PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN UNDERLYING INVESTMENT DARI PRODUK ASURANSI UNIT LINK

Tria Adinda Wulandari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan studi ini ialah untuk mengidentifikasi serta mengkaji berbagai bentuk regulasi yang berlaku pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap produk asuransi Unit link serta menganalisis peran dari OJK terhadap Underlying Investment dari produk asuransi Unit Link. Studi ini sendiri memakai metode penelitian hukum berupa pendekatan hukum normatif kualitatif yakni berbentuk studi hukum dengan melibatkan berbagai jenis kajian bahan pustaka sehingga menghasilkan kesimpulan bersifat deskriptif analitis. Dari hasil studi menunjukkan bahwa munculnya berbagai perusahaan asuransi memiliki dampak semakin beragamnya jenis produk polis asuransi yang semakin tidak terkendali pengaturan dan pengawasannya. Terbukti sepanjang triwulan pertama tahun 2021, OJK telah menerima pengaduan terkait salah satu jenis produk asuransi yaitu asuransi berbasis investasi (PAYDI) yang sering juga dikenal dengan sebutan Unit Link sebanyak 273 kasus. Hal tersebut disebabkan tidak terlaksananya prinsip kehati-hatian perusahaan asuransi perihal kemampuan likuiditas portofolio investasi sehingga mengalami Underlying Investment. Sesuai dengan fungsi OJK yaitu melakukan pengaturan dan pengawasan, maka perlu dilakukan pembaharuan terhadap regulasi industri asuransi Unit Link yang sudah tertinggal perkembangan yang ada.

Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Asuransi, PAYDI, Unit Link, Underlying Investment.

ABSTRACT

The purpose of this study is to identify and examine various forms of regulations that apply to the Financial Services Authority (OJK) regarding the function of regulation and supervision of Unit Link insurance products and to analyze the role of OJK in the Underlying Investment of Unit Linked insurance products. This study itself uses a legal research method in the form of a qualitative normative legal approach, namely in the form of a legal study involving various types of literary studies to produce descriptive-analytical conclusions. The results of the study show that the emergence of various insurance companies has the impact of increasing the variety of insurance policy products, which are increasingly uncontrollable in their regulation and supervision. It is proven that throughout the first quarter of 2021, OJK has received complaints about one type of insurance product, namely investment-based insurance (PAYDI), which is often known as Unit Link as many as 273 cases. This is due to the nonimplementation of the prudential principle of insurance companies regarding the placement of investment portfolio liquidity, resulting in an underlying investment. Following the function of the OJK, which is to regulate and supervise, it is necessary to update the Unit Link insurance industry regulations which are already lagging in existing developments.

Keywords: Financial Services Authority, Insurance, PAYDI, Unit Link, Underlying Investment.

  • I.    Pendahuluan

    1.1   Latar Belakang Masalah

Seorang manusia sebagai makhluk individu pada kehidupan ini selalu dihadapkan pada suatu ketidakpastian. Oleh karena itu, setiap insan mengharapkan adanya keamanan atas harta bendanya, kesehatan dan bahkan termasuk dengan tercukupi kesejahteraannya. Akan tetapi, manusia semata-mata hanya dapat berusaha semaksimal mungkin dan Tuhan Yang Maha Esa akan menakdirkan segalanya. Oleh karena itu, dialam fana ini semua manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai peristiwa yang tidak terhindarkan, seperti misalnya saja menderita kemalangan bagi dirinya sendiri, keluarga, hingga orang lain yang berkepentingan dengan individu tersebut. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang dikenal dengan sebutan Risiko.1

Untuk mencegah terjadinya risiko yang tidak pasti tersebut, ada beberapa perilaku yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama, menghindari suatu risiko dengan cara berusaha agar suatu risiko atau kerugian tersebut tidak dapat terjadi; Kedua, dengan menghadapi risiko secara langsung agar dampaknya tidak semakin membesar; dan Ketiga, cara yang terakhir adalah dengan pengalihan risiko itu sendiri seperti dalam bentuk Asuransi. Pada dasarnya definisi dari istilah Asuransi bermula dari penyebutan kata bermakna Bahasa Inggris yaitu Insurance yaitu pertanggungan atau jaminan terhadap obyek risiko yang memicu kerugian. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tentang Peransuransian menegaskan: 2

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

  • a.    Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

  • b.    Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggunng dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.

Sehingga dari ketetapan di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwasanya Asuransi merupakan sebuah kontrak di mana satu pihak setuju mengganti kerugian lain terhadap kategori risiko yang telah ditentukan sebelumnya dengan imbalan premi. Tergantung pada kontrak, perusahaan asuransi dapat berjanji untuk melindungi tertanggung secara finansial dari kerugian, kerusakan, atau kewajiban yang berasal dari beberapa peristiwa.

Seiring dengan berbagai perkembangan zaman yang telah memasuki Industry World 4.0 saat ini tentu saja telah memberikan sumbangsih secara signifikan didalam kemajuan Industri Indonesia, termasuk didalamnya Industri Asuransi. Mengacu pada data statistik BPPDAN (Badan Pengelola Pusat Data Asuransi Nasional) terhitung per 31 Desember Tahun 2020 dibuktikan bahwa, rasio pasar asuransi Indonesia telah meningkat dalam kurun waktu selama 5 tahun terakhir.3 Pernyataan ini didasarkan

melalui data yang menunjukkan terdapat 376 perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia, dimana 148 merupakan perusahaan asuransi maupun reasuransi, dan 228 merupakan perusahaan yang menunjang industri asuransi.

