Karakteristik Fisik dan Penyimpanan Bahan Baku Teh Herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 8, Nomor 2, Oktober 2023
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Karakteristik Fisik dan Penyimpanan Bahan Baku Teh Herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi Physical Characteristics and Storage Raw Materials of Healing Tea Herbal Tea in PT. Karsa Abadi Ni Made Leny Mustikasari, Luh Putu Wrasiati*
PS Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Kode pos : 80361; Telp/Fax : (0361) 701801.
*Email: [email protected]
Abstract
This study is an exploratory research with the aim of determining the physical characteristics and storage of raw materials for Healing Tea herbal tea at PT. Karsa Abadi. The raw materials of this herbal tea are gemitir flowers, knob flowers, rose flowers, and citronella leaves. The research methods used are the RHS color chart in the raw material inventory process sortation), the gravimetric method for checking moisture content in the raw material drying process, and the First In First Out FIFO) method in the raw material storage process. The results showed the color intensity of wet raw materials, among others: gemitir flowers L 77,9), a* 8,2), and b* 78,6); knob flowers L 38,8), a* 68,5), and b* -29,1); roses L 41,8), a* 68,5), and b* 11,0); and citronella leaves L 65,3), a* -17,3), and b* 36,0). Then, the color intensity of dry raw materials includes: gemitir flowers L 47.8), a* 29.6), and b* 55.3); knob flowers L 22,6), a* 47,9), and b* -22,3); roses L 25,3), a* 34,2), and b* -13,5); and citronella leaves L 51,7), a* -0,2), and b* 26,5). The moisture content of dry raw materials is gemitir flowers 7.45%), knob flowers 7,55%), roses 7,89%), and citronella leaves 7,23%). Meanwhile, the process of storing raw materials is used in and out of one direction. The conclusion of this study is that the physical characteristics of the color of wet raw materials and dry raw materials of Healing Tea herbal tea are good and according to company criteria, the moisture content of each dry raw material is <10% and has met SNI standards for dry tea in packaging, and the application of FIFO with one-way inflow in and out can reduce the accumulation of raw materials in the storage room.
Keyword: herbal tea, Healing Tea, physical, storage, PT. Karsa Abadi
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik fisik dan penyimpanan bahan baku teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi. Bahan baku dari teh herbal ini adalah bunga gemitir, bunga kenop, bunga mawar, dan daun serai wangi. Metode penelitian yang digunakan yaitu RHS colour chart pada proses persediaan bahan baku sortasi), metode gravimetri untuk pengecekan kadar air pada proses pengeringan bahan baku, dan metode First In First Out FIFO) pada proses penyimpanan bahan baku. Hasil penelitian menunjukkan intensitas warna bahan baku basah antara lain: bunga gemitir L 77,9), a* 8,2), dan b* 78,6); bunga kenop L 38,8), a* 68,5), dan b* -29,1); bunga mawar L 41,8), a* 68,5), dan b* 11,0); dan daun serai wangi L 65,3), a* -17,3), dan b* 36,0). Kemudian, intensitas warna bahan baku kering antara lain: bunga gemitir L 47,8), a* 29,6), dan b* 55,3); bunga kenop L 22,6), a* 47,9), dan b* -22,3); bunga mawar L 25,3), a* 34,2), dan b* -13,5); dan daun serai wangi L 51,7), a* -0,2), dan b* 26,5). Hasil kadar air bahan baku kering yaitu bunga gemitir 7,45%), bunga kenop 7,55%), bunga mawar 7,89%), dan daun serai wangi 7,23%). Sedangkan, proses penyimpanan bahan baku digunakan arus keluar masuk satu arah. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu diperoleh karakteristik fisik warna bahan baku basah maupun bahan baku kering teh herbal Healing Tea yang baik dan sesuai kriteria perusahaan, kadar air masing-masing bahan baku kering bernilai <10% dan sudah memenuhi standar SNI teh kering dalam kemasan, serta penerapan FIFO dengan arus keluar masuk satu arah mampu mengurangi penumpukan bahan baku di ruang penyimpanan.
