EFEKTIVITAS KEWAJIBAN PENCANTUMAN HARGA MAKANAN PADA USAHA KULINER (STUDI EMPIRIS TEMPAT MAKAN DI DALUNG PERMAI)

Formatted: Not Different first page header


Dyah Putri Sukmadewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji suatu kerugian yang dialami oleh konsumen akibat tidak tercantumnya harga makanan dalam daftar menu makanan serta hubungan atas perlindungan konsumen. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terlihat jelas betapa pentingnya hak-hak seluruh konsumen yang memang sudah seharusnya dipenuhi oleh setiap pelaku usaha, salah satunya ialah keharusan pencantuman harga makanan. Metode penulisan ini menggunakan metode penelitian empiris dengan survey langsung pada usaa kuliner di wilayah Dalung Permai. Dari hasil penulisan ini didapatkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelaku usaha melakukan kecurangan tersebut merupakan kelalaian dari pelaku usaha itu sendiri, konsumen yang tidak teliti dan pemerintah yang tidak tegas dalam memberikan sanksi terhadap pelaku serta kepastian hukum terhadap konsumen. Pada pertanggungjawaban perselesaiannya dengan menggunakan sarana pengadilan ataupun musyawarah mufakat dimana konsumen dan pelaku usaha terkait di dalamnya. Penulisan penelitian artikel ilmiah ini bertujuan untuk mengatahui penyebab terjadinya dan bagaimana penanggungjawaban pelaku usaha terhadap kerugian konsumen karena tidak dicantumkannya harga makanan dalam daftar menu makanan.

Kata kunci : perlindungan konsumen, harga, daftar menu

ABSTRACT

The purpose of this paper is to examine a loss experienced by consumers due to not including food prices in the food menu list and the relationship to consumer protection. In Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, it is clear how important the rights of all consumers should be fulfilled by every business actor, one of which is the obligation to include food prices. This writing method uses empirical research methods with direct surveys on culinary businesses in the Dalung Permai area. From the results of this paper, it is found that the factors that cause business actors to commit fraud are the negligence of the business actors themselves, consumers who are not careful and the government is not firm in giving sanctions to perpetrators and legal certainty to consumers. On the responsibility for the settlement by using court facilities or consensus deliberation where consumers and business actors are involved in it. The writing of this scientific article research aims to find out the causes of the occurrence and how the business actors are responsible for consumer losses because food prices are not included in the food menu list.

Keywords : constumer protection, prices, menu list

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Zaman tidak pernah berhenti berkembang, manusia dituntut memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya.1 Maka kesibukan manusia juga semakin meningkat, entah itu dalam hal bekerja unuk memenuhi kebutuan sandang dan pangan, sekolah atau kuliah untuk menggapai cita-cita dan masih banyak aktivitas lainnya. Hal ini membuat manusia harus memiliki kebutuhan asupan makanan yang cukup untuk memberikan mereka energi agar dapat menjalankan aktivitas dengan lancar setiap harinya. Namun, dengan kesibukan yang mereka miliki, terkadang mereka tidak sempat untuk menyiapkan makanan tepat waktu, hal tersebut yang menjadi dasar banyak individu memutuskan agar membeli makanan siap saji diluar rumah karena mereka menganggap membeli makanan diluar rumah lebih menghemat waktu dibandingkan harus membuatnya sendiri. Salah satu faktor inilah yang membuat perkembangan ekonomi di bidang kuliner yang menyediakan produk berupa makanan juga meningkat. Sayangnya di tengah peningkatan ekonomi dalam bidang kuliner ini masih saja ada pelaku usaha yang tidak memenuhi tanggung jawabnya dengan tidak menerapkan itikad baik kepada konsumen dalam menjalankan usaha kulinernya.2 Salah satu contoh bahwa pelaku usaha mengabaikan tanggungjawabnya dan tidak beritikad baik adalah tidak mencantumkan informasi harga produk makanan yang dijual dalam daftar menu makanannya. Padahal seharusnya konsumen mempunyai hak atas informasi dimana keakuratan tentang suatu produk yang akan mereka beli.3 Sampai saat ini secara keseluruhan pengakuan atas hak daripada konsumen dimana dalam hukum haruslah mendapatkan penghormatan dan perlindungan, dengan cara, memperhatikan daripada hak keselamatan dan keaman, hak atas didengar, hak atas pemilihan, beserta hak atas lingkungan hidup.

