ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ORANG YANG IDENTITASNYA DIGUNAKAN SEBAGAI EMERGENCY CONTACT PINJOL SECARA SEPIHAK
on
ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ORANG
YANG IDENTITASNYA DIGUNAKAN SEBAGAI
EMERGENCY CONTACT PINJOL SECARA SEPIHAK
Ni Putu Intan Mahadevi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan studi ini bertujuan guna menelaah pengaturan hukum dalam penyelenggaraan pinjol di Indonesia dan kepastian hukum dalam penjaminan perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact pinjol secara sepihak. Studi berjenis penelitian hukum normatif ini dituliskan dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan sejarah. Hasil studi menemukan bahwa Pengaturan hukum terkait penyelenggaraan pinjaman online didasarkan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang memberikan legalitas terhadap lembaga jasa keuangan untuk mengadakan pinjol sebagai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Kemudian berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact pinjaman online secara sepihak dapat menempuh langkah hukum terhadap penyelenggara pinjol melalui pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPer.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Emergency Contact, Sepihak
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the legal arrangements in the administration of loans and loans in Indonesia and legal certainty in guaranteeing legal protection for people whose identities are used as emergency contact loans unilaterally. This normative legal research type study is written using a statutory approach, a concept approach, and a historical approach. The results of the study found that the legal arrangements related to the implementation of online loans are based on the Financial Services Authority Regulation No. 77/POJK.01/2016 concerning Information Technology-Based BorrowingLending Services which provide legality for financial service institutions to conduct lending and borrowing as technology-based money-lending services. Then with regard to legal protection for people whose identity is used as an online loan emergency contact, they can unilaterally take legal steps against the loan provider through filing a lawsuit against the law to the court in accordance with the provisions of Article 1365 of the Criminal Code.
Key Words: Legal Protection, Emergency Contact, One-sided.
Transformasi ekonomi berbasis digital di Indonesia mengalami perkembangan yang begitu pesat. Transformasi ekonomi digital ini tentu tidak dapat dilepaskan dari masuknya era revolusi industri 4.0 di seluruh dunia termasuk negara Indonesia. Salah satu bentuk konkret dari transformasi ekonomi berbasis digital ialah lahirnya suatu layanan keuangan yang diselenggarakan dengan memaanfaatkan tekonologi informasi yang disebut Financial Technology (fintech).1 Secara terminologis, fintech terdiri dari dua kata yakni financial dan technology yang dalam bahasa Indonesia memuat pengertian layanan keuangan dengan memanfaatkan teknologi. Menelisik perspektif sejarah, kelahiran fintech sebagai layanan keuangan mengalami perkembangan pada tahun 1982 dimana e-trade memperkenankan sistem perbankan secara elektronik untuk para calon investor yang dimana ini secara tidak langsung mengembangkan konsep fintech.2 Menurut Douglas W. Arner, pada dasarnya perkembangan fintech terbagi ke dalam beberapa era yakni:3
1.Era 1.0 (tahun 1966 hingga 1967)
Pengembangan infrakstruktur dan komputerasi sehingga terbentuk jaringan keuangan global.
-
2. Era 2.0 (tahun 1967-2008)
Pada era ini di sektor keuangan, penggunaan internet dan digitalisasi semakin masif.
-
3. Era 3.0 dan 3.5 (tahun 2008-sekarang)
Pada era ini fintech semakin tumbuh sebagai wujud bisnis teknologi keuangan yang mendapatkan tempat dan berperan di tengah masyarakat.
Menelaah perkembangan aktual, di negara Indonesia sedikitnya terdapat beberapa perusahaan fintech yang cukup terkemuka yakni Ovo, Gopay, Dana, Linkaja, Finmas, ngaturdui.com, Amartha, IPOTFund, Provesty.com, dan Infovesta.com. Terdapat beberapa alasan utama yang membuat fintech mendapatkan respon dan penerimaan di tengah masyakarakat Indonesia yaitu:
-
1 .Fintech dinilai lebih mudah untuk diakses dibandingkan dengan industri keuangan konvensional mengingat para pengguna dapat mengaksesnya hanya melalui smartphone saja.
