TATA CARA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020 SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

I Gusti Ngurah Agung Mahendrajaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah Pilkada Serentak Tahun 2020 banyak menuai problematika bagi pemerintah maupun masyarakat. Hal ini disebabkan karena pandemi Covid-19 yang melanda sehingga tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya menjadi menurun. Wabah pandemi Covid-19 telah mengancam kesehatan masyarakat dan memberikan dampak terhadap agenda demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik dalam melakukan penelitian, supaya mengetahui bagaimana hak pilih masyarakat dalam Pilkada Serentak Tahun 2020 sebagai pelaksanaan hak konstitusional warga negara. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian yuridis empiris, sifat penelitiannya ialah deskriptif menggunakan sumber data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dengan menggunakan studi kepustakaan yang dirangkum dalam analisis kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pilkada Serentak Tahun 2020 mengantisipasi bahwa pelaksanaannya tidak dilakukan dalam keadaan yang normal, sehingga harus mempersiapkan pelaksanaan dengan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Dengan adanya Perppu No. 2 Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No.6 Tahun 2020 telah memberikan kepastian hukum akan pelaksanaan Pilkada tahun 2020 saat pandemi Covid-19 itu artinya pemerintah menyokong pelaksanaan Pilkada langsung secara lazim, sehingga dapat diapresiasi bahwa pemerintah berusaha merealisasikan hak konstitusional warga negara dengan penyelenggaraan pilkada. Tetapi, hal yang bisa digaris bawahi adalah terwujudnya hak-hak berupa hak memilih, hak hidup, dan hak memperoleh kesehatan ialah hak asasi manusia (HAM). Untuk mencapai itu semua pemerintah harus menetapkan protokol kesehatan Covid-19 sesuai dengan UU Covid-19 atau secara tegas pada pelaksanaan Pilkada Serentak.

Kata Kunci: Tata Cara, Covid-19, Pemilihan Kepala Daerah, Konstitusional

ABSTRACT

This study aims to examine the Simultaneous Regional Head Elections in 2020 that reap many problems for the government and the community. This is due to the Covid-19 pandemic that hit so that the level of public participation in exercising their voting rights has decreased. The COVID-19 pandemic has threatened public health and has had an impact on the democratic agenda in Indonesia. Therefore, the author is interested in conducting research, in order to find out how people's suffrage in the 2020 Simultaneous Regional Head Elections is the implementation of citizens' constitutional rights. In this study, empirical juridical research methods were used, the nature of the research was descriptive using secondary data sources in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. Collecting data using a literature study which is summarized in a qualitative analysis. The type of research used is empirical legal research. The results of the study indicate that the 2020 Simultaneous Regional Head Elections anticipate that its implementation will not be carried out under normal circumstances, so it must prepare for implementation by complying with the Covid-19 health protocol. With the Perppu No. 2 of 2020 which has been stipulated as Law No. 6 of 2020 has provided legal certainty for the implementation of the 2020 Pilkada during the Covid-19 pandemic, which means that the government supports the implementation of direct elections in a normal way, so it can be appreciated that the government is trying to realize the constitutional rights of citizens. with holding

elections. However, what can be underlined is that the realization of rights in the form of the right to vote, the right to life, and the right to health are human rights (HAM). To achieve this, all governments must establish a Covid-19 health protocol in accordance with the Covid-19 Law or explicitly on the implementation of Simultaneous Regional Head Elections.

Keywords: Procedure, Covid-19, Regional Head Election, Constitutional.

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Sejak bangsa Indonesia merdeka, salah satu prinsip dasar bernegara yang dianut adalah paham kedaulatan rakyat. Hal ini ditandai sebagaimana amanat ketentuan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen yang menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Secara istilah, konstitusi adalah beberapa ketentuan dasar dan aturan hukum yang dibuat guna menata fungsi dan struktur lembaga pemerintahan, termasuk relasi kerjasama antar negara dan masyarakat (rakyat) dalam situasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hak konstitusional ialah kedaulatan yang dimiliki seseorang agar memperoleh atau mengamalkan sesuai dengan UUD 1945. Hak konstitusional (constitutional rights) adalah hak berlandaskan konstitusi. Namun, tidak semua hak konstitusional adalah hak asasi manusia, karena ada juga yang disebut The Citizen’s Constitutional Rights, yaitu hak rakyat atau hak warga negara yang hanya berlaku bagi warga negara yang bersangkutan, jadi bukan hak asasi yang universal, betapapun hakikatnya semua hak asasi manusia adalah hak sipil dan politik karena perbedaan keduanya bukanlah perbedaan substansial melainkan perbedaan lingkungannya.1

Salah satu bentuk dan sistem demokrasi di daerah ialah penyelenggaraan pilkada. Pemilihan kepala daerah adalah alat menifestasi kekuasaan serta pengakuan maka pemilih yaitu masyarakat di lingkungan.Pemilihan kepala daerah memiliki tiga fungsi utama pada pelaksanaan pemerintahan daerah. Pertama, menetapkan kepala daerah sesuai dengan keinginan masyarakat di daerah sehingga dimohon dapat mengerti dan mewujudkan keinginan masyarakat di daerah. Kedua, dengan adanya pilkada diharapkan pilihan masyarakat di daerah berlandaskan visi, misi, agenda, serta bobot dan kredibilitas calon kepala daerah, yang memutuskan kesuksesan pelaksanaan pemerintahan di daerah. Ketiga, pemilihan kepala daerah adalah cara pertanggungjawaban sekaligus alat evaluasi dan pengaturan masyarakat menurut kebijakan bagi seorang kepala daerah dan kapasitas politik yang menyokongnya.

Pada era reformasi, pemilihan kepala daerah langsung telah berhasil untuk menjalankan rotasi kepemimpinan secara demokratis. Namun, hanya saja dalam pelaksanaannya masih sebatas demokrasi prosedural, belum mencapai inti dari demokrasi itu sendiri (subtantive democracy).2

Proses penyelenggaraan pilkada serentak memang lebih berkualitas, tetapi hasilnya tidak menjamin bagi terbentuknya pemerintahan efektif. Bisa dipastikan, hampir semua kepala daerah

yang dihasilkan pilkada serentak tetap berupa pemerintahan daerah terbelah, dimana kepala daerah terpilih bukan berasal dari partai atau koalisi partai yang mencalonkan kepala daerah terpilih tersebut.3

Sekarang prosedur demokrasi di Indonesia sudah memasuki fase pertumbuhan yang sangat signifikan. Pertumbuhan itu dimaknai atas beragam perubahan pada bentuk dan tata kedaulatan negara. Kekuasaan pemerintahan yang semula berpusat di Jakarta sekarang terbagi ke pemerintahan di daerah-daerah dengan cara desentralisasi.

Partisipasi rakyat dalam Demokrasi Pancasila kita memberikan wujud kepada ketentuan yang termuat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya yang bersangkutan dengan bidang politik, peran rakyat dalam Demokrasi Pancasila dan dalam negara itu berpengaruh besar, sudah dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 1945. Disitu dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Bahwa yang kita bicarakan adalah bagaimana peran rakyat dalam partisipasi masyarakat terhadap Demokrasi Pancasila, maka politik sebagaimana ditentukan oleh UUD 1945, maka kalau yang kita maksudkan dengan Demokrasi Pancasila adalah sistem kedaulatan rakyat dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang oleh UUD 1945 ditetapkan sebagai lembaga tertinggi negara.4

UU No 1 Tahun 2015 menegaskan pilkada dilaksanakan secara demokratis dan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Ini adalah asas pemilu yang dituangkan pada pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.Dengan penyebutan asas ini sesungguhnya pilkada itu merupakan pemilu.“UU No.1 Tahun 2015 bertujuan memilih gubernur, bupati, dan walikota secara langsung oleh rakyat”.

Dasar hukum berhubungan dengan norma yang dijadikan sebagai dasar bagi keputusan dan/atau tindakan setiap warga negara dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Dasar hukum hukum inilah yang menjadi rujukan tindakan dan/atau keputusan tersebut.

Dalam konteks ini, dasar hukum pilkada merupakan dasar yang dijadikan sebagai norma hukum pelaksanaan pilkada. Pilkada adalah aktivitas politik, sehingga harus ada aturan main yang menjadi dasar hukum pelaksanaannya. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 beserta pergantian sebelumnya juga diatur tentang asas-asas dalam pilkada, yaitu asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Demi menetapkan penyelenggaraan pemilihan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tidak semudah dalam koridor normatif, secara sah dan konstitusional yang diselenggarakan secara tertib dengan cukup pemahaman tetapi dibutuhkan beragam cara dan rencana untuk menaklukkan dalam hasil pemilihan, eksistensi badan pengawas dan komisi pemilihan umum yang berdaulat (bebas) saja tidak lengkap tanpa melibatkan partisipasi

masyarakat sehingga patut disadari partisipasi pemilih pada pemeriksaan menjadi temapenting karena sebagai penjabat kekuasaan dalam hak pilih.5

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merasa perlu adanya penulisan dengan mengangkat judul sebagai berikut “TATA CARA PILKADA SERENTAK TAHUN 2020 SEBAGAI HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah ada dalam latar belakang, untuk mengetahui lebih mendalam mengenai uraian tersebut maka penulis mengangkat rumusan masalah, sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana problematika dan solusi terhadap pilkada serentak di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah “Tata Cara Pilkada Serentak Tahun 2020 Sebagai Hak Konstitusional Warga Negara” yang secara lebih mengkhusus mengenai penjabaran problematika, solusi serta pelaksanaan pilkada serentak pada Tahun 2020.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum empiris akan digunakan dalam penelitian ini. Objek yang menjadi sasaran dari penelitian hukum empiris ialah hukum tertulis yang memiliki kaitan dengan “Tata Cara Pilkada Serentak Tahun 2020 Sebagai Hak Konstitusional Warga Negara” seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan maupun hukum tidak tertulis, yang juga pada dasarnya memiliki kaitan dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Melalui analisis norma hukum, maka akan diketahui asas-asas, teori-teori, dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam norma hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan yaitu bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa jurnal dan buku.

  • 3.    Pembahasan dan hasil

    3.1    Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 Di Indonesia

Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020 dilandaskan pada “Undang-Undang No.6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas UndangUndang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Ketentuan pelaksanaan tahapan Pilkada serentak diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 5 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 Tahun 2019 tentang TahapanTahapan, Program dan

Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 (PKPU Tahapan)”

Penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 dihadapkan dengan kondisi penyebaran Corona Virus Disease (Covid 19) yang terjadi hampir merata di seluruh Indonesia, tak terkecuali daerah yang melakukan Pilkada. Hal tersebut, menjadikan pilkada serentak tahun ini memiliki pembedaan perlakuan yang cukup khusus dibanding dengan penyelenggaraan Pilkada sebelumnya. Ciri khas tersebut terlihat dengan adanya “PKPU No. 13 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU No. 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease (Covid-19) dan Perbawaslu No. 4 Tahun 2020 tentang Pengawasan, Penanganan Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa Pemilihan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease (Covid-19)”.

Keberadaan Perppu No. 2 Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No.6 Tahun 2020 telah memberikan kepastian hukum akan pelaksanaan Pilkada tahun 2020 saat pandemi Covid-19. Pilkada serentak ialah pesta demokrasi tingkat lokal yang memberikan tempat untuk warga negara (pemilih) untuk berpartisipasi secara langsung melakukan penilaian pada pemerintahan satu periode sebelumnya. Namun, keselamatan bagi warga negara juga adalah nilai asasi bagi setiap masyarakat.

Pada tahapan pembaharuan data pemilih juga membuka kesempatan banyak masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT, melihat kondisi saat ini masyarakat sangat mengurangi untuk berhubungan dengan orang. Kedudukan ketentuan (Perppu No. 2 Tahun 2020 dan PKPU No. 5 Tahun 2020) ialah tempat yang memperantarai nilai sempurna hukum (keadilan) dengan nilai praktis (kemanfaatan). Keadilan juga dikatakan sebagai nilai dasar yang ingin digapai pada setiap pelaksanaan pemerintahan seperti penyelenggaraan pilkada, keadilan diberikan bagian yang sangat besar untuk dicapai. Hal itu terlihat dalam asas pelaksanaan Pilkada langsung, umum, bebas, jujur dan adil, memposisikan konteks adil di posisi terakhir pada asas pelaksanaan Pilkada bukan berarti bermakna bahwa itu merupakan yang berada pada posisi yang tidak penting, bahkan keadilan dalam Pilkada adalah nilai yang ingin dicapai karena itu sangat menetukan mutu dari pelaksanaan Pilkada.

Pengambilan suara dan penghitungan suara, tahapan ini adalah klimaks dari sejumlah kumpulan tahapan pelaksanaan pilkada, tempat khusus masyarakat untuk merdeka dalam hak pilihnya berada di tahapan ini sebab warga negara bebas secara mandiri tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun untuk memilih pasangan calon kepala daerah berdasarkan pilihannya melalui TPS. Pada tahapan ini juga dapat dihitung jumlah partisipasi pemilih dalam mengikuti penyelenggaraan pilkada, angka partisipasi ini penting untuk menilai sejauhmana tingkat legitimasi masyarakat terhadap terpilihnya kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam suatu pilkada, walaupun banyak pendapat menyebutkan bahwa legitimasi rakyat tidak ditentukan oleh jumlah angka keikutsertaan warga negara.

Satu hak pilih bisa membuat orang duduk di posisi terhormat, begitu juga halnya satu suara juga bisa membuat orang tidak duduk pada posisi terhormat, begitu pentingnya suara

pemilih dalam pilkada, sehingga acuannya semua pemilih baik yang terdaftar dalam DPT maupun yang menggunakan KTP dapat menyalurkan hak pilihnya pada saat pemungutan suara. Belajar dari pilkada sebelumnya, angka partisipasi pemilih berada di pusaran 70%. Akan tetapi, jumlah 70% itu dilakukan ketika keadaan normal (tanpa adanya pandemi covid19), pastinya sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Pada tahun 2020 ini, menimbulkan peluang menurunnya jumlah partisipasi masyarakat apabila kondisi penyebaran Covid-19 tidak menunjukkan penurunan. Melalui menurunnya jumlah partisipasi masyarakat pasti akan berefek kepada keadilan terhadap masyarakat dan juga bagi calon pesaing politik kepala daerah.6

Melakukan pemilihan ketika pandemi dapat mencederai, atau dianggap merusak, segi demokrasi ini dengan mengurangi jumlah pemilih. Legalitas konteks mungkin dicederai oleh kontribusi masyarakat yang tidak menyeluruh, hal tersebut disebakan keadaan kesehatan karena pandemi covid-19. Teori dan konsep menerangkan Pilkada sebagai alat untuk mendapatkan kewenangan di daerah, sedangkan proses pilkada dan jumlah partisipasi warga negara dalam penggunaan hak pilih merupakan bentuk dari legitimasi atas kewenangan.

Penyelenggaraan pilkada saat pandemi ialah gangguan serius terhadap minat masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, terlebih dalam konteks Pilkada Serentak, pusaran jumlah partisipasi warga negara tidak pernah menggapai target nasional dan cenderung terjadi penurunan.

Parameter praktik pelaksanaan negara yang berdaulat secara benar oleh masyarakat (kedaulatan rakyat) yaitu partisipasi politik. Pada negara demokrasi partisipasi politik daerah diindikasikan dalam bentuk patisipasi warga negara dalam Pilkada. Manifestasi bahwa rakyat mengikuti dan mencerna serta melibatkan diri dalam aktivitas kenegaraan yakni dengan makin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, manifestasi bahwa rakyat kurang menaruh persepsi atau minat terhadap persoalan atau aktivitas kenegaraan ialah rendahnya jumlah keterlibatan masyarakat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai koordinator pemilihan mempunyai andil untuk berpartisipasi mensosialisasikan Pilkada kepada warga negara, seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sehingga secara teknis KPU membutuhkan rencana yang menyesuaikan dengan keadaan sosial dan perkembangan teknologi ketika terjadinya pemilihan.

Pada zaman demokrasi elektoral hak pilih setiap orang sangatlah penting , baik penyandang cacat, tuna karya, wanita, orang sakit, kaum marjinal dan yang lainnya, mempunyai martabat dan nilai suara yang sama. Akibat legitimasi sangat ditentukan oleh kualitas juga kuantitas suara pemilih, KPU harus sadar dengan berbagai cara dalam agenda menambahkan partisipasi warga negara dalam Pilkada dengan konsisten melakukan sosialisasi dan edukasi masyarakat.

Hak pilih masyarakat sangat berkaitan dengan legitimasi hasil pemilihan, untuk itu, “semakin sedikit yang memilih maka semakin rendah pula derajat legitimasi, sebaliknya semakin

banyak pemilih yang menggunakan hak pilihnya maka semakin tinggi pula legitimasi sebuah pemilihan”. Legitimasi hasil Pilkada adalah kunci awal yang paling penting dalam proses dan penyelenggaraan kewenangan pemimpin di daerah. Pemimpin yang dipilih secara mayoritas sudah pasti memperoleh pengakuan politik dari masyarakat, sehingga setiap keputusan yang diambilnya memuat izin dari rakyat.7

  • 3.2    Problematika Dan Solusi Terhadap Pilkada Serentak di Indonesia

Perkembangan penyebaran wabah pandemi secara signifikan terus meningkat, tidak terkecuali negara Indonesia menjadi negara terdampak akibat wabah pandemi ini. Melalui pengkajian ancaman pandemi tersebut, melalui mandat yang tertuang dalam “Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Presiden kemudian menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan”.

Merujuk kedalam kajian hukum tata negara darurat, penentuan keadaan darurat ini masih dalam lingkup staatnoodrecht, negara mewajibkan membentuk ketetapan untuk menghadapi keadaan darurat. Penerapan keputusan tersebut terkandung pada pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar berupa pembatasan-pembatasan yang mulai dilaksanakan dan anjuran untuk menghindari aktivitas yang melibatkan orang banyak mulai dilaksanakan.

Jika melihat secara masif dan komprehensif, akibat dari pandemi ini ternyata berdampak ke berbagai lini sektor, salah satunya ialah aspek ketatanegaraan. Keputusan penundaan agenda ketatanegaraan mulai diterapkan dan menjadi evaluasi. Hal tersebut, yang menjadi fokus ialah saat pandemi datang ketika tahun politik yaitu acara pilkada.

Pada lingkup pilkada tahun 2020, seluruh koordinator pilkada seperti penyelenggara, calon pesaing politik sampai partai politik seluruhnya menanti tanggapan dan sikap tegas pemerintah mengenai kondisi penyebaran Covid-19. Melalui penentuan status darurat kesehatan, pengurangan korelasi mengurangi kegiatan dan menghambat kapasitas koordinator pemilihan, aktivitas calon pesaing politik dan aktivitas partai politik mencapai waktu untuk menyiapkan acara pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di 270 daerah yang akan Pilkada di 2020 juga terhambat.

Secara teknis sebagai prediksi penularan Covid-19, Komisi Pemilihan Umum telah menerbitkan kebijakan yang terkandung dalam “Keputusan KPU Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020”.

“Dalam Pasal 120 Undang-Undang Pilkada menyatakan bahwa pemilihan lanjutan adalah sebuah metode penundaan pilkada yang kemudian akanmelanjutkan tahapan yang terhenti, terdapat syarat ditetapkan pemilihan lanjutan, tertuang dalam pasal 120 ayat (1) berbunyi”:

“Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan”.

Dengan mengkaji kondisi sekarang karena pandemi Covid-19, metode pemilihan lanjutan lebih sesuai untuk dilakukan dan ditetapkan sebagai alternatif. Akan tetapi, yang menjadi hambatan opsi tersebut hanya berfokus kepada suatu daerah masing-masing. Menjadi problematis bahwa undang-undang tersebut tidak menjelaskan mengenai kondisi ancaman secara domestik, sehingga wajib secara serentak harus ditunda akibat meluasnya penyebaran pandemi ini dan agar menjaga kesehatan rakyat.

Kemudian dalam perdebatannya, KPU meampunyai tiga pilihan hari pengambilan hak pilih suara sebagai akibat nyata pergeseran acara ketatanegaraan ini ditundanya tahapan pemilihan kepala daerah. Dalam penerapannya KPU menawarkan antara diselenggarakan di hari Rabu 9 Desember 2020, atau Rabu 17 Maret 2020, atau Rabu 29 September 2020.8

Pemerintah Indonesia beserta DPR serta beberapa jajaran instrumen bangsa lainnya, baru-baru ini telah memberikan sikap dan kesepakatan untuk melanjutkan Pilkada Serentak yang sebelumnya sempat mengalami ketidakpastian dan penundaan akibat wujud antisipasi maupun kewaspadaan terhadap wabah Covid-19 di Indonesia. Perppu No. 2 Tahun 2020 merupakan kesimpulan yang menjadi kesepakatan dari seluruh rapat kerja, yang pada esensinya adalah tetap melaksanakan Pilkada dengan mengedapankan prioritas protokol kesehatan secara ketat.9

Keperluan pembaharuan informasi pemilih menjadi penanda utama tercapainya keputusan Pemilihan Kepala Daerah. Namun, masalah data pemilih masih menjadi persoalan klasik yang tak kunjung tuntas. Sewaktu-waktu pembaharuan informasi pemilih tidak dilakukan dengan pencocokan dan penelitian (coklit) secara faktual. Sehingga, berimplikasi pada hak konstitusional masyarakat, sulitnya menentukan anggaran biaya dan ketersediaan surat suara.