Akan kasus ini bisa dilihat betapa pentingnya hak konsumen atas informasi suatu produk seperti yang tercantum pada Pasal 4 huruf c UUPK mengenai terselenggaranya hak atas konsumen dimana penyebaran informasi yang jelas, benar dan jujur atas segala situasi serta jaminan barang dan jasa harus dilindungi. Dari keterangan yang didapatkan maka konsumen bisa memilih atas segala pembelian dari suatu produk dengan tujuannya informasi ini adalah agar konsumen dapat menyesuaikan kemampuan dan juga kebutuhannya tentang suatu produk yang akan dibeli sehingga konsumen tidak mengalami suatu kerugian.4 Untuk menghindari ataupun meminimalisir terjadinya kerugian kepada konsumen secara menyeluruh, maka

dibuatlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK.5 Dalam UU ini pemerintah secara tegas menyampaikan kepastian akan suatu perlindungan hukum atas kaitannya mengenai konsumen dengan hubungannya akan hak-hak yang memang sudah seharusnya didapatkan oleh konsumen, yang apabila pelaku usaha tidak mempunyai tekad bagus dalam hal pemenuhan hak daripada konsumen dan menyebabkan konsumen mengalami suatu kerugian, oleh karena itu, konsumen mempunyai hak atas pengganti rugian pertanggung jawaban terhadap pelaku usaha. seperti yang tercantum pada Pasal 7 huruf (f) tentang klausa wajib pelaku usaha: dimana pemberian penggantirugian dan kompensasi atas akibat dari suatu pemanfaatan, pemakaian, dan penggunaan barang dan jasa. Disisi lain selain UUPK ini menetapkan aturan atas hak daripada konsumen, UU ini pula mengenai hak-hak pelaku usaha. Dimana berarti Undang-undang ini diharapkan akan memberi keseimbangan kepada dua belah pihak yang diharapkan dapat mentaati aturan-aturan dan kewajiban masing-masing agar kedua belah pihak mendapatkan keadilan.6 Meskipun demikian, hal yang dimaksud belumlah ada suatu regulasi hukum yang berlaku dimana kejelasan dan ketegasan pengaturan tentang wajibnya seluruh pelaku usaha melakukan pencantuman harga makanan dalam daftar menu makanan. Sehingga konsumen sering kali masih mengalami kerugian materi.

Berkaitan dengan uraian yang sudah dipaparkan diatas secara menyeluruh, penulis tertarik untuk hendak mengkaji melalui tulisan yang berjudul “Efektivitas Kewajiban Pencantuman Harga Makanan Di Tempat Usaha Kuliner (Studi Empiris Di Dalung Permai)”. Penulis melakukan perbandingan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk menjamin originalitas penulisan jurnal ini, yang berkaitan dengan masalah atau fenomena yang sedang dikaji dalam jurnal ini, yang pertama terdapat Jurnal yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Produk Yang Memiliki Nilai Nominal Berbeda Dengan Harga Pada Display Rak” yang dibuat oleh I Made Arya Dwisana pada tahun 2018 yang meneliti tentang harga barang yang mempunyai perbedaan nominal atas nilai dengan yang dipajang di rak. Selanjutnya terdapat Jurnal yang berjudul “Pentingnya Pencantuman Harga Makanan Untuk Perlindungan Dan Kepastian Hukum Terhadap Konsumen” yang dibuat oleh Migiel M. Tampanguma pada tahun 2016 yang meneliti tentang kaidah-kaidah perlindungan akan konsumen berserta kepentingan atas pencatutan harga suatu makanan.

Formatted: No underline


Formatted: Indent: Left: 0", First line: 0.25", Adjust space between Latin and Asian text, Adjust space between Asian text and numbers


Kedua penelitian diatas menitik beratkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan nominal harga di display rak dengan harga asli dan betapa pentingnya asas-asas perlindungan konsumen. Sedangkan fokus peneliti lebih mengacu kepada apa penyebab terjadinya dan bagaimana kepastian hukum terhadap suatu pencatutan harga akan makanan atas kaitannya dengan konsumen. Dimana penelitian ini dilakukan di wilayah Dalung Permai.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, karenanya, adapula permasalahan yang ingin kaji oleh peneliti atas penelitian ini ialah :

  • 1.    Apa sajakah penyebab terjadinya pelaku usaha di wilayah Dalung Permai tidak mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan mereka?