-
2 .Semakin lazimnya bisnis yang didasarkan dengan teknologi digital
-
3 .Fintech lebih memudahkan untuk diakses oleh pelaku usaha start up
-
4 .Fintech memungkinkan dilakukannya analisa resiko nasabah dengan menggunakan bantuan sosial media.4
Berkenaan dengan jenis-jenis fintech terbagi kedalam beberapa bentuk yakni fintech lending yang menawarkan pinjaman dana secara online, peer to peer lending dan crowdfunding yang memberikan jasa untuk menghubungkan pengusaha UMKM atau start up yang membutuhkan dana dengan pemilik dana, fintech payment dan settlement yang bergerak di bidang pembayaran (perbankan), fintech agregator yaitu fintech yang mempunyai kumpulan data berbagai produk keuangan yang ada di pasar, dan fintech manajemen investasi dan risiko yang menawarkan layanan perangkat lunak untuk perencanaan keuangan.5Salah satu bentuk dari fintech yang populer saat ini adalah pinjaman online (pinjol). Pinjol sebagai suatu Laynan Pinjam Meminjak Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT) ialah inovasi layanan keuangan yang memungkinkan terjadinya transaksi pinjam memimanjam tanpa harus adanya pertemuan tatap muka melalui sistem yang diselenggarakan fintech lending baik website maupun aplikasi. Dalam realitasnya pinjaman online memiliki berbagai kelebihan yakni proses pencairan yang lebih cepat, syarat yang lebih mudah, tanpa jaminan, dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, terdapatnya beberapa perusahaan yang tidak mewajibkan riwayat kredit calon peminjam yang mesti bersih atau bagus. Disamping berbagai kelebihan yang dimiliki oleh pinjol, nyatanya tetap terdapat sebuah persoalan hukum yang dapat muncul dari keberadaan praktik pinjol ini.
Adapun persoalan hukum tersebut berkenaan dengan adanya potensi penyalahgunaan identitas atau data pribadi yang digunakan dalam proses pengajuan pinjol sebagai emergency contact. Dalam penyelenggaraan pinjol tentu tidak semuanya berjalan dengan mulus sehingga letak emergency contact menjadi krusial bilamana pihak peminjam pinjol tidak dapat dihubungi atau menghilang. Persoalan yang muncul selanjutnya adalah terkait perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada seseorang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact secara sepihak oleh pengaju pinjaman, mengingat pencatutan tersebut tentu dapat menimbulkan kerugian materiil ataupun materiil kepada orang tersebut. Dari penelusuran yang dilakukan sedikitnya terdapat dua penelitian dengan tema permasalahan hukum sejenis yang telah ada sebelumnya yakni Hendro Nugroho dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Transaksi Pinjaman Online” menelaah persoalan penjaminan keamanan dalam transaksi pinjaman online yang dilakukan antara debitur dan kreditur.6 Selanjutnya, Ni Nyoman Ari Diah Nurmantari melalui judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Peminjam Dalam Layanan Aplikasi Pinjaman Online”membahas permasalahan perlindungan keamanan data pribadi peminjam dalam layanan aplikasi pinjaman online serta sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggaran data pribadi yang terjadi.7
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa penelitian ini memiliki kebaharuan gagasan dengan secara khusus mengkaji persoalan perlindungan hukum terhadap seseorang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact secara sepihak oleh penerima pinjaman online. Kemudian penulis berkeinginan untuk
melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap permasalahan hukum ini melalui judul “Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Orang Yang Identitasnya Digunakan Sebagai Emergency Contact Pinjol Secara Sepihak.”
-
1 .Pengaturan hukum terkait penyelenggaraan pinjaman online
-
2 .Perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact pinjaman online secara sepihak
Dituliskannya jurnal ini ialah untuk memberikan pengetahuan hukum terkait pengaturan hukum yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pinjol. di Indonesia. Disamping itu, jurnal ini juga diarahkan untuk pembaca terkhusus para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pinjol agar dapat memahami dengan komprehensif berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact pinjol secara sepihak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang mengkaji permasalahan norma yang terjadi berupa kekaburan norma (vague of norm) dalam hukum positif Indonesia terkait penjaminan perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact secara sepihak. Sumber hukum pada penelitian mencakup bahan hukum primer dan sekunder. Selanjutnya berkenaan dengan pendekatan dalam penelitian ini ialah statute approach yang menelaah berbagai produk hukum terkait dengan permasalahan yang diangkat. Kemudian juga digunakan historical approach dan conceptual approach untuk mememahami perkembangan dan karakteristik dari kegiatan usaha pinjaman online di Indonesia. Adapun studi dokumen merupakan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan sedangkan teknik analisis dilakukan melalui analisa kualitatif.
