Perlindungan Konsumen terkait Harga Menu Makanan yang Tidak dicantumkan pada Rumah Makan di Kabupaten Badung

Cindy Isabelle Ekak, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini guna mengetahui pengaturan hukum terkait pencantuman daftar harga barang dan tarif jasa serta implementasi pelaku usaha Rumah Makan Pondok Duo terkait penerapan pencantuman harga barang dan tarif jasa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yang menekankan pada langkah-langkah observasi dan analisis yang bersifat empiris kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hasil dari penelitian yang dilakukan pada Rumah Makan Pondok Duo yaitu pelaku usaha tersebut tidak mengetahui adanya pemberlakuan regulasi mengenai kewajiban penetapan harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/MEN-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan yang merupakan suatu cara dari pemerintah dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap konsumen dan juga memberikan hak bagi para konsumen dalam mendapatkan informasi terkait dengan pencatatan harga barang atau tarif jasa yang diperjualbelikan.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Harga Menu Makanan, Pelaku Usaha

ABSTRACT

The purpose of writing this scientific paper is to find out the legal arrangements related to the inclusion of the list of prices for goods and service tariffs as well as the implementation of the Pondok Duo Restaurant business actors regarding the implementation of the inclusion of prices for goods and service tariffs. The research method used is an empirical research method that emphasizes the steps of observation and analysis that are empirical and qualitative. The data source used is Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The results of the research conducted at the Pondok Duo Restaurant are that the business actor is not aware of the implementation of regulations regarding the obligation to set prices for goods and services traded through Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and also Regulation of the Minister of Trade Number 35/MEN- DAG/PER/7/2013 concerning Inclusion of Prices of Traded Goods and Tariffs for Services, which is a way of the government in order to guarantee protection for consumers and also provides rights for consumers to obtain information related to recording prices of goods or tariffs for services traded.

Keywords: Consumer Protection, Food Menu Prices, Business Actors

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Makanan tergolong ke dalam keperluan primer serta pokok untuk setiap makhluk hidup guna untuk bertahan hidup. Indonesia adalah negara yang mencakup beribu pulau dimana di dalamnya terdapat keanekaragaman akan budaya serta kuliner tradisional. Daerah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke ini ditinggali oleh ratusan suku bangsa yang mempunyai adat dan kebiasaannya tersendiri. Hal ini mengakibatkan pula pada budaya kuliner yang ada menjadi sangat beragam. Kuliner tradisional merupakan salah satu bentuk budaya yang mencirikan dan juga mencerminkan salah satu daya alam yang terdapat pada setiap daerah di Indonesia. Kemajuan industri kuliner hingga saat ini bisa dikatakan bertumbuh dengan sangat cepat. Dengan adanya perkembangan pada industri yang masih terjadi hingga saat ini, mengakibatkan banyaknya kuliner-kuliner baru yang bermunculan sebagai suatu pengaruh dari adanya globalisasi. Makanan yang diadaptasi dengan adanya pengaruh tersebut biasanya dinamakan dengan makanan non-tradisional.

Rumah makan mempunyai pengkhususan pada macam makanan yang disajikannya, yakni rumah masakan Chinese, rumah masakan padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant) dan lain-lain. Hingga saat ini, eksistensi kuliner tradisional masih sangat sering dijumpai diberbagai kota besar hingga ke pelosok daerah karena penyebarannya yang sangat cepat. Salah satu kuliner tradisional yang masih sangat diminati dan digemari oleh masyarakat Indonesia yaitu makanan padang yang merupakan kuliner tradisional khas daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Dikenalnya masakan padang, hal ini dikarenakan keberadaan rumah makan padang yang jamak sehingga hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Rumah makan merupakan istilah lain untuk menamakan usaha yang bergerak di bidang tata boga yang menyediakan suguhan bagi masyarakat juga memberikan area untuk menyantap suguhan tersebut dan menentukan suatu tarif bagi makanan maupun jasa yang disediakannya. Umumnya dibeberapa rumah makan padang yang ada, sudah menentukan tarif harga berupa menu bagi konsumen baik berupa menu paket atau pun ala carte.

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, “konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang ada dalam masyarakat, baik guna kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Konsumen selaku pengguna barang maupun jasa itu mempunyai hak dan juga kewajiban tersendiri selaku konsumen.1 Lahirnya ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen ini, merupakan bentuk usaha keseriusan pemerintah pada pemberian perlindungan kepada konsumen yang mencakup berkaitan dengan hak dan kewajiban konsumen lalu juga pelaku usaha, serta Langkah-langkah dalam menegakkan hak dan mengimplementasikan kewajiban tersebut.

Selain Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah juga mengeluarkan peraturan lainnya yaitu, Peraturan Menteri Perdagangan Indonesia Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan. Adapun tujuan dikeluarkannya peraturan ini terdapat pada menimbang huruf a dan b Peraturan

Menteri Perdagangan Indonesia Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan dijelaskan, yakni:

  • a.    guna menumbuhkan penguatan konsumen pada saat menetapkan dan juga menentukan suatu barang maupun jasa yang dipakai maupun digunakan dibutuhkan keterangan yang benar, pasti dan juga andal terkait harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan;

  • b.    adanya keterangan yang benar, pasti serta andal terhadap suatu harga barang maupun tarif jasa yang dibagikan dari pelaku usaha merupakan landasan untuk konsumen dalam memperoleh barang maupun jasa setara dengan nilai tukar, keadaan serta tanggunan yang dijanjikan.

Perkembangan zaman menjadi salah satu pengaruh besar bagi suatu pertumbuhan perekonomian di Indonesia, khususnya dalam industri kuliner, yaitu dapat dilihat dengan banyaknya rumah makan pada daerah Kota Badung yang tumbuh dengan pesat. Namun, pertumbuhan perekonomian yang sangat pesat tidaklah selalu memberikan dampak yang positif. Dampak lain dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi salah satu masalah hingga masa sekarang yaitu, masih banyak didapati perbuatan para pelaku usaha yang kerap kali mengundang suatu kerugian terhadap konsumen semacam kecurangan pelaku usaha dalam mencantumkan informasi mengenai daftar harga menu produk makanan maupun minuman yang ia jual. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman pelaku usaha mengenai hak- hak konsumen, begitu pun sebaliknya pemahaman konsumen akan hak, kewajiban serta perlindungan hukum yang mereka memiliki. Hampir di sebagian wilayah Kota Badung terdapat Rumah Makan yang menjual masakan padang sehingga dapat kita temukan dengan sangat mudah dilingkungan sekitar tempat umum dan tempat tinggal. Beberapa rumah makan padang yang terdapat di wilayah Kota Badung sudah mencantumkan daftar harga menu makanan, namun ada pula beberapa rumah makan padang yang tidak. Melalui penelitian yang dilakukan ditemukan, beberapa Rumah Makan yang tak mencatatkan daftar harga menu mengenai produk makanan yang ia jual yaitu, Rumah Makan Pondok Duo dan Rumah Makan Minang Saiyo yang berlokasi di Kota Badung.

Berkaitan pada kasus di atas merupakan bukti nyata bahwa terdapat suatu ketidaktaan yang dilaksanakan oleh pelaku usaha yakni pada saat melaksanakan kewajibannya, mengenai pencantuman informasi harga barang maupun tarif jasa yang ia jual untuk konsumen. Adapun kewajiban pelaku usaha mengenai ketidaktaatan di atas diatur melalui Pasal 7 huruf a dan c serta Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen,

  • 1.    Pasal 7 huruf a menetapkan yakni “kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya”.

  • 2.    Pasal 7 huruf c menetapkan yakni “kewajiban pelaku usaha adalah memperlakukan dan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”.

  • 3.    Pasal 10 huruf a menetapkan yakni “pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa”.

Guna regulasi perlindungan konsumen ini merupakan suatu pendukung sebagai akibat kurang kuatnya kedudukan konsumen disandingkan dengan produsen karena konsumen tidak terlibat di dalam proses sampai pada hasil produksi suatu barang

maupun jasa. Adapun Pemerintah sebagai penyusun, perwujudan serta pengamat atas berlangsungnya norma serta UU mengenai perlindungan konsumen sudah sepatutnya mengamati gejala-gejala yang dijumpai saat aktivitas produksi serta juga konsumsi, diharapkan tiap pelaku usaha yang memburu keuntungan tidak sampai tidak menguntungkan pihak lain.2

Adapun selain penulisan jurnal yang dilakukan oleh penulis ini, pada state of art ini penulis menemukan penulisan jurnal yang berkaitan dengan penulisan yang sedang dilakukan, akan tetapi penulisan jurnal yang sedang dilakukan memiliki beberapa perbedaan dengan penulisan jurnal terdahulu diantaranya berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Hak Atas Informasi Harga Pada Menu Makanan Di Rumah Makan.” oleh Kiagus Tajudin Fajar dan Rismawati serta dalam jurnal karya Ronny Saputra dengan judul “Kewajiban Mencantumkan Harga Menu Makanan Oleh Pelaku Usaha Kuliner Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Pada penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode penelitian empiris menekankan pada implementasi regulasi yang ada pada praktik dalam masyarakat sehingga terdapat perbedaan dalam pembahasan pada penelitian yang sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat judul penelitian “Perlindungan Konsumen Terkait Harga Menu Makanan Yang Tidak Dicantumkan Pada Rumah Makan Di Kabupaten Badung”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan hukum terkait pencantuman daftar harga barang dan tarif jasa ?

  • 2.    Bagaimana implementasi pelaku usaha Rumah Makan Pondok Duo terkait penerapan pencantuman harga barang dan tarif jasa?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

  • 1.    Mengetahui pengaturan hukum terkait pencantuman daftar harga barang dan tarif jasa.

  • 2.    Mengetahui implementasi pelaku usaha Rumah Makan Pondok Duo terkait penerapan pencantuman harga barang dan tarif jasa.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan lebih mengutamakan kepada prosedur peninjauan mendalam serta kajian yang bersifat empiris kualitatif yakni jenis penelitian empiris. Adapun penelitian hukum empiris memiliki tujuan guna mengundang para penelitinya tidak saja mementingkan permasalahan hukum yang bersifat normatif (law as weitten in book), bersifat teknis di dalam menjalankan peraturan hukum bagai mesin yang menciptakan serta menghasilkan hasil spesifik melalui proses mekanis, dan pastinya wajib bersifat kaku saja, walaupun hal ini lumrah, menginat pada dasarnya sifat norma hukum yang “ought to be” tersebut.3 Jenis strategi yang dipakai yaitu pendekatan kualitatif yang menekankan pada kualitas data atau bahan yang relevan dengan tujuan penelitian.

Selaku upaya dalam memperoleh data yang objektif, alhasil penelitian ini menggunakan data yang didapat dengan pengumpulan data berhubungan pada metode penelitian yang digunakan, yaitu:

  • 1.    Bahan hukum primer merupakan bahan yang memiliki daya ikat yang sama dengan aturan yang mendasar maupun peraturan perundang-undangan yang relevan pada penelitian ini, yakni Undang-Undang No. 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki kaitan dengan permasalahan yang diangkat.

  • 2.    Bahan Hukum Sekunder, merupakan bahan hukum dimana mengedepankan keterangan yang masih terkait bahan hukum primer, dimana mecakup buku-buku, makalah, hasil penelitian yang relevan depenelitian ini.

Teknik mengumpulkan data yang dipergunakan adalah melalui akumulasi data melalui wawancara terhadap pelaku usaha pada Rumah Makan Pondok Duo.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pengaturan Hukum Terkait Daftar Harga Barang Dan Tarif Jasa.

Berdasarkan ketentuan ketentuan Pasal 1 angka (1) UUPK, Perlindungan Konsumen yaitu “segala uapaya yang menjamin terdapat kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen”.4 Makna kepastian hukum pada Pasal 1 angka 1 itu dapat pula digunakan terkait dengan kepastian harga makanan maupun minuman yang diperjualbelikan pada rumah makan. Salah satu hak konsumen seperti dimuat pada Pasal 4 huruf (c) UUPK yaitu pengguna barang maupun jasa memiliki hak mengenai keterangan yang benar, pasti serta andal terhadap suatu keadaan dan tanggungan barang maupun jasa. Berangkat pada pasal tersebut dapat dilihat yakni konsumen dalam rumah makan memiliki hak untuk mendapatkan keterangan yang benar, pasti dan andal dalam menu makan dan minuman yang diperjualbelikan maupun tertera di dalamnya keterangan mengenai harga makanan maupun minuman yang diperjualbelikan pada rumah makan tersebut.5

Bahwa dalam memastikan pengayoman akan konsumen, kewajiban pelaku usaha dalam mencatatkan harga pada makanan yang ia jual juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/MDAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang maupun Tarif Jasa yang Diperdagangkan yakni tiap pelaku usaha yang memperjualbelikan barang dengan cara satuan maupun jasa kepada konsumen diharuskan mencatatkan harga Harga Barang atau Tarif Jasa secara jelas, komunikatif serta lugas. Bentuk usaha akan pelindungan hak-hak konsumen mengenai pencantuman harga dan tarif pada menu makanan yakni pemerintah menciptakan asas-asas yang tidak lain tidak bukan memiliki tujuan agar konsumen merasa terlindungi serta terbebaskan dari berbagai hal yang tidak menyenangkan dan juga konsumen

memperoleh konsekuensi jika terjadi ketidaktaatan yang dilaksanakan oleh pelaku usaha kuliner namun bukan saja berlaku bagi konsumen, dibentuknya asas-asas tersebut pun berlaku bagi pelaku usaha yang mana asas itu memiliki tujuan b agi kedua sisi konsumen dan pelaku usaha supaya terjalinnya suatu kesepadanan serta keadilan pada regulasi perlindungan konsumen.6 Dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara dua kepentingan yang berbeda yakni; satu sisi pada pelaku usaha serta konsumen pada sisi yang lainnya, maka penulis memandang bahwa peran pemerintah dalam perlindungan konsumen sangat strategis dan penting, bukan saja sebagai regulator, akan tetapi tidak kalah pentingnya adalah pada hal pengamatan, guna memelihara keseimbangan kepentingan bagi pelaku usaha dan konsumen.7

Mengenai pengawasan dalam hal mewujudkan perlindungan terhadap konsumen, pada Pasal 30 UUPK telah ditetapkan mengenai kewenangan pengamatan akan pelaku usaha yang dilaksanakan oleh pemerintah, rakyat maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Dilihat dari tujuan yang hendak diraih serta strategi yang akan dikerjakan, maka tindakan yang mungkin dilalui pemerintah, yakni: Registrasi dan evaluasi, pengamatan produk, pengamatan peredaran, penguatan serta peningkatan usaha, penaikan serta pemeliharaan daya serta perlengkapan. Peranan pemerintah sebagaimana yang sudah dijabarkan bisa dikatagorikan selaku kewajiban yang akan berakibat dalam masa yang lama yang kemudian hendak dilaksanakan dengan mengadakan pemahaman, sosialisasi, dan edukasi untuk seluruh pihak terkait. Dengan begitu, tercipata suatu zona berusaha yang sehat serta meningkatkan pengusaha yang memiliki rasa tanggung jawab, termasuk mewujudkan industri yang bersaing dimana sedikit demi sedikit meniadakan monopoli dan proteksi dalam waktu dekat, pemerintah bisa menangani secara tanggap juga sigap terkait masalah yang ada.8

Selain itu, dapat kita lihat juga rendahnya kesadaran konsumen terhadap hak yang ia miliki yang diundangkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Adapun diantaranya hak konsumen ditetapkan pada Pasal 4 huruf c UUPK yakni konsumen berhak untuk mendapat keterangan yang tidak dibuat-buat, pasti pun andal terhadap keadaan dan tanggungan satu barang maupun jasa. Lewat pasal yang telah disebut dapa dilihat konsumen pada rumah makan memiliki hak untuk mendapatkan keterangan yang benar, pasti pun juga andal, terkait dengan menu makanan serta juga minuman yang diperjualbelikan juga termasuk di dalamnya keterangan terkait harga makanan dan minuman yang diperjualbelikan pada rumah makan itu.9 Apabila konsumen merasa dirugikan dengan tidak dicantumkannya harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan maka sesuai Pasal 7 huruf f UUPK

pelaku usaha memiliki keharusan dalam melaksanakan ganti rugi maupun mengganti sebagai suatu kerugian sebagai dampak dari penggunaan serta pemanfaatan barang maupun jasa yang diperjualbelikan.

Bahwa melalui adanya regulasi mengenai kewajiban penetapan harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen dan juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/MEN-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan, merupakan suatu cara dari pemerintah dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap konsumen lalu juga memberikan hak bagi para konsumen dalam mendapatkan informasi berkenaan dengan pencatatan harga barang maupun tarif layanan yang diperjualbelikan.

  • 3.2    Implementasi pelaku usaha Rumah Makan Pondok Duo terkait penerapan pencantuman harga barang dan tarif jasa

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen guna menyusun sehubungan dengan hak serta keharusan bagi para konsumen serta juga pelaku usaha. Berkaitan keharusan dari Pelaku Usaha sendiri telah ditetapkan pada Pasal 7 UUPK, yaitu:

  • a.    memiliki itikad baik pada saat menjalankan usahanya;

  • b.    menyediakan keterangan yang benar, pasti dan andal terkait keadaan dan tanggungan barang maupun jasa dan menyertakan pemeahaman pemakaian, penggantian dan pemeliharaan;

  • c.    menanggapi konsumen dengan cara yang tepat dan andal pun juga tidak membeda-bedakan;

  • d.    jaminan terhadap kualitas barang dan jasa yang diproduksi maupun diperjualbelikan berdasar pada ketetapan standar mutu barang maupun jasa yang berlangsung;

  • e.    adanya peluang bagi konsumen dalam memeriksa barang maupun jasa tertentu dan adanya jaminan berupa garansi akan barang yang diproduksi dan yang diperjualbelikan;

  • f.    adanya ganti rugi maupun penukaran pada kerugian akibat pemakaian terhadap barang maupun jasa yang diperjualbelikan;

  • g.    adanya ganti rugi maupun penukaran jika barang maupun jasa yang diperoleh maupun dipergunakan tidak berbanding dengan perjanjian.

Keharusan pelaku usaha mengenai Pencantuman harga pada makanan/minuman juga telah diatur juga pada PERMENDAG Republik Indonesia Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang maupun Tarif Jasa Yang Diperdagangkan. Diperlukannya pencantuman harga barang maupun tarif jasa dimaksudkan agar adanya transparasi mengenai harga makanan yang dijual oleh pelaku usaha, dimana dengan adanya pencantuman harga tersebut dapat mempermudah pihak konsumen dalam menemukan harga yang terbaik pada makanan yang ingin ia beli. Selain itu, kedudukan konsumen mengenai haknya juga menjadi seimbang dengan kewajiban pelaku usaha.

Penelitian ini dilakukan di wilayah kota Badung yang mendapatkan dua responden berupa usaha kuliner yang tak mencantumkan harga makanan yang ia jual yakni yang pertama, Rumah Makan Pondok Duo yang berlokasi di Jalan Raya Kerobokan No. 125 Kota Badung. Rumah Makan Pondok Duo adalah salah satu kategori

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menjajakan makanan khas kota Minang yang sudah berdiri sejak tahun 2002. Dapat diketahui bahwa Rumah Makan Pondok Duo ini telah melakukan usahanya lebih dari 15 tahun, yang berarti merupakan usaha berkelanjutan dan menjual produk makanan tradisional hasil olahan sendiri. Selanjutnya, yang kedua Rumah Makan Padang Minang Saiyo yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai, Tuban dimana rumah makan ini sudah dikenal banyak orang.

