EKSTRADISI DALAM MERESPON ‘MEXICAN DRUG WAR’:

SOLUSI ATAU BUMERANG?

Janardana Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]

I Gde Putra Ariana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penulisan ini dilakukan untuk menganalisis mengenai dasar hukum dan implementasi serta efektivitas dari perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikat dan Meksiko dalam menanggulangi fenomena perang narkoba di Meksiko. Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang mengacu pada perjanjian ekstradisi antara Amerika Serikat dan Meksiko. Berdasarkan pada hasil studi normatif yang dilakukan telah diketahui bahwa, praktik esktradisi yang digunakan sebagai langkah penanganan Mexican Drug War dilakukan berdasarkan perjanjian international bilateral antara Amerika Serikat dan Meksiko sebagai dasar hukum yang mengikat antara dua belah pihak. Lebih lanjut, dalam implementasinya, perjanjian ekstradisi yang dilakukan nampak telah berhasil dilakukan untuk menjerat para pemimpin Drug Trafficking Organization. Namun dalam jangka panjang, efektivitas praktik ekstradisi masih belum kuat untuk menghentikan fenomena Mexican Drug War dengan munculnya penerus dari para pemimpin yang telah di ekstradisi.

Kata Kunci: Ekstradisi, Perang Narkoba, Kejahatan Narkotika Internasional, Kerjasama AS-Meksiko

ABSTRACT

This writing was conducted to analyze the legal basis as well as the implementation and effectiveness of the extradition treaty between the United States of Amerca and Mexico in tackling the Drug War phenomenon in Mexico. This study was carried out using a normative research method with the constitutional approach which refers to the extradition treaty between the United States of America and Mexico. Based on the result of the normative study conducted, it was found that the extradition practice used as a measure to handle the Mexican Drug War was carried out based on a bilateral agreement between the United States and Mexico as a binding legal basis between the two of the parties. Furthermore, in its implementation, the extradition treaty has been successfully conducted to ensnare the leaders of the Drug Trafficking Organization. However, in the long term, the effectiveness of the practice of extradition is still not strong enough to stop the Mexican Drug War phenomenon with the emergence of new leaders to replaced the former leaders who have been extradited.

Keywords: Extradition, Drug War, International Narcotics Crimes, USA-Mexico Cooperation

  • I.    Pendahuluan

  • 1.    1. Latar Belakang Masalah

Semenjak tahun 80an Meksiko sudah menjadi pemasok narkoba terbesar di Amerika Serikat (AS). Secara geografis, kedekatan jarak antara Meksiko dan AS telah menguntungkan kartel narkoba untuk mendistribusikan produk narkotikanya. Letak geografis antara AS dan Meksiko juga memicu kedua negara tersebut untuk memiliki hubungan perdagangan, budaya, dan demografi yang erat, sehingga kestabilan di Meksiko pun memiliki pengaruh yang sangat penting bagi AS. Intensitas isu-isu kekejaman yang dilakukann oleh Drug Trafficking Organization (DTO) di Meksiko telah menjadi ancaman bagi AS maupun Meksiko. Kegiatan peredaran narkoba telah mencuri perhatian Kongres AS yang diikuti dengan pembahasan mengenai kekerasan di Meksiko, bantuan terhadap perihal narkotika dan keamaan di perbatasan.1 Topik ‘War on Drugs’ atau Perang Melawan Narkoba nampak sudah tidak asing terdengar dari kalangan masyarakat Benua Amerika, khususnya dari AS dan Meksiko yang memicu dilakukannya kerjasama keamanan melalui Mérida Initiative. Kerjasama Mérida Initiative telah dilegalisasi pada 11 Juni 2008 memiliki empat tujuan yakni, memecahkan dominasi dan imunitas hukum dari organisasi kriminal, menguatkan wilayah perbatasan, udara, dan laut, peningkatan kapasitas sistem peradilan, dan mengurangi aktivitas perdagangan narkoba illegal.2 Selain Mérida Initiative, kerjasama dalam bidang hukum melalui perjanjian ekstradisi pun juga kerap dilaksanakan.

Sejarah terkait masa kejayaan DTO di Meksiko dalam memonopoli bisnis narkotika muncul sejak dibentuknya federasi atau organisasi para pembisnis narkotika diera 80an. Miguel Angel Felix Gallardo, Ernesto Fonseca Carrillo ‘Don Neto’, dan Rafael Caro Quintero adalah pengedar narkoba kelas internasional yang telah sukses membentuk organisasi persatuan DTO narkotika se-Meksiko yang dikenal sebagai ‘Guadalajara Cartel’. Pada tahun 1982 United States Drug Enforcement Administration (DEA) menemukan bahwa Miguel Angel Felix Gallardo telah memindahkan uang dengan nominal sebesar 20 juta dollar setiap bulannya melalui satu akun bank dari Bank of America dan juga menemukan bahwa Guadalajara Cartel telah menjadi pemain baru yang menggantikan peran DTO asal Kolombia sebagai supplier ganja terbesar di AS. Tidak dapat dipungkiri bahwa AS memegang posisi sebagai ‘marketplace’ narkotika utama di benua Amerika, fakta ini dilandasi berdasarkan data yang diperoleh National Center for Drug Abuse