Kata kunci: teh herbal, Healing Tea, fisik, penyimpanan, PT. Karsa Abadi
PENDAHULUAN
Teh merupakan jenis minuman penyegar yang banyak dikonsumsi oleh lapisan masyarakat di Indonesia maupun di seluruh dunia. Istilah teh yang berasal dari hasil pengolahan tanaman selain tanaman
teh (Camellia sinensis) seperti memanfaatkan bagian bunga, daun, biji, kulit, atau akar dapat disebut teh herbal (Winarsi, 2007). Teh herbal juga biasanya dijadikan sebagai minuman kesehatan yang berkhasiat dan tidak mengandung kafein (Hambali et
al., 2005). Salah satu perusahaan yang memproduksi teh herbal khususnya di Bali adalah PT. Karsa Abadi. PT. Karsa Abadi merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi teh jenis botanical infusion tea (tisane tea), yang produknya dikenal dengan nama Made Tea. Semua produk Made Tea yang diproduksi oleh perusahaan ini menggunakan bahan baku yang berasal dari tanaman herbal yang tumbuh di Indonesia. Bahan baku pada produk Made Tea tersebut 100% berasal dari tanaman herbal alami tanpa adanya zat aditif (pengawet). Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk teh herbal ini diantaranya rempah, bunga, dan dedaunan. Perusahaan ini memproduksi dua jenis teh sesuai dengan penggunaan bahan baku yaitu blends tea dan single leaf tea. Produk berjenis blends tea yaitu produk teh yang berupa campuran beberapa jenis bahan baku. Sedangkan, produk berjenis single leaf tea yaitu produk teh yang hanya menggunakan satu jenis bahan baku saja yang berasal dari dedaunan. Salah satu produk Made Tea yang banyak diminati oleh konsumen adalah Healing Tea. Teh herbal Healing Tea tergolong jenis teh blends tea, dimana bahan baku yang digunakan yaitu bunga gemitir, bunga kenop, bunga mawar, dan daun serai wangi.
Teh herbal Healing Tea diproduksi melalui serangkaian proses yang hampir serupa dengan proses produksi teh pada umumnya. Proses produksi teh herbal Healing Tea terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu persediaan bahan baku, sortasi, pemotongan, pencucian, penirisan, pengeringan, pencampuran, penimbangan, pengemasan, dan penyimpanan. Proses produksi dan aspek pengendalian mutu menjadi faktor penentu dalam menjamin suatu produk sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Menurut Assauri (2008), suatu sistem produksi yang baik diikuti dengan pengendalian proses yang dapat memastikan kebenaran dari pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan.
PT. Karsa Abadi menjamin kualitas seluruh produk teh herbal yang diproduksi termasuk teh herbal Healing Tea dengan proses produksi dan pengendalian mutu sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Sehingga dapat dihasilkan produk teh herbal yang berkualitas baik. Namun, secara aktual proses produksi teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi masih ditemukan beberapa kelemahan yaitu pada pengendalian mutu persediaan bahan baku teh herbal tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyimpangan pada karakteristik fisik bahan baku teh herbal yang dihasilkan. Tepatnya pada kegiatan sortasi dalam proses persediaan bahan baku, dimana masih ditemukan warna bahan baku yang kurang seragam. Keseragaman warna bisa diamati dengan membuat
Royal Holticultural Society (RHS) colour chart. RHS colour chart digunakan untuk membandingkan warna pada tanaman bunga, tanaman buah, dan jenis tanaman lainnya (RHS, 1966). Penelitian serupa dari Pebrianti et al. (2015) juga menggunakan RHS colour chart untuk mengamati pigmentasi daun, warna tangkai daun dan warna batang daun pada tanaman bayam merah. Uji intensitas warna dapat digunakan dalam mengidentifikasi secara lebih spesifik warna dari bahan baku. Pengukuran intensitas warna meliputi tingkat kecerahan (L), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*) (Weaver, 1996).
Selain itu, pada proses pengeringan tidak dilakukan uji kadar air secara berkala pada bahan baku kering teh herbal. Para pekerja di perusahaan tersebut masih melakukan pengecekan kadar air secara manual yaitu dengan cara meremas bahan baku. Apabila, saat diremas bahan baku tersebut hancur maka proses pengeringan dapat dihentikan. Pengecekan kadar air dengan cara tersebut sangat tidak efektif. Oleh karena itu, bahan baku yang dikeringkan tersebut mungkin saja masih cukup basah atau bahkan terlalu kering. Sehingga dapat memungkinkan terjadinya ketimpangan dengan karakter produk teh herbal yang ingin dihasilkan. Alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan uji kadar air dengan metode gravimetri. Metode ini dilakukan untuk mengetahui bobot atau berat air yang hilang pada bahan baku yaitu dengan cara melakukan penimbangan bahan baku sebelum dan sesudah proses pengeringan (Daud et al., 2020).