  • 2.    Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen terhadap daftar menu yang tidak mencantumkan harga makanan?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan penelitian ini bertujuan dalam halnya agar dapat diketahui lebih lanjut atas faktor penyebab dari pelaku usaha kuliner khususnya di wilayah Dalung Permai tidak mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan dan bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha kepada konsumen yang merasa dirugikan dari segi materi.

  • 2.    Metode Penelitian

Penulisan penelitian ini menggunakan metode penulisan empiris dimana manifestasi dari suatu penelitian dimana dilaksanakannya suatu kajian dengan turun langsung ke lapangan dan membandingkan ketentuan-ketentuan hukum berupa peraturan-peraturan hukum dengan bagaimana kenyataan dan implementasinya di masyarakat dalam hal ini penulis mengkaji tentang penyebab terjadinya kelalaian atau kesalahan yang memang disengaja oleh pelaku usaha kuliner khususnya di wilayah Dalung Permai dalam menjalani kewajibannya agar pemberian keterangan berlangsung benar dan jelas mengenai suatu produk terhadap konsumen dan bagaimana pertanggungjawaban yang akan diterima konsumen terhadap kerugian yang dialami sehingga dalam penulisan ini akan meliputi antara kesenjangan yang berlaku dalam teori dengan bagaimana prakteknya dalam masyarakat.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Faktor penyebab terjadinya pelaku usaha di wilayah Dalung Permai tidak mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan mereka

Dalam suatu kegiatan jual-beli sudah pasti terdapat peran pelaku usaha dan konsumen yang dimana kedua peran ini sama-sama sangat penting dan saling ketergantungan atas masing-masing. Dimana pengartiannya berupa pemberlakuan atas pelaku usaha membutuhkan konsumen untuk dapat memasarkan produknya dan konsumen juga membutuhkan pelaku usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya. Dan wajiblah oleh pelaku usaha merupakan hak dari seorang pembeli begitupun sebaliknya suatu keharusan dimana dilaksanakan oleh pembeli adalah hak atas seorang pelaku usaha. Namun, dalam kegiatan ini kerap kali terjadi masalah yang sangat merugikan, salah satunya adalah kelalaian atau kesalahan yang memang disengaja oleh para pelaku usaha karena tidaklah mencantumkan keterangan yang jelas dan benar terhadap suatu produk yang akan dibeli konsumen, yang menyebabkan konsumen mengalami kerugian dari segi materi. Setelah penulis melakukan survey langsung ke lapangan di wilayah dalung permai, penulis dapat

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa penyebab mengapa masalah ini kerap kali terjadi, yaitu:

  • a. Pelaku usaha yang lalai atau dengan sengaja untuk tidak memperdulikan kewajibannya untuk memenuhi hak konsumen demi keuntungan yang didapatnya.7 Padahal dalam Pasal 7 UUPK, dimana ditetapkan atas suatu kemestian pelaku usahaa daripada tindakan adalah :

  • a.    “beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;”

  • b.    “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasaserta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;”

  • c.    “memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;”

  • d.    “menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksidan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;”

  • e.    “memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yangdibuat dan/atau yang diperdagangkan;”

  • f.    “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantianatas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;”

  • g.    “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

Menurut survey yang penulis lakukan di wilayah Dalung Permai sebagian konsumen tidak memiliki pengetahuan hukum yang cukup sehingga mereka kurang memahami tentang adanya kewajiban dimana keharusan atas pemenuhan mereka. adapun hasil tanya jawab dimana telah didapatkan oleh penulisan sebagai berikut:

  • a)    Pelaku Usaha Kuliner 1 (Warung Lalapan)

Pelaku usaha warung lalapan ini bertempat di dekat bundaran Dalung Permai. Beliau mengatakan selama menjalankan bisnisnya ia belum pernah didatangi oleh Dinas Perdagangan atau yang lainnya dan belum pernah di berikan penyuluhan atau sosialisasi tentang pencantuman harga makanan. Pada awalnya beliau mencantumkan harga dalam menu makanannya namun setelah sekian lama daftar menu itu rusak dan dia masih belum menggantinya dengan yang baru hingga sekarang ditambah lagi ia berpendapat bahwa para pelanggannya sudah mengetahui kisaran harga makanan yang ia jual.