Statistics (NCDAS). Berdasarkan pada data statistik NCDAS dapat diketahui bahwa terdapat sebanyak 31,9 juta warga negara AS yang berumur 12 tahun ke atas menggunakan narkotika,3 dengan perkiraan terdapat sebanyak 100,306 kematian akibat overdosis di AS dalam jangka waktu 12 bulan yang diakhiri pada April 2021.4 Pada hakikatnya, DTO di Meksiko beroperasi di wilayah yang berbeda-beda untuk membangun bisnis narkotika mereka yang diiringi dengan ragam kegiatan terlarang lainnya. Bisnis narkotika di Meksiko Nampak berkembang secara terstruktur melalui sistem monopoli pasar yang dikemukakan oleh Miguel Angel Felix Gallardo. Miguel Angel berhasil untuk mempersatukan DTO besar di Meksiko yang memegang wilayah-wilayah penting seperti kartel yang berasal dari daerah Juarez, Sinaloa, dan Tijuana.

Masa kejayaan Guadalajara Cartel berada diambang maut pasca kasus penculikan seorang agen DEA yang bernama Enrique “Kiki” Camarena Salazar yang sedang menyelidiki perdagangan ganja dan kokain yang masuk ke AS di Guadalajara, Meksiko,5 serta seorang pilot yang bernama Alfredo Zavala-Avelar pada tahun 1985.6 Berdasarkan informasi yang dikembangkan, DEA meminta Polisi Peradilan Federal Meksiko (Mexican Federal Judicial Police/MFJP) untuk mempertimbangkan Miguel Angel Felix Gallardo, Ernesto Fonseca Carrillo dan Rafael Caro Quintero sebagai tersangka dalam penculikan Agen Kiki Camarena. Namun, kasus penculikan tersebut berubah menjadi kasus pembunuhan setelah ditemukannya mayat Agen Camarena, yang memicu DEA untuk membentuk sebuah task force dengan julukan ‘Operation Leyenda’ yang dikenal sebagai operasi penyelidikan yang sangat kompleks. Tekanan AS untuk membawa keadilan bagi Agennya diikuti dengan penahanan Miguel Angel Felix Gallardo pada tahun 1989 yang menjadi momentum berakhirnya masa kejayaan Guadalajara Cartel.7 Guadalajara Cartel menjadi DTO yang memonopoli bisnis narkotika terakhir di Meksiko setelah anggotanya berpecah belah menjadi beberapa DTO yang menguasai wilayah masing-masing dan memicu lahirnya DTO baru. Dalam merespon terhadap kegiatan bisnis narkotika yang berdampak pada kesenjangan

masyarakat di AS, upaya kerjasama dalam bidang hukum (ekstradisi) maupun peningkatan kapasitas melalui Mérida Initiative menjadi musuh terbesar para gembong narkoba pun kerap dipraktikan.

Pada tanggal 19 Januari 2017, Gembong narkoba besar asal La Tuna, Meksiko yang bernama Joaquin Archivaldo Guzman Loera atau yang akrab dikenal dengan julukan “El Chapo”, berhasil di ekstradisi dari Meksiko ke AS dan telah dijadwalkan untuk hadir dihadapan pengadilan pada keesokan harinya.8 Pada tahun 2010 Meksiko mengekstradisi Jesus Vicente Zambada-Niebla ke AS atas dugaan perannya sebagai koordinator logistik Sinaloa Cartel. Pada April 2011, Meksiko mengekstradisi Benjamin Arellano-Felix, seorang pemimpin Arellano-Felix Cartel ke AS atas dugaan pemerasan, pencucian uang, dan perdagangan narkotika di California, AS.9 Selanjutnya, Pada tahun 2020 putra salah satu bandar narkoba yang paling dicari di Meksiko sekaligus komandan kedua dari Cartel Jalisco Nueva Generacion (CJNG), Rubén Oseguera-González berhasil diekstradisi ke AS.10 Dengan munculnya fraksi-fraksi yang terdapat didalam DTO yang sama (kelompok didalam kelompok), memicu berkembangnya kegiatan bisnis DTO secara pesat. Namun efektivitas ekstradisi terhadap gembong narkoba besar seperti El Chapo, tidak menjamin sebagai solusi penanganan ‘Mexican War on Drugs’.

Demi menjaga orisinalitas penelitian ini, penulis hendak menguraikan penelitian terdahulu yang sejenis yakni: Flora Pricilla Kalalo berjudul “Efektifitas Perjanjian Ekstradisi Sebagai Sarana Pencegahan, Pemberantasan dan Penghukuman Pelaku Tindak Pidana Internasional”, dalam penelitian tersebut terdapat dua poin pembahasan yakni mengenai kerja sama internasional dalam upaya pencegahan, pemberantasan dan penghukuman pelaku tindak pidana internasional dan efektivitas perjanjian ekstradisi sebagai sarana pencegahan, pemberantasan dan penghukuman pelaku tindak pidana internasional. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kerja sama antar negara memiliki peran yang penting dalam upaya pencegahan, pemberantasan dan penghukuman pelaku tindak pidana internasional dengan cara meratifikasi bentuk kerja sama internasional tersebut ke dalam hukum nasional. Salah satu bentuk kerja sama yang kerap dilakukan adalah kerja sama ekstradisi yang

diterobos melalui prosedur deportasi sebagai upaya pencegahan, pemberantasan dan penghukuman pelaku tindak pidana internasional. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini berfokus pada studi kasus ekstradisi dalam fenomena ‘Mexican Drug War’. Berlandaskan pada latar belakang tersebut maka Penulis hendak menciptakan karya tulisan dengan judul “EKSTRADISI DALAM MERESPON ‘MEXICAN DRUG WAR’: SOLUSI ATAU BUMERANG?”