Wirjono Projodikoro menggunakan istilah persetujuan untuk menerjemahkan suatu overeenkomst atau perjanjian yang memuat arti perhubungan hukum antara dua pihak terkait harta benda dimana terdapat pihak yang menuntut terhadap suatu pelaksanaan janji dan pihak yang dianggap berjanji untuk melakukan pelaksanaan atas janji tersebut.8 Menurut Subekti, perjanjian pada dasarnya dapat dipahami sebagai suatu peristiwa hukum yang lahir dari adanya dua orang yang saling berjanji untuk melakukan pemenuhan terhadap suatu hal.9 Merujuk dalam Pasal 1313 KUHPer, ditentukan pengertian dari perjanjian atau persetujuan yakni:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
Selanjutnya berkaitan dengan perjanjian yang dapat menimbulkan akibat hukum sendiri ialah suatu perjanjian yang memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPer meliputi adanya kehendak untuk mengikatkan diri, dan dilakukan oleh cukup umur (dua syarat subjektif) serta suatu hal tertentu dan sebab yang halal (dua syarat objektif). Secara konseptual, Pinjol adalah fasilitas pinjaman yang diselenggarakan oleh penyedia jasa layanan keuangan secara online. Pada dasarnya, pinjol juga dapat dipahami sebagai pembaharuan terhadap cara atau metode dalam mengadakan suatu perjanjian pinjam meminjam. Menelaah ke dalam KUHPer sendiri, pengaturan terkait perjanjian pinjam meminjam ditentukan melalui Pasal 1740 j.o Pasal 1754 yakni:
“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan Cuma-Cuma kepada pihak lain dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan akan mengembalikan brang itu. “ j.o “Pinjam Pakai habis adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”
Menelaah dalam hukum positif Indonesia, dasar hukum untuk menyelenggarakan suatu perbuatan keperdataan berupa pinjol adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPMUBT). Keberadaan POJK LPMUBT secara eksplisit memberikan legalitas terhadap lembaga jasa keuangan untuk mengadakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 ditentukan pada pokoknya pengertian penyelenggara pinjol yakni:
“Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.”
Selanjutnya, melalui ketentuan Pasal 18 BAB IV tentang Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ditentukan pengertian dari pinjol yakni sebagai suatu perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman dan perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman. Bertalian dengan pelaksanaan pinjol sendiri, Pasal 19 POJK LPMUBT menentukan bahwasannya perjanjian tersebut dituangkan ke dalam suatu dokumen elektronik. Pada penyelenggara layanan pinjol terdapat berbagai pihak yang terlibat secara intens pada lalu lintas kegiatan usaha pinjol yaitu:
-
1. Pihak Penyelenggara Pinjol
Penyelenggara pada pelaksanaan pinjol ditentukan Pasal 1 angka 6 POJK LPMUBT. Selanjutnya berkenaan dengan pendaftaran penyelenggara pinjol secara eksplisit diatur dalam Pasal 8 bahwa:
-
“(1) Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK
-
(2) Penyelenggara yang telah melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebelum peraturan OJK ini diundangkan, harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK paling lambat 6 (enam) bulan setelah peraturan OJK ini berlaku.
-
(3) Permohonan pendaftaran oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan oleh Direksi kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan menggunakan Formulir 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan OJK ini.
-
(4) Persetujuan atas permohonan pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen permohonan pendaftaran sesuai dengan persyaratan dalam peraturan OJK ini.
-
(5) OJK menetapkan persetujuan pendaftaran Penyelenggara dengan memberikan surat tanda bukti terdaftar.”