  • b)    Pelaku usaha kuliner 2 (Restaurant Ayam cepat saji)

Pelaku usaha restaurant ayam cepat saji ini bertempat di jalan tegal jaya. Beliau mengatakan bahwa ia kurang memahami tentang aturan hukum yang berlaku tentang pencantuman harga makanan dan selama

menjalankan bisnisnya ia belum pernah didatangi oleh Dinas Perdagangan atau yang lainnya dan belum pernah di berikan penyuluhan atau sosialisasi tentang pencantuman harga makanan. Beliau menambahkan bahwa ia tidak mencantumkan harga makanan akibat ketidaktahuan itu dan juga akibat harga bahan-bahan pokok yang harganya tidak selalu stabil.

  • c)    Pelaku usaha kuliner 3 (Rumah Makan)

Pelaku usaha rumah makan ini bertempat di bundaran Dalung Permai. Beliau menyampaikan bahwasanya tidaklah diketahui berkenaan UUPK dimana diwajibkannya pelaku usaha mencantumkan harga makanan dan sejauh ini juga belum adanya pengawasan dan sosialisai dari pemerintah akan hal itu ke rumah makannya. Namun beliau mengatakan bahwa harga makanan di tempatnya menggunakan harga yang sesuai standard dan tidak pernah melebih-lebihkan harga makanan yang dapat merugikan konsumen.

Dengan beberapa hasil survey yang dilakukan penulis di wilayah Dalung Permai diatas sudah jelas bahwa pelaku usaha tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik terhadap konsumen. Kelalaian yang dilakukan pelaku usaha ini kemungkinan kedeoannya dapat berakibat kepada kerugian yang akan diderita konsumen, dimana pelaku usaha dapat dituntut secara hukum akibat kelalaian yang mereka lakukan dalam menjalankan kewajibannya. Padahal dalam hukum perjanjian dikenal salah satu asas dalam melakukan kegiatan usaha yaitu kewajiban seorang pelaku usaha untuk beritikad secara baik. Pada Pasal 1338 ayat (3) BW juga tercantum ketentuan tentang beritikad dengan baik, yang berbunyi “Setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Disini jelas bahwa itikad baik merupakan suatu faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam perjanjian jual-beli.8

  • b.    Konsumen yang tidak menyadari dan tidak cukup paham tentang hak-haknya sebagai konsumen.9 Hampir seluruh konsumen yang diwawancarai di wilayah Dalung Permai tidak mengetahui tentang hak daripada mereka selaku konsumen yang harus dipenuhi pelaku usaha. Padahal dalam Pasal 4 UUPK, sudah disebutkan bahwa hak dari konsumen adalah:

  • 1.    “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;”

  • 2.    “hak untuk memilih barang dan/atau jasa sertamendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yangdijanjikan;

  • 3.    hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenaikondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;”

  • 4.    “hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;”

  • 5.    “hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;”

  • 6.    “hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;”

  • 7.    “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar danjujur serta tidak diskriminatif;”

  • 8.    “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yangditerima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidaksebagaimana mestinya;”

  • 9.    “hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”

Namun menurut beberapa konsumen yang bersedia diwawancarai di wilayah Dalung Permai ada yang pernah mengalami kerugian akibat tidak tercantumnya harga makanan dalam menu makanan tetapi mereka menganggap masalah ini merupakan hal yang sudah biasa terjadi dan dan membiarkan hal itu begitu saja karena dan menurut beberapa alasan konsumen juga mereka menghindari akan timbulnya masalah yang lebih besar lagi. Serta para konsumen ini kemungkinan mengindari sengketa dan penyelesaian masalah yang berlarut-larut10, padahal ini merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang apabila didiamkan terus-menerus maka akan semakin banyak kerugian yang diderita konsumen sementara pelaku usaha yang beritikad buruk tidak mendapatkan efek jera atas perbuatannya.