  • 1.    2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang Penulis telah merumuskan masalah:

  • 1.    Bagaimanakah Dasar Hukum serta Implementasi Perjanjian Ekstradisi Antara Amerika Serikat dan Meksiko dalam penanggulangan Mexican Drug War?

  • 2.    Bagaimanakah efektivitas dari Implementasi Perjanjian Ekstradisi dalam menanggulangi Mexican Drug War?

  • 1.    3. Tujuan Penulisan

Penulisan ini memiliki dua tujuan. Pertama, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui mengenai dasar hukum dilakukannya praktik ekstradisi oleh Amerika Serikat dan Meksiko serta implementasinya sebagai salah satu metode penanggulangan fenomena Mexican Drug War. Kedua, Penulisan ini ditujukan untuk mengetahui efektivitas dari dilakukannya praktik ekstradisi terhadap pemimpin Drug Trafficking Organization dalam rangka meanggulangi fenomena Mexican Drug War. Berdasarkan kedua tujuan penulisan tersebut maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “EKSTRADISI DALAM MERESPON ‘MEXICAN DRUG WAR’: SOLUSI ATAU BUMERANG?”

  • II.    Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode studi kepustakaan yang dinamakan penelitian hukum normatif.11 Metode penelitian hukum normatif merupakan suatu metode perumusan argumentasi hukum dengan proses analisis terhadap suatu problematika melalui penelitian terhadap bahan pustaka. Penelitian yang ditujukan untuk mengetahui efektivitas upaya ekstradisi dalam merespon terhadap perang melawan narkoba (War on Drugs) di Meksiko dilakukan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang merupakan suatu pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi,12 melalui pendekatan terhadap perjanjian ekstradisi bilateral antara AS dengan Meksiko tahun 1978. Dalam proses analisis penelitian ini, penulis menggunakan sistem penulisan deskriptif-analitis melalui penguraian terhadap penjelasan bahan hukum secara sistematis yang diikuti dengan analisa terhadap isu hukum yang diangkat.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Dasar Hukum Praktik Ekstradisi Antara Amerika Serikat dan Meksiko Terhadap Gembong Narkoba Serta Implementasinya

Secara singkat ekstradisi merupakan bentuk kerjasama antar negara yang bertujuan untuk mengatasi kejahatan lintas batas negara. Praktik ekstradisi mencakup proses formal untuk suatu negara memindahkan individu yang diduga menjadi pelaku pidana ke negara lain. Ekstradisi lahir atas keberadaan kejahatan internasional dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan di dunia yang tidak hanya dihadapi oleh satu negara saja. Kejahatan internasional atau kejahatan transnasional merupakan suatu tidak pidana terorganisir yang melintasi batas negara.13 ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) mendefinisikan bentuk kejahatan transnasional yang salah satunya adalah modus operandi organisasi perdagangan obat-obatan terlarang yang memiliki akses mudah untuk menembus batas-batas negara melalui manajemen yang terorganisir atau peredaran gelap narkoba.14 Pada hakikatnya, kerjasama internasional khususnya dalam praktik ekstradisi harus dilandaskan pada kesepakatan dan dilakukan melalui hubungan diplomatik. Hal ini dikarenakan ekstradisi adalah suatu perwujudan atas keinginan antar dua negara dalam melaksanakan kerjasama untuk memberantas tindak kejahatan transnasional melalui perjanjian bilateral terkait ekstradisi.

Kejahatan internasional menjadi suatu ancaman terhadap kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, keamanan, serta perdamaian dunia.15 Dalam perkembangan di dunia hukum internasional terdapat dua konvensi yang menjadi acuan serta tonggak perkembangan dari praktik ekstradisi, yakni United Nations Convention against Transnational Organized Crime dan United Nations Convention against Corruption.16 Pelaksanaan ekstradisi memerlukan suatu legalitas atau undang-undang sebagai aturan tertulis mengenai ekstradisi, hal ini dikarenakan pelaksanaan ekstradisi memiliki kaitan erat dengan aspek kedaulatan negara serta hak asasi manusia. Kehormatan terhadap kedaulatan suatu negara dianggap menjadi salah satu faktor penting untuk mencapai proses final dari ekstradisi yakni proses penyerahan

(levering).17 Sebagian besar proses ekstradisi dilandasi dengan perjanjian yang digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kerjasama yang ingin dilakukan,18 namun dalam praktiknya hubungan baik antar kedua negara dapat dipertimbangkan dalam proses ekstradisi.