Fakta ini menjadi bukti adanya anomali begitu besar atas potensi asuransi di dunia usaha. Berbagai perkembangan yang ada rasanya sudah ideal untuk mempertimbangkan inovasi hukum dengan penggunaan teknologi IT di bidang kegiatan asuransi. Pesatnya perkembangan asuransi membuat industri asuransi yang pada awalnya merupakan tempat untuk mengalihkan risiko terhadap harta benda dan jiwa seseorang, tetapi saat ini juga dapat menjadi tempat sebagai media berinvestasi yang dikenal dengan sebutan Produk Asuransi Jiwa yang dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau Asuransi Unit Link. Merujuk pandangan Ketut Sendra (2004:13), asuransi unit link berbentuk produk asuransi Hybrid dengan menawarkan dua kemaslahatan secara bersamaan, yaitu berupa manfaat perlindungan santunan asuransi jiwa dan berinvestasi melalui unit link tersebut.4

Adapun manfaat asuransi Unit link yang sering disingkat menjadi UL ini sendiri tidak terlalu berbeda dengan proteksi dari asuransi jiwa pada umumnya, seperti tanggungan meninggal dunia, tunjangan kesehatan, dan beberapa bentuk tunjangan lainnya tergantung pada produk yang dipilih oleh nasabah asuransi. Perbedaan yang dapat dirasakan secara nyata bagi nasabah pemegang polis asuransi unit link adalah manfaat yang dikemas secara modern berbentuk pengembalian investasi dari premi berbasis ekuitas reksa dana, sehingga menghasilkan kinerja investasi yang saling menguntungkan. Manfaat timbal balik yang dihasilkan ini bergantung kepada bagaimana potensi aktiva investasi unit link, dimana telah diputuskan serta disesuaikan terlebih dahulu pilihan polis tersebut dengan posisinya di bursa efek saat ini oleh nasabah pemegang polis.5 Selanjutnya terdapat istilah Biaya Akuisisi berupa komponen asuransi jiwa berjangka yang secara terus-menerus dan otomatis dapat diperbarui tanpa memerlukan klaim nasabah polis. Dimana dengan melakukan pemotongan nilai tunai dari komponen investasi dapat menjamin asuransi asuransi berentang waktu ini.6

Namun bagaikan pisau bermata dua, asuransi unit link ini sendiri membawa risiko investasi yang dapat menciptakan risiko lain yang tidak diduga. Oleh sebab itu Asuransi Investasi Unit Link dikenal memiliki kompleksitas yang cukup rumit apabila melihat dari sisi investasinya yang memanfaatkan pola kerja reksa dana. Dimana diantara perusahaan manager investasi yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi investasi terkait, secara nyata mengeluarkan pola kerja senilai 100% (seratus persen) berbentuk reksa dana. Selain itu, dengan adanya biaya akuisisi para nasabah pemegang polis tidak dapat menarik dana investasinya dalam jangka waktu tertentu langsung begitu saja dikarenakan hanya akan menimbulkan kerugian semata.7 Risiko-risiko tersebut diperkeruh kembali dengan adanya Force Majeure berupa Pandemi Covid-19 yang telah secara resmi disebut sebagai epidemi universal oleh WHO sejak tahun 2020 hingga menjadi satu diantara penyebab resesi investasi dengan meningkatnya peristiwa tidak dapat melunasi utang (gagal bayar) yang berujung pada wanprestasi di berbagai sektor, termasuk Perusahaan Asuransi berbasis Unit link.

Industri asuransi jiwa mencatat pertumbuhan tanggungan telah menjangkau 10.8 juta manusia dalam kurun waktu setahun terakhir. Namun, peningkatan tersebut diiringi pula dengan penurunan jumlah premi hingga 2,3 triliun rupiah termasuk risiko investasi pada produk unit link yang turut terkena imbasnya.8 Pada tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan tercatat telah menampung sejumlah 360 aduan terkait asuransi berbasis unit link. Satu tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2021 jumlah aduan tersebut melonjak 65% menjadi 593 aduan, yang mengakibatkan terdapat 2,4 juta pemegang polis menutup asuransi miliknya. Terhitung pada triwulan I (Januari-Maret) tahun 2021, tercatat OJK telah menerima pengaduan terkait asuransi unit link hingga mencapai 273 kasus.9 Berdasarkan data tersebut tidak dapat dipungkiri banyaknya perusahaan asuransi berbasis unit link yang bermasalah terhadap likuiditasnya. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi telah gagal dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian berupa pencantuman likuiditas dalam portofolio investasi unit link-nya, sehingga mengalami underlying investment.

Sebelumnya sempat dilakukan penelitian oleh Lillis Falihah, Rezkyta Pasca Abrini, dan Evelyn Putri Paraya pada tahun 2020 dengan judul artikel: “Fungsi Pengawasan Oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Sektor Peransuransian Ditinjau Dari Hukum Pengawasan”.10 Apabila mengacu pada penelitian tersebut, inti pokok permasalahan yang dibahas mengenai pengevaluasian penerapan fungsi dari pengawasan oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan seperti tugas dan kewenangannya terhadap sektor peransuransian secara luas. Diikuti dengan penelitian secara komprehensif yang dilakukan oleh Nianda Dinilah Arifah, Elisatris Gultom, dan Nyulistiowati Suryanti pada tahun 2021 dengan judul artikel: “Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Pelanggaran Underlying Investment oleh Perusahaan Asuransi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”.11 Fokus utama dari penelitian ini adalah mengenai bagaimana pertanggungjawaban hukum perusahaan dari sisi asuransi jiwa terhadap pelanggaran Prinsip Kehati-hatian dalam Likuiditas Portofilio Investasi.

Berdasarkan uraian kedua penelitian tersebut, terdapat kesamaan fokus penelitian yang mana membahas mengenai bentuk pertanggungjawaban hukum, namun terdapat perbedaan fokus subjek yang berwenang untuk menanggapi aduan terhadap berbagai permasalahan pelanggaran polis asuransi. Oleh karena itu, dengan munculnya berbagai industri asuransi menawarkan beragam jenis produk polis yang diiringi dengan semakin tingginya aktivitas Underlying Investment dari produk asuransi Unit link khususnya di Indonesia, menggugah minat penulis untuk mengangkat penelitian terkait dengan bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) selaku badan yang berwenang terhadap lembaga keuangan bank dan nonbank sesuai ketentuan UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam

menjalankan fungsi pengawasan beserta pengaturan Underlying Investment khususnya terhadap produk asuransi unit link. Tentu saja dalam penelitian ini diperlukan kepastian dalam sisi hukum termasuk didalamnya bagaimana perlindungan dari sisi nasabah asuransi yang dirugikan disertai pemahaman yang benar agar pemanfaatan dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan target investasi.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap produk asuransi Unit Link?

  • 2.    Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Underlying Investment dari produk asuransi Unit Link?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan identifikasi perihal segala sesuatu berhubungan dengan regulasi yang berlaku mengenai fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap produk asuransi Unit Link serta menganalisis peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Underlying Investment dari produk asuransi Unit Link.

