiban untuk melaksanakan segala isi putusan tersebut selama tujuh hari kerja terhitung dari menyatakan menerima putusan BPSK. Putusan BPSK akan menjadi kekuatan hukum tetap jika pelaku usaha tidak mengajukan upaya keberatan.

Berdasarkan hasil data lapangan yang dilakukan melalui wawancara tercatat adanya kerugian fisik maupun material terhadap konsumen eyelash extension karena kelalaian pelaku usaha. Korban pengguna jasa eyelash extension menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha secara mediasi yaitu melakukan proses perundingan atau musyawarah untuk memperoleh kata sepakat dalam memberikan pertanggungjawaban.

Tujuan dari adanya tanggung jawab hukum atau legal responsibility ialah untuk memberikan ikatan terhadap ketentuan-ketentuan umum pada subjek yang memiliki peran di dalamnya. Jasa pemasangan eyelash extension yang menjalankan usaha namun tidak menghiraukan ketentuan yang berlaku maka wajib memberikan jaminan, penggantian atau ganti rugi terhadap konsumen yang dirugikan saat menggunakan jasanya. Dalam Pasal 19 angka 1 UUPK menjelaskan bahwa pengguna jasa eyelash extension yang mengalami kerugian dari berbagai sisi akan mendapatkan ganti rugi yang sesuai dan dibebankan kepada pelaku usaha. Selanjutnya pada pasal 19 angka 2 UUPK memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai ganti kerugian yang dimaksud yaitu ganti kerugian berupa refund, pengembalian barang yang sejenis atau sama nilainya, memberikan santunan, atau memberikan penggantian atas kerugian terhadap keuntungan yang seharusnya diperolah konsumen.

  • 4. KESIMPULAN

Tanggung jawab pelaku usaha diatur pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi, atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Keberadaan peraturan untuk menjamin terlindunginya konsumen menjadikan pelaku usaha wajib memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan nilai atau besar kerugian yang dialami konsumen eyelash extension. Apabila konsumen mengalami kerugian kerusakan, kontaminasi, atau kerugian material dan gangguan kesehatan karena menggunakan produk dan jasa yang diperdagangkan maka pengusaha selaku produsen wajib memberikan ganti rugi baik dalam bentuk refund atau pengembalian uang, penukaran atau penggantian produk barang, pemberian pelayanan kesehatan, maupun dengan pemberian santunan. Terdapat dua upaya hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu melalui pengadilan dengan melakukan proses peradilan dan melalui luar pengadilan atau tanpa adanya proses di dalam peradilan. Penanganan sengketa konsumen di luar pengadilan dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai pilihan dan

sepakat para pihak yaitu dengan konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Pada hasil data lapangan melalui wawancara tercatat adanya kerugian fisik maupun material terhadap konsumen eyelash extension karena kelalaian pelaku usaha. Korban pengguna jasa eyelash extension menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha secara mediasi yaitu melakukan proses perundingan atau musyawarah untuk memperoleh kata sepakat dalam memberikan pertanggungjawaban. Konsumen yang mengalami kerugian akibat menggunakan jasa eyelash extension berhak membela haknya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan sesuai dengan topoksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anak Agung Made Yuni Noviantari, Tanggung Jawab Hukum Jasa Make Up Artist Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Di Kota Denpasar (Skripsi/Fakultas Hukum Universitas Udayana 2021).

Dr. Andri G. Wibisana, Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Pertanggungjawaban Perdata (Badan Penerbit FHUI, Jakarta, 2018).

Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi. Penelitian Hukum (Legal Research) (Jakarta : Sinar Grafika, 2015).

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014).

Jurnal Ilmiah

A Gde Agung Brahmata, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan Dengan Pihak Pengembang Di Bali”, Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol 1, No. 02 (2016), h. 211.

Astuti, Desak Ayu Lila, and AA Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transaksi E-commerce Dalam Hal Terjadinya Kerugian." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum (2018): 1-5.

Gita Saraswati, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Bagi Konsumen Yang Menggunakan Produk Kosmetik Ilegal dan Berbahaya, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, Vol.7 Nomor 5 (2019), h.6

Holijah , “ Pengintregasian Urgensi Dan Eksistensi Tanggung Jawab Mutlak Produk Barang Cacat Tersembungu Pelaku Usaha Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Di Era Globalisasi, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14/ No. 1 /Januari 2014, Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang

Indah Dwi Rahmawati, I Made Udiana, and I Nyoman Mudana, “Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Kosmetik Tanpa Izin Edar Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindunga Konsumen”, Kertha Semaya Vol. 7, no. 5, h (2019), 1-16.

I Made Satria Wibawa, Anak Agung Ketut Sukranatha dan I Made Dedy Priyanto, “Perlindungan Konsumen terhadap Kecurangan Pengisian Bahan Bakar Minyak pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Bali”, Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol.7 No. 12 (2019), Hal. 6.

Kresnayana, I. Made, and I. Wayan Parsa. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Cairan Rokok Elektrik Yang Tidak Mencantumkan Tanggal Kadaluarsa." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 5, no. 1 (2018): 1-14.

Ni Putu Candra Dewi, I Made Pujiawan, “Pelaksanaan Mediasi Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Wujud Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen”, Kertha Wicara, Vol. 01, no.4 (2013), h.1.

Ni Putu Januaryanti Pande, “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar di BBPOM Denpasar, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 6, Nomor 1 (2017), h.18

Merda Angela, “Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Eyelash Extension dan Sulam Alis Pada Salon Kecantikan Di Kota Samarinda Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Journal Of Law: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.8, No 2 (2022), h. 8.

M. Nur Rasyid “Perlindungan Bagi Hak Konsumen dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Perjanjian Transaksi Elektronik”, Jurnal Fakultas Hukum (2017),

Universitas Syiah Kuala

Putri Permatasari Mbiliyora, “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Pengguna Eyelash Extension”, Kertha Desa: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, Nomor 6 (2020), h. 8.

Vernia Desfyana, I Made Sarjana dan Suatra Putrawan, “Perlindungan Konsumen terhadap Batasan Kandungan Tar dan Nikotin Pada Produk Rokok”, Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol. 7 No. 8 (2019), Hal. 13.

Peraturan Perundang-Undang

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 8 Tahun 2022 hlm 87508--88639

883