Kemudian terkait dengan perizinan diatur melalui Pasal 11 POJK LPMUBT bahwa:
-
“(1 ) Permohonan perizinan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) disampaikan oleh Direksi Penyelenggara kepada Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan menggunakan Formulir 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan OJK ini
-
(2) OJK melakukan penelaahan atas permohonan perizinan yang disampaikan oleh Penyelenggara.
-
(3) OJK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perizinan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya dokumen permohonan perizinan sesuai dengan persyaratan dalam peraturan OJK ini.
-
(4) Permohonan perizinan otomatis berlaku apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui.”
Dalam mengurus perizinan penyelenggaraan pinjol, calon penyelenggara juga diwajibkan untuk melampirkan beberapa dokumen sebagai lampiran dalam formulir permohonan izin mencakup akta pendirian badan hukum, daftar kepemilikan, daftar pemegang saham. Secara khusus bagi badan hukum yang ingin mengajukan izin permohonan sebagai penyelenggara pinjol diwajibkan pula untuk melampirkan surat penyataan yang menyatakan bahwa badan hukum tersebut tidak terlibat dari kehiatan kejahatan keuangan, tercatat dalam daftar kredit macet dan memiliki setoran modal bukan hasil dari pinjaman melalui surat pernyataan direksi atau yang setingkat..10
-
2. Pihak Penerima Pinjaman (Debitur)
Pihak penerima pinjol ialah badan hukum (BH) dan/atau orang yang mempunyai utang sebagai akibat dari mengikatkan diri pada perjanjian LPMUBT yang dibuat sesuai bunyi ketentuan Pasal 1 angka 7 POJK LPMUBT. Merujuk Pasal 15 POJK LPMUBT diatur pada pokoknya bahwa terdapat pembatasan terhadap pihak yang dapat menjadi penerima pinjol yakni harus BH Indonesia, WNI dan mempunyai domisili di Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka WNA yang berdomisili di Indonesia tidak akan dapat menjadi pihak penerima pinjol.
-
3. Pihak Pemberi Pinjaman (Kreditur)
Berkaitan dengan pihak yang dapat menjadi pemberi pinjol, dalam perspektif POJK LPMUBT ditentukan lebih luas dari ketentuan pihak yang dapat menjadi penerima pinjol. Hal ini terlihat dari diperkenankannya BH asing, badan usaha asing, dan WNA
untuk dapat bertindak sebagai pemberi pinjol dalam penyelenggaraan LPMUBT. Adapun dalam Pasal 16 POJK LPMUBT, secara eksplisit menentukan bahwa:
“(1) Pemberi Pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
-
(2) Pemberi Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
-
a. orang perseorangan warga negara Indonesia;
-
b. orang perseorangan warga negara asing;
-
c. badan hukum Indonesia/asing;
-
d. badan usaha Indonesia/asing; dan/atau
-
e. lembaga internasional.”
Mengingat pihak asing dapat diperkenankan untuk berkedudukan sebagai pihak pemberi pinjol maka membuat penyelenggaraan LPMUBT ini menjadi tempat yang rawan akan praktik pencucian uang. Berdasar kepada hal tersebut, terdapat prinsip “know your customer” yang lazim diterapkan oleh para pemberi pinjol.11
-
4. Bank
Keberadaan Bank dalam penyelenggaraan pinjol dibutuhkan untuk menampung dana pada proses pelunasan pinjol melalui escrow account atau rekening khusus untuk selanjutnya dikirimkan pada virtual account pemberi pinjaman. Adapun tujuan dari digunakannya escrow account dan virtual account di lalu lintas kegiatan usaha pinjol ialah untuk mencegah terjadinya penghimpunan dana masyarakat pada rekening penyelenggara.