  • II.    Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode hukum normatif-kualitatif yakni berfokus pada penelitian hukum yang melibatkan kajian bahan pustaka. Dimana semua data akan dikumpulkan serta disusun sedemikian rupa, sehingga dapat dianalisis secara deskriptif-analitis. Lebih jelasnya mengenai deskriptif-analitis yang dimaksud bersumber dari data sekunder yang berasal dari bahan literatur berupa hukum positif Indonesia yakni The Statute Approach atau ketetapan yang berlaku berupa Peraturan Perundang-Undangan untuk mengkaji permasalahan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. Selain itu, karangan ilmiah lainnya, seperti Buku Hukum, Jurnal Ilmiah Hukum, Tesis, Disertasi, hingga Putusan Pengadilan (Yurisprudensi) turut menjadi referensi serta bahan penunjang penelitian ini dimana memuat fungsi Pengaturan dan Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disertai prinsip kehati-hatian terhadap sektor perasuransian khususnya produk asuransi Unit Link. 12

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1 Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Produk Asuransi Unit Link

Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) didirikan sebagai lembaga independen tanpa campur tangan pihak lain yang bertanggung jawab atas Lembaga Jasa Keuangan Bank (LJKB) maupun Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB). Pembentukan dari OJK ini sendiri tidak terlepas dari situasi krisis ekonomi yang melanda seluruh dunia pada Tahun 1997-1998. Dalam bentuk mengatasi situasi yang genting tersebut, terbentuklah sebuah lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan yang berdiri tepatnya 16 Juli 2012 melalui UU OJK. Diharapkan dengan berdirinya OJK ini dapat terjadinya suatu peralihan peran dan tanggung jawab dari Badan Pengawasan Pasar Modal-Lembaga

Keuangan (Bappepam-LK) dan Bank Indonesia agar menjadi lebih komprehensif dan terintegrasi. 13

Mengacu pada ketentuan UU OJK tersebut pada dasarnya telah memuat mengenai fungsi dari OJK dalam menjalankan ketentuan institusi hingga administrasi lembaga yang menampung kewenangan pengaturan dan pengawasan di sektor financial services.14 Salah satu unit jasa keuangan yang dapat memberikan potensi besar untuk dikembangkan di masa depan adalah sektor Asuransi. Di dalam perkembangan Industri Asuransi 10 (sepuluh) tahun terakhir, tercatat bahwa hampir semua premi yang diperjual belikan dengan pendapatan tertinggi berbentuk asuransi jiwa yang berbalut produk asuransi unit link. Pertanggungan jenis ini telah berkembang lebih pesat jika dibandingkan dengan asuransi konvensional pada umumnya. Pertumbuhan yang dimaksud senilai 10.000% bila dipadankan dengan jenis pertanggungan konvensional lainnya yang semata-mata hanya tumbuh kurang lebih dari 380% saja. Peristiwa ini tidak lain disebabkan berbagai keunggulan produk unit link yang dihasilkan dari return on investment sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi calon nasabah asuransi untuk memilih jenis produk asuransi ini.15 Selain itu, tumbuhnya asuransi unit link tidak lain merupakan bentuk penerapan dari pemanfaatan ide perusahaan asuransi dalam menanggapi peluang terjadinya peningkatan secara signifikan atas pasar modal. Akhirnya, asuransi jiwa yang dikenal dengan sebutan PAYDI (Produk Asuransi yang Disertai Investasi) berjenis unit link terbentuk.16

Mengacu pada masuknya dana investasi, asuransi Unit link dibagi menjadi asuransi unit link pendapatan tetap, pasar uang, pendapatan campuran hingga dana saham. Selain beberapa jenis asuransi yang telah disebutkan sebelumnya, apabila mengacu pada proses pelunasan premi angsuran, diklasifikasikan lagi membentuk premi tunggal dan premi berkala. Perlu diketahui pula jika setiap jenis asuransi unit link juga mempunyai kompleksitas produk masing-masing yang berbeda secara spesifik pada setiap pertanggungan unit link.17 Oleh karena itu, dikarenakan kegiatan pada sektor peransuransian termasuk kedalam LJKNB sehingga berada di bawah kewenangan OJK untuk mengeluarkan pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga peransuransian. Sementara itu, berbicara mengenai pengaturan sendiri berdasarkan UU mengenai Peransuransian belum eskplisit mengatur perihal pertanggungan yang berhubungan dengan unit link. Akan tetapi, apabila membahas mengenai kewenangan OJk dalam meningkatkan persebaran usaha peransuransian dapat dilihat pada ketentuan Pasal 5 UU tentang Peransuransian yang menegaskan bahwa18:

  • “(1). Ruang lingkup Usaha Asuransi Umum dan Usaha Asuransi Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Usaha Asuransi Umum Syariah dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

  • (2) . Perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penambahan manfaat yang besarnya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

  • (3) . Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.”

Mengacu pada ketentuan di atas maka Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang tersendiri dalam menerbitkan regulasi sesuai kebutuhan dan perkembangan sosial di masyarakat saat ini, termasuk didalamnya berupa asuransi investasi.19 Sementara itu, dalam Pasal 1 ayat (2) POJK No.23/POJK.5/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi, telah menjelaskan mengenai jenis produk asuransi berkaitan dengan penanaman modal atau PAYDI termasuk ke dalam klasifikasi asuransi jiwa yang sangat sedikit proteksi terhadap kematian para nasabahnya dan hanya lebih memprioritaskan dari hasil keuntungan investasi saja. Manfaat investasi unit link sendiri didapat dari berbagai dana dimana telah dikumpulkan sebelumnya terlebih dahulu yang selanjutnya akan terbentuk secara eksklusif untuk produk asuransi, baik dalam bentuk unit link hingga bukan termasuk di dalamnya.20 PAYDI seperti di dalam ketentuan Pasal 4 No. 23/POJK.5/2015 harus memenuhi persyaratan berikut ini:

“(a) Memiliki proporsi perlindungan terhadap risiko kematian dan manfaat dengan Investasi;

  • (b)    Memiliki jangka waktu asuransi tertentu; dan

  • (c)    Memilih strategi investasi tertentu.”

Seiring berkembangnya industri asuransi yang dibarengi dengan pembaharuan regulasi terkait asuransi, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka perusahaan asuransi umum diizinkan melaksanakan jenis usaha asuransi yang berkaitan dengan nilai investasi.21 Seperti yang ditegaskan kembali oleh Dumoly F. Pardede dengan menerangkan bahwa rancangan pembuataan unit link yang diterapkan pada perusahaan asuransi umum akan sedikit berbeda dengan kehidupan yang ada saat ini. 22 Salah satu perbedaannya adalah Pertanggungan, hasil investasi dapat ditawarkan oleh perusahaan asuransi umum sebagai diskon untuk perpanjangan premi bagi pemegang polis, jika pemegang polis tidak memiliki catatan klaim untuk jangka waktu tertentu.