  • c. Kurang optimalnya hukum khususnya dalam bidang usaha kuliner terkait< kewajiban setiap pelaku usaha untuk mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanannya.11 Dan menurut survey yang penulis lakukan di wilayah Dalung Permai, pelaku usaha tidak memahami tentang adanya kewajiban tersebut dan belum adanya pengawasan dan penyuluhan ataupun sosialisasi secara langsung dari dinas perdagangan ke tempatnya. Inilah yang menyebabkan masih saja kerap ditemui pelanggaran dari perlakuan sebagian pelaku usaha kuliner dimana memanfaatkan hal tersebut untuk didapatkannya profit yang melampaui target. Dapat kita katakan disini bahwasanya kedudukan konsumen cukup lemah dibandingkan pelaku usaha.

    Formatted: List Paragraph, Space After: 8 pt, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: a, b, c, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0.25" + Indent at: 0.5", Adjust space between Latin and Asian text, Adjust space between Asian text and numbers


  • c.         .                                                                                                                *

    Formatted: Indent: Left: 0.5", No bullets or numbering

    Formatted: Font: Book Antiqua

    Formatted: List Paragraph, Space After: 8 pt, Adjust space between Latin and Asian text, Adjust space between Asian text and numbers


  • 3.2 Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen terhadap daftar menu yang tidak mencantumkan harga makanan

Bisa dibilang kedudukan konsumen kerap kali cukup lemah dibandingkan pelaku usaha, seperti mereka hanya menerima begitu saja berada di bawah kendali para pelaku usaha. 12Beberapa pelaku usaha dalam bidang kuliner sering kali hanya mementingkan keuntungan yang akan mereka peroleh semata tanpa memperhatikan

kewajiban yang harus dipenuhi yaitu memenuhi hak-hak konsumennya ditambah lagi dengan kurangnya atau lemahnya hukum yang secara khusus mengatur tentang kewajiban seluruh pelaku usaha untuk mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan. Dalam hal ini konsumen diharapkan dapat cermat dalam memilih tempat makan yang dikunjungi, dan apabila terdapat tempat makan yang tidak mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan seperti halnya beberapa pelaku usaha kuliner di wilayah Dalung Permai, konsumen dapat menanyakan detail harga makanan terlebih dahulu kepada pelaku usaha sebelum memesan.13 Kerugian konsumen disini merupakan kerugian semua pihak yang dimana sudah seharusnya diperhatikan pemerintah.14 Dan selain kerugian dari segi materiil yaitu kerugian karena harus mengeluarkan atau membayar biaya yang mungkin lebih besar dari biasanya, konsumen disini juga mengalami kerugian immateriil karena dalam hal ini mereka merasa telah dibohongi oleh pelaku usaha dan hal tersebut bisa menyebabkan trauma yang akan dialami konsumen.15

Selain terdapat UUPK yang mengatur soal kewajiban mencantumkan harga makanan untuk pelaku usaha, terdapat pula beberapa peraturan lainnya yang pada intinya mewajibkan pelaku usaha mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam rupiah ialah:

  • a.    Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 (“PBI 17/2015”) yang mengatur tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

  • b.    Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (‘SE BI”).

Peraturan lainnya terdapat dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 tentang Pencantuman Harga Barang Dan Tarif Jasa yang diperdagangkan, selanjutnya disebut Permendag No. 35, menyebutkan bahwasanya : “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan Barang secara eceran dan/atau jasa kepada konsumen wajib mencantumkan harga barang atau tarif jasa secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat”. Namun dalam pasal 2 ayat (2) PERMENDAG No. 35, menyebutkan bahwasanya : “ kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pelaku usaha mikro”. Padahal sebenarnya bukanlah suatu hal yang berlebihan apabila pemerintah membuat UU atau PERDA yang lebih memperhatikan dan mengkhususkan tentang kewajiban seluruh pelaku usaha untuk mencantumkan harga makanan dalam daftar menu makanan/minuman agar konsumen dari berbagai pihak tidak merugi. Lagipula membuat menu makanan yang mencantumkan harga bukanlah sesuatu yang merugikan atau menyebabkan pengeluaran sangat besar bagi pelaku usaha karena syarat pencantuman harga bukanlah seperti menu makanan yang harus berwarna atau menggunakan desain gambar yang berbagai macam dan lainnya melainkan harga makanan dalam menu

makanan bentuknya hanya perlu terlihat jelas, tercantum dengan nominal rupiah dan tidak sulit dibaca.