-
5. OJK
Sebagai lembaga independen yang melaksanakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi pada seluruh kegiatan sektor jasa keuangan maka OJK berperan penting dalam kegiatan usaha pinjol di Indonesia. Menelaah dalam Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK diatur bahwasannya tugas pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK ialah diarahkan pada “a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”
Berdasar pada ketentuan tersebutlah, OJK dalam sistem penyelenggaraan pinjol ini selanjutnya bertindak sebagai pihak yang memberikan persetujuan atas pengajuan pendaftaran dan perizinan yang diajukan oleh calon penyelenggara LPMUBT. Disamping itu, ketentuan Pasal 44 POJK LPMUBT bahkan secara tegas memerintahkan kepada seluruh penyelenggara yang sudah berizin untuk memberikan laporan secara berkala kepada OJK meliputi laporan tahunan dan bulanan. Kemudian terhadap pelanggaran kewajiban dan larangan tertentu yang dilakukan oleh penyelenggara maka OJK memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana ketentuan Pasal 47 POJK LPMUBT bahwa:
-
“(1 ) Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa: a. peringatan tertulis; b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. pembatasan kegiatan usaha; dan d. pencabutan izin.
-
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d, dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan
sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
-
(3) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d.”
Mekanisme pendanaan pada pinjol umumnya dilakukan dengan diawali pada tahapan registrasi keanggotaan dimana calon penerima dan pemberi pinjaman melakukan registrasi secara online melalui smartphone atau komputer pada aplikasi atau website penyelenggara pinjol. Selanjutnya, tahapan kedua yang mesti dilakukan ialah menyampaikan secara online kepada penyelenggara pinjol berkenaan dengan pengajuan pinjaman. Setelah ditemui kesepakatan atas tawaran pinjaman dengan didasarkan pada pertimbangan risiko maka tahapan berikutnya ialah penandatanganan pinjol yang dilakukan penerima dan pemberi pinjaman. Pasca ditemui kesepakatan dan penandatangan tersebut, kemudian akan dilaksanakan proses pembayaran pinjaman Dalam hal ini dana pemberi pinjaman akan langsung diteruskan ke debitur dari virtual account penyelenggara pinjol.
-
3.2 Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Orang Yang Identitasnya Digunakan Sebagai Emergency Contact Pinjaman Online Secara Sepihak
Muktie A. Fajar menyatakan bahwa perlindungan hukum ialah suatu penyempitan arti perlindungan yang diberikan melalui sarana hukum.12 Selanjutnya, C.S.T Kansil juga mengemukakan pandangannya terkait perlindungan hukum yakni kseluruhan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum guna menghadirkan rasa aman atas berbagai ancaman dari pihak lainnya, baik fisik ataupun pikiran.13 Menelaah aspek perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact secara sepihak tentu perlu ditelaah terlebih dahulu pada pengertian dan letak emergency contact dalam suatu perjanjian pinjol. Emergency contact berasal dari bahasa Inggris yakni “emergency” dan “contact” yang bilamana diterjemahkan berarti kontak darurat. Secara sederhana, emergency contact memuat pengertian orang yang bisa dihubungi apabila terjadi sesuatu hal dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya pihak peminjam melakukan wanprestasi terhadap pemenuhan perjanjian dan sulit untuk dihubungi.14
Menelaah dalam Pasal 19 POJK LPMUBT, sebenarnya keberadaan emergency contact tidaklah diwajibkan untuk ada dalam dokumen elektronik perjanjian pinjol, kendati demikian tidak sedikit penyelenggara pinjol yang memberikan syarat pencantuman nomor emergency contact kepada calon penerima pinjaman ketika melakukan pengajuan pinjol di aplikasi atau website sebagai upaya mitigasi risiko tambahan. Adapun Pasal 19 POJK LPMUBT hanya secara eksplisit menentukan bahwa dokumen elektronik sedikitnya harus memuat “a.nomor perjanjian; b.tanggal perjanjian; c.identitas para pihak; d.ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; e.jumlah pinjaman; f.suku bunga pinjaman; g.besarnya komisi; h.jangka waktu;
i.rincian biaya terkait; j.ketentuan mengenai denda (jika ada); k.mekanisme penyelesaian sengketa; dan l.mekanisme penyelesaian dalam hal Penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.”