Prosedur pembaharuan data pemilih merujuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 04/2015 tentang pemutakhiran daftar pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah. Dengan demikian, pembenahan data pemilih diharapkan mampu dilakukan secara faktual, agar masyarakat tidak skeptis dalam menggunakan hak pilihnya. Sehingga, pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 tidak hanya sekedar meningkatkan partisipasi pemilih, akan tetapi masyarakat teredukasi dan cerdas dalam mengambil peran seluruh tahapan proses Pilkada.10

Peristiwa menurunnya jumlah keikutsertaan warga negara terhadap pilkada serentak yaitu kode kuning bagi pelaksana, menilik pada pemilu serentak 2019, bahkan angka partisipasinya jauh melampaui angka partisipasi Pilkada serentak 2018. Beberapa permasalahan

klasik yang menjadi pemicu menurunnya angka partisipasi secara teoritik. Hertanto (2018) menuturkan bahwa partisipasi politik masyarakat sangat..ditentukan oleh beberapa hal antara lain: “pertama, political iterary (melek politik), warga negara yang tidak memiliki modal pengetahuan politik cenderung tidak memahami kinerja demokrasi dan lembaga-lembaga politik sebagai sebuah sistem. Diakhirnya, warga negara yang tidak mempunyai modal pengetahuan politik yang cukup mendorong sikap apatis, tidak peduli dan acuh kepada setiap mekanisme politik pemilihan”.

“Kedua, timbul asumsi bahwa tidak ada efek bermakna yang dimunculkan dari prosedur politik dan Pilkada, terkhusus terhadap kehidupan sosial-ekonomi di daerah bagian lokal. Ketiga, sejalan dengan banyaknya kampanye negatif, kampanye hitam (hoax), ujaran kebencian, praktik politik uang, suap, sogok, serta intoleransi yang menyertai Pemilu dan Pilkada, maka keduanya seringkali dianggap tidak mengajarkan pendidikan politik tentang kejujuran dan keadilan (jurdil). Keempat, karena kepercayaan anggota berkurang kepada parpol menyebabkan melemahnya hubungan masyarakat dengan partai politik. Karena program dan platform yang tidak jelas mengakibatkan parpol tidak punya akar komponen. Selain itu, hanya menjelang Pemilu maupun Pilkada saja parpol lantas mendatangi dan berhubungan dengan anggota”.

“Kelima, bentuk pemilihan yang belum membuatnya menjadi sederhana bagi warga negara. Contohnya, banyakanya jenis surat suara, besarnya ukuran surat suara, mengubah tempat tinggal terancam tidak memiliki pilihan untuk memberikan suara, singkatnya waktu memilih, penggunaan KTP elektronik yang masih bermasalah, undangan memilih, dan lain sebagainya. Supaya warga tidak lamban mendatangi tempat pemungutan suara dan tidak sulit untuk menyalurkan hak pilihnya maka pemungutan suara harus dilakukan sedasar mungkin”.

“Dan terakhir, keenam, bertambahnya jumlah golput diartikan sebagai keadaan proses memberikan suara. Gejala itu sangat terkait dengan tiga faktor terakhir diatas.Selain itu, melakukan pemungutan suara dalam Pemilu/Pilkada di Indonesia bukanlah komitmen yang memiliki sanksi, namun merupakan hak masyarakatyang memenuhi syarat undang-undang”.

Pada tahun 2020 akan diakui sebagai tahun yang patut dicatat bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Banyak kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya cukup banyak mengubah pola kehidupan termasuk tatanan demokrasi prosedural didalamnya. Jika pada kondisi umumbaik Pemilu dan Pilkada dilakukan dengan menyertakan kontak langsung antara koordinator dengan anggota dan masyarakat serta seluruh mitra, maka tindakan ini tidak terjadi ketika proses pemilihan diadakan ketika pandemi.

Walaupun demikian, Pilkada Serentak tahun 2020 tetap memerlukan intervensi keterlibatan masyarakat sebagai bentuk legitimasi kepada pemimpin terpilih. Aktivitas keterlibatan masyarakat pada keadaan normal dapat dijelaskan kedalam sepuluh bentuk kegiatan. Kesepuluh jenis partisipasi itu ialah sebagai berikut; “Pertama, melakukan kerjasama dengan KPU untuk melakukan kegiatan sosialisasi pemilu. Sosialisasi pemilhan ialah proses perpindahan pengetahuan yang berkaitan dengan tata cara setiap tahapan pemilihan kepada seluruh mitra kepentingan pemilihan politik. Sebagai koordinator pemilihan, KPU mempunyai penegak di wilayah, selain itu KPU tentu lebih tanggap dalam hal memahami teknis dan aturan pemilihan politik. Untuk itu, jika ada bagian kelompok warga negara yang melaksanakan

aktivitas sosialisasi pemilihan, sebalikanya aktivitas itu dilaksanakan bersama dengan koordinator”.

“Kedua, mengadakan edukasi masyarakat (voters education) mengenai tahapan pemilihan, visi dan misi serta program calon pesaing politik. Ketiga, partispasi anggota parpol pada prosedur seleksi calon pesaing yang akan diajukan untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD, pemilihan presiden dan wakil presiden, dan pemilihan umum Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, dalam proses perumusan visi, misi, dan program partai politik dalam pemilihan umum anggota DPR dan DPRD, pemilihan presiden dan wakil presiden, dan pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, serta pemilihan pengurus parpol di berbagai tingkat kepengurusan”.

“Keempat, kontribusi masyarakat menyalurkan hak pilih dalam pemilihan. Setiap masyarakat yang dapat memilih harus memastikan diri telah terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kelima, aktivitas menyampaikan informasi mengenai pelaksanaan pemilihan dengan pemberitaan atau penyiaran bermacam jenis media massa. Keenam, menyalurkan dorongan kepada pesaing politik pemilihan. Dua bentuk dukungan masyarakat bisadilakukan dengan penyerahan sumbangan dana kampanye serta keterlibatan pada pengoperasian kampanye pemilihan baik sebagai unsur pengelola kampanye”.