Mengacu Pasal 5 UU Otoritas Jasa Keuangan, dalam praktiknya Indonesia mempraktikkan model pengawasan yang terintegrasi antara regulasi (pendekatan integrasi) yang mana memiliki arti untuk meninggalkan model pengawasan kelembagaan sebelumnya. Definisi pengawasan ini lebih lanjut memiliki bentuk

berupa mencakup evaluasi, analisis, sekaligus memberikan rekomendasi dalam pembuatan laporan terkait dengan ruang lingkup kerja yang sudah dipelajari terlebih dahulu sebelumnya dari sebuah departemen atau organisasi hingga perusahaan.23 Untuk melaksanakan tugas pengawasan ini Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Pasal 9 UU OJK, mempunyai wewenang untuk:24

  • “a . Menetapkan kebijakan operasional pengawasaan terhadap kegiatan jasa keuangan;

  • b.    Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

  • c.    Melakukan pengawasaan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan Tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

  • d.    Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

  • e.   Melakukan penunjukan pengelola statuter;

  • f.    Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

  • g.    Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

  • h.    Memberikan dan/ataua mencabut:

  • 1)    Izin usaha;

  • 2)    Izin orang perseorangan;

  • 3)    Efektifnya pernyataan pendaftaran;

  • 4)    Surat tanda terdaftar;

  • 5)    Pesetujuan melakukan kegiatan usaha;

  • 6)    Pengesahan;

  • 7)    Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

  • 8)    Penetapan lain.”

Disisi lain, OJK secara berkala telah melakukan pengawasan terhadap fungsi perusahaan perasuransian melalui penerapan 2 (dua) metode kontrol secara berkala, yaitu: melalui metode pengawasan eksternal (off-site inspection) dan internal (on-site inspection).25

  • 1.    Pengaktualan Metode Kontrol Pengawasan Eksternal

Perwujudan kegiatan pengawasan secara eskternal atau tidak langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada beberapa prosedur sebagai berikut: a. Mengkaji laporan dengan melakukan analisis terhadap aduan masyarakat pengguna polis terhadap perusahaan asuransi;

  • b.    OJK dapat meminta kelengkapan data dan dokumen sesuai kebutuhan;

  • c.    Memantau rekomendasi tindak lanjut yang akan dipublikasikan; dan

  • d.    Melakukan pengujian atas timbulnya risiko-risiko yang dapat berdampak sistematis, khususnya pada industri asuransi dan sektor jasa keuangan umum.

  • 2.    Pelaksanaan Metode Kontrol Pengawasan Internal (Langsung)

Dalam pelaksanaan pengawasan secara langsung, dilaksanakan mengikuti berbagai tahapan proses, yakni berupa:

  • a.    Membuat rancangan program kerja perihal pemeriksaan secara langsung;

  • b.    Pemeriksaan langsung pada perusahaan asuransi; dan

  • c.    Melakukan evaluasi terhadap kegiatan metode pemeriksaan langsung.

Adapun pengawasan OJK khususnya terkait di bidang peransuransian diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 6 huruf c UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan jo. Pasal 57 ayat (1) UU No.40 Tahun 2014 tentang Peransuransian. Dimana pengawasan-pengawasan tersebut dilakukan tidak lain sebagai bentuk OJK guna memperoleh bagaimana situasi sebenarnya di lapangan dari lembaga jasa keuangan selain bank yaitu berupa Perusahaan Asuransi ini sendiri. Dengan mengetahui tingkat risiko suatu Lembaga Asuransi diiringi pula dengan melakukan evaluasi kepatuhan dari Perusahaan Asuransi atas peraturan perundang-undangan yang menjadi hukum positif Indonesia (ius constitutum) hingga hukum yang akan berlaku di masa yang akan datang (ius constituendum) khususnya pada produk asuransi dan dikaitkan dengan investasi Unit Link.26

  • 3.2 Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Underlying Investment dari produk asuransi Unit Link

Berbicara perihal keperluan perlindungan diri atau antisipasi adanya risiko kedepannya, maka dirasa penting untuk mempertimbangkan polis asuransi jiwa berbasis investasi. Meskipun mengenai tingkat premi asuransi polis asuransi unit link dapat dikatakan diatas rata-rata bila dibandingkan dengan asuransi tradisional, namun nasabah dapat menambahkan beberapa fitur manfaat atau dikenal dengan sebutan riders kedalam polis asuransi yang akan di taken tersebut. Asuransi berbasis investasi Unit Link ini sendiri terpisah dari dana yang dipertanggungkan ketika mengelola dana investasi. Dimana dana investasi atau reksa dana akan dikelola oleh manajer investasi, sedangkan dana tertanggung akan dikelola oleh perusahaan asuransi sepenuhnya yang memiliki fungsi untuk memberikan transparansi hasil investasi.27

Disisi lain bagaimanapun unit link banyak diminati, tetap terdapat banyak risiko yang mengirinya. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu apabila terjadi adanya suatu risiko dalam berinvestasi yang dialami nasabah selama kurun waktu berjalannya asuransi unit link, maka seluruh tanggung jawab atas risiko tersebut akan menjadi sepenuhnya milik nasabah pemegang polis. Aturan tersebut terjadi disebabkan berbagai kemungkinan penurunan nilai investasi, dimana hal ini merupakan hal yang harus diketahui para pemegang polis sebelum memilih untuk menggunakan asuransi Unit link. Jikalau suatu nilai investasi turun akan sangat berimbas terhadap nilai tunai yang diterima oleh nasabah. Nilai Tunai atau yang dikenal pula dengan sebutan Cash Value adalah nilai suatu kepemilikan saham berupa sejumlah dana investasi (trust investasi) yang dihitung berdasarkan harga beli. Penambahan ini sendiri akan terjadi pada saat asuransi dasar yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan atau manfaat asuransi.28 Selain itu pula jika melihat dari sisi karakteristik fitur asuransi berbasis Unit Link ini tidak dapat menjanjikan pengembalian akhir atas kepercayaan

dana investasi secara pasti. Hal ini kembali lagi pada tujuan asuransi unit link yang berbentuk berkepanjangan dengan angsuran paling cepat adalah 5 tahun.29

Mengacu pada data Layanan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, tercatat pada data laporan penanganan yang dilaporkan oleh para pemilik polis tersebut terkait berbagai permasalahan mengenai asuransi unit link, kerap kali timbul dikarenakan:

  • a.    Banyaknya nasabah asuransi unit link melakukan pembatalan pelunasan polis di tahun pertama kepesertaan sehingga memicu kerugian;

  • b.    Ketidak efektifan yang dialami oleh calon nasabah saat proses komunikasi dan konfirmasi dari perusahaan asuransi yang dituju berlangsung;

  • c.    Kurangnya transparansi dalam melakukan penyampaian informasi terhadap produk asuransi unit link;

  • d.    Belum sesuainya penggambaran atau ilustrasi dari persentase hasil investasi pada unit link;

  • e.    Berbagai laporan terkait perilaku agen yang kurang berkompeten; dan

  • f.    Permasalahan pertanggungjawaban terhadap laporan perkembangan dana investasi asuransi unit link. 30

Terbukti sepanjang Tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan menerima total 360 aduan terkait asuransi berdasarkan unit link. Satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 2021, jumlah pengaduan pun meningkat 65% menjadi 593 pengaduan, dengan 2,4 Juta pemegang polis membatalkan asuransinya. Pada Kuartal I tahun 2021 (Januari-Maret), tercatat sebanyak 273 pengaduan terkait asuransi Unit Link di OJK.31 Dari data tersebut, tidak dapat dipungkiri banyak perusahaan asuransi unit link yang mengalami kesulitan likuiditas sehingga membuat perusahaan dinyatakan telah gagal dalam menerapkan prinsip kehati-hatian untuk memastikan likuiditas portofolio investasi dan mengalami Underlying Investment.

Pengaduan tersebut tidak lain disebabkan kurangnya pengetahuan nasabah mengenai karakteristik, manfaat, biaya, resiko dari asuransi investasi, hingga tidak terlaksananya tata cara negosiasi penjualan produk asuransi unit link kepada nasabah polis dengan baik. Selain itu pula di dalam polis asuransi unit link tersebut kebanyakan tidak tercantum strategi investasi yang spesifik, melainkan hanya mencantumkan manfaat risiko kematian dan investasi saja. Tanpa adanya penjelasan mengenai strategi investasi secara spesifik ditambah dengan proses pencantuman investasi yang diberikan oleh manager investasi tidak dilakukan secara transparan. Maka sama saja tindakan-tindakan tersebut telah melanggar ketentuan yang disusun dalam ketentuan Pasal 53 ayat (1) POJK No.23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi menerangkan:

Perusahaan dan/atau perusahaan pialang asuransi wajib menyampaikan informasi akurat, jelas, jujur, dan tidak menyesatkan mengenai Produk Asuransi kepada calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebelum calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta memutuskan untuk melakukan penutupan asuransi dengan Perusahaan.”

Berdasarkan ketentuan diatas, secara lebih lanjut ditegaskan pada ketentuan Pasal 53 ayat (2) yang menyatakan:

“Perusahaan yang memasarkan PAYDI wajib memiliki, menerapkan dan mengembangkan kebijakan dan prosedur penilaian kesesuaian Produk Asuransi dengan kebutuhan dan profil

calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta yang menjadi target pemasaran (Customer Risk Profile Assessment).”

Terlebih lagi, sehubungan dengan prinsip kehati-hatian Martin Brownbridge (2002: 305) dalam tulisannya yang berjudul “Policy Lessons for Prudential Regulation in Developing Countries” menguraikan bahwa kaidah kehati-hatian sangatlah primer untuk dilakukan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi simpanan. Oleh karena itu fokus utamanya adalah pada keamanan dan kesehatan prodesur lembaga perbankan maupun non-bank yang mengambil simpanan berupa investasi tersebut.32 Demi terciptanya proses yang sistematis, dinamis, dan berkesinambungan, maka diperlukan pengelolaan portofolio investasi dalam penempatan suatu investasi. Dengan adanya manajemen portofolio investasi ini menyediakan kerangka kerja sedemikian rupa yang mencakup proses perencanaan, penilaian, penyesuaian, hingga pelaksanaan. Dengan berpedoman pada konteks diatas, pengoptimalan pengelolaan investasi diharapkan dapat terjadi dalam proses berjalannya asuransi unit link.

Namun kewajiban tersebut berbanding terbalik pada kenyataannya, banyak perusahaan asuransi yang melakukan penetapan investasi berserta dengan fixed rate return di atas rata-rata. Perusahaan-perusahaan asuransi berbasis Unit Link yang melakukan tindakan tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian dengan tidak berjalannya Investasi dengan suku bunga tetap yang diharapkan, evaluasi yang tidak sesuai, kegagalan dalam melakukan penyesuaian (fixed rate), dan diperkeruh dengan situasi pandemi saat ini semakin menyulitkan perusahaan untuk menjaga integritas keuangannya. Dimana hal ini bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) POJK No.71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang berbunyi:

“Perusahaan wajib setiap waktu memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan”

Kemudian ketentuan tersebut diperjelas kembali melalui Pasal 2 ayat (2) dengan mendeskripsikan sebagai berikut:

“Pengukuran tingkat kesehatan keuangan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  • a.    Tingkat Solvabilitas;

  • b.    Cadangan Teknis;

  • c.    Kecukupan Investasi;

  • d.    Ekuitas;

  • e.    Dana Jaminan; dan

  • f.    Ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.”

Melihat banyaknya oknum perusahaan yang melakukan pelanggaran mengenai prinsip kehati-hatian, maka mengacu pada Pasal 2 ayat (2) huruf c, diperlukan suatu batasan yang tegas ketika perusahaan asuransi melakukan investasinya. Oleh sebab itu, dalam fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, OJK memberikan perintah untuk mengurangi portofolio investasi ekuitas (investasi saham). Berdasarkan peraturan OJK, suatu penyertaan modal investasi saham tidak boleh melebihi 40% pada seluruh total investasi di perusahaan asuransi unit link dan setiap investasi saham per-emitennya tidak melebihi nilai 10% (sepuluh persen) dari total keseluruhan investasi.33

Dalam beberapa kasus Perusahaan Asuransi tepatnya seperti yang dialami oleh PT Asuransi Jiwa Kresna. Perusahaan asuransi tersebut terbukti telah melakukan pelanggaran tidak hanya menetapkan suku bunga tetap (fixed-rate) yang terlalu tinggi, tetapi turut melakukan penanaman modal terhadap perusahaan yang terafiliasi terhadap Asuransi Jiwa Kresna dengan melebihi limit dari yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yaitu pada Pasal 12 ayat (1) POJK No.71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Berdasarkan pasal yang termaktub telah dijelaskan mengenai pencantuman yang berhubungan dengan modal diperbolehkan terkhususunya berbentuk penanaman modal atau investasi kepada para pihak terkait dengan perseroan yang terafiliasi tidak boleh melampaui 25% dari jumlah keseluruhan investasi yang ada.34 Sementara itu, berdasarkan hasil pemeriksaaan OJK, PT Asuransi Jiwa Kresna telah menginvestasikan dana nasabahnya sendiri kedalam portofolio investasi ekuitas mulai dari 75% s/d 90% kepada pihak afiliasinya sendiri. Otoritas Jasa Keuangan dalam menanggapi hal tersebutpun tidak tinggal diam dengan memberikan sanksi yang tertuang dalam sanksi Otoritas Jasa Keuangan No. S--499/NB.2/2020 tertanggal 7 Desember 2020 akibat tak mematuhi arahan beserta dengan pemenuhan sanksi. Dari output audit Otoritas Jasa Keuangan tertera sebagai berikut:35

“Menurunkan konsentrasi penempatan investasi pada pihak terafiliasi Grup Kresna, hal ini agar dapat memenuhi Pasal 5 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang mengatur bahwa perusahaan wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penempatan investasi”.

Adapun contoh kasus lainnya yang sempat menghebohkan industri asuransi Indonesia yaitu persoalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Perkara yang melibatkan perusahaan asuransi tertua dan terkemuka tersebut terjadi pada bulan Oktober tahun 2018 yang berujung pada Asuransi Jiwasraya dinyatakan telah gagal bayar terhadap pembayaran asuransi nasabah polis JS Saving Plan yang sudah jatuh tempo pada Desember 2019 lalu senilai Rp802 Miliar dan Rp12,4 Triliun. Namun sungguh disayangkan, kendatipun asuransi JS Saving Plan sudah terjerat kasus gagal bayar dan memiliki resiko yang tinggi, pada kenyataannya menunjukkan bahwa penjualan produk asuransi ini masih merajalela di masyarakat. Dampak dari krisis ini membuat PT Asuransi Jiwasraya memasuki kondisi finansial yang tidak sehat dan merujuk pada distorsi penanaman modal sehingga mendatangkan tingkat risiko kegagalan yang tinggi (high risked).36 Apabila merujuk pada surat edaran No.32/SEOJK.05/2016 telah menguraikan secara tegas, bahwa: 37

Perusahaan yang berbasis pada pemasaran asuransi haruslah memperhatikan ketentuan pada tingkat kesehatan keuangan yang berlaku. Lebih lanjut, ditegaskan kembali dalam butir II ayat (7) yang menerangkan perihal Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) dipasarkan melalui model bisnis kerja sama distribusi (Bancassurance) memiliki batasan hanya untuk PAYDI saja dengan strategi space investment dan/atau strategi fixed income”.

Maka dari itu, dengan mengacu pada Surat Edaran (SE) OJK tersebut dapat dikatakan jika polis asuransi JS Savings Plan masuk kedalam kategori melawan hukum sehingga

sudah sepatutnya untuk lembaga pengaturan dan pengawasan yaitu OJK mengatasi jenis polis yang beresiko tinggi seperti asuransi jiwasraya untuk diberikan pengaturan sesuai dengan hukum formil saat ini.

Akan tetapi, jika melihat hasil dari pemeriksaan pendahuluan, rasanya tidak cukup untuk mengatakan hanya disana saja pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT Asuransi Jiwasraya. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah menemukan bukti mengenai perusahaan tersebut telah mempersiapkan laporan keuangan yang palsu disertai dengan pelanggaran penyertaan modal berbentuk saham. Kejadian ini dilakukan tidak lain untuk menghindari pencatatan dengan melakukan transaksi dalam kurun waktu cepat secara overprice. Selain itu pula, manager investasi dari asuransi jiwasraya perlu dipertanyakan kredibilitasnya dalam melakukan pekerjaan. Pernyataan ini tidak semata-semata dilayangkan begitu saja, karena ditemukan bahwa manager investasi tersebut melakukan investasi pada saham yang tidak wajar tanpa melihat perkiraan mengenai bentuk dari saham yang tidak cair serta berkualitas rendah.

Berdasarkan beberapa contoh kasus aquo yang telah dipaparkan sebelumnya terkait adanya pelanggaran, penipuan hingga berujung adanya Underlying Investment yang dilakukan oleh banyaknya Perusahaan Asuransi berbasis Unit Link. Hal ini jelas menunjukkan perbedaan secara nyata kualitas serta kuantitas aturan pengawasan antara OJK dengan bank, pasar modal, hingga lembaga keuangan non-bank, khususnya sektor peransuransian yang tidak berjalan secara semestinya.38 Hal ini semakin diperkeruh dengan penilaian masyarakat terhadap kurang optimalnya pertanggung jawaban dari fungsi Otoritas Jasa Keuangan selaku badan pengawasan. Pernyataan tersebut dibuktikan pada kenyataannya OJK tidak terlalu menindaklanjuti pengaduan yang diadukan oleh mayoritas para nasabah pengguna polis asuransi unit link dengan hanya berhenti pada tingkat pelaporan saja. Eko Listiyanto, Managing Director Institute for Economic and Financial Development (INDEF), mengatakan jika pengawasan multilevel oleh berbagai regulator pengawas seperti Otoritas Jasa Keuangan seharusnya dapat mencegah berbagai dampak dari underlying investment yang terjadi. Eko beropini jika faktor yang mendukung kecerobohan OJK dalam pengawasan terjadi karena lalai dalam mendeteksi indikasi masalah berupa ruang lingkup yuridis yang tidak cakap mendeteksi permasalahan dari awal sehingga menyebabkan kacau balaunya manajemen pengawasan OJK serta menimbulkan berbagai skeptikal yang mengindikasikan bentuk dari pembiaran disengaja oleh OJK itu sendiri. Pendapat tersebut didukung oleh Pengamat Asuransi Irvan Raharji yang menyatakan memang terjadi banyak regulasi di bidang peransuransian yang tidak terimplementasi dengan baik serta minim pengawasan.39

Perlu adanya pembaharuan terhadap Regulasi industri asuransi ini sendiri yang mana sudah berumur lebih dari 15 tahun lamanya. Maka dari itu, untuk mengatasi hal tersebut, OJK telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI) tertanggal 14 Maret 2022.40 Surat edaran ini sendiri mengatur penyelenggaraan sistem asuransi berbasis investasi baik itu terhadap perusahaan asuransi pada umumnya maupun perusahaan asuransi syariah. Dengan adanya

pemberlakuan ketentuan terbaru tersebut adalah tidak lain bertujuan memajukan administrasi, manajemen risiko, hingga perlindungan konsumen terhadap kepastian bagaimana produk asuransi unit link dipasarkan sehingga tidak memicu berbagai permasalahan kedepanya.41