Serta pada proses penyimpanan bahan baku juga ditemukan masalah yaitu penempatan bahan baku yang kurang tertata dengan baik sehingga mengakibatkan penumpukan dan minimnya sekat antar barang. Kondisi tersebut dapat memacu terjadinya kerusakan pada bahan baku yang ada didalam kemasan seperti mengalami kebocoran dan tentunya dapat mempengaruhi kualitas bahan baku. Ketika stok bahan baku terus bertambah maka ketersediaan ruang penyimpanan akan semakin sempit. Ditambah arus masuk keluar bahan baku yang digunakan di ruang penyimpanan saat ini yaitu arus bolak balik. Hal ini dapat pula mengakibatkan kesulitan bagi para pekerja saat mengambil bahan baku di ruang penyimpanan (Anggraini et al., 2007). Metode yang bisa digunakan untuk mengatur persediaan bahan baku yaitu metode First In First Out (FIFO). Metode FIFO merupakan teknik manajemen persediaan di dalam perusahaan, dimana unit barang yang pertama kali masuk ke gudang akan dikeluarkan pertama kali (Kieso dan Weygandt, 2001). Menurut Hanifa et al. (2020), metode FIFO diupayakan untuk produk berkualitas tinggi dari komoditas yang mudah rusak pada sistem penyimpanan. Arus masuk keluar satu arah dapat
digunakan dalam penerapan metode ini. Salah satu kelebihan arus satu arah ini yaitu memudahkan proses pemasukan dan pengambilan bahan baku di ruang penyimpanan (Dewi dan Azizah, 2022).
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisik dan penyimpanan bahan baku teh herbal Healing Tea dengan menambahkan beberapa metode perbaikan pada pengendalian mutu proses produksi teh herbal di PT. Karsa Abadi.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi dibagi menjadi tiga yaitu bahan baku, bahan pendukung, dan bahan pengemas. Bahan baku meliputi bunga gemitir, bunga kenop, bunga mawar, dan daun serai wangi. Bahan pendukung yaitu silica gel. Bahan pengemas meliputi gusset foil pouch dan kemasan karton lipat.
Alat-alat yang digunakan untuk memproduksi teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi dan untuk melakukan analisis adalah mesin pemotong, mesin perajang, oven kompor, mesin pengemas, blender, termometer oven, loyang plastik, keranjang plastik, timbangan digital, container box, baskom stainless steel, sekop plastik, stik plastik, thermometer air, panci, kompor, sendok jaring, loyang penirisan, baskom plastik, dehidrator, desikator, capitan besi, cawan aluminium, oven, dan color reader.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksploratif. Menurut Arikunto (2010), penelitian yang bersifat eksploratif merupakan penelitian yang berusaha menggali pengetahuan baru untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya sesuatu permasalahan yang sedang atau dapat terjadi. Adapun digram alir proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian Secara umum tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan yang terdiri dari survei lokasi dan studi pustaka. Survei lokasi dilakukan untuk pengenalan awal lokasi penelitian, sedangkan studi pustaka dilakukan untuk pencarian acuan atau dasar sebelum penelitian dilaksanakan. Tahap pelaksanaan yaitu melakukan praktek lapangan untuk mengetahui secara aktual proses produksi dan pengendalian mutu teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi. Fokus dalam penelitian ini yaitu melakukan pengamatan dan pengukuran intensitas warna bahan baku basah maupun kering dalam proses persediaan bahan baku, pengukuran kadar air bahan baku kering pada proses pengeringan, dan sistem yang digunakan pada proses penyimpanan bahan baku di ruang penyimpanan. Data yang dikumpulkan ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan, data sekunder merupakan data pada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari buku, jurnal, ataupun internet. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis.
Proses Produksi Teh Herbal Healing Tea
Proses produksi pada PT. Karsa Abadi terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi persediaan bahan baku, sortasi, pemotongan, pencucian, penirisan, pengeringan, pencampuran, penimbangan, pengemasan, dan penyimpanan. Pengendalian mutu yang diamati berfokus pada pengendalian mutu persediaan bahan baku, penyimpanan bahan baku dan proses pengeringan. Adapun proses produksi teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Proses Produksi Teh Herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi
Uji Intensitas Warna (Weaver, 1996
Pengukuran intensitas warna bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerahan (L), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*) pada bahan baku basah dan bahan baku kering teh herbal Healing Tea. Nilai kecerahan (L) menyatakan tingkat gelap hingga terang dengan kisaran 0 hingga 100. Nilai kemerahan (a*) menyatakan tingkat warna hijau hingga merah dengan kisaran -100 hingga +100. Nilai kekuningan (b*) menyatakan tingkat warna biru hingga kuning dengan kisaran -100 hingga +100. Color reader digunakan untuk mengukur intensitas warna yaitu dengan cara menempelkan ujung reseptor pada botol kaca yang berisi sampel lalu menekan tombol target.