Pada hakikatnya terdapat asas-asas hukum yang melandasi perjanjian ekstradisi yakni asas kejahatan rangkap, asas ne bis in idem, asas non-nationality extradition, asas non-political crime extradition, dan asas spesialitas. Namun dalam penerapannya, asas kejahatan ganda (suatu pelanggaran yang dilakukan pelaku harus merupakan tindakan pelanggaran menurut hukum pidana negara peminta dan negara yang diminta) merupakan suatu asas yang harus terpenuhi terlebih dahulu.19 Salah satu contoh dari praktik perjanjian ekstradisi adalah perjanjian ekstradisi antara AS dan Meksiko yang telah ditandatangani pada tanggal 4 Mei 1978 di Mexico City. Perjanjian ekstradisi tersebut mencakup ketentuan mengenai kewajiban untuk mengekstradisi (Pasal 1), pelanggaran yang dapat diekstradisi (Pasal 2), prosedur dan persyaratan dokumen ekstradisi (Pasal 10), dan ketentuan lainnya. Dalam menanggulangi fenomena Mexican Drug War, AS dan Meksiko juga melakukan kerjasama khusus. Dalam melaksanakan praktik ekstradisi, terdapat beberapa perjanjian yang melandasi terjadinya ekstradisi salah satunya adalah Merida Initiative yang ditanda tangani pada tahun 2007. Kerjasama Merida Initiative dilaksanakan atas dasar problematika yang diakibatkan oleh aktivitas DTO dan ancamannya bagi AS dan Meksiko. Aktivitas kekerasan antar DTO narkotika kerap terjadi di tempat-tempat umum di Meksiko yang mengakibatkan korban jiwa dari rakyat sipil. Konflik yang terjadi antar DTO mempengaruhi stabilitas keamanan domestik Meksiko hingga AS dengan mudahnya akses keluar-masuk di perbatasan kedua negara tersebut. Instabilitas dalam negeri Meksiko dapat pula mempengaruhi stabilitas dalam negeri AS, faktor tersebut merupakan salah satu pemicu lahirnya kerjasama Merida Initiative. Sejak dimulainya implementasi Merida Initiative pada tahun 2007, Departemen Luar Negeri AS memaparkan beberapa indikator keberhasilan yang salah satunya adalah keberhasilan dalam peningkatan jumlah ekstradisi, termasuk pengekstradisian Juaquin Archivaldo Guzman Loera pada tahun 2017.20 Proses ekstradisi merupakan

suatu proses formal yang dilakukan berdasarkan suatu perjanjian, yang mana dalam pelaksanaanya sangat bergantung terhadap perspektif penilaian kedua belah pihak terhadap individu yang menjadi objek dari ekstradisi.21

Pada hakikatnya, proses Ekstradisi diawali dengan permintaan terlebih dahulu oleh negara yang memegang kewenangan atau yurisdiksi untuk mengadili melalui saluran diplomatik yang dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung terkait pelanggaran pidana yang dilakukan.22 Dalam merespon permintaan tersebut, negara yang diajukan permohonan dapat menyampaikan jawabanya melalui saluran diplomatik juga.23 AS menerapkan prosedur permohonan ekstradisi yang diawali dengan proses pertemuan antara Federal AS atau Jaksa tingkat negara bagian dengan badan penegak hukum untuk mengidentifikasi apakah kejahatan tersebut merupakan pelanggaran yang dapat diekstradisi atau tidak. Setelah Jaksa telah menentukan untuk melanjutkan suau kasus berdasarkan proses indentifikasi pelanggaran tersebut, maka selanjutnya akan disiapkan 2 (dua) berkas yakni surat pernyataan kejaksaan dan surat keterangan penyidik yang akan dikirim kepada Departemen Kehakiman AS khususnya pada bagian Urusan Internasional untuk melakukan tinjauan terhadap permohonan ekstradisi. Setelah permohonan ekstradisi disetujui oleh Departemen Kehakiman AS, akan dilanjutkan dengan mengirimkan dokumen permohonan ekstradisi kepada Departemen Luar Negeri AS. Jika telah disetujui maka kasus tersebut akan diteruskan kepada Kedutaan AS di negara yang bersangkutan, yang mana pengacara akan mengonversi dokumen tersebut menjadi Nota Diplomatik untuk dikirimkan ke Kementerian Luar Negeri negara pengirim.24

Dalam penegakan hukum pidana internasional, perjanjian ekstradisi menjadi salah satu bentuk penegakan hukum yang kerap dilakukan. Perjanjian ekstradisi antara Meksiko dan AS acap kali dilakukan dalam kasus-kasus penanganan gembong narkoba yang mendistribusikan obat-obatan terlarangnya di Amerika Serikat. Berikut merupakan beberapa contoh kasus implementasi perjanjan ekstradisi Meksiko-AS terhadap pemimpin DTO besar di Meksiko.