Riswinandi, Chief Executive dari Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan, memaparkan mengenai tujuan dengan menerbitkan SEOJK PAYDI adalah untuk meningkatkan 3 (tiga) aspek utama, yaitu: 42

  • 1.    Praktik Pemasaran

Pada praktik pemasaran Asuransi Unit Link ini sendiri mengalami beberapa perubahan, tidak hanya memberikan transparansi informasi mengenai praktik pemasaran di lapangan tetapi juga diharapkan dapat menyakinkan para nasabah baru dengan polis asuransi Unit-Link yang sebelumnya sudah disesuaikan pula dengan hukum positif Indonesia. Selain itu, perusahaan asuransi juga diwajibkan dalam menilai kebutuhan serta kemampuan berupa profil risiko untuk memastikan bahwa jenis produk asuransi yang dibeli memenuhi penilaian standarisasi dari calon pemegang polis asuransi unit link.

  • 2.    Transparansi Informasi

Dari sisi transparansi informasi, perusahaan asuransi unit link melalui agen diharuskan memberikan gambaran atau pemahaman akurat, jelas, dan lengkap perihal asuransi investasi unit link yang akan diambil. Mengingat tujuan sistem ini diberlakukan untuk meningkatkan literasi, maka diperlukan beberapa cakupan seperti manfaat, pengeluaran hingga risiko yang akan ditanggung oleh pemegang polis. Ketiga hal tersebut akan dilakukan secara beriringan melalui verifikasi pengetahuan dari nasabah sesuai dengan jenis polis asuransi unit link yang dipilih.

  • 3.    Tata Kelola Aset (Wealth Management)

Perbaikan tata Kelola aset asuransi investasi berbasis Unit Link ditujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari sisi perusahaan asuransi investasi agar aset PAYDI yang dikelola dapat dipergunakan dengan sebagaimana mestinya secara hati-hati. Selain itu, berdasarkan surat edaran tersebut perusahaan asuransi juga diwajibkan untuk:

  • a.    Melakukan welcoming call dengan para nasabah baru yang menggunakan produk asuransi unit link. Kegiatan ini berfungsi sebagai media konfirmasi ulang berupa pemberian kembali penjelasan produk asuransi sehingga dapat dipastikan kesesuaian terkait polis yang telah dipilih.

  • b.    Dalam transparansi aset pemegang polis unit link, perusahaan asuransi secara berkala juga wajib memberikan: (1) Pengumuman harian terhadap nilai aset bersih; (2) Penyampaian hasil berupa laporan nilai tunai setiap polis asuransi nasabah unit link minimal setiap tiga bulan sekali; dan (3) Menyerahkan laporan perkembangan (fund fact sheet) untuk setiap subdana yang dikelola minimal per-tiga bulan oleh perusahaan.

  • c.    Menetapkan konten minimum dari laporan nilai saat ini beserta laporan kemajuan subfund.

  • d.    Mengelola strategi dalam hal evaluasi dan kinerja investasi, kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) minimum dalam pengelolaan investasi,

batasan investasi terhadap pihak terkait maupun tidak terkait, trust investasi, dan produk luar negeri, serta kewajiban secara berkala dalam mengevaluasi pengelolaan aset PAYDI oleh Custodian Bank.

  • e.    Setiap perusahaan asuransi wajib mempertimbangkan beberapa batasan pemegang polis terutama apabila berhubungan dengan minimal nilai tunai polis, penambahan jenis asuransi, perolehan premi, serta proses penarikan nilai tunai.

  • f.    Menetapkan regulasi perihal spesifikasi produk, dimana hal tersebut bertujuan meminimalkan potensi konflik dari spesifikasi produk. Oleh karena itu, diharapkan perusahaan tersebut telah memiliki SDM yang memadai disertai dengan sistem pendukung pengelolaan PAYDI yang komprehensif.

Semua pengetatan peraturan ini tentu saja tetap melibatkan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dibaliknya, dengan meminimalkan masalah PAYDI, meningkatkan perlindungan konsumen pengguna produk asuransi Unit Link menjadi lebih baik, dan memungkinkan industri asuransi dapat terus berkembang dengan memprioritaskan praktik bisnis yang sehat.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan analisis secara menyeluruh dari penelitian diatas, dapat disimpulkan fakta dilapangan menunjukkan bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) terhadap produk asuransi khususnya Unit Link tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya. Terlebih dengan munculnya beragam jenis pertanggungan unit link yang problematis terhadap likuiditas perusahaan. Hal tersebut menyebabkan tidak terlaksananya prinsip kehati-hatian suatu perusahaan asuransi dalam hal manager investasi yang tidak sesuai melakukan penempatan likuiditas portofolio investasi dan berbagai permasalahan lain yang mengikutinya sehingga berujung pada Underlying Investment.

Peran Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator keuangan pada sektor bank maupun non-bank terhadap Underlying Investment produk asuransi Unit Link sangat berperan penting. Sudah sepatutnya OJK untuk wajib mematuhi juga melakukan peran pengaturan serta pengawasan khususnya mengenai prinsip kehatian-hatian yang mendasari perlindungan pengguna atau nasabah polis asuransi. Selain itu pula, OJK perlu melakukan suatu pembaharuan terhadap regulasi industri asuransi Unit Link yang sudah tidak mengikuti perkembangan dari industri asuransi yang ada. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mengelilingi asuransi Unit Link, OJK menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Investasi (“SEOJK PAYDI”). Dengan adanya pemberlakuan ketentuan terbaru tersebut adalah tidak lain diharapkan dapat memajukan administrasi, manajemen risiko, hingga perlindungan konsumen terhadap kepastian bagaimana produk asuransi unit link dipasarkan sehingga tidak memicu berbagai permasalahan kedepanya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Fauzi, Wetria. 2019. Hukum Asuransi di Indonesia. Padang: Andalas University Press.

Nitisusastro, Mulyadi. 2013. Asuransi dan Usaha Peransuransian di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Otoritas Jasa Keuangan. 2017. Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Unit Link, Cetakan 1. Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen OJK.

Otoritas Jasa Keuangan. 2017. Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Unit link, Cetakan II, Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen.