Uji Kadar Air (Depkes RI, 1995
Pengukuran kadar air menggunakan metode gravimetri bertujuan untuk mengetahui keberadaan air dalam bahan baku kering teh herbal Healing Tea. Rumus perhitungan kadar air (%) yaitu:
M0-Mf
% KadarAir = -----" x 100%
M0
Dimana
M0 = berat bahan baku awal Mf = berat bahan baku akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Persediaan Bahan Baku
Tabel 1. Analisis intensitas warna bahan baku basah teh herbal Healing Tea
Proses persediaan bahan baku merupakan tahap awal yang dilakukan oleh PT. Karsa Abadi dalam memproduksi teh herbal Healing Tea. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk ini meliputi bunga gemitir, bunga kenop, bunga mawar, dan serai wangi. Beberapa bahan baku yang digunakan tersebut diperoleh secara langsung dari perkebunan perusahaan dan ada pula yang diperoleh dari pemasok. Persediaan yang diperoleh dari pemasok dapat berupa bahan baku basah atau bahan baku kering. Terkadang, bahan baku yang diterima dari pemasok tersebut masih kurang maksimal seperti warna bahan baku yang tidak seragam. Solusi yang digunakan dalam mengatasi masalah tersebut yaitu penggunaan RHS colour chart saat proses sortasi. Penggunaan RHS colour chart berupa tabel warna yang dilengkapi dengan foto-foto bahan baku yang disyaratkan. Cara pemakaian colour chart yaitu para pekerja akan mencocokkan warna bahan baku yang diterima dengan tabel tersebut untuk mendapatkan bahan baku yang seragam. Apabila terdapat bahan baku yang tidak memenuhi kriteria maka bahan baku tersebut akan disisihkan. Penggunaaan colour chart selain untuk menyeragamkan bahan baku yang disuplai dari pemasok, juga dapat digunakan untuk menyeragamkan bahan baku yang diperoleh dari hasil perkebunan perusahaan. Selanjutnya, dilakukan pengukuran intensitas warna untuk mengidentifikasi secara lebih spesifik tingkat kecerahan (L), tingkat kemerahan (a*), dan tingkat kekuningan (b*) dari bahan baku tersebut. Adapun hasil analisis intensitas warna bahan baku teh herbal Healing Tea di PT. Karsa Abadi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Nama Bahan
L
a*
b*
Spesifikasi Warna
Gambar
Bunga gemitir |
77,9 |
8,2 |
78,6 |
Kuning hingga oranye | |
Bunga kenop |
38,8 |
68,5 |
-29,1 |
Merah tua keunguan |
⅛, |
Bunga mawar |
41,8 |
68,5 |
11,0 |
Merah cranberry | |
Daun serai wangi |
65,3 |
-17,3 |
36,0 |
Hijau muda hingga hijau kebiruan |
Hasil analisis Tabel 1 menunjukkan bahwa bunga gemitir segar memiliki nilai L(77,9), a*(8,2), dan b*(78,6), sehingga diperoleh warna bunga gemitir yaitu kuning hingga oranye. Warna bunga gemitir tersebut dihasilkan dari pigmen utama yaitu karotenoid dan sebagian kecil golongan flavonoid (Aristyanti et al., 2017). Bunga kenop segar memiliki nilai L(38,8), a*(68,5), dan b*(-29,1), sehingga diperoleh warna bunga kenop yaitu merah tua keunguan. Warna pada bunga kenop tersebut dihasilkan dari pigmen betasianin (Caultate, 1996). Bunga mawar segar memiliki nilai L(41,8), a*(68,5), dan b*(11,0), sehingga diperoleh warna bunga mawar yaitu merah cranberry. Warna pada bunga
mawar tersebut dihasilkan dari pigmen antosianin (Rukmana, 1995). Daun serai wangi segar memiliki nilai L(65,3), a*(-17,3), dan b*(36,0), sehingga diperoleh warna daun serai wangi yaitu hijau muda hingga hijau kebiruan. Warna pada daun serai wangi tersebut dihasilkan dari pigmen klorofil (Djoar et al., 2012). Perubahan warna pada pigmen terjadi akibat degradasi karena terkena paparan cahaya dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang cukup lama (Sajilata dan Singhai, 2006). Selain itu, perbedaan nilai intensitas warna pada bahan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH, oksigen, dan alkohol (Gross, 1991).