Wawancara ini dilakukan dengan pemilik UMKM Rumah Makan Pondok Duo yaitu Bapak Yusrizal Majid dan juga Bapak H. Ramat selaku pemilik RM. Minang Saio, kedua pemilik usaha Rumah Makan Padang ini mengaku bahwa beliau tidak mengetahui adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang maupun Tarif Jasa Yang Diperdagangkan. Pada awal didirikan rumah makan tersebut beliau menyediakan daftar harga berupa menu untuk makanan yang ia jual, hal ini merupakan inisiatif sendiri dari beliau yang bertujuan untuk mempermudah wisatawan asing dalam memperoleh informasi mengenai harga makanan yang ada pada usahanya. Namun, seiring berjalannya waktu daftar harga menu tersebut hilang begitu saja sehingga beliau memutuskan untuk tidak mencantumkan daftar harga menu makanan yang ia jual. Selain itu, beliau mengatakan kebanyakan dari pelanggan rumah makannya merupakan pelanggan tetap dari Rumah Makan Pondok Duo dan juga Rumah Makan Minang Saiyo sejak lama, sehingga sudah mengetahui harga produk makanan yang ia jual. Beliau juga mengatakan, bahwa selama ini tidak ada konsumen yang protes ataupun meminta kerugian atas ketidak tersediannya daftar harga menu pada usahanya tersebut.

Berdasarkan dari hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan pengetahuan pelaku usaha UMKM Rumah Makan Pondok Duo dan Rumah Makan Minang Saiyo mengenai kewajiban dalam pencatatan harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan masih terbilang minim. Pelaku usaha tersebut tidak memahami adanya pemberlakuan oleh pemerintah melalui perturan tersebut adapun pencantuman daftar harga menu yang ia sediakan pada awal usahanya merupakan hasil inisiatif sendiri bukan berdasarkan peraturan yang berlaku. Terkandung beberapa unsur pada Permendag yang harus cermati dan diimplementasikan oleh pelaku usaha. Unsur –unsur itu, antara lain10:

  • 1.    Tanggung jawab pelaku usaha mengenai keabsahan harga yang dicantatkan.

  • 2.    Keharusan pencatatan harga barang yang diperjualbelikan secara satuan.

  • 3.    Hukuman kepada pelaku usaha yang tidak mematuhi.

  • 4.    Penegakan serta pengamatan dari pemerintah kepada pedagang.

  • 5.    Pembulatan harga pada adanya pecahan Rupiah yang tidak beredar.

  • 6.    Keharusan pencatatan harga pada satuan Rupiah.

  • 7.    Petunjuk keterangan terusan pencatatan harga.

  • 8.    Petunjuk mengenai posisi pencatatan harga.

Dalam mengimplementasikan unsur-unsur yang ada pada Permendag tersebut, pemerintah bertanggung jawab dalam melakukan pengamatan dan juga pembinaan pada setiap pelaku usaha. Usaha yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah guna meningkatkan efektivitas implementasi dari Permendag Nomor 35 tahun 2013, yaitu: Sosialisasi secara langsung terhadap seluruh pihak pelaku usaha; Sosialiasi dengan menggunakan berbagai media yang mudah dijangkau oleh pihak pelaku usaha baik

melalui spanduk ataupun media elektronik; Pengamatan berkelanjutan terkait usaha-usaha UMKM; Menyertakan pelaku usaha dalam penyusunan peraturan serta adanya penerapan sanksi secara tegas dan nyata bagi pelaku usaha yang tidak mentaati regulasi tersebut.

  • IV.    Kesimpulan

Dengan adanya regulasi mengenai kewajiban penetapan harga barang maupun tarif jasa yang diperjualbelikan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/MEN-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan, merupakan suatu cara dari pemerintah dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap konsumen dan juga memberikan hak bagi para konsumen dalam mendapatkan informasi terkait dengan pencatatan harga barang atau tarif jasa yang diperjualbelikan. Pelaku usaha tidak menyadari adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 mengenai Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan. Pelaku usaha tersebut tidak mengetahui adanya pemberlakuan oleh pemerintah melalui perturan tersebut adapun pencantuman daftar harga menu yang ia sediakan pada awal usahanya merupakan hasil inisiatif sendiri bukan berdasarkan peraturan yang berlaku.

