1

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 Oleh

Agus Hariyono

A.A Gde Agung Dharma Kusuma

Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pasca Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986”, Penulis menggunakan metode penelitian normatif. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum acara dalam peradilan Tata Usaha Negara. Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1986 telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009. Dengan adanya Perubahan Undang-Undang timbul suatu permasalahan-permasalahan. Pertama, bagaimana pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara setelah adanya perubahan tersebut. Yang kedua yaitu adanya kendala dalam penerapan upaya paksa putusan pengadilan. Berkaitan dengan sistem pelaksanan putusan pengadilan, perubahan tersebut merubah sistem pelaksanaan putusan dari self respect yaitu dimana pelaksanaan putusan pengadilan sepenuhnya diserahkan kepada kesadaran badan atau pejabat tata usaha Negara menjadi sistem fixed execution yaitu dimana pengadilan dapat memaksakan pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara melalui upaya paksa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Terkait Kendala yang dihadapi yang dihadapi dalam pelaksanaan upaya paksa dalam pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara adalah kurangnya pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan teknis penerapan upaya paksa.

Keywords : Hukum Acara, Pelaksanaan Putusan, Upaya Paksa.

ABSTRACT

Based on scientific papers entitled "judicial review implementation of the Administrative court ruling after a change in law number 5 of year 1986”, the author uses a normative research method. Law number 5 of year 1986 concerning administrative courts is a procedural law in the administrative courts. The Law was changed by new law number 9 year of 2009 and law number 51 year of 2009. With the change of Amendment Act than raised the several issues. Firstly, how to implement the decision of the State Administrative Court after the change. The secondly is the constraint in the implementation of the court decision forced effort. Relating to the conduct of the court system, these changes alter the enforcement of a system of self-respect that is where the execution of court decisions left entirely to the consciousness of the body or the State administration officials into execution the fixed system where the court can impose administrative implementation of the court decision forced the country through the efforts of governed by legislation. Related Constraints faced in implementation efforts in the implementation of court decisions forced clerical State is the lack of further regulation relating to the technical implementation of forceful measures.

Keywords: Proceeding Law, Administrative court, forceful measures.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan keseluruhan proses atau aktivitas hakim tata usaha Negara yang didukung oleh oleh seluruh fungsionaris pengadilan dalam melaksanakan fungsi mengadili baik dipengadilan tata usaha Negara, pengadilan tinggi tata usaha Negara maupun mahkamah agung.1

Pada dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan kepengadilan bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan mengambil suatu keputusan.2

Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang berpangkal pada Keputusan Tata Usaha Negara, sehingga tuntutan dalam gugatan tata usaha Negara adalah permohonan agar Keputusan Tata Usaha Negara dinyatakan batal atau tidak sah. Hal ini menyebabkan putusan hakim berupa keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tidak sah atau batal yang kemudian hakim dapat memerintahkan badan atau pejabat tata usaha Negara untuk mencabut keputusan tata usaha Negara tersebut. Kemudian menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru, dan penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut didasarkan pada pasal 3.

Putusan pengadilan Tata Usaha hanya dapat dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata usaha Negara yang bersangkutan hal ini dikarenakan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara berlaku asas contractus actus, yaitu asas yang menyatakan penarikan kembali atau perubahan suatu keputusan harus memenuhi persyaratan yang sama seperti pada waktu keputusan itu 3 dibuat.

Adakalanya badan atau pejabat tata usaha Negara yang telah diputus kalah oleh pengadilan tata usaha Negara tidak melaksanakan putusan pengadilan Tata usaha tersebut. Hal ini akan mengakibatkan kerugian bagi pihak penggugat dan dapat mempengaruhi wibawa pengadilan.

  • 1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini selain untuk mengetahui pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara pasca perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, juga untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha tersebut.

II ISI MAKALAH

  • 2.1 . Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode normative. Pendekatan peraturan perundang-undangan ( statute approach) adalah pendekatan dengan menggunakan Legislasi dan regulasi.4

  • 2.2    Pembahasan

    • 2.2.1.    Perubahan Sistem Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara Pasca Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun1986.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah dua kali mengalami perubahan. Perubahan Pertama dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan perubahan kedua dengan dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juga mencangkup pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan adanya uang paksa/ sanksi administrasi serta pengumuman dimedia massa terhadap pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan Tata Usaha Negara dimana hal tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

Pelaksanaan Putusan pengadilan tata usaha Negara yang diatur dalam pasal 116 Undang-Undang Nomor Tahun 1986 pada dasarnya menekankan pada rasa self respect dan Kesadaran hukum pejabat Tata Usaha Negara terhadap isi putusan untuk melaksanakannya dengan suka rela tanpa adanya upaya pemaksaan (dwangmiddelen) yang langsung dapat dirasakan dan dikenakan

oleh pihak pengadilan terhadap pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.5 Tetapi dalam pelaksanaannya system tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan baik sehingga perlu adanya perubahan dalam system yang lebih baik baik untuk melaksanakan putusan pengadilan tata usaha Negara tersebut.

Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara setelah Perubahan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986, lebih memperlihatkan dipergunakannya system fixed execution, Yaitu eksekusi yang pelaksanaan dapat dipaksakan oleh pengadilan melalui sarana-sarana pemaksa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.6 Pengadilan mempunyai wewenang untuk memaksa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk melaksanakan putusan melalui adanya uang paksa, sanksi administrative serta pengumuman dimedia massa.

  • 2.2.2.    Kendala Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pasca Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

Dalam penerapan upaya paksa dalam pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara terdapat kendala-kendala yang dihadapi. Dalam hal penerapan sanksi administratif, kurang jelas apa bentuknya sanksi administrsi tersebut, bagaimana implementasinya dan siapa yang berwenang menjatuhkan sanksinya kemudian siapa yang mengawasi pelaksanaan sanksi adminstrasi tersebut. Dalam kaitannya dengan penerapan uang paksa, tidak ada penjelasan mengenai cara atau pedoman yang digunakan oleh hakim untuk menentukan besarnya uang paksa itu dan bagaimana cara pembayaran uang paksa tersebut. Bagaimana jika uang paksa yang ditetapkan oleh hakim itu menurut penggugat sangat kecil, upaya apa yang dapat dilakukan oleh penggugat sedangkan putusan pengadilan tata usaha Negara tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam kaitannya dengan pengumuman dimedia massa tujuan utama dari penggugat tetap saja tidak tercapai sebagaimana mestinya.7 Tidak jelas apa Maksut dari diumumkannya pada media masa setempat, apakah dengan dimumkannya pada media masa bisa mengganti rugi pihak yang dirugikan atau dengan diumumkannya pada media masa maka pejabat tersebut akan melaksanakan putusan pengadilan tata usaha Negara tersebut.

  • III.    KESIMPULAN

  • 1.    Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, merubah system pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara dari system self respect menjadi sistem fixed execution.

  • 2.    Kendala yang dihadapi dalam penerapan upaya paksa dalam pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara adalah kurang jelasnya pengaturan upaya paksa serta kurangnya pengaturan lebih lanjut berkaitan dengan teknis penerapan upaya paksa tersebut.

Daftar Bacaan

Buku :

Harahap Zairin, 2010, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Marzuki Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.

R-Prins- Adisapoetra, Kosim,1976, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta.

Tjandra W. Riawan, 2009,Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) :Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang bersih dan Berwibawa, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lembaran Nerara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35.

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079.