  • 3.2.1.    Ekstradisi Benjamin Arellano Felix

Benjamin Arellano Felix adalah salah satu pemimpin DTO terbesar yang diekstradisi pada saar pemerintahan Meksiko dipimpin oleh Presiden Felipe Calderon. Benjamin Arellano Felix merupakan pemimpin Arellano Felix Organization (AFO) sebelum diekstradisi, yang merupakan DTO penguasa wilayah Tijuana yang merupakan wilayah dekat dengan perbatasan antara AS dan Meksko. Benjamin tidak bergerak sendirian melainkan AFO dapat dikatakan sebagai DTO yang organisir oleh satu keluarga Arellano-Felix yang terdiri dari 7 (tujuh) saudara laki-laki dan 4 (empat) saudara perempuan. AFO bertanggung jawab terhadap pemasokan sebanyak 40% kokain yang dikonsumsi di AS selama masa kejayaannya.25 Tidak hanya menjadi ancaman bagi AS, aktivitas AFO juga menimbulkan kekacauan yang dimulai dari kekerasan hingga penculikan di Meksiko. Sebelum ekstradisi terhadap Benjamin dilakukan, AFO adalah salah satu DTO yang mendominasi pasar narkotika di AS. Namun diakhir tahun 1999 dan diawal tahun 2000, AFO mengalami penurunan setelah penangkapan beberapa pemimpinnya yang diikuti dengan kematian Ramon Arellano Felix pada tahun 2002.26 Dalam pengoperasian aktivitas kriminalnya, AFO membentuk hubungan dengan penegak hukum, pejabat pemerintah, serta menjalin hubungan baik dengan anak-anak dari keluarga kaya yang memiliki kuasa di Tijuana. Seiring berjalannya waktu pasca pembubaran Guadalajara Cartel, AFO memiliki hubungan buruk dengan DTO asal Sinaloa yang mengakibatkan beberapa bentrokan kekerasan. Salah satu akibat dari bentrokan kekerasan antara AFO daan DTO Sinaloa yang menghebohkan media berita adalah bentrokan yang mengakibatkan kematian Kardinal Juan Posadas Ocampo pada 4 Mei 1993 di Bandar Udara Internasional Guadalajara. Proses ekstradisi Benjamin dari Meksiko ke AS dilakukan pada bulan April 2011. Benjamin telah ditahan oleh badan otoritas Meksiko sejak tahun 2002, diikuti dengan perintah terhadap ekstradisi ke AS yang terakhir diberikan pada tahun 2007. Setelah menjalani proses negosiasi ekstradisi yang gagal bertahun-tahun, pada akhirnya ekstradisi terhadap Benjamin berhasil di proses. Melalui ekstradisi tersebut, Benjamin telah dijadwalkan untuk didakwa pada tanggal 02 Mei 2011 di Pengadilan Distrik AS di San Diego, di hadapan Hakim Larry Alan Burns. Dakwaan tersebut antara lain adalah pengedaran narkoba, asosiasi kriminal, pencucian uang dan kejahatan terorganisir. Berdasarkan putusan pengadilan AS, Benjamin dijatuhi hukuman 25 (dua puluh lima) tahun penjara.27

  • 3.2.2.    Ekstradisi Joaquin Archivaldo Guzman Loera “El Chapo”

Joaquin Archivaldo Guzman Loera atau yang dikenal dengan julukan “El Chapo” adalah gembong narkoba yang memimpin DTO Sinaloa di Meksiko. DTO asal Sinaloa atau yang sering disebut dengan julukan Kartel Sinaloa mendistribusikan produk narkotikanya di 50 negara termasuk Argentina, Filipina, dan Rusia. Pada tahun 2015, El Chapo telah diberitakan sebagai musuh publik nomor 1 di Chicago, AS setelah ia berhasil melarikan dari penjara dengan keamanan maksimum. Pengkestradisian El Chapo dapat dikatakan sebagai salah satu proses ektradisi besar sepanjang sejarah fenomena Mexican Drug War, dikarenakan El Chapo dikenal sangat lihai dalam melarikan diri meskipun sudah ditahan oleh badan otoritas Meksiko. Di AS terdapat sekitar tujuh dakwaan terhadap El Chapo di berbagai yurisdiksi. El Chapo selalu berusaha untuk menghindari proses ekstradisi melalui sistem hukum di Meksiko melalui pengacaranya. Pada tahun 2015, Pengacara El Chapo melakukan usaha untuk memohon pemblokiran terhadap proses ekstradisi El Chapo atas dasar potensi pelanggaran terhadap haknya untuk berada di bawah konsititusi Meksiko jika ia diadili di negara asing. Permohonan tersebut tentunya ditolak oleh pengadilan Meksiko, dan pada tanggal 19 Januari 2017 El Chapo berhasil di ekstradisi ke AS. Pada keesokan harinya, El Chapo menghadapi 17 (tujuh belas) dakwaan atas statusnya sebagai pemimpin Kartel Sinaloa, berpartisipasi dalam konspirasi internasional untuk memproduksi dan mendistribusikan narkotika, importasi dan distribusi narkotika, penggunaan senjata api illegal untuk melakukan aktivitas perdagangan narkotika, serta partisipasinya dalam konspirasi pencucian uang. Dengan hal tersebut El Chapo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan dibebani sejumlah uang sebesar 14 Juta dollar AS dihadapan pengadilan AS.28

  • 3.2.    Efektivitas Implementasi Perjanjian Ekstradisi Antara Amerika Serikat dan Meksiko Dalam Menanggulangi Mexican Drug War