Tabel 2. Analisis intensitas warna bahan baku kering teh herbal Healing Tea | ||||
Nama Bahan |
L |
a* |
b* |
Spesifikasi Warna |
Bunga gemitir |
47,8 |
29,6 |
55,3 |
Oranye kecokelatan |
Bunga kenop |
22,6 |
47,9 |
-22,3 |
Ungu kemerahan |
Bunga mawar |
25,3 |
34,2 |
-13,5 |
Ungu pucat kecokelatan |
Daun serai wangi |
51,7 |
-0,2 |
26,5 |
Kuning pucat kecokelatan |
Gambar
Hasil analisis Tabel 2 menunjukkan bahwa secara visual intensitas warna pada masing-masing bahan baku kering teh herbal Healing Tea cenderung berubah menjadi agak pucat dan kecoklatan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada nilai kecerahan (L), nilai kemerahan (a*), dan nilai kekuningan (b*) yang dihasilkan. Pada bunga gemitir kering diperoleh intensitas warna L(47,8), a*(29,6), dan b*(55,3). Pada bunga kenop diperoleh intensitas warna L(22,6), a*(47,9), dan b*(-22,3). Pada bunga mawar kering diperoleh intensitas warna L(25,3),
a*(34,2), dan b*(-13,5). Pada daun serai wangi kering diperoleh intensitas warna L(51,7), a*(-0,2), dan b*(26,5). Hasil studi Wiraguna et al. (2010) menjelaskan bahwa semakin lama proses pengeringan, maka intensitas warna coklat semakin bertambah. Hal tersebut telah diteliti oleh Adri dan Hersoelistyorini (2013), dimana proses pengeringan menyebabkan warna hijau klorofil pada daun mengalami oksidasi sehingga warnanya berubah menjadi coklat. Selain itu, proses pemanasan pada pigmen warna seperti betasianin akan mengakibatkan
dekomposisi struktur pada pigmen tersebut sehingga terjadi pemucatan (Khuluq et al., 2007). Berdasarkan hasil analisis intensitas warna bahan baku basah maupun bahan baku kering diatas, maka data tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyesuaikan intensitas warna bahan baku pada kegiatan sortasi berikutnya. Sehingga warna bahan baku yang akan dihasilkan menjadi lebih seragam dan mutu produk dapat dipertahankan. Dengan demikian, kesalahan saat proses sortasi bahan baku dapat diminimalkan.
Proses Pengeringan Bahan Baku
Proses pengeringan bahan baku di PT. Karsa Abadi bertujuan untuk menurunkan kadar air pada bahan baku basah hingga mencapai batas kadar air yang ditetapkan. Tinggi rendahnya nilai kadar air akan mempengaruhi waktu simpan dan kualitas bahan pangan (Wilandika dan Vita, 2017). Semakin rendah nilai kadar air maka semakin panjang daya simpan bahan pangan tersebut. Berdasarkan SNI No. 013836-2013 tentang teh kering dalam kemasan, kadar air produk teh maksimal yaitu 8%. Kadar air yang rendah pada bahan baku dapat mencegah terjadinya pertumbuhan kapang atau mikroba, mengurangi
kerusakan akibat kinerja mikroba, dan menghilangkan aktivitas enzim yang dapat menguraikan kandungan zat aktif (Winarno, 1997). Para pekerja di perusahaan tersebut biasanya masih melakukan tahap pengecekan kadar air pada bahan baku secara manual yaitu dengan cara meremas bahan baku. Apabila, saat diremas bahan baku tersebut hancur maka proses pengeringan dapat dihentikan. Pengecekan kadar air dengan cara tersebut sangat tidak efektif. Oleh karena itu, bahan baku yang dikeringkan tersebut mungkin saja masih cukup basah atau bahkan terlalu kering. Sehingga dapat memungkinkan terjadinya ketimpangan dengan karakter produk teh herbal yang ingin dihasilkan. Alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan uji kadar air dengan metode gravimetri. Metode ini dilakukan untuk mengetahui bobot atau berat air yang hilang pada bahan baku yaitu dengan cara melakukan penimbangan bahan baku sebelum dan sesudah proses pengeringan (Daud et al., 2020). Data penimbangan awal dan akhir pada proses pengeringan dapat digunakan sebagai data acuan kadar air, sehingga mutu produk yang akan dihasilkan menjadi seragam.
Tabel 3. Analisis kadar air bahan baku kering teh herbal Healing Tea
Nama bahan |
Suhu pengeringan (⁰C) |
Lama pengeringan (jam) |
Kadar air (%) |
Bunga gemitir |
50 |
±5 |
7,45±0,04 |
Bunga kenop |
50 |
±5 |
7,55±0,02 |
Bunga mawar |
50 |
±5 |
7,89±0,05 |
Daun serai wangi |
80 |
±12 |
7,23±0,02 |
Hasil analisis Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar air pada masing-masing bahan baku dalam pembuatan teh herbal Healing Tea yaitu bunga gemitir (7,45%), bunga kenop (7,55%), bunga mawar (7,89%), dan daun serai wangi (7,23%). Hasil tersebut sudah cukup memenuhi standar SNI No. 01-3836-2013 tentang teh kering dalam kemasan yaitu ≤8%, serta berada dalam rentang yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu <10%. Kadar air yang rendah mampu menghasilkan mutu teh yang baik dan aman dari serangan jamur serta terhindar dari proses oksidasi enzimatis selama proses pegemasan dan transportasi (Thanoza et al., 2016). Menurut Winarno (2004), semakin lama proses pengeringan yang dilakukan, maka panas yang diterima oleh bahan akan lebih besar sehingga jumlah air yang diuapkan dalam bahan pangan juga semakin besar. Apabila semakin tinggi suhu selama pengeringan maka semakin besar energi panas yang akan terbawa udara sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan, sedangkan semakin rendah suhu dan lama pengeringan maka kadar air yang terdapat pada bahan hanya berkurang sedikit (Sari et al., 2019).
