REGULASI PENETAPAN HUKUM MENGENAI PEMBAJAKAN FILM DI MEDIA SOSIAL DALAM DUNIA INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA

Anak Agung Ngurah Agung Gde Lanang, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Jurnal yang berjudul “Regulasi penetapan hukum mengenai pembajakan film di media sosial dalam dunia industri perfilman Indonesia” bertujuan untuk mengetahui aturan hukum mengenai pembajakan film dalam dunia industri perfilman Indonesia. Permasalahan yang timbul adalah pembajakan film yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab. Salah satu pelanggaran nya yaitu film yang ber hak cipta diperbanyak dan diberitahukan melalui sosial media dan internet dengan cara streaming dan download. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dikarenakan dikaji dan diteliti berdasarkan peraturan - peraturan tertulis. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa pencipta berhak atas hak ekonomi atas ciptaannya, dimana dalam Pasal 9 pencipta berhak melarang orang lain melakukan penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya secara tanpa izin untuk penggunaan secara komersial. Film merupakan bagian dari dokumen elektronik, UU ITE yang mengatur penggunaan informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan dengan menggunakan komputer atau media elektronik lainnya. Adapun perlindungan hukum dari pemerintah untuk menangani pembajakan film hak cipta dengan upaya preventif yaitu pemerintah memberikan perlindungan tujuannya untuk menghentikan pelanggaran sebelum terjadi. Dan upaya represif yaitu perlindungan akhir mencakup hukuman seperti hukuman tambahan, penjara, dan denda yang dijatuhkan jika pelanggaran telah terjadi.

Kata kunci : Hak Cipta, Media Sosial, Pembajakan Film

ABSTRACT

Film is a human creativity and work of art that can be seen as a social influence and a means of mass communication media made using cinematographic criteria and can be played with or without sound. This journal is entitled "Regulation of the law regarding film piracy on social media in the Indonesian film industry". The purpose of this paper is to find out the legal rules regarding film piracy in the Indonesian film industry. The problem that arises is film piracy by irresponsible people. One of the violations is that copyrighted films are reproduced and notified through social media and the internet by streaming and downloading. This study uses a normative legal research method because it is studied and researched based on written regulations. This research paper examines the applicable legal norms regarding the regulation of legal determination regarding film piracy on social media in the Indonesian film industry. Currently, the legal protection of copyright in Indonesia is regulated by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. It is hoped that this research can be input for the government to show a strong desire to enforce copyright protection in Indonesia as well as complement and strengthen UUHC in Indonesia.

Keywords: Copyright, Social Media, Film Piracy

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Para era globalisasi ini kemudahan akses internet telah menjadikan masyarakat Indonesia bisa dengan mudah mencari berbagai hal di media sosial, Masyarakat tidak lagi terikat oleh batasan jarak dan waktu antar bangsa, yang dulunya minim atau rendah, sekarang melalui media sosial masyarakat bisa dengan mudah berkomunikasi jarak jauh, mengetahui berita di berbagai negara, dan masih banyak lagi. Namun dibalik kemudahan menggunakan Internet sekarang ini juga pastinya melahirkan gangguan baru, dimana kejahatan yang lebih canggih berupa kejahatan dunia maya. Seiring berjalannya waktu kehidupan masyarakat saat ini khususnya di bidang iptek, setiap orang sangat mudah mengaksesnya.