Dalam pasal 1 angka 1 UUPK, mengatakan bahwa : “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Pasal ini bisa menjadi salah satu dasar kepastian hukum terhadap konsumen, yang dimaksud kepastian hukum pada pasal ini dapat diaplikasikan dalam hal kepastian harga minuman dan makanan. Dalam pasal 10 UUPK mengatakan bahwa : “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai : a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa”. Meskipun tidak mengkhusukan tentang kewajiban seluruh pelaku usaha untuk melakukan pencantuman harga suatu makanan dalam daftar menu makanan namun pasal ini juga dapat dijadikan dasar kepastian hukum konsumen atas kerugian daripada tindakan pelaku usaha dimana tikdalah mencantuman harga makanan dalam daftar menu makanan yang dimana itu bisa dikatakan ke dalam hal yang menyesatkan konsumen.

Selanjutnya, terkait dalam hal pertanggungjawaban pelaku usaha, konsumen dapat menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha apabila seorang pelaku usaha menjual dagangannya dengan sembarangan atau tidak benar yang telah melanggar kewajiban pelaku usaha dan melanggar hak-hak konsumen yang menyebabkan konsumen mengalami suatu kerugian, hal ini sudah tercantum pada pasal 19 ayat (1), (2), (3), dan (4) dalam UUPK, yang menyebutkan bahwa :

  • (1)    “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

  • (2)    “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

  • (3)    “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.”

  • (4)    “Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.”

Dalam UUPK terdapat sanksi yang harus ditanggung oleh pelaku usaha apabila melakukan pelanggaran yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut :

  • 1.    Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa :

  • “(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.”

  • “(2) Sanksi Administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200,000,000,00 (duaratus juta rupiah).”

  • 2.    Berdasarkan Pasal 62 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13, dan Pasal 18, dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun pidana denda paling banyak Rp.2.000,000,000,00 (dua miliar rupiah).”

  • 3.    Berdasarkan Pasal 63 terhadap sanksi pidana yang disebutkan dalam Pasal 62, pelaku usaha juga dapat dijatuhkan hukuman tambahan yaitu :

  • a.    “Perampasan barang tertentu”;

  • b.    “Pengumuman keputusan hakim”;

  • c.    “Pembayaran ganti rugi”;

  • d.    “Perintah Penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen”;

  • e.    “Kewajiban penarikan barang dari peredaran”; atau f. “Pencabutan izin usaha”

Selain terdapatnya sanksi dalam UUPK tersebut yang telah disebutkan diatas, Peraturan Menteri Perdagangan juga mengatur tentang adanya beberapa sanksi yang harus ditanggung pelaku usaha dalam hal tidak mencantumkan harga yakni sebagai berikut:

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Perdagangan R.I. Nomor : 35/M-

DAG/PER/7/2013 menyebutkan bahwa :

  • (1)    Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang secara Eceran dan/atau jasa yang :

  • a.    “Tidak mencantumkan Harga Barang dan/atau Tarif Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2”; atau

  • b.    “Tidak menetapkan Harga Barang dan/atau Tarif Jasa dengan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).”

Dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan oleh pejabat yang berwenang.

  • (2)    Pencabutan izin usaha di bidang perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberikan peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu masing-masing peringatan paling lama 1 (satu) bulan.

Meskipun belum terdapat pasal khusus yang menyebutkan tentang kewajiban seluruh pelaku usaha untuk mencantumkan harga makanan dalam menu makanan, namun seluruh penjelasan tentang pasal-pasal diatas ini bisa dijadikan acuan atau dasar kepastian hukum bagi konsumen terhadap kerugian yang mereka alami atas kelalaian atau kesalahan yang memang sengaja disebabkan oleh pelaku usaha dengan tidak mencantumkannya harga makanan dalam daftar menu makanan. Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, ketentuan dalam pasal-pasal diatas adalah sanksi yang harus di terima pelaku usaha karena melanggar peraturan berusaha, bukan merupakan ganti rugi pelaku usaha terhadap konsumen, dimana dapat dikatakan ini hanya merupakan denda yang harus dibayar pelaku usaha.16 Namