PENEMPATAN NARAPIDANA TRANSGENDER

PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN YANG

DIGOLONGKAN BERDASARKAN

JENIS KELAMIN

Putu Dyah Pramitha Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penulisan jurnal ini memiliki tujuan untuk memahami lebih dalam terkait transgender serta mengetahui kedudukan transgender dari perspektif kependudukan di Indonesia serta dapat mengetahui dan menganalisis terkait penempatan bagi terpidana transgender pada lembaga pemasyarakatan. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu metode penelitian normatif, yang menggunakan beberapa jenis pendekatan yaitu pendekatan kasus ( case approach ) serta pendekatan undang – undang ( statute approach ) yang konteks nya dilakukan dengan cara menelaah Undang – Undang yang berkaitan dengan isu hukum. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah di Indonesia sendiri belum ada pengakuan resmi mengenai transgender terutama apabila kaum transgender tersebut terlibat dengan hukum. Dalam Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, perubahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan merujuk pada pasal 56 ayat 1 terkait pencatatan peristiwa penting lainnya yang temasuk pergantian jenis kelamin dapat dilakukan oleh pejabat yang betugas pada bagian pencatatan sipil disertai dengan permintaan dari masyarakat bersangkutan yang memiliki kepentingan, setelah munculnya penetapan dari pengadilan negeri setempat yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Kata kunci : Transgender, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan

ABSTRACT

Writing this journal has the aim of understanding more deeply about transgender and knowing the position of transgender from a population perspective in Indonesia and being able to know and analyze regarding the placement of transgender convicts in correctional institutions. The method used in writing this journal is the normative research method, which uses several types of approaches, namely the case approach and the statute approach, the context of which is carried out by examining laws related to legal issues. The results obtained from this research are that in Indonesia itself there is no official recognition of transgender people, especially if transgender people are involved with the law. In Law No. 24 of 2013 concerning Amendments to Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration, sex changes can be made by referring to Article 56 paragraph 1 regarding the recording of other important events which include changing sex can be carried out by officials in charge in the civil registration section accompanied by a request from the community concerned who has an interest, after the emergence of a determination from the local district court that has permanent legal force.

Keywords: Transgender, Convicts, Penitentiary

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Manusia ditakdirkan lahir dengan digolongkan langsung bedasarkan jenis kelaminnya yaitu laki – laki dan perempuan, hal tersebut yang dapat dibedakan dengan mudahnya secara biologis yang mana laki – laki dan yang mana perempuan. Dalam kehidupan bermasyarakat penggolongan masyarakat berdasarkan jenis kelamin dapat ditemukan dalam kehidupan sehari – hari yang sering dijadikan standar dalam berperilaku maupun dalam pekerjaan, yang menjadikan laki – laki maupun perempuan memiliki perannya sendiri. Peran secara biologis bagi laki – laki tentunya berbeda dengan peran biologis perempuan yang membedakan yaitu perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui, sementara laki – laki tidak mengalami itu. Peran dari segi gender juga dimiliki laki – laki dan perempuan tetapi tidak memiliki perbedaan yang berarti baik laki – laki ataupun perempuan dapat melakukannya, seperti contoh bekerja mencari nafkah, mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan dalam melakukan tindak kriminal. Peran secara biologis dan peran secara gender tidak dapat berubah – ubah dengan sendirinya karena itu merupakan pemberian yang tidak ternilai dan harus disyukuri dari Tuhan Yang Maha Esa.

Seiring perkembangan jaman yang didukung dengan kecanggihan teknologi banyak masyarakat yang mulai mengubah jenis kelaminnya sendiri atau yang biasa disebut transgender, hal tersebut dilakukan dengan berbagai alasan salah satunya bahwa kaum transgender merasa bahwa identitas gendernya berbeda dengan jenis kelaminnya saat lahir1. Transgender sendiri merupakan orang yang merasa memiliki identitas sexualnya sendiri yang berbeda dengan identitas sexualnya dari lahir, orang transgender yang menggunakan bantuan medis untuk mengubahnya biasa disebut transseksual2. Kaum transgender cenderung merasa tidak nyaman dengan identitas sexualnya yang mengakibatkan timbulnya rasa ketidak percayaan diri saat menjalani kehidupan seharai – harinya. Seseorang yang tidak memiliki kepercayaan terhadap dirinya sendiri cenderung menutup diri , tidak mudah bergaul serta membatasi diri dari lingkungan social. Maka dari itu kaum transgender memilih untuk menjadi transgender demi kenyamanan hidupnya, walaupaun pada kenyataannya di lingkungan masyarakat sendiri masih sulit untuk menerima keberadaan kaum transgender karena masyarakat cenderung menganggap bahwa hal tersebut masih tabu, terumata jika dikaitkan dengan adat, agama, tradisi serta norma yang ada di masyarakat3.

Hal tersebut sangat mendapat banyak perhatian terutama bagi mereka yang terlibat dengan hukum khusus nya bagi mereka yang berujung di Laembaga Pemasyarakatan, karena penempatan terpidana dikualifikasikan menjadi beberapa bagian salah satunya yang dikualifikasikan bedasarkan jenis kelamin yaitu laki – laki dan perempuan4. Penempatan bagi terpidana transgender sebenarnya sama dengan terpidana lain yaitu dengan cara menempatkan terpidana transgender berdasarkan jenis kelaminnya yang tercatat dalam kantor catatan sipil dan dinas kependudukan.

Hal tersebut banyak menimbulkan perdebatan dengan alasan ketidakadilan karena terpidana transgender sudah mengubah identitas seksualnya sehingga berlawanan dengan identitas seksualnya yang tertera pada catatan sipil dan dinas kependudukan. Dengan kata lain terpidana yang tercatat sebagai laki – laki pada kantor catatan sipil dan dinas kependudukan, sekarang sudah mengubah dirinya secara fisik maupun seksual menjadi perempuan. Jika terpidana tersebut tetap ditempatkan sesuai dengan jenis kelaminnya di catatan kependudukan maka hal tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah seperti diskriminasi seksual, pelecehan seksual bahkan hingga kekerasan seksual antar sesama terpidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, untuk menghindari hal tersebut maka sangat diperlukan penempatan khusus bagi terpidana transgender pada lembaga pemasyarakatan kerena terpidana transgender juga memiliki hak asasi manusia5.

Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa permasalahan yang sangat menarik untuk dituangkan menjadi sebuah tulisan jurnal untuk memahami lebih lanjut terkait kedudukan transgender dalam perspektif kependudukan di Indonesia serta penempatan bagi terpidana transgender di lembaga pemasyarakatan yang akan dituangkan dalam sebuah tulisan jurnal dengan judul “Penempatan Narapidana Transgender Pada Lembaga Pemasyarakatan Yang Digolongkan Berdasarkan Jenis Kelamin “. Judul tersebut dituangkan dalam penulisan jurnal karena topic tersebut sedang ramai diperbincangkan di masyarakat, penulisan jurnal ini juga di dukung dari berbagai sumber yaitu jurnal – jurnal, peraturan perundang – undangan, buku – buku, dan media elektronik lainnya dari bebagai pihak, sehingga keaslian dari penulisan jurnal ini dapat dipertanggung jawabkan.

Untuk meminimalisir plagiarisme serta menunjukkan orisinalitas jurnal ini maka jika dibandingkan dengan jurnal – jurnal yang sudah ada, jurnal ini memiliki kesamaan dari segi topik yaitu membahas tentang penempatan narapidana transgender pada lemabaga pemasyarakatan yang tentunya memiliki fokus

pembahansan yang berbeda. Pada tahun 2020 Brilian Yuanas Sanjaya mengkaji mengenai “Klasifikasi Penempatan Narapidana Transgender Di Lembaga Pemyasyarakatan”. Jurnal tersebut memiliki fokus topik bahasan mengenai aturan yang jelas mengenai narapidana transgender yang masih ditempatkan berdasarkan jenis kelamin laki – laki dan perempuan6. Pada tahun 2021 Astika Zavira Nurjanah, Prija Djatmika dan Faizin Sulistio mengkaji mengenai “Pertimbangan Penempatan Narapidana Transgender Berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan (Analisis Yuridis Pertimbangan Penempatan Narapidana Transgender Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)”. Jurnal tersebut memiliki topik bahasan yang memfokus tentang analisis terkait penempatan bagi narapidana transgender berdasarkan Undang – Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan7.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kedudukan transgender dalam perspektif kependudukan di Indonesia ?

  • 2.    Bagaimana penempatan terpidana transgender pada lembaga pemasyarakatan?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal ini berdasarkan rumusan masalah di atas yaitu :

  • 1.    Untuk memahami lebih dalam terkait transgender serta mengetahui kedudukan transgender dari perspektif kependudukan di Indonesia.

  • 2.    Untuk mengetahui dan menganalisis terkait penempatan bagi terpidana transgender pada lembaga pemasyarakatan.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu metode penelitian normatif, yang dimana penelitian hukum tersebut dilakukan dengan cara mengkaji data sekunder serta proses untuk mendapatkan aturan hukum serta doktrin – doktrin hukum untuk mendapatkan jawaban terkait rumusan masalah yang ada. Penulisan jurnal ini juga menggunakan beberapa jenis pendekatan yaitu pendekatan kasus ( case approach ) serta pendekatan undang – undang ( statute approach ) yang konteks nya dilakukan dengan cara menelaah Undang – Undang yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas dalam penulisan jurnal ini.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Kedudukan Transgender Dari Perspektif Kependudukan Di Indonesia

Berdasarkan Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan, yang dimaksud dengan penduduk adalah “warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Di Indonesia sendiri baik masyarakat yang memiliki kewrganegaraan Indonesia maupun masyarakat yang merupakan Warga Negara Asing terdapat penggolongan berdasarkan jenis kelamin yang akan dicantumkan dalam berbagai kartu identitas

dan administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akta kelahiran dan barbagai keperluan administrasi lainnya. Seiring berkembangnya jaman dan banyaknya fenomena yang terjadi di masyarakat mengenai pergantian jenis kelamin atau yang biasa disebut dengan transgender8. Kaum transgender sendiri sering mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan di masyarakat dan bahkan sering mengalami diskriminasi, hal tersebut membuat banyak kaum transgender tidak mudah untuk menempatkan statusnya di masyarakat. Menurut pasal 77 Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, menyatakan bahwa “setiap orang dilarang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk.” Yang berarti data identitas termasuk jenis kelamin yang telah tercatat resmi sejak lahir dalam akta kelahiran sudah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat dirubah secara semena – mena oleh siapapun termasuk pemilik identitas tersebut9.

Jika dilihat dari perspektif hukum positif di Indonesia, memang belum ada pengaturan secara eksplisit mengenai perubahan jenis kelamin/transgender. Tetapi dalam pasal 1 angka 17 Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa “peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.”

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut di atas, prihal pergantian jenis kelamin memang tidak jelaskan secara eksplisit di dalamnya maka dari itu, bagi orang yang akan mengganti identitas jenis kelaminnya atau menjadi transgender, hal tersebut dapat memungkinkan menurut hukum dengan merujuk pada pasal 56 ayat 1 Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan yang menegaskan bahwa “pencatatan peristiwa penting lainnya dapat dilakukan oleh pejabat yang betugas pada bagian pencatatan sipil disertai adanya permohonan dari penduduk bersangkutan dan tentunya setelah ada penetapan dari pengadilan negeri setempat yang telah memiliki kekuatan hukum tetap”10.

Sebagaimana yang dijelaskan mengenai peristiwa penting lainnya terdapat dalam penjelasan pasal 56 ayat 1 yang menyatakan bahwa “peristiwa penting lainnya adalah peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk

dicatatkan pada instansi pelaksana, antara lain perubahan jenis kelamin.” Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jika ada seseorang yang melakukan perubahan terhadap jenis kelaminnya maka harus mendapat pengesahan dari negara dengan cara mendapat penetapan dari pengadilan terlebih dahulu, karena masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengganti, merubah maupun menambah identitasnya jika belum mendapat ijin dari pengadilan. Pergantian jenis kelamin dapat memiliki dampak terkait data kependudukan, maka dari itu sudah seharusnya bagi seseorang yang melakukan pergantian kelamin dapat membuat permohonan kepada pengadilan dengan tujuan untuk mengubah data identitas kependudukannya11.

Pada dasarnya hal ini bukanlah hal yang mudah diputuskan oleh hakim karena belum memiliki dasar hukum, tetapi hakim sendiri harus menerimanya untuk diperiksa, diadili dan diputus karena hakim tidak berhak menolak perkara alasan tidak ada dasar hukumnya, hakim wajib untuk memeriksa dan mengadilinya, hal tersebut berdasarkan pasal 10 ayat 1 Undang Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

  • 3.2.    Penempatan Terpidana Transgender Pada Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan merupakan sebuah wadah tempat melakukan pembinaan - pembinaan yang ditujukan untuk narapidana serta anak didik pemasyarakatan, hal tersebut ditinjau dari pasal 1 ayat 3 Undang – Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Tentunya dalam proses pelaksanaan pembinaan tersebut, terdapat penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, jangka waktu dijatuhkannya pidana, tindak pidana yang dilakukan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan dan standar pembinaan, ketentuan tersebut berdasarkan pasal 12 Undang – Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Penggolongan tersebut berpengaruh pada penempatan terpidana maupun narapidana terutama terhadap privasinya, penggolongan yang dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini yaitu penggolongan bedasarkan jenis kelamin.

Secara biologis jenis kelamin terdiri dari dua jenis yaitu laki – laki dan perempuan. Di masyarakat ada kaum laki – laki dan perempuan yang masih meragukan identitas sexual mereka, ada orang yang dilahirkan dengan jenis kelamin laki – laki tetapi merasa lebih nyaman ketika hidup seperti perempuan, begitupun sebaliknya orang yang lahir dengan jenis kelamin perempuan merasa lebih nyaman ketika menjalani kehidupan laki – laki12. Orang – orang yang merasa demikian cenderung merasa bahwa mereka hidup di tubuh yang tidak seharusnya dan mereka akan memilih menjalani kehidupan yang membuat mereka nyaman. Transgender merupakan istilah untuk orang – orang demikian, laki – laki yang

bergaya layaknya seorang perempuan atau sebaliknya bahkan ada yang tidak ragu untuk melakukan operasi pergantian jenis kelamin serta operasi untuk merubah bagian tubuh tertentu agar terlihat seperti yang diinginkan.

Seiring berjalannya waktu yang disertai perubahan jaman dan perkembangan teknologi, tindak dan jenis pidana juga semakin berkembang, termasuk pelaku tindak pidana yang tidak menutup kemungkinan bagi transgender melakukan tindak pidana. Penempatan bagi narapidana pada lembaga pemasyarakatan berdasarkan jenis kelamin yang tercatat pada administrasi kependudukan yang berarti penempatan narapidana harus di pisah antara narapidana laki – laki dan narapidana perempuan, hal tersebut memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana seperti pelecehan seksual maupun penganiayaan13. Bagi narapidana transgender, di Indonesia sendiri belum ada penempatan khusus bagi narapidana transgender yang berarti penempatannya sesuai dengan jenis kelamin yang tertera di administrasi kependudukan.

Hal tersebut tentunya banyak menuai pro dan kontra, bagi pihak yang memilih setuju, menganggap bahwa kaum transgender sudah menentang kodrat yang diberikan oleh Tuhan, ajaran agama, norma, moral serta etika yang sudah ada di masyarakat. Mengganti jenis kelamin yang sudah dianugrahi Tuhan sejak masih berada dalam kandungan, maka sudah selayaknya narapidana tersebut ditempatkan sesuai dengan jenis kelamin aslinya yang tertera dalam administrasi kependudukan. Sedangkan bagi pihak yang memilih tidak setuju, menganggap bahwa menjadi transgender adalah hak setiap orang untuk melakukannya, jika laki – laki yang mengubah identitas sexualnya menjadi perempuan dan tetap ditempatkan dengan para narapidana laki – laki lainnya, maka dikhawatirkan akan terjadi tindak pidana lain seperti pelecehan seksual hingga kekerasan seksual, begitupun sebaliknya jika perempuan yang mengubah identitas seksualnya menjadi laki – laki, maka sudah selayaknya sebagai sesama manusia untuk saling menghormati hak masing – masing, termasuk menghormati keputusan kaum transgender14.

Penempatan pada Lembaga Pemasyarakatan bagi kaum transgender yang terlibat dengan hukum baik yang berstatus tahanan maupun narapidana memang belum memiliki aturan khusus mengenai penempatan untuk transgender selama masa pembinaan. Pasal 12 Undang – Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mengatur tentang “penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.” Pada pasal itu, jenis kelamin termasuk salah satu jenis penggolongan, di Indonesia sendiri identitas kelamin

yang diakui adalah laki – laki dan perempuan yang sudah tertera dalam administrasi kependudukan.

Dapat dikatakan bahwa jika kaum transgender yang berstatus sebagai tahanan ataupun narapidana, jika ingin ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan jenis kelamin barunya, harus sudah melakukan permohonan pergantian jenis kelamin pada pengadilan dan sudah mendapat kekuatan hukum tetap, setelah itu mengajukan permohonan pada kantor catatan sipil, agar jenis kelaminnya dapat diubah pada seluruh data administrasi kependudukannya. Jika tahanan ataupun narapidana transgender tersebut tidak melakukan permohonan pergantian jenis kelamin dan hanya melakukan perubahan penampilannya saja, maka penempatannya tetap berdasarkan jenis kelamin yang terdapat pada data administrasi kependudukannya. Tentunya hal tersebut memiliki banyak resiko seperti diskriminasi, pelecehan seksual bahkan hingga kekerasan seksual yang dapat dilakukan oleh sesama tahanan ataupun narapidana.

  • 4.    Kesimpulan

Sejak lahir manusia dianugerahi identitas sexual yang digolongkan menjadi dua jenis kelamin yaitu laki – laki dan perempuan. Dalam kehidupan sehari – hari penggolongan berdasarkan jenis kelamin selalu tercantum dalam data administrasi seperti pada Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Kartu Pelajar dan lain sebagainya. Selain dalam administrasi penggolongan berdasarkan jenis kelamin juga sering dijadikan standar dalam berperilaku ataupun dalam pekerjaan, hal tersebut menjadikan pria dan perempuan memiliki perannya tersendiri dan terkesan bahwa pria dan perempuan tidak akan bisa setara. Seiring perkembangan jaman ada beberapa orang yang mulai meragukan identitas sexualnya, mulai merasa bahwa identitas sexual yang dibawa sejak lahir seharusnya bukan identitas sexualnya. Hal tersebut timbul karena berbagai factor baik internal maupun external. Berkembangnya teknologi yang menjadikan masyarakat semakin canggih juga merupakan salah satu factor pendukung seseorang untuk mengganti jenis kelaminnya untuk mendapat identitas seksual yang diinginkan, hal ini disebut dengan transgender. Di Indonesia sendiri belum ada pengakuan resmi mengenai transgender terutama apabila kaum transgender tersebut terlibat dengan hukum15. Dalam Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, perubahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan merujuk pada pasal 56 ayat 1 terkait pencatatan peristiwa penting lainnya yang temasuk pergantian jenis kelamin dapat dilakukan oleh pejabat yang betugas pada bagian pencatatan sipil yang tentunya disertai dengan permintaan dari masyarakat bersangkutan yang memiliki kepentingan, setelah munculnya penetapan dari pengadilan negeri setempat yang sudah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan hal itu sudah seharusnya bagi kaum transgender untuk melakukan permohonan pergantian jenis kelamin pada pengadilan agar memiliki