Internet merupakan kegiatan komersial dan menjadi titik pertumbuhan yang sangat besar sehingga dapat menembus perbatasan satu sama lain dan masing-masing negara, ini bisa disebut kejahatan dunia maya karena bisa melakukan apapun yang diinginkannya. Pada masa kini teknologi mengalami perkembangan sehingga menjadi suatu aspek yang positif, yaitu meningkatkan kreasi masyarakat di Indonesia untuk mengekspresikan suatu gagasan, maka dari itu hal ini akan bisa dimanfaatkan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan dunia maya atau disebut juga cybercrime yang bisa memberi dampak efek yang merugikan dalam perkembangan teknologi yang tengah berkembang pesat ini.1 Yaitu seperti poster, video tidak etis, penyalahgunaan aplikasi di website dan media sosial serta dengan perkembangan ini, banyaknya masyarakat yang menggunakan akses internet untuk pendidikan, media sosial, musik, hiburan, atau digunakan untuk menonton film. Suatu karya sinematografi ditentukan dan sebagaimana dimaksud dalam uraian Pasal 40(1) huruf M UU No 19 Tahun 2002 (UUHC), “yang termasuk karya sinematografi adalah karya berupa gambar bergerak yang didalamnya terdapat karya sinematografi, termasuk iklan film, dokumenter, dan kartun yang dibuat dengan plot dramatik”. Karya sinematografi dapat diproduksi dalam bentuk seluloid, videotape, videodisc, compact disc dan/atau media lainnya, sehingga dapat dipertunjukkan di media televisi, media sosial, bioskop, layar lebar dan media lainnya.

Penulisan penelitian ini memfokuskan pada bagaimana peraturan yang berlaku terhadap pembajakan film yang diedarkan melalui media sosial tanpa memperdulikan hak kekayaan intelektualnya untuk kepentingan pribadi dari pembajak film tersebut sehingga dalam penelitian ini penulis mengangkat tulisan dengan rumusan masalah yang berbeda dengan terdahulu yaitu salah satunya adalah Jurnal yang ditulis oleh Ganisha Fiebelina Yudianto yang merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2021 yang berjudul "Perlindungan Hak Cipta Film Terhadap Kegiatan Streaming Pada Situs Web IndoXX1" 2dimana dalam Jurnal tersebut penulis membahas mengenai perlindungan hak cipta film terhadap karya film yang dapat diakses secara gratis melalui website streaming online IndoXX1. Dari penelitian yang terlebih dahulu tersebut tentunya memiliki perbedaan dengan yang penulis buat dalam penulisan Jurnal ini, yakni penulis mengkaji pembajakan film secara lebih luas melalui beberapa platform online seperti telegram, twitter, dan website streaming ilegal.

Film merupakan suatu bentuk pada intelektual disebut juga KI yang setiap penciptanya terikat. Berdasarkan Pasal 1(1) UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

(UU Perfilman), secara umum film diartikan menjadi sebuah karya berhak cipta di bidang budaya, yang merupakan suatu media massa serta lembaga sosial bersumber pada aturan suara atau film bisu dan pertunjukan. Film merupakan suatu objek hak cipta yang berupa karya seni dengan perlindungan oleh peraturan perundang -undangan Indonesia, sehingga orang yang menghasilkan film mempunyai suatu hak eksklusif, dengan hal ini berarti bisa memonopoli sebuah ciptaan dengan tujuan untuk melindungi ciptaannya atas pihak ketiga atau orang lain untuk keuntungan finansial. Film yang di bajak secara ilegal dapat berdampak sangat besar pada kehidupan bangsa dan masyarakat. Orang-orang yang terkena dampak merugikan dari tindak pidana ini adalah 1) Pencipta karya, karena mereka tidak menerima uang yang seharusnya diperoleh pembuat film, yang menyebabkan kurangnya minat untuk membuat karya untuk menciptakan kreatifitas yang belum ada sebelumnya 2) Publik dan penikmat, dikarenakan mereka membeli sebuah karya dengan kualitas yang sangat rendah, Tidak ada motivasi untuk membuat karya sangat kreatif dan lebih baru atau lebih baik, kecuali orang yang menonton atau mengkonsumsi film ilegal, semakin besar perilakunya, tidak perlu dipertanyakan apakah karya tersebut adalah hasil pelanggaran, dan untuk mempromosikan ketidaktahuan sebelum itu baik atau buruk, apakah itu legal atau ilegal, walaupun kita menganut sistem negara hukum 3) Negara, merajalelanya penipuan mengenai pembajakan film, yang dapat menimbulkan sektor pemerintah menerima pendapatan melalui pajak royalti, pemerintah mungkin tidak akan banyak memberi benefit untuk negara yang potensinya sebagai sumber pendanaan bagi pertumbuhan serta perkembangan untuk negara tidak memungut pendapatan dari sektor hak cipta 4) Hubungan internasional, mengganggu inovasi asing di bidang hak cipta, yang membuat negara berhati-hati terhadap perlindungan hak cipta di Indonesia.3

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana peraturan hukum yang berlaku bagi pelaku pembajakan film di media sosial ?

  • 2.    Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Dibuatnya tulisan ini dengan tujuan untuk mengetahui peraturan hukum yang berlaku bagi pelaku pembajakan film di media sosial serta mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini mendalami doktrin peraturan tertulis, maka jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian normatif. Jurnal ini dibuat karena masih banyak masyarakat Indonesia yang membajak film dan untuk melihat pedoman hukum yang berlaku tentang regulasi penetapan hukum mengenai pembajakan film di media sosial dalam dunia industri perfilman Indonesia. Oleh karena itu, tulisan ini menggunakan penelitian hukum doktrinal yang dilakukan sebagai upaya untuk

mengambil tindakan hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu perkara. Tulisan ini membahas semua peraturan yang memiliki sifat formil, seperti undang-undang dan aturan yang berlaku di bawahnya. Instrumen pada penelitian ini adalah studi dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data, membaca, dan menelaah beberapa literatur, buku, serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pendekatan yang dilakukan dalam jurnal ini merupakan Pendekatan Perundang - Undangan (The Statute Approach). Pada jurnal ini, penulis menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas serta bahan hukum sekunder yang berisikan informasi yang mendukung penelitian, seperti buku hukum, artikel, tulisan-tulisan, karya ilmiah, dan internet. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang datanya tidak berbentuk angka, kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan permasalahan serta penyelesaiannya yang berkaitan dengan rumusan masalah yang dibuat.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Peraturan hukum yang berlaku bagi pelaku pembajakan film di media sosial

Peraturan hukum merupakan upaya mengatur atau benar-benar memfungsikan norma sebagai pedoman berperilaku dalam berlalu lintas jalan atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Aturan hak atas kekayaan intelektual, khususnya hak cipta, di Indonesia masih belum berhasil. Hal ini ditandai dengan fakta bahwa masih banyak oknum yang membajak film melalui sosial media secara cuma-cuma sehingga mempengaruhi hak moral dan hak ekonomi pencipta yang terpengaruh, akan tetapi pemerintah telah berusaha untuk mencegah pelanggaran hak cipta dengan memperbarui hukum mengenai hak cipta. Pasal 7 TRIPS (Tread-related Aspects of Intellectual Property Rights) bertujuan untuk melindungi dan menegakan hak atas kekayaan intelektual, inovasi, transfer, diseminasi, dan pengetahuan dari produsen dan pengguna teknologi di masyarakat, serta menciptakan keseimbangan antara kemakmuran dan hak intelektual dan finansial dan tanggung jawab. 4 HKI dianggap tidak hanya memberikan insentif kepada setiap orang untuk membuat produk barang dan jasa yang berkualitas tinggi, tetapi juga hak untuk menjualnya dengan harga yang mahal sehingga tidak semua orang dapat membelinya. 5 Hak cipta adalah hak yang diberikan kepada si pencipta untuk melindungi karya yang telah diciptakannya dengan susah payah. Sehingga orang lain tidak dengan gampang melakukan tindakan yang melawan hukum terhadap karya ciptaan orang lain. Seperti yang dijelaskan pada pasal 1 ayat 1 UU nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta: “hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pada UU ITE mengatur penggunaan informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan dengan menggunakan komputer atau media elektronik lainnya. Yang tergolong informasi dalam UU ini tak terbatas pada tulisan, gambar atau suara, tapi juga e-mail, telegram dan lainnya. Dalam pasal 1 ayat 4 UU ITE tertulis: 6 “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”. Dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa film yang dikomunikasikan oleh situs penyedia jasa unduhan itu merupakan bagian dokumen elektronik.

Pada bidang kreasi, intervensi negara diperlukan untuk menselaraskan kepentingan pembuat karya dengan kepentingan warga negara dan kepentingan negara. Sebagaimana kita ketahui bersama, yakni pencipta karya mempunyai kendali publik atas penerbitan atau reproduksi ciptaannya, sebaliknya orang-orang dapat memakai hasil karya tersebut secara legal serta menghindari persebaran barang ilegal bajakan, selain itu untuk kepentingan negara diharapkan juga untuk menjaga mobilitas serta ketentraman warga negara di bidang kreasi/kreatifitas. Penegakan hukum hak cipta umumnya dilaksanakan oleh pemilik hak cipta dalam hukum perdata, tetapi juga sebagian di dalam hukum pidana. Hukuman pidana biasanya dikenakan untuk kegiatan pemalsuan yang serius, tetapi sekarang semakin umum dalam kasus lain. Sanksi pidana bagi pembajakan di Indonesia biasanya “diancam dengan pidana penjara paling singkat satu bulan sampai tujuh tahun, dengan atau tanpa denda paling sedikit satu juta rupiah, dan paling banyak lima miliar rupiah, sedangkan Ciptaan atau harta benda yang dihasilkan dari pelanggaran berhak cipta dan instrument yang dipakai untuk melaksanakan pelanggaran itu diambil oleh pemerintah untuk dilenyapkan (UU No. 19 Tahun 2002 bab XIII)”.

Upaya lain adalah aturan hukum yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 2014 (UUHC) oleh aparat penegak hukum. Peraturan hukum hak cipta berdasarkan Pasal 120 merupakan pelanggaran klaim, sehingga dapat dilakukan dengan pelaporan sebelumnya dari sisi orang yang melanggar. Melalui penegakan hukum pidana perompakan dijalankan oleh seorang penyidik kepolisian dan beberapa pejabat kementerian di bidang perompakan. Karena sifat individu dari hak cipta dan hak yang dilindungi adalah pelanggaran klaim, inilah yang menghalangi perlindungan karya berhak cipta maksimum sebab pelanggaran hak cipta dirasa dapat dibenarkan. Jika tiada suatu aduan dari sisi pelanggar dan pihak yang berwenang tidak dapat menuntut pelanggar hak cipta, jika tidak ada pelapor maka mereka merasa bahwa pelanggaran hak cipta tersebut dirugikan dan itu juga menjadi dasar bagi pelanggaran hak cipta asosiasi bagi individu untuk terus melakukan pelanggaran tentang hak cipta. Meski regulasi UUHC akan diarahkan baik ke dalam maupun ke luar untuk melindungi pencipta, namun tetap mengutamakan kepentingan masyarakat yang sangat luas di bidang-bidang tertentu, seperti pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian dan pengembangan (R&D), dan berkarya atau berkreasi dalam bidang sastra dan ilmu pengetahuan.7

Disini seharusnya UUHC menggunakan delik umum bukan delik aduan, dikarenakan delik aduan dapat membuat kasus pembajakan film yang sudah terorganisir dan sangat jelas menjadi tidak bisa diproses tanpa pengaduan. Delik aduan ini tidak boleh digunakan, pembajakan film dalam bentuk fisiknya merupakan salah satu bentuk kejahatan terorganisir, jadi memerlukan penyelidikan yang lebih mendalam. Contoh seperti toko penjual DVD secara bajakan yang lokasi dan keberadaan nya diketahui, akan tetapi tetap tidak ditindak. Bahkan di beberapa wilayah

pedagang DVD tersebut ada yang terletak dekat dengan kantor polisi. Secara fisik untuk berbagai kasus pembajakan sudah sangat tampak jelas, pemerintah seharusnya bisa bertindak lebih tegas tanpa perlu adanya aduan.