Jurnal

Arifah, Nianda Dinilah, Elisatris Gultom, dan Nyulistiowati Suryanti, 2021, “Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Pelanggaran Underlying Investment oleh Perusahaan Asuransi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”, Jurnal Sains Sosio Humaniora, Vol.5 No.2.

Bonita, dan Maharani Nurdin. 2021. “Perlindungan Hukum Terhadap Klaim Nasabah Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI)”, Justitia: Jurnal Ilmu hukum dan Humaniora, Vol. 8 No. 4.

Bukhari, Eri. 2015. “Peranan Asuransi Dalam Dunia Investasi”. Jurnal Kajian Ilmiah UBJ, Vol.15, No.2.

Falihah, Lilis, Rezkyta Pasca Abrini, dan Evelyn Putri Paraya. 2020. “Fungsi Pengawasan Oleh Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Sektor Perasuransian Ditinjau dari Hukum Pengawasan”, Jurnal Fundamental JUSTICE, Vol.1, No.2.

Fauzi, Wetria. 2017. “The Authority of The Financial Services Authority (OJK) in Publishing Insurance Regulation in the Perspective of Insurance Law in Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 5, No.1.

Fauzi, Wetria. 2019. “Pengaturan Pengajuan Gugatan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Dalam Menyelesaikan Sengketa Asuransi di Indonesia”. Jurnal Hukum Acara Perdata ADHAPER. Vol. 5, No. 1.

Herayani, Pungki. 2020. “Perlindungan Hukum Pada Asuransi Jiwa Unit Link (Studi Pada Perusahaan Bumiputra 1912 Brebes”. Al-Qodiri: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, Vol:18, No.1.

Jerry II, Robert H. 2013. “Bad Faith At Middle Age: Comments On “The Principle Without A Name (Yet),” Insurance Law, Contract Law, Specialness, Distinctiveness, and Difference”. Connecticut Insurance Law Journal, Vol.19, No.1.

Putra, I Wayan Agus Satriya Wedhana, Ida Ayu Sukihana. 2020. “Kedudukan Agen Asuransi di Era Digital Dalam Menawarkan Produk Asuransi”. Kerta Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol.8, No.3. (Page: 350-367)

Putra, I Wayan Deva Pradita, A.A. Gde Agung Dharmakusuma, dan Desak Putu Dewi Kasih. 2019. “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non-Bank Berkaitan Dengan Sektor Asuransi di Bali”. Kerta Semaya: Journal Ilmu Hukum. Vol. 6, No.3.

Santini, Isnawati. 2018. “Wanprestasi Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Kelalaian Penyerahan Berkas Oleh Mitra Berkas Oleh Mitra Penanggung

Sebagai Akibat Kolektor Pengajuan Klaim (Studi Kasus Sertifikat Asuransi Polis Nomor 15.001673)”. UNES Law Review. Vol. 1, No.2.

Savitri, Nur Aisyah. 2019. “Perlindungan Tertanggung Pada Asuransi Jiwa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian”, Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol. 2, No. 2.

Sidauruk, Pondang Agustawan, Ngakan Ketut Dunia, dan A.A. Ketut Sukranatha. 2013. “Pelaksanaan Pembayaran Klaim Pada Produk Asuransi Berkaitan (Unit Link Assurance) antara Asuransi Jiwa, Proteksi, dan Investasi (Studi Pada PT. Prudential Life Assurance Denpasar)”. Kerta Semaya: Journal Ilmu Hukum. Vol. 1, No.8.

Witarini, Ni Kadek, Edward Thomas Lamury Hadjon. 2017. “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis dari Perusahaan Asuransi yang Palit”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum. Vol. 6, No.3.

Wiwoho, Jamal. 2014. “Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Dalam Memberikan Distribusi Keadilan Bagi Masyarakat”. MMH, Vol. 43, No.1.

Yanti, Ni Luh Vena Puspa Yanti, Gde Made Swardhana, dan A.A Ketut Sukranatha. 2017. “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Asuransi Dalam Proses Melakukan Claim Asuransi”. Kerta Semaya: Journal Ilmu Hukum. Vol. 6, No.3.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/POJK.5/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.32/SEOJK.05/2016 tentang Saluran Pemasaran Produk Asuransi Melalui Kerjasama dengan Bank (Bancassurance).

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI).

Internet

Agustine, Irine. 2015. “Rencana Peraturan OJK: Asuransi Umum Dibolehkan Jual Unitlinked”,        https://finansial.bisnis.com/read/20151222/215/504113/rencana-

peraturan-ojk-asuransi-umum-dibolehkan-jual-unitlinked, diakses pada 25 Mei 2022, pukul 09.44 WITA.

Indonesia, CNBC. 2022. “Bikin Kaget, Ternyata Ini Akar Masalah Asuransi Unit Link!”, https://www.cnbcindonesia.com/market/20220121111757-17-3093, diakses pada 17 Mei 2022, Pukul 14.49 WITA.

Marpaung, Kapler A. 2020. “Menyoal Legalitas Saving Plan Jiwasraya”, https://investor.id/opinion/menyoal-legalitas-saving-plan-jiwasraya, diakses pada 27 Mei 2022, Pukul 17:06 WITA.

Meilanova, Denis Riantiza. 2022. “OJK Terbitkan Aturan Baru Asuransi Unit Linked Berlaku Mulai 14 Maret”, https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com

/amp/read/20220323/215/1514238/ojk-terbitkan-aturan-baru-asuransi-unit-linked-ber laku-mulai-14-maret, diakses pada 27 Mei 2022, Pukul 19.00.

Otoritas Jasa Keuangan. 2021. “Statistik Peransuransian Tahun 2020”, https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/asuransi/Pages/Statistik-Perasu ransian-2020.aspx, diakses pada 25 Mei 2022, Pukul 10.00 WITA.

Pratama, Wibi Pangestu. 2022. “Lemahnya Pengawasan Regulator Picu Berbagai Kasus Asuransi”, https://finansial.bisnis.com/read/20200120/215/1191898/lemahnya-penga wasan-regulator-piicu-berbagai-kasus-asuransi, diakses pada 27 Mei 2022, Pukul 18.23.

Pratama, Wibi. 2020. “Pandemi Covid-19: Jumlah Tertanggung Naik, Bisnis Asuransi Tertekan”, https://finansial.bisnis.com/read/20200625/215/1257785/pandemi-covid-19- jumlah-tertanggung -naik-kinerja-bisnis-asuransi-tertekan, diakses pada 14 Juni 2022, Pukul 13.15 WITA.

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 5 Tahun 2022 hlm 519-536

536