Sejak abad ke 20, Ektradisi telah dianggap sebagai suatu produk yang memiliki tujuan besar seperti menjaga ketertiban dunia dan meningkatkan hubungan damai antar negara. Namun dalam perkembangannya, ekstradisi digunakan sebagai bentuk kerjasama yang lebih erat dalam menanggulangi kejahatan internasional. Ekstradisi telah memiliki peran signifikan dalam menanggulangi problematika kejahatan internasional. Hal tersebut didukung dengan macam-macam hukum yang melandasinya seperti perjanjian internasional bilateral maupun multilateral ataupun peraturan perundang-undangan yang diterapkan dalam skala nasional terkait dengan ekstradisi. Kerjasama Merida Initiative sebagai salah satu produk perjanjian yang melandasi proses ekstradisi gembong narkoba Meksiko ke AS, merupakan bentuk kerjasama yang menguntungkan AS. Hal ini disampaikan oleh David A. Shirk, Direktur Institut Perbatasan di Universitas San Diego bahwa jika Meksiko mengalami

kelemahan, maka kesulitan yang akan dihadapi oleh AS akan meningkat dalam perihal mengendalikan wilayah perbatasan yang dijadikan sebagai pintu masuk obat-obatan terlarang ke AS. Dalam sudut pandang ekonomi, Meksiko juga merupakan mitra penting bagi AS sehingga stabilitas Meksiko berfungsi sebagai jangkar bagi Kawasan tersebut. Disisi lain, jika kondisi keamanan Meksiko semakin memburuk maka akan menimbulkan situasi darurat terhadap isu kemanusiaan yang menyebabkan arus migrasi ke AS yang tidak terkendali. Melalui pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa kerjasama dalam menanggulangi kejahatan internasional memang memberikan dampak positif bagi kedua negara, khususnya dalam menjaga stabilitas ekonomi, keamanan dan kesejahteraan masyarakat kedua belah pihak.

Dalam mengimplementasikan Merida Initiative, telah menghasilkan beberapa indicator keberhasilan yang diantaranya adalah:29

  • 1.    Keberhasilan dalam kerjasama intelijen dan penegakkan hukum;

  • 2.    Membentuk standar pelatihan nasional yang ditujukan kepada Penyelidik, Jaksa, dan Hakim;

  • 3.    Meningkatnya jumlah ekstradisi;

  • 4.    Menyita obat terlarang dari Meksiko senilah lebih dari $4 Miliar dan mata uang;

  • 5.    Penerimaan bantuan oleh Meksiko dari AS senilai $2,9 Miliar untuk pendukungan peralatan militer, infrastruktur ruang sidang, pelatihan militer di wilayah perbatasan, dan implementasi program pencegahan kejahatan.

Namun, apakah indikator keberhasilan tersebut mencerminkan efektivitas praktik ekstradisi dalam menanggulangi fenomena ‘Mexican Drug War’? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketahui perkembangan kegiatan DTO pasca proses ekstradisi pemimpinnya. Pada umumnya, ekstradisi terhadap pemimpin DTO akan mengakibatkan peningkatan angka pembunuhan di wilayah kekuasaan DTO yang pemimpinnya di ekstradisi. Penggunaan kekerasan kerap dilakukan untuk memperebutkan posisi pemimpin pengganti maupun penguasaan wilayah yang telah ditinggal oleh pemimpin DTO yang telah di ekstradisi oleh DTO lainnya. Efektivitas ekstradisi terhadap penanggulangan ‘Mexican Drug War’ terwujud dalam perkembangan DTO yang pemimpinnya telah di ekstradisi seperti AFO, dan DTO Sinaloa, serta kemunculan DTO baru meskipun praktik ekstradisi kerap dilakukan.

Pasca proses ekstradisi para pemimpin DTO, membuka jalur bagi individu lainnya untuk meneruskan DTO yang ditinggalkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka faktanya, terdapat akibat jangka panjang yang ditimbulkan pasca dilakukannya proses ekstradisi terhadap pemimpin

DTO besar di Meksiko. Akibat jangka panjang tersebut dapat digambarkan melalui eksistensi beberapa DTO saat ini:

  • 3.3.1.    Arellano Felix Organizations (AFO) / Kartel Tijuana

Pasca Benjamin Arellano Felix di ekstradisi pada tahun 2011, pengaruhnya terhadap bisnis narkotika semakin menurun. Berkurangnya kekuatan AFO dimulai pasca penahanan beberapa saudaranya, pembunuhan terhadap Ramon Arellano Felix saat terjadinya baku tembakan, dan peperangan antar kedua DTO besar yakni antara AFO dengan Kartel Sinaloa dikarenakan oleh perebutan daerah kekuasaan di perbatasan Tijuana - San Diego sebagai salah satu perbatasan tersibuk di Dunia dan hal ini sangat berdampak dalam penyeludupan narkoba. Kartel Tijuana dikabarkan telah beraliansi dengan Kartel Jalisco Nueva Generation (CJNG) yang menjadi salah satu organisasi kriminal terbrutal di Meksiko.