Adapun saran yang dapat diberikan, pertama usaha yang mampu dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan dari Permendag Nomor 35 tahun 2013, yaitu melalui Sosialisasi secara langsung untuk seluruh pihak pelaku usaha; Sosialiasi dengan macam media yang mudah ditemui oleh pihak pelaku usaha baik melalui spanduk ataupun media elektronik; Pengawasan berkala pada usaha-usaha UMKM; Melibatkan pelaku usaha dalam penyusunan peraturan serta adanya penerapan sanksi secara tegas dan nyara bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Kedua, Perlunya kesadaran dari pihak konsumen akan haknya agar luput dari dampak yang mampu merugikan dirinya, serta pemerintah melakukan upaya melalui sosialisasi secara merata mengenai pentingnya hak konsumen yang diundangkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Dengan ini, maka akan terwujud asas keseimbangan yang ada pada UUPK mengenai konsumen dan pelaku usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hamid, Haris. Hukum Perlindungan Konsumen (Makassar, Sah Media, 2017).

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. “Laporan    Akhir Analisis Penerapan Pencantuman Harga Pada Barang.”

(Jakarta, 2015).

Jurnal

Darnela, Lindra. “Perlindungan Konsumen Terhadap Hak Atas Informasi Harga Pada Menu Makanan Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di Warung Makan Pada Kawasan Malioboro)”.       Supremasi       Hukum       5,       No.1       (2016).

https://doi.org/10.14421/sh.v5i1.2007

Fajar, Kiagus Tajudin and Rismawati. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Hak Atas Informasi Harga Pada Menu Makanan Di Rumah Makan”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan 3, No. 4    (2019).

http://u.lipi.go.id/1502073506

Muthiah, Aulia. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kepada Konsumen Tentang Keamanan Pangam Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen”. Dialogia Iuridica:  Jurnal Hukum Bisnis Dan Investasi 8, No. 2   (2017):   1.

https://doi.org/10.28932/di.v7i2.712

Pratama, I Gede Arya. “Perlindungan Konsumen Terhadap Daftar Menu Makanan Yang Tidak Mencantumkan Harga”. Jurnal Kertha Semaya 4, No. 4 (2016):2.

Sakti, Muthia. “Perlindungan Konsumen Terhadap Beredarnya Makanan Yang Tidak Bersertifikat Halal”. Jurnal Yuridis 2, No. 1    (2015):    62-77.

http://dx.doi.org/10.35586/.v2i1.161

Salamiah. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Kegiatan Jual Beli”. Al’ Adl: Jurnal Hukum 6, No. 12 (2014): 49.

Saputra, Ronny. “Kewajiban Mencantumkan Harga Menu Makanan Oleh Pelaku Usaha Kuliner Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Diploma Thesis Universitas Islam Kalimantan (2020).

Sonata, Depri Liber. “Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris: Karakteristik Khas Dari Metode Meniliti Hukum”. Fiat Iustitia Jurnal Ilmu Hukum 8, No. 1 (2014): 28. https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v8no1.283

Tampanguma, Migiel. “Pentingnya Pencantuman Harga Makanan Untuk Perlindungan Dan Kepastian Hukum Terhadap Konsumen”. Lex Privatum 4, No. 5 (2016): 39.

Utama, Larasati Putri. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Rumah Makan Yang Tidak Mencantumkan Harga Menu Makanan Dan Minuman Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Jo. Peraturan Menteri Perdagangan No 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang Dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan”. Ilmu Hukum 2 (2017-2018). http://dx.doi.org/10.29313/.v0i0.11057

Yogaswara, Achmad Yudha. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Makanan Ringan Yang Tidak Mencantumkan Komposisi Bahan Dasar”. Jurnal Kertha Negara 7, No. 9 (2019).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang Pencantuman Harga Barang Dan Tarif Jasa Yang Diperdagangkan.

33

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 1 Tahun 2022 hlm 23-33