kekuatan hukum tetap.Untuk menentukan penempatan bagi kaum transgender pada Lembaga Pemasyarakatan akan tetap dilakukan berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada catatan administrasi kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Berdasarkan hal tersebut sudah seharusnya bagi kaum transgender untuk melakukan permohonan pergantian jenis kelamin pada pengadilan agar mendapatkan kekuatan hukum tetap. Sehingga jika suatu saat berhadapan dengan hukum baik itu menjadi tahanan maupaun narapidana, tidak akan menimbulkan masalah lagi mengenai penempatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Abdullah, Rahmat Hi. "Urgensi penggolongan narapidana dalam lembaga pemasyarakatan." Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 9, no. 1 (2015).

Agususanto, Agususanto, Toha Andiko, and Iim Fahima. "perubahan status dan akibat hukum pelaku transgender terhadap kewarisan dalam perspektif fikih empat mazhab." Qiyas: Jurnal Hukum Islam dan Peradilan 5, no. 1 (2020).

Fahlevi, Reza. "Tinjauan Terhadap Tindak Pidana Memiliki Kartu Tanda Penduduk (Ktp) Ganda Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan." Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum) 6, no. 2 (2021): 677-690.

Fajrin, Yaris Adhial, Ach Faisol Triwijaya, and Moh Aziz Ma’ruf. "Double Track System bagi Pelaku Tindak Pidana Berlatar Belakang Homoseksualitas (Gagasan dalam Pembaruan Hukum Pidana)." Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan 11, no. 2 (2020): 167-190.

Galih, Yuliana Surya. "Suatu Telaah Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (Lgbt) Dalam Perspektif Hukum Positif." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 4, no. 1 (2016): 92-106.

Halim, Dianita, and Tundjung Herning Sitabuana. "perlindungan hukum terhadap narapidana lgbt di lembaga pemasyarakatan menurut konsepsi hak asasi manusia." Prosiding SENAPENMAS (2021): 1385-1392.

Kosho, Philippa Philomena, Deassy Jacomina Anthoneta Hehanussa, and Yonna Beatrix Salamor. "Perlindungan Hukum Bagi Transgender Sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan." TATOHI: Jurnal Ilmu Hukum 1, no. 6 (2021): 609617.

Mulyana, Septira Putri, Kristi Fosa Akwila, Lely Mahartina K. Ummah, and Febrina Triswati. "analisis waria atau transgender melakukan operasi ganti kelamin dalam perspektif hukum islam dan hukum positif." istinbath 18, no. 2 (2019).

Nurjanah, Astika Zavira. "pertimbangan penempatan narapidana transgender berdasarkan undang-undang pemasyarakatan (Analisis Yuridis Pertimbangan Penempatan Narapidana Transgender Berdasarkan Undang-Undang    Nomor    12    Tahun    1995    tentang

Pemasyarakatan)." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2021).

Sanjaya, Brilian Yuanas. "klasifikasi penempatan narapidana transgender di lembaga pemasyarakatan." JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora 7, no. 2 (2020): 236-243.

Sudibyo, Ateng. "Kebijakan Kriminal Terhadap, Gay, Biseksual Dan Transgender (LGBT) Dikaitkan Dengan Delik Kesusilaan Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana." DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum 4, no. 1 (2019): 28-41.

Sutoyo, Ahmad, and Umar Anwar. "treatment of transgender characters in class iia residential institutions sumbawa besar." Journal of Correctional Issues 2, no. 1 (2019): 41-56.

Yansyah, Roby, and Rahayu Rahayu. "Globalisasi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (Lgbt): perspektif HAM dan agama dalam lingkup hukum di Indonesia." Law Reform 14, no. 1 (2018): 132-146.

Peraturan Perundang – Undangan

Undang – Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Undang – Undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 8 Tahun 2022 hlm 762-771

771