  • 3.3.2.    Kartel Sinaloa

Pasca ekstradisi terhadap El Chapo, Kartel Sinaloa justru tetap menjadi salah satu dari DTO terbesar di Meksiko. Kartel Sinaloa yang pada awalnya di pimpin oleh El Chapo, hingga tahun 2022 masih membuktikkan kekuatan pengaruhnya sebagai salah satu DTO terkuat di Meksiko Hal ini diketahui karena DTO tersebut masih beroperasi dengan terbagi menjadi dua fraksi oposisi besar yakni fraksi yang dipimpin oleh Ismael Zambada Garcia atau yang kerap dikenal dengan julukan “El Mayo” yang merupakan rekan dari El Chapo serta fraksi yang dipimpin oleh anak-anak dari El Chapo yang kerap dikenal dengan julukan ‘Los Chapitos’ yang terdiri dari 4 (empat) anaknya yakni Ovidio Guzman Lopez, Joaquin Guzman Lopez, Ivan Archivaldo Guzman Salazar, dan Jesus Alfredo Guzman Salazar.30 Pengaruh kuat yang dimiliki oleh DTO asal Sinaloa ini terbukti dengan terjadinya fenomena ‘The Battle of Culiacán’ yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 2019 ketika pihak Garda Nasional Meksiko menangkap Ovidio Guzman Lopez yang mengakibatkan baku tembakan antara anggota DTO Sinaloa dan badan otoritas Meksiko, termasuk militer. Tindakan kekerasan massal seperti yang terjadi di Culiacán pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa DTO Sinaloa telah berkembang menyerupai kelompok teroris yang telah berevolusi menjadi kekuatan pemberontak. Dalam merespon terhadap kekacauan tersebut Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador mengeluarkan perintah untuk pembebasan Ovidio Guzman Lopez untuk memberhentikan kegiatan kekerasan di Culiacán yang menandakan kemenangan DTO Sinaloa.31

  • 3.3.3.    Kartel Jalisco (Cartel Jalisco Nueva Generacion / CJNG) Sebagai Ancaman

    Baru bagi Meksiko dan AS

Liputan Media telah menunjukan aktivitas kriminal dari CJNG, salah satunya adalah penggunaan peluncur granat roket yang digunakan untuk menjatuhkan helikopter milik militer Meksiko. Secara keseluruhan jangkauan regional dan internasional, kepemilikan senjata yang canggih, dan praktik perdagangan obat-obatan terlarang yang dilakukan oleh CJNG telah menunjukan bagaimana CJNG telah menjadi ancaman baru bagi Meksiko dalam fenomena ‘Mexican Drug War’. Kemunculan CJNG dimulai pasca kematian Ignacio Coronel Villarreal atau yang akrab dikenal dengan julkan ‘Necho’ yang merupakan letnan dari DTO Sinaloa di Jalisco yang berusaha untuk melakukan suksesi dari DTO Sinaloa. Saat ini CJNG dipimpin oleh Nemesio Oseguera Cervantes atau yang dkenal dengan julukan ‘El Mencho’ yang merupakan buronan paling dicari oleh Meksiko dan AS dengan menawarkan hadiah sebesar 10 (sepuluh) juta dolar tuntuk infromasi yang mengarah pada penangkapannya.

CJNG memulai gerakan agresifnya pada tahun 2020 dengan menaklukan wilayah kota-kota kecil di bagian barat Michoacán dan memotong jalan-jalan vital yang mengakibatkan sebagian besar negara bagian tidak dapat dilalui. CJNG juga melakukan pengembangan taktik yang salah satunya adalah menanamkan alat peledak yang terkubur di tanah dan ladang untuk memotong pusat populasi. Dengan kuatnya pengaruh CJNG serta dikenal sebagai DTO yang sadis mengakibatkan peningkatan terhadap kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak kepolisian serta meningkatnya angka polisi yang mengundurkan diri dikarenakan kekerasan yang melonjak dan tidak sebanding dengan gaji yang diperoleh. Dalam merespon hal tersebut AS telah menawarkan hadiah sebesar $10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan El Mencho, ini merupakan salah satu hadiah tertinggi yang pernah ditawarkan. Meksiko telah menawarkan hadiahnya sendiri sebesar 30 juta peso ($1,6 juta). DEA juga telah mengidentifikasi tokoh senior lainnya seperti Erick Valencia Salazar, alias ‘El 85’, yang menghadapi hadiah $ 5 juta untuk penangkapannya, Ulises Mora Tapia, José Manuel Abouzaid El Bayeh dan Alfredo Galindo Salazar. Meskipun diburu dengan menghadiahkan uang oleh AS, operasi CJNG tampaknya tetap utuh dan terus berekspansi. Penurunan beberapa saingan utamanya, seperti CSRL atau Los Zetas Vieja Escuela dapat memberikan ruang yang lebih besar kepada CJNG untuk bermanuver diekonomi kriminal utama.

4. Kesimpulan

Berdasarkan pada penelitian yang telah paparkan oleh penulis, maka dapat disimpulkan pertama, Meksiko-AS memiliki perjanjian ekstradisi sebagai dasar hukum praktik ekstradisi yang telah ditandatangani pada tahun 1978. Dengan eksistensi perjanjian ekstradisi serta maraknya arus perdagangan obat-obatan terlarang yang masuk ke AS dari Meksiko telah melahirkan produk kerjasama baru melalui Merida Initiative. Merida Initiative ditujukan untuk menjadi salah satu produk kerjasama untuk memberantas kegiatan kriminal DTO di Meksiko, yang salah satu bentuk keberhasilannya adalah ekstradisi terhadap El Chapo. Kedua, pengoperasian kerjasama dalam bidang hukum guna menanggulangi fenomena ‘Mexican Drug War’ nampak memiliki efektivitas yang baik melalui praktik-praktik ekstradisi yang kerap dilakukan oleh kedua negara terhadap gembong narkoba seperti Benjamin Arellano Felix dan El Chapo. Namun sayangnya esktradisi justru menjadi bumerang dalam menanggulangi ‘Mexican Drug War’ dengan berbagai peningkatan aktivitas DTO serta ekspansi yang dilakukan untuk menjalankan bisnis terlarangnya. Maka sebagai akibat jangka panjangnya, ekstradisi nampak kurang efektif untuk menanggulangi fenomena ‘Mexican Drug War

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum: Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2017.