Namun, pengeringan teh dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan struktur beberapa senyawa aktif sehingga mampu menurunkan sifat fungsional alaminya (Taufik et al., 2016).
Proses Penyimpanan Bahan Baku
Perusahaan PT. Karsa Abadi memiliki tiga ruang penyimpanan, yaitu ruang penyimpanan bahan baku, ruang penyimpanan kemasan, dan ruang penyimpanan produk jadi. Setiap ruangan dilengkapi dengan rak-rak yang berfungsi untuk mempermudah dalam peletakan dan penataan barang agar tidak tercecer dimana-mana (Widodo et al., 2013). Khususnya dalam pengendalian mutu bahan setengah jadi berupa bahan baku kering, salah satu indikator penting dalam menjaga mutu bahan baku tersebut adalah penyimpanan (Situmorang, 2016). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada ruang penyimpanan bahan baku di perusahaan PT. Karsa Abadi, semua bahan baku disimpan di dalam ruang penyimpanan dengan suhu ruangan yang diatur sekitar ± 27oC dan kelembapan udara relatif (RH) yaitu ±55%. Pada penelitian Dumadi (2011), suhu
yang baik digunakan pada gudang penyimpanan bahan baku yaitu tidak melebihi 30oC dan kelembapan udara diharapkan serendah mungkin sekitar ≤70%. Kelembaban yang rendah bertujuan untuk mencegah penyerapan uap air pada bahan baku. Apabila kelembapan udara tinggi maka kadar air pada bahan dapat bertambah dan akan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme.
Namun, masalah ditemukan saat bahan baku ditempatkan dalam dalam rak penyimpanan. Bahan baku tersebut kurang tertata dengan teratur sehingga
penempatannya terlalu rapat dan bertumpuk-tumpuk. Alternatif yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi kerugian tersebut adalah mengatur ketersediaan stok dan tata letak bahan baku. Metode yang bisa digunakan untuk mengatur persediaan bahan baku yaitu metode First In First Out (FIFO). Fungsi metode FIFO yaitu menghindari barang yang tertimbun lama dan kadaluarsa di dalam ruang penyimpanan (Fauziah dan Ratnawati, 2018). Adapun alur masuk keluar bahan baku setengah jadi (usulan) dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
Barang datang (Masuk)
Gambar 3. Alur Masuk Keluar Bahan Baku (Usulan)
Hasil analisis untuk alur masuk keluar sekarang pada ruang penyimpanan bahan baku di perusahaan ini, rak penyimpanan disusun menempel pada tiap dinding ruangan. Arus yang digunakan pada proses penyimpanan bahan baku adalah arus bolak-balik. Keadaan tersebut membuat barang yang masuk lebih awal akan diletakkan pada rak bagian terdalam. Sehingga operator harus mengeluarkan terlebih dahulu semua produk yang ada di dalam rak tersebut. Setelah itu, bahan baku akan dimasukkan kembali ke dalam rak penyimpanan. Sedangkan, alur masuk keluar usulan, arus yang digunakan adalah arus satu arah seperti yang ditampilkan pada Gambar 3. Para operator pertama-tama melakukan perbaikan pada peletakan bahan baku secara rapi dan bersih sesuai dengan tempat yang disediakan. Bahan baku disusun berdasarkan urutan waktu pemasukan ke dalam ruang penyimpanan. Bahan baku yang pertama kali masuk akan diletakkan pada bagian terdalam rak. Selanjutnya pengambilan bahan baku yang akan dikeluarkan, operatur dapat mengambil dari sisi lainnya. Sehingga bahan baku yang akan masuk ataupun keluar akan menjadi lebih optimal.
Penelitian serupa dari Dewi dan Azizah (2022) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alur satu arah, dapat mempermudah operator dalam mencari suatu barang yang lebih dahulu masuk, dapat mengefisienkan waktu, dan meningkatkan produktivitas operator di ruang penyimpanan. Selain itu, bila terjadi kekurangan atau kelebihan bahan baku pada ruang penyimpanan dapat menimbulkan hambatan dalam proses produksi. Artinya, jika terdapat stok bahan baku yang sudah mulai menipis
maka perusahaan dapat melakukan suplai bahan baku kembali. Sebaliknya, ketika terdapat stok bahan baku yang melewati kapasitas ruangan, maka suplai bahan baku harus dihentikan sementara atau disuplai secara berkala (Wijayanti dan Sunrowiyati, 2019). Dengan demikian, kerusakan bahan baku akibat adanya penumpukan dapat diminimalkan khususnya pada bahan baku yang sebetulnya tidak diperlukan untuk proses produksi dalam jangka waktu yang dekat, serta mempermudah operator dalam proses pencaharian dan pengambilan bahan baku.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada pengendalian mutu proses persediaan bahan baku dilakukan sortasi dengan pengecekan warna bahan baku menggunakan tabel warna (colour chart), sehingga diperoleh bahan baku yang seragam. Hasil uji intensitas warna pada bahan baku basah antara lain: bunga gemitir L(77,9), a*(8,2), dan b*(78,6); bunga kenop L(38,8), a*(68,5), dan b*(- 29,1); bunga mawar L(41,8), a*(68,5), dan b*(11,0); dan daun serai wangi L(65,3), a*(-17,3), dan b*(36,0). Kemudian, intensitas warna yang dihasilkan pada bahan baku kering antara lain: bunga gemitir L(47,8), a*(29,6), dan b*(55,3); bunga kenop L(22,6), a*(47,9), dan b*(-22,3); bunga mawar L(25,3), a*(34,2), dan b*(-13,5); dan daun serai wangi L(51,7), a*(-0,2), dan b*(26,5). Pada proses pengeringan dilakukan pengecekan kadar air dengan metode gravimetri sehingga didapatkan
hasil kadar air yang sudah memenuhi standar SNI teh kering yaitu bunga gumitir (7,45%), bunga kenop (7,55%), bunga mawar (7,89%), dan daun serai wangi (7,23%). Hasil kadar air masing-masing bahan yang diujikan sudah memenuhi standar SNI yaitu tidak melebihi 8% dan memenuhi standar perusahaan yaitu tidak melebihi 10%. Pada proses penyimpanan bahan baku digunakan metode First In First Out (FIFO) dalam melakukan perbaikan tata letak bahan baku dan mengubah arus keluar masuk bahan baku menjadi satu arah, sehingga kerusakan bahan baku akibat penumpukan dapat dihindarkan dan memudahkan pekerja dalam pengambilan bahan baku.
DAFTAR PUSTAKA
Adri, D. dan Hersoelistyorini, W. 2013. Aktivitas antioksidan dan sifat organoleptik teh daun sirsak (Annona muricata Linn.) berdasarkan variasi lama pengeringan. Jurnal Pangan dan Gizi, 4(7): 1-12.
Almandina, T. D. 2019. Analisis penyebab kerusakan barang cross docking tujuan jambi pada PT. Cipta Krida Bahari menggunakan alat bantu statistika. Skripsi. Politeknik APP, Jakarta.
Anggraini, D. S., Lydia, A. M., dan Edy, M. S. 2007. Perancangan usulan tata letak gudang bahan baku penunjang di PT. Multi Manao Indonesia. Widya Teknik, 6(1): 100-110.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Rineka Cipta, Jakarta.
Aristyanti, N. M. P., Wartini, N. M., dan Gunam, I. B. W. 2017. Rendemen dan karakterisrik ekstrak pewarna bunga kenikir (Tagetes erecta L.) pada perlakuan jenis pelarut dan lama ekstraksi. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 5(3): 13-23.
Assauri, S. 2008. Manajemen produksi dan operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Britany, M N. dan Sumarni, L. 2020. Pembuatan Teh Herbal dari Daun Kelor Untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Selama Pandemi Covid-19 di Kecamatan Limo. Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat, 1-6.
Caultate, T. P. 1996. Food the Chemistry of Its Components. 3 rd edition. The Royal Society and Chemistry Company, Cambridge.
Daud, A., Suriati, dan Nuzulyanti. 2019. Kajian penerapan faktor yang mempengruhi akurasi penentuan kadar air metode thermogravimetri. LUTJANUS, 24(2): 11-16.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dewi, R. A. dan Azizah, F. N. 2022. Analisis tata letak dan penerapan sistem First In First Out pada gudang barang jadi studi kasus: PT. SAMCON. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(10): 264-270.
Djoar, D. J., Sahari, P., dan Sugiyono. 2012. Studi morfologi dan analisis korelasi antar karakter komponen hasil tanaman sereh wangi (Cymbopogon sp.) dalam upaya perbaikan produksi minyak. Jurnal Caraka Tani, 27(1): 15-24.
Dumadi, S. R. 2011. The moisture content increase of dried cocoa beans during storage at room temperature. JITE, 1(12), 45-55.
Fauziah, S. dan Ratnawati. 2018. Penerapan metode FIFO pada sistem informasi persediaan barang. Jurnal Teknik Komputer, 4(1): 98-108.
Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables (Chlorophylls and Carotenoids). Van Norstran Reinhold, New York.
Hambali, Nasution, E. M. Z., dan Herliana, E. 2005. Membuat Aneka Herbal Tea. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hanifa, H. N., Terapan, F. I., Telkom, U., dan Hotel, S. B. 2020. Penerapan sistem first in first out untuk bahan perishable sebagai upaya menghasilkan produk pastry yang berkualitas di Sheraton Bandung Hotel dan Towers. E-proceding of Applied, 6(2): 2227-2236.
Khuluq, A. D., Widjanarko, S. B., dan Murtini, E. S. 2007. Ekstraksi dan stabilitas betasianin daun darah (Alternathera dentata) (kajian perbandingan pelarut air:etanol dan suhu ekstralsi). Jurnal Teknologi Pertanian, 8(3): 172-181.
Kieso, D. E. dan Weygandt, J. J. 2001. Intermediate accounting. Edisi 7. Willey, USA.
Mubarok, S., Nursuhud, Suminar, E., dan Viola, V. R. 2018. Penghambatan respons etilen pada mawar potong melalui modifikasi larutan perendam, 1-MCP, dan sitokinin. Jurnal Ilmu Pertanian (JIPI). 23(1): 60-66.
Pebrianti, C., Ainurrasyid, RB., dan Purnamaningsih, S. L. 2015. Uji kadar antosianin dan hasil enam varietas tanaman bayam merah (Alternanthera amoena Voss) pada musim hujan. Jurnal Produksi Tanaman, 3(1): 27-33.
Rahayu, S., Tyas, K. N., dan Wawangningrum, H. 2019. Keragaman morfologi Hoya purpureofusca Hook.f. asal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Berita Biologi, 18(2): 125-253.
Ratnawati, G. A. 2006. Analisis kelayakan usaha industri dendeng jantung pisang dengan penggunaan alat pengering tipe efek rumah kaca (ERK) di CV. Bianca, Cimahi. Jawa Barat. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Royal Holticultural Society. 1966. RHS Colour Chart. 1st Edition. London.
Rukmana, R. 1995. Mawar. Kanisius, Yogyakarta
Sajilata dan Singhai. 2006. Isolation and stabilitation of natural pigments for food application. Stewart Postharvest Review, 5-11.
Sari, D. K., Affandi, D. R., dan Prabawa, S. 2019. Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap karakteristik teh daun tin (Ficus carica L.). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 7(2): 68-77.
Situmorang, N. M. 2016. Pengaruh bahan baku, SDM, dan teknologi terhadap daya saing perusahaan PT. Aquafarm Nusantara (industri pengelolaan ikan nila) dengan kualitas produk sebagai intervening. Tesis. Universitas Terbuka, Jakarta.
Taufik, Y., Widiantara, T., dan Garnida, Y. 2016. The effect of drying temperature on the antioxidant activity of black mulberry leaf tea (Morus nigra). Rayasan Journal Chemistry, 9(4): 889-895.
Thanoza, H. D., Silsia, dan Effendi, Z. 2016. Pengaruh kualitas pucuk dan persentase layu terhadap sifat fisik layu dan organoleptik teh CTC (Crushing Tearing Curling). Jurnal Agroindustri, 6(1): 42-50.
Weaver, C. 1996. The Food Chemistry Laboratory. CRC Press, Boca Roton.
Widodo, L., Erni, N. dan Sari, R. N. 2013. Usulan perbaikan tata letak penyimpanan bahan baku berdasarkan kriteria pemakaian bahan. Jurnal AL-AZHAR Indonesia Seri Sains dan Teknologi, 2(2): 69-80.
Wijayanti, P., dan Sunrowati, S. 2019. Analisis pengendalian persediaan bahan baku guna memperlancar proses produksi dalam memenuhi permintaan konsumen pada UD Aura Kompos. Jurnal Penelitian Manajemen Terapan, 4(2): 179190.
Wilandika, L. dan Vita, P. 2017. Pengaruh suhu terhadap kadar air dan aktivitas air dalam bahan pada kunyit (Curcuma longa) dengan alat pengering electrical oven. Jurnal Metana, 13(2): 37-44.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarsi, H. 2007. Antioksida Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasi dalam Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta.
Yana, S. 2015. Analisis pengendalian mutu produk roti pada Nusa Indah Bakery Kabupaten Aceh Besar. Industrial Engineering Journal, 4(1): 17-23.
76
Discussion and feedback