“Ketujuh, menyambut masyarakat atau warga negara untuk mengkomunikasikan penolakan atau dukungan untuk tawaran strategi oleh pesaing politik tertentu atau oleh koordinator pemilihan. Kedelapan, menyampaikan keluhan mengenai dugaan pelanggaran keputusan politik, pelayanan politik, dan kode etik koordinator pemilihan kepada instansi yang berwenang. Kesembilan, memimpin ikhtisar tentang wawasan atau penilaian warga negara sehubungan dengan pesaing politik dan menyebarkan hasilnya kepada publik. Dan kesepuluh, menyelesaikan perhitungan cepat akibat pemeriksaan suara di Tempat Pemungutan Suara yang diperiksa untuk mengukur pola hasil keputusan politik”.

Dalam kondisi pandemi saat ini, kesepuluh jenis partisipasi tersebut tidak mungkin dilakukan secara normal. Namun demikian, partisipasi dalam proses pemilihan sangatlah penting. Pilkada tahun 2020 memunculkan bahaya besar hilangnya legitimasi karena rendahnya jumlah warga negara yang mempraktikkan hak pilih mereka untuk memberikan suara. Untuk itu, para koordinator pemilihan bersama seluruh mitra sangat perlu untuk bekerjasama mencari cara untuk mencegah rendahnya partisipasi masyarakat pada Pilkada Serentak 2020 secara tertib dengan tetap memperhatikan dan menyesuaikan protokol Covid-19.

Solusi untuk memperluas keterlibatan warga negara dalam mempraktikkan hak pilihnya dapat dilakukan dengan cara mengembangkan minat pemilih pemula pada keputusan politik terlebih dahulu. Yang dilakukan KPU saat ini adalah memadukan sosialisasi tata cara pemilihan dengan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik usia yang lebih muda. Pengajaran pemilih kepada usia yang lebih muda dengan teknik, media, dan substansi yang tepat untuk usia yang lebih muda harus dilakukan oleh berbagai asosiasi masyarakat umum agar generasi muda tidak hanya menggunakan hak pilihnya saja, melainkan memiliki berbagai alasan dan perenungan atas partai politik atau pesaing terpilih. Lagi pula, sebagai anggota politik pemilihan, baik partai politik, calon pemimpin pusat dan daerah juga perlu memimpin kampanye cerdas untuk usia yang lebih muda sehingga kesadaran politik mereka tergerak sejak awal.

Dalam keadaan pemilihan yang tidak biasa karena merebaknya pandemi, negara melalui undang-undang harus dalam hal apapun memastikan pemilih yang terdaftar untuk mempraktikkan hak pilihnya untuk memberikan suara, selain itu ada tambahan kebutuhan dan keamanan bagi warga negaradan khususnya bagi pemilih dengan kebutuhan luar biasa. Seharusnya, Komisi Pemilihan Umum memiliki opsi untuk mendorong pembangunan pemungutan suara, misalnya sebagai administrasi kepada warga yang karena suatu alasan yang tidak diketahui, tidak dapat hadir ke Tempat Pemungutan Suara pada hari demokrasi sebelum hari pemungutan suara (early voting) dengan mengirimkan surat suara yang telah dicoblos melalui kantor pos kepada Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau menyerahkan surat suara yang sudah dicoblos secara langsung dan tertutup kepada Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Setelah itu, surat suara yang telah dicoblos akan dibuka pada saat waktu perhitungan suara di Tempat Pemungutan Suara.

Selanjutnya, pertanggungan kenyamanan juga dapat diberikan, sebagai petugas pemungutan suara yang mengunjungi pemilih atau warga karena alasan tidak dapat hadir ke Tempat Pemungutan Suara, seperti pemilih yang sakit, sudah lanjut usia, atau seorang berkebutuhan khusus. Tempat Pemungutan Suara khusus juga perlu didirikan untuk memfasilitasi pemilih yang sakit dan dirawat di rumah sakit, atau untuk pemilih yang saat ini menjalani masa kurungan harus berada di lembaga permasyarakatan (special polling stations).

Dalam memperluas jumlah partisipasi masyarakat, KPU dapat melengkapi berbagai sistem dan cara agar angka tingkat dukungan dalam kondisi pandemi dapat bergerak secara pasti. Komponen elektif untuk membaurkan Pilkada, sosialisasi dari rumah ke rumah melalui para petugas (PPDP) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang menyebarkan undangan (C6) dan memperluas kesadaran yang sengaja dibuat secara sistematik melalui kampung tangguh dengan mengikut sertakan aktivis gugus tugas Covid-19 untuk mendesak masyarakat menggunakan hak pilihnya secara aman.

Namun demikian, sosialisasi pemilihan sekarang harus diganti secara menyeluruh ke cara selanjutnya atau sosialisasi yang beroperasi di internet atau menggunakan jaringan internet melalui tahapan media online. Media ini mengusulkan opsi tidak hanya kepada penyelenggara Pilkada, selain itu juga kepada warga negara dan pesaing politik saat secara fisik ruang gerak mereka dibatasi untuk menjaga jarak fisik antara satu dengan yang lainnya.

Secara lugas, teknik online atau pemanfaatan jaringan internet merupakan suatu metodologi sosialisasi yang dilakukan dengan memperluas pemanfaatan media komunikasi dan informasi berbasis pada teknologi yang berinovasi selama ini. Terbukti bahwa media online merupakan media yang paling dekat dengan masyarakat sehingga pesan apapun dari komunikator dapat tersampaikan dengan sukses.11

Pilkada tahun 2020 harus memperkirakan harapan penyelenggaraan tahapannya tidak dilaksanakan pada keadaan biasa, tetapi harus memberikan situasi eksekusi dengan menggunakan protokol kesehatan Covid-19. Antisipasi tersebut, antara lain menghindari kerumunan massa, contohnya pelaksanaan kampanye. KPU wajib menetapkan aturan tentang

kampanye secara online atau dengan media elektronik. Bagi pengelola, penting adanya ketentuan dalam pengaturan bantuan sosial agar tidak digunakan sebagai lahan untuk kepentingan pengambilan keputusan politik.

DPR dan Pemerintah bermufakat untuk tetap menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2020 di 270 daerah di Indonesia. Pilihan ini juga melatar belakangi Perppu No.2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang disahkan oleh Presiden Jokowi.Berbagai kesulitan mendominasi penyelenggaraan pilkada di keadaan pandemi ini. Terlepas dari kenyataan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan tatanan baru (new normal), sebenarnya bahaya penyebaran virus Covid-19 masih mengikuti. Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang diidentikkan dengan konvensi untuk penyelenggaraan pilkada dalam kondisi pandemi mempunyai kaitan dan makna yang kuat. Meskipun demikian, ancaman sulit pelaksanaan pilkada di situasi pandemi ini tidaklah ringan, dibutuhkan kedisiplinan, upaya yang terkoordinasi, dan tanggungjawab dari semua pihak agar menurut perspektif khusus pelaksanaan pilkada bisa efektif. Apalagi, pilkada di situasi pandemi harus dijamin tidak menjadi gelombang baru penyebaranvirus Covid-19 baik bagi warga negara maupun bagi koordinator khususnya petugas pilkada di lapangan.

“Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid19) Bab VIII Bagian Kesatu Pemungutan Suara Pasal 68 Ayat 1 dan 2 hal 61 mengatur Penyelenggaraan Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Serentak Lanjutan dilakukan dengan menerapkan protokol Kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan ketentuan sebagai berikut” :

  • a.    Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dan petugas ketertiban Tempat Pemungutan Suara memakai APD seperti masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, sarung tangan sekali pakai, dan pelindung wajah (face shield).

  • b.    Pemilih yang datang ke Tempat Pemungutan Suara memakai masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu.

  • c.    Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara menyiapkan sarung tangan sekali pakai untuk digunakan oleh pemilih.

  • d.    Saksi Dan pengawas Tempat Pemungutan Suara yang datang ke Tempat Pemungutan Suara memakai masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, dan sarung tangan sekali pakai.

  • e.    Menjaga jarak paling kurang 1 (satu) meter antar semua pihak yang terkait pada Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara.

  • f.    Tidak berjabat tangan dan kontak fisik lainnya.

  • g.    Menyiapkan alat sanitasi yang memadai pada tempat dan/atau perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara meliputi fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, dan disenfektan.

  • h.    Mengatur pembatasan jumlah pemilih yang memasuki Tempat Pemungutan Suara dengan mengingat daya tampung tempat dan ketentuan jarak antar pemilih.

  • i.    Harus memakai alat tulis masing-masing.

  • j.    Melakukan rapid test dan pemeriksaan kesehatan pada anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang dilakukan oleh perangkat daerah yang menangani pelaksanaan urusan di bidang kesehatan 1 (satu) kali selama tahapan Pemilihan Serentak Lanjutan.

  • k.    Melaksanakan pengecekan kondisi suhu tubuh anggota KPPS, petugas ketertiban Tempat Pemungutan Suara, Pemilih, Saksi, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang hadir di Tempat Pemungutan Suara sebelum memasuki Tempat Pemungutan Suara dengan memakai alat yang tidak berinteraksi fisik.

Dalam hal tersebut daerah yang tidak memiliki fasilitas untuk menyelengarakan rapid test, dapat memakaisurat keterangan bebas dari gejala penyakit seperti influenza (influenza-like illness) yang diterbitkan oleh dokter rumah sakit atau otoritas kesehatan.

Tanggungjawab negara Indonesia untuk berdemokrasi jangan dirusak oleh kepentingan elite politik.Terlebih lagi dilakukan dengan semata-mata menjurus kepada kepentingan menangani pandemi.Pilkada tidak langsung bukan solusi dalam situasi pandemi sekarang ini. Misalnya, ketika pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang dikelola DPRD, kursi Wagub telah kosong sejak akhir tahun 2018 dan pemilihan dapat selesai 1,5 tahun setelahnya, pemerintah tidak dapat memastikan penanganan Covid-19 tuntas pada Juli tahun 2020 dengan keadaan saat ini. Apabila pandemi tidak juga selesai, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, “Pemilihan umum diselenggrakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”, yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemelihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, resmi disahkan sebagai undang-undang.12

Keberadaan Perppu No.2 Tahun 2020 artinya menyokong pelaksanaan Pilkada langsung secara lazim.Untuk itu patut diapresiasi bahwa pemerintah berusaha untuk menciptakan hak konstitusional warga negara dengan adanya penyelenggaraan pilkada.Akan tetapi, hal yang patut untuk dicata ialah terwujudnya hak-hak seperti hak memilih, hak hidup, dan hak mendapatkan kesehatan ialah hak asasi manusia (HAM). Untuk bisa merealisasikan itu semua pemerintah pun harus menetapkan protokol kesehatan Covid-19 yang serasi dengan UU Covid-19 atau secara tegas saat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.13

  • 4.    Kesimpulan

Pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2020 dihadapkan dengan kondisi penularan Corona Virus Disease (Covid 19) yang terjadi hampir menjalar ke seluruh Indonesia, tanpa terkecuali daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Hal tersebut, membuat pilkada serentak tahun ini mempunyai perbedaan pelakuan secara istimewa dibandingkan dengan penyelenggaraan Pilkada pada tahun sebelumnya.

Problematika terhadap pilkada serentak tahun 2020 yaitu menghadapi resiko besar hilangnya pengesahan karena rendahnya jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih. Oleh sebab itu, koordinator pemilihan beserta seluruh pelaksana kepentingan patut untuk berkegiatan mengambil langkah-langkah menghindari rendahnya kontribusi masyarakat dalam Pilkada Serentak Tahun 2020 secara terstruktur dengan tetap memperhatikan dan mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Dengan adanya Perppu No. 2 Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi UndangUndang No.6 Tahun 2020 telah memberikan kepastian hukum akan pelaksanaan Pilkada tahun 2020 saat pandemi Covid-19 itu berarti pemerintah mendorong penyelenggaraan Pilkada langsung secara lazim. Untuk itu patut dipahami bahwa pemerintah berusaha untuk mewujudkan hak konstitusional warga negara dengan penyelenggaraan pilkada.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

  • C.    Hadita. Pancasila (Perspektif Ketatanegaraan) Dan Pradigma Ajaran Islam. (Medan, Enam Media, 2020)

Heroik M. Pratama dan Maharddhika. Prospek Pemerintahan. (Jakarta, Yayasan Perludem, 2016) M. B. Sabon. Hak Asasi Manusia. (Jakarta, Penerbit Universitas Atmajaya, Cetakan Ketiga, 2018) M. Labolo dan T. Ilham. Partai Politik Dan Sistem Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2017)

Jurnal:

  • F.    A. Nasution, dkk. Menakar Partisipasi Politik Masyarakat Kota Medan Terhadap Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020. Dalam Jurnal Ilmu Politik, Vol. 12 No. 2, Juli 2020, 107

Felani Ahmad Cerdas.”Jaminan Perlindungan Hak Pilih dan Kewajiban Negara Melindungi Hak Pilih Warga Negara Dalam Konstitusi (Kajian Kritis Pemilu Serentak 2019)”. Dalam Jurnal SASI Vol. 25 No. 1 Januari – Juni 2019

Hilmi Ardani Nasution. “Memilih Dan Dipilih, Hak Politik Penyandang Disabilitas Dalam Kontestasi Pemilihan Umum: Studi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dalam Jurnal HAM Vol.10 No.2 Desember 2019

  • J.    Riskiyono. Kedaulatan Partisipasi Pemilih Dalam Pengawasan Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Umum Serentak 2019. Dalam Jurnal Politica Vol. 10 No. 2, Novemeber 2019, 146

Kennedy, R., & Suhendarto, B. P. (2020). Diskursus Hukum: Alternatif Pola Pengisian Jabatan Kepala Daerah di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 188-204.””

Mokhammad Samsul Arif. Meningkatkan Angka Partisipasi Sebagai Upaya Menjamin Legitimasi Hail Pemilihan Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Di Tengah Pandemi Covid-19. Dalam Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia Vol. 2 No. 1, November 2020, 29

  • R.    P. P. Martua Hasibuan.Urgensitas Perppu Pilkada Di Kala Wabah Pandemi Covid-19. Dalam Jurnal Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 4 No. 1, 2020, 122- 123

Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan.“Urgensitas Perppu Pilkada Di Kala Wabah Pandemi Covid-19”. Dalam Jurnal Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 4 No. 1 Tahun 2020

  • S.    C. Rizi. Menakar Perbedaan Opini Dalam Agenda Pelaksanaan Kontestasi Pilkada Serentak Di Tengah Pandemi Covid-19. Dalam Jurnal Ilmu Sosial Vol.4, No.4, Agustus 2020, 144

Sajan, dkk.Problematika Dan Teknis Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam Jurnal Ilmu Hukum, Vol.3, No. 1, Agustus 2020, 71-72

Simamora, J. (2013). Perlindungan Hak Memilih Sebagai Hak Konstitusional Warga Negara. Jurnal Yudisial, 6(2), 123-142.”

Supriyadi, Menakar Nilai Keadilan Penyelenggaraan Pilkada 2020 Di Tengah Pandemi Covid-19. Dalam Jurnal Ilmu Hukum Vol. 22 No. 3, Desember 2020, 495-505

Yusuf Adam Hilman. Peta Politik Pemilukada Kabupaten Ponorogo 2020 di Tengah Pandemi COVID-19. Jurnal Ilmu Politik Vol.2 No.2 ; Hal 129–148

Peraturan Perundang Undangan:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No.6 Tahun 2O2O tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2O2O tentang perubahan ketiga atas UndangUndang No. 1 Tahun 2O15 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2O14 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 128, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6512)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2O16 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O15 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O14 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O16 Nomor 13O, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2O2O Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O15 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2O14 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6512)

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2O2O Tentang Penetapan Kedarupgtan Kesehatan Masyarakat Corona Yirus Disease 2O19 (COVID- 19)

Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 5 Tahun 2O2O tentang perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 15 Tahun 2O19 tentang TahapanTahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2O2O (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 615)

Internet:

Kompas.com. “DPR Sahkan Perppu Pilkada Nomor 2 Tahun 2020 Jadi Undang Undang” di akses dari .https: //nasional.kompas.com/read/2020/07/14

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 4 Tahun 2022 hlm 438-453

453