Bachtiar. Metode Penelitian Hukum. Tangerang Selatan: UNPAM PRESS, 2018.

U.S. House of Representatives Committee on Homeland Security. Taking Down the Cartels: Examining United States-Mexico Cooperation. Washington: U.S. Government Printing Office, 2014.

Artikel Jurnal

Christianto, Alvon. “Mengidentifikasi Dampak Ekstradisi Terhadap Perekonomian Indonesia.” Jurnal Litigasi 21, no.1 (2020): 30-59. doi: http://dx.doi.org/10.23969/litigasi.v21i1.2090.

Dewi, Dwi Melia Nirmalananda., Sepud, I Made dan Sutama, I Nyoman. “Ekstradisi Sebagai Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan Internasional.” Jurnal Analogi Hukum 2, No.1 (2020): 17-21. doi: https://doi.org/10.22225/ah.2.1.2020.17-21.

Fallah, Giri Afif. “Love Hate Relationship: Kebijakan Amerika Serikat Memberikan Bantuan Luar Negeri Kepada Meksiko Dalam Rangka Pemberantasan Drugs Trafficking Organizations.” Journal of International Relations 6, No.2 (2020):    248-256. doi:

https://doi.org/10.14710/jirud.v6i2.27206.

Fauzin. “Peran Perjanjian Ekstradisi Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.” Rectidee 16, No.1 (2021): 133-155. doi:https://doi.org/10.21107/ri.v16i1.10501.

Gukguk, R.G.R dan Jaya, N.S.P. “Tindak Pidana Narkotika sebagai Transnasional Organized Crime.” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 1, No.3 (2019):   337-351.

doi:https://doi.org/10.14710/jphi.v1i3.337-351.

Hasan, M.I. “Kejahatan Transnasional dan Implementasi Hukum Pidana Indonesia.” Lex Crimen 7, No.7 (2018): 13-20.

Jaya, Belardo Prasetya Mega. “Transnational Crime Case Settlement Through International Cooperation (A Case Study of Harun Masiku).” Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum 4, No.1 (2020): 69-82. doi:https://doi.org/10.30656/ajudikasi.v4i1.2203.

Ma’rifah, A., Parmono, B, dan Hidayati, R. “Penanganan Kejahatan Lintas Negara Melalui Perjanjian Ekstradisi.” Dinamika, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 27, No.8 (2021): 1156-1171.

Poli, Emily Edmonds dan Shirk, David. “Extradition as a Tool for International Cooperation: Lessons from the U.S.-Mexico Relationship.” Maryland Journal of International Law 33, No.1 (2018): 215-243.

Pratiwi, Mega Wahyu. “Implementasi Kerjasama Merida Initiative Antara Amerika Serikat dan Meksiko dalam Penanggulangan Peredaran Narkoba Ilegal (2008-2010).” Global & Policy 6, no.1 (2018): 53-69.

Rotinsulu, Valentino Heisel Jonathan., Aling, Daniel F dan Lengkong, Natalia L. “Kedudukan Perjanjian Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Pidana Nasional.” Lex Administratum 9, No.4 (2021): 237-244.

Setiawan, Komang Okta. “Legality of the Extradition Treaty Between Nations Engaging Cooperation in Relation with Crime Prevention.” Ganesha Law Review 2, No.1 (2020): 1728. doi:https://doi.org/10.23887/glr.v2i1.113.

Wungow, Juno Yesaya., Massie, Cornelis Dj dan Assa, Wilda. “Penerapan Metode Ekstradisi Double Criminality Principles dalam Penyelesaian Kasus Penyeludupan Obat Terlarang.” Lex Crimen 10, No.2 (2021): 39-46.

Internet

https://sgp.fas.org/crs/row/R41576.pdf

https://www.cdc.gov/nchs/pressroom/nchs_press_releases/2021/20211117.htm

https://www.nbcnews.com/news/mexico/sonpowerfulmexicandruglordextraditedusn114031 https://museum.dea.gov/exhibits/online-exhibits/red-ribbon-week/history

https://insightcrime.org/mexico-organized-crime-news/los-chapitos/ https://time.com/5705358/sinaloa-cartel-mexico-culiacan/, https://www.justice.gov/usao-sdca/pr/last-arellano-felix-brothers-sentenced https://www.wilsoncenter.org/arellano-felix-organization-or-tijuana-ocg

Kasus

United States v. Alvarez-Machain, 504 U.S 655 (1992).

United States District Court Eastern District of New York, “United States of America v. Joaquin Archivaldo Guzman Loera”, (09-CR-466 (S-4) (BMC).

United States District Court Eastern District of New York, 2017, United States of America v. Joaquin Archivaldo Guzman Loera, 09-CR-466 (S-4) (BMC).

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 4 Tahun 2022 hlm 407-422

422