Penggunaan identitas orang secara sepihak dalam pinjol tentu dapat menimbulkan kerugian, mengingat letak emergency contact yang akan menjadi pihak yang dihubungi dan ditagihkan bilamana pihak peminjam pinjol menghilang atau melakukan wanprestasi. Berkenaan dengan identitas yang digunakan sebagai emergency contact dapat diklasifikasikan ke dalam konsep data pribadi yang mendapatkan perlindungan oleh hukum. Data pribadi dapat dimaknai sebagai bagian dari informasi yang digunakan untuk mengindentifikasi seseorang. Merujuk dalam Pasal 1 angka 1 Permenkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik (Permenkominfo PDP) ditentukan pada pokoknya bahwa data pribadi ialah data yang dirawat, disimpan, dijamin kerahasiaannya, dan dijaga kebenarannya sebagai milik perseorangan tertentu. Selanjutnya, melalui Pasal 1 angka 2 Permenkominfo PDP diatur bahwa yang dimaksud data perseorangan tertentu ialah sebagai berikut:
“Data Perseorangan Tertentu adalah setiap keterangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu yang pemanfaatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Kemudian berkaitan dengan definisi pemilik data pribadi, secara terang ditentukan dalam Pasal 1 angka 3 Permenkominfo PDP yakni “individu yang padanya melekat data perseorangan tertentu.” Dalam penggunannya, ditentukan pula dalam Pasal 2 ayat (2) Permenkominfo PDP bahwa harus didasarkan dengan asas-asas perlindungan data pribadi mencakup:
“a.Penghormatan terhadap Data Pribadi sebagai privasi;
b.Data Pribadi bersifat rahasia sesuai Persetujuan dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.berdasarkan Persetujuan;
d.relevansi dengan tujuan perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, dan penyebarluasan;
e.kelaikan Sistem Elektronik yang digunakan;
f.iktikad baik untuk segera memberitahukan secara tertulis kepada Pemilik Data Pribadi atas setiap kegagalan perlindungan Data Pribadi;
g.ketersediaan aturan internal pengelolaan perlindungan Data Pribadi;
h.tanggung jawab atas Data Pribadi yang berada dalam penguasaan Pengguna;
i.kemudahan akses dan koreksi terhadap Data Pribadi oleh Pemilik Data Pribadi; dan j.keutuhan, akurasi, dan keabsahan serta kemutakhiran Data Pribadi.”
Dalam perspektif POJK LPMUBT, ketentuan Pasal 28 sejatinya telah memerintahkan penyelenggara kegiatan usaha pinjol untuk melakukan pengamanan dengan memiliki prosedur pengamanan LPMUBT beserta sarana perlindungannya dalam mencegah terjadinya kerugian, gangguan dan kegagalan. Letak penting hal ini didasarkan pada pemahaman akan terdapatnya akses terhadap sitem transaksi elektronik dalam proses pembuatan perjanjian pinjol. Pemanfaatan teknologi informasi yang canggih tentu juga harus diimbangi dengan adanya prosedur keamanan, mitigasi dan risiko yang
memadai pula. Disamping itu, penting juga untuk memastikan adanya kevalidan atau kemutahkhiran data para pihak dalam pinjol sebagai dokumen elektronik. Sejalan dengan hal tersebut, merujuk ketentuan Pasal 26 POJK LPMUBT menentukan beberapa kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyelenggara pinjol dalam menjalankan kegiatan usaha pinjol. Adapun selengkapnya berikut adala uraian pasal yang memuat beberapa kewajiban penyelenggara pinjol yakni:
-
“a . menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
-
b. memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
-
c. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh Penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundangundangan;
-
d. menyediakan media komunikasi lain selain Sistem Elektronik Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi untuk memastikan kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call center, atau media komunikasi lainnya; dan
-
e. memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 huruf c POJK LPMUBT, dapat dipahami bahwa dalam pembuatan perjanjian pinjol, pihak penyelenggara pinjol memiliki kewajiban untuk menjamin setiap pengungkapan, penggunaan, dan pemanfaatan data pribadi dilakukan dengan memperoleh izin (persetujuan) pemilik data pribadi. Dalam hal ini, bisa ditafsirkan bahwasannya, pihak yang dijadikan emergency contact sejatinya juga termasuk sebagai salah satu pemilik data pribadi yang semestinya dimintai persetujuan terlebih dahulu oleh pihak penyelenggara pinjol dalam proses pembuatan perjanjian pinjol. Adapun terhadap seseorang yang merasa dirugikan akibat terjadinya penyalahgunaan data pribadinya sebagai emergency contact dalam perjanjian pinjol maka bisa mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke pengadilan sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPer bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salah menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Pengaturan hukum terkait penyelenggaraan pinjaman online didasarkan dengan POJK LPMUBT yang memberikan legalitas terhadap lembaga jasa keuangan untuk mengadakan layanan pinjol sebagai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Kemudian berkenaan perlindungan hukum terhadap orang yang identitasnya digunakan sebagai emergency contact pinjaman online secara sepihak dijamin melalui ketentuan Pasal 26 huruf c POJK LPMUBT yang menentukan pada pokoknya bahwasannya pihak penyelenggara pinjol harus meminta persetujuan terhadap pemilik data pribadi yang identitasnya digunakan dalam pembuatan pinjol. Dalam hal pihak penyelenggara pinjol tidak memastikan kemutakhiran identitas yang
dicantumkan sebagai emergency contact oleh calon penerima pinjol dengan meminta persetujuan orang tersebut terlebih dahulu, maka pihak yang data pribadinya disalahgunakan dan mengalami kerugian dapat menempuh langkah hukum terhadap penyelenggara pinjol melalui penyampaian gugatan PMH ke pengadilan sesuai ketentuan Pasal 1365 KUHPer.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ginantra, dkk. Teknologi Finansial: Sistem Finansial Berbasis Teknologi di Era Digital. (Yayasan Kita Menulis, 2020)
Fajar, Mukti, and Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
JURNAL ILMIAH
Fajria, Rola Nurul. "Potensi Sinergitas Fintech Dengan Bank Syariah Dalam Meningkatkan Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia." MALIA: Journal of Islamic Banking and Finance 3, no. 2 (2019): 174-181.
Guntara, Rangga Gelar, and M. Yakub. "Pembangunan Aplikasi Know Your Customer Digital Untuk Mencegah Penipuan Pada Fintech Lending Memanfaatkan Api Clarifai Dan Blinkid Android Sdk." Komputa: Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika 7, no. 1 (2018): 19-26.
Nadhilah, Putri, Ridwan Indra Jatikusumo, and Erwin Permana. "Efektifitas Penggunaan E-Wallet Dikalangan Mahasiswa Dalam Proses Menentukan Keputusan Pembelian." JEMMA (Journal of Economic, Management and Accounting) 4, no. 2 (2021): 128-138.
Nurmantari, Ni Nyoman Ari Diah, and Nyoman A. Martana. "Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Peminjam Dalam Layanan Aplikasi Pinjaman Online." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 12 (2019): 1-14.
Nugroho, Hendro. "Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Transaksi Pinjaman Online." Jurnal Hukum Positum 5, no. 1 (2020): 32-41.
Pakpahan, Elvira Fitriyani, Lionel Ricky Chandra, and Ananta Aria Dewa. "Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Dalam Industri Financial Technology." Veritas et Justitia 6, no. 2 (2020): 298-323.
Prayuti, Yuyut, and Dede Husen. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Produk Elektronik Berlabel SNI Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." JURNAL PEMULIAAN HUKUM 1, no. 1 (2018): 35-46.
Putri, Dewi Kurnia. "Perbedaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tidak Lunas." Jurnal Akta 4, no. 4 (2017): 623-634.
Santi, Ernama, Budiharto Budiharto, and Hendro Saptono. "Pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap financial technology (peraturan otoritas jasa keuangan nomor 77/pojk. 01/2016)." Diponegoro Law Journal 6, no. 3 (2017): 1-20.
Shofiyah, Erni Nur, and Indri Fogar Susilowati. "Penyalahgunaan Data Pribadi Penerima Pinjaman dalam Peer to Peer Lending." NOVUM: JURNAL HUKUM 6, no. 2 (2019): 1-6.
Suharini, Suharini, and Ratih Hastasari. "Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Fintech Ilegal di Indonesia sebagai Upaya Perlindungan pada Konsumen." Jurnal Akrab Juara 5, no. 3 (2020): 25-38.
Winarni, Luh Nila. "Asas Itikad Baik Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 11, no. 21 (2015): 240032.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 5 Tahun 2022 hlm 521-532
532
Discussion and feedback