  • 3.2    Bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia

Setiap orang yang menghasilkan karya intelektual berhak mendapat perlindungan hukum. Hal ini selaras dengan Pasal 27 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dapat diartikan sebagai : “1) Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya dan untuk menikmati dan/atau berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan manfaatnya; 2) Setiap orang berhak atas perlindungan moral dan materiil dari karya yang diciptakannya.” Perlindungan universal ini berlaku mutlak bagi setiap subjek hukum.8

Saat ini di Indonesia perlindungan hukum hak cipta diatur oleh undang-undang hak cipta. Pemerintah mendorong individu yang memiliki kemampuan intelektual dan kreativitas untuk berkreasi dalam kegiatan bersosial dan bernegara yang membuat mereka bersemangat untuk menciptakan banyak karya berhak cipta yang bermanfaat bagi kemajuan negara merupakan tujuan dari perlindungan hak cipta.

Perlu dilakukan upaya perlindungan terhadap film yang diunduh secara bebas dari internet, yang terpenting yaitu peran dari pemerintah dengan menggunakan upaya pencegahan. Dengan perlindungan hukum itu sendiri berarti perlindungan terhadap HAM yang telah dilanggar para oknum dan perlindungan ini diberikan kepada warga Indonesia agar masyarakat dapat merasakan segala hak kita yang diberikan oleh undang-undang atau sebaliknya. Sehingga dengan kata lain aparat penegak hukum harus tegas untuk memberikan rasa aman dan tenang, perlindungan, maupun mental dan fisik, dari beraneka beragam ancaman serta gangguan oleh pihak manapun. Dimana Perlindungan hukum tersebut terdapat 2 jenis, yaitu:

  • 1)    Perlindungan hukum preventif

Pemerintah memberikan perlindungan hukum yang memiliki tujuan untuk menghentikan pelanggaran sebelum terjadi. Peraturan perundang - undangan mencantumkan hal ini yang dimaksudkan untuk mencegah pelanggaran dan membatasi pelaksanaan kewajiban. Dalam hal ini, pemerintah berusaha mencegah pembajakan berupa Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, termasuk perlindungan terhadap pencipta. Pasal 54-56 dari UUHC menjelaskan “bahwa untuk mencegah pelanggaran hak cipta dan hak terkait dengan cara teknologi, pemerintah berwenang untuk mengawasi pembuatan dan distribusi konten, dan untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai pihak dan memantau tindakan perekaman dengan menggunakan komunikasi apapun tentang kreasi dan produk hak di sekitar tempat-tempat seperti bioskop”. Oleh karena itu, untuk menjamin perlindungan tersebut, pemerintah telah mengadopsi Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM No. 14 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 26 Tahun 2015 tentang Konten Nyata, Pertunjukan dan/atau hak untuk menutup Hak Akses Pengguna Pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam Sistem Elektronik.

  • 2)    Perlindungan Represif

Perlindungan bagian akhir mencakup hukuman meliputi penjara, hukuman tambahan, serta denda yang dijatuhkan jika pelanggaran telah terjadi atau dilakukan. Berdasarkan Pasal 56 hingga 58, pemerintah telah memblokir sejumlah situs web yang dianggap melanggar hak cipta. Di sini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi

dan Informatika (Kemenkominfo) mengatur situs atau website yang menawarkan unduhan dengan cara memblokirnya. Oleh karena itu, pengguna Internet tidak dapat dengan bebas mengakses situs web ini. Pemblokiran dilaksanakan melalui 2 cara, yaitu dakwaan dan penemuan Kemenkominfo sendiri. Pengaduan biasanya diajukan oleh orang yang menemukan situs tersebut diblokir dengan mengirim email ke Kemenkominfo, yang ditanggapi Kemenkominfo dengan menghubungi pengelola pemilik situs dan mengeluarkan peringatan tertulis.9

Pengertian perlindungan hukum dapat diartikan sebagai upaya negara untuk memberikan subjek hukum tertentu dengan memberlakukan berbagai peraturan perundang-undangan yang akan berlaku sebagai hukum nasional dan adanya sanksi sebagai ancaman yang diharapkan mampu membuat efek jera terhadap para oknum yang melanggar. Perlindungan hukum yang diberikan berupa hukum positif untuk membuktikan kejelasan, serta tujuan legislatif yang meliputi kepentingan dan keadilan hukum. Umumnya dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk Perpres ini melalui perisai hukum akan melahirkan 2 fungsi sekaligus. Yakni, berupa upaya preventif dan upaya represif. Upaya Preventif di sini berarti sebuah perlindungan yang dirancang guna mencegah ataupun menjauhkan orang dari perbuatan melawan hukum berupa streaming dan mengunduh film bajakan dengan menggunakan media sosial.

Upaya pencegahan dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat Indonesia dalam meminimalisir pembajakan film sehingga masyarakat agar lebih menggunakan dan mencari situs–situs film yang legal daripada situs yang ilegal yaitu, Seperti :

  • a)    menginformasikan kepada publik tentang pelanggaran dan bahaya yang terjadi ketika orang menonton film di situs web terlarang.

  • b)    Melakukan berbagai kerjasama dengan penyedia konten film resmi dan legal di Indonesia, yaitu seperti :

  • 1.    Viu

  • 2.    Vidio

  • 3.    Netflix

  • 4.    Go-Play

  • 5.    Catchplay

  • 6.    Bioskoponline.com

  • 7.    Hooq

  • 8.    Google Play Movie

  • c)    Banyak membuat iklan tentang menonton film secara resmi dan legal.

  • d)    Buat penawaran yang menarik (harga promo atau layanan premium) untuk individu yang akan mendaftar.

  • e)    Menjaga agar situs web legal tetap mutakhir dan menghibur.

Ada pula upaya pemerintah untuk mencegah dan mengawasi orang agar tidak melihat situs web ilegal, seperti melindungi hak cipta film, memblokir situs film ilegal, dan menegakkan hukum yang tercantum dalam pasal : "Perbuatan mengunduh (download) film asing bajakan dari internet dapat dikategorikan sebagai penggandaan suatu ciptaan secara tidak sah yang dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 113 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 Miliar."

Selain itu, setelah mengunduh langsung diedarkan untuk mendapat keuntungan finansial, itu dapat diklasifikasikan sebagai bajakan yang telah disebutkan, diancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4 miliar.

Upaya pencegahan diharapkan dapat mengurangi kasus pembajakan di kalangan masyarakat Indonesia. Dengan adanya UU No. 28 Tahun 2014 (UUHC), pemerintah terus menyempurnakan UU ini hingga UU terakhir yang diundangkan sejak tahun 2014 dapat dimaknai sebagai tindakan preventif terhadap pembajakan film. Karena ancaman sanksi, bahkan sanksi pidana, jelas terdapat dalam peraturan perundang-undangan, maka dimaksudkan untuk memberikan efek jera atau efek intimidasi terhadap calon pelaku. Selain memberikan perlindungan yang lebih baik, pemerintah juga telah memberlakukan UU No. 14 Tahun 2015 dan Peraturan Bersama Menteri HAM serta menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 26 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penutupan Konten dan /atau pelanggaran akses Pengguna ke hak cipta dan/atau hak terkait.10Pasal 15 mengatur bahwa “penutupan konten dan/atau hak akses pengguna yang melanggar hak cipta dan/atau hak terkait akan dipublikasikan di situs web resmi Badan Pelaksana Bidang Komunikasi dan Informatika”. Dengan ancaman berupa penghentian konten dan/atau hak akses yang dapat dipakai sebagai tindakan pencegahan terhadap pembajakan film. Sehingga di kemudian hari Kementerian Hukum dan HAM kedepannya dapat memerintahkan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup dan menghentikan konten, saluran/media dan/atau pengguna berdasarkan laporan yang diterima atau rekomendasi yang dibuat melalui komentar langsung dari Direktorat Jenderal Intelektual. Dimana properti atau komentar langsung dari kementerian terkait. Hak akses yang ditetapkan secara hukum melanggar ketentuan hak cipta dan/atau hak terkait dalam lingkup sistem elektronik /digital.

Selain kedua pasal yang tercantum, UU ITE memasukkan ancaman terhadap pelaku pembajakan film melalui media digital karena media yang digunakan berbasis internet atau program yang menggunakan internet. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 diundangkan pada tahun 2008. Dengan ini pemegang atau penemu berhak cipta dilindungi oleh persyaratan “Pasal 32 (1) yang ditujukan kepada seseorang yang sengaja ingin mengedit, menambah, mengurangi, menghapus, menyembunyikan, dan mengirimkan data dari sumber data ke penerima data, termasuk tapi tidak terbatas pada tulisan peta, suara, gambar, desain, foto, pertukaran data elektronik, teks, surat elektronik, telegram, dan/atau dokumen pribadi berupa satu atau kumpulan beberapa data elektronik, yang dibuat, dikomunikasikan, diterima, atau disimpan oleh individu atau badan publik dalam bentuk elektromagnetik, analog, digital, optik, atau serupa.”

Beberapa regulasi yang diuraikan di atas memang sengaja dirancang melalui berbagai ketentuan dari pemerintah, tidak hanya sekedar melalui upaya preventif. Tentunya dengan adanya ketentuan yang diuraikan di atas juga menimbulkan adanya upaya represif yang berbentuk pemberlakuan kepastian dari sanksi yang dianggap menjadi upaya akhir untuk pemilik karya yaitu dengan cara menerapkan sanksi yang efektif terhadap oknum yang tertangkap melakukan perbuatan pembajakan film secara ilegal atas pertimbangan dari hakim Pengadilan Niaga.11 Jika di telusuri lebih dalam,

penindakan terhadap mereka yang melanggar ketentuan undang-undang hak cipta dapat ditempuh melalui tiga jenis peraturan perundang-undangan. Terdiri atas hukum perdata, pidana dan administrasi. Dengan adanya upaya hukum perdata, oknum pembajakan film secara ilegal bisa dituntut dalam bentuk tuntutan hukum atas tindakan melawan hukum yang tertuang dalam Pasal 1365 KUH Perdata.Berdasarkan adanya undang-undang dan peraturan tentang hak cipta, pencipta tidak perlu cemas tentang status karyanya, dikarenakan UU tentang hak cipta pada awalnya menetapkan yakni ketika sebuah karya pertama kali diterbitkan dan tidak direkam, itu adalah temuan candu pertama. Prinsip ini tidak akan berlaku dalam bidang kekayaan intelektual industri, yang memfokuskan pada pemastian hak atas dasar siapa yang pertama kali mendaftarkan invensi tersebut kepada pejabat yang berwenang. Pencipta ciptaan harus memahami kebenaran ini, dan berhati-hati saat menerbitkan ciptaan, agar tidak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab di kemudian hari, dan pemilik pencipta juga harus menjaganya dengan baik. Dengan perlindungan hukum yang dicapai di bidang berhak cipta tidak hanya untuk perlindungan kreativitas individu, tetapi terbukti akan melindungi semua ciptaan yang tergolong produk budaya nasional.12 Dengan berlakunya UUHC, negara memandang hak cipta sebagai hasil karya cagar budaya, sejarah, dan benda budaya prasejarah. Dalam hal ini, negara menentukan bahwa sejatinya setiap kreasi dan hasil budaya itu milik kita bersama, contohnya kecerdasan, dongeng, babad, film, cerita, buatan tangan dalam bentuk kerajinan, seni tari dan sebagainya.

  • 4.    Kesimpulan

Peraturan mengenai hak cipta di Indonesia masih belum berhasil. Hal ini ditandai dengan fakta bahwa masih banyak oknum yang membajak film melalui media sosial secara cuma-cuma sehingga mempengaruhi hak ekonomi dan hak moral pencipta yang terpengaruh. Untuk mengatasi hal itu pemerintah terus berusaha untuk mencegah pelanggaran hak cipta dengan memperbarui hukum mengenai hak cipta dan memberikan perlindungan hukum kepada hak cipta di Indonesia yang saat ini diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 (UUHC) sebagai peraturan hukum yang berlaku bagi pelaku pembajakan film di media sosial. Pasal 7 TRIPS (Tread-related Aspects of Intellectual Property Rights) bertujuan untuk melindungi dan menegakan hak atas kekayaan intelektual, inovasi, transfer, diseminasi, dan pengetahuan dari produsen dan pengguna teknologi di masyarakat, serta menciptakan keseimbangan antara kemakmuran dan hak intelektual dan finansial dan tanggung jawab. Untuk meminimalisir pembajakan film sebagai upaya pencegahan, pemerintah juga bekerja sama dengan penyedia situs film legal dan Edukasi masyarakat tentang pelanggaran dan bahaya yang dapat terjadi apabila orang menonton film secara tidak sah diancam dengan “pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.” Perlindungan hukum dijamin oleh sejumlah peraturan perundang-undangan, yang merupakan alat pemerintah untuk menangani pembajakan film hak cipta dengan upaya preventif yaitu pemerintah memberikan perlindungan tujuannya untuk menghentikan pelanggaran sebelum serta upaya represif yaitu perlindungan akhir mencakup hukuman seperti hukuman tambahan, penjara, dan denda yang dijatuhkan jika

pelanggaran telah terjadi atau dilakukan oleh para pelaku pelanggar hak cipta di dunia industri perfilman Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

R Soeroso. Pengantar ilmu hukum: Edisi 1. Sinar Grafika. Jakarta. 2017.

Thalib, H.A., dan Muchlisin. Hak Kekayaan Intelektual Indonesia. Rajagrafindo Persada. Depok. 2018.

Jurnal Ilmiah

Ariani, Relys Sandi, Luna Dezeana Ticoalu, and Herlin Sri Wahyuni. "Mengoptimalkan Peran Lembaga Perfilman Indonesia: Analisis Aspek Hak Cipta Terhadap Praktik Siaran Video Ilegal." Jurnal Kajian Pembaruan Hukum 1, no. 2 (2021): 175210.

Muchsin, Perlindungan. "Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia." Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta (2003).

Ningsih, Ayup Suran, and Balqis Hediyati Maharani. "Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring." Jurnal Meta-Yuridis 2, no. 1 (2019).

Raharja, Gan Gan Gunawan. "Penerapan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Di Bidang Pembajakan Film." Jurnal Meta-Yuridis 3, no. 2 (2020).

Risandi, Khelvin, and Tantimin Tantimin. "Kajian Hukum Pembajakan Film Di Platform Telegram Di Indonesia." Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha 10, no. 1 (2022): 429-440.

Siambaton, Baru Tulus Obtain. "Modul Hukum Cyber & Transaksi Elektronik." Medan, Fakultas Hukum Universitas HKBP NOMMENCEN (2018).

Stefano, Daniel Andre, Hendro Saptono, and Siti Mahmudah. "Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Film Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Yanng Dilakukan Situs Penyedia Layanan Film Streaming Gratis Di Internet (Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)." Diponegoro Law Journal 5, no. 3 (2016): 1-11.

Wasita, Agus. "Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Atas Film Impor." Business Economic, Communication, and Social Sciences Journal (BECOSS) 2, no. 2 (2020): 169180.

Zuama, Ayuta Puspa Citra. "Menciptakan Perlindungan Hukum yang Efektif Bagi Hak Cipta Karya Sastra Film Nasional: Utopis Atau Logis?." Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi 8, no. 2 (2021): 95-111.

Peraturan Perundang – Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Menteri Kominfo Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Penutupan Konten dan/atau Hak Akses Pengguna yang Melanggar Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam Sistem Elektronik.

Jurnal Kertha Negara Vol 11 No 1 Tahun 2023 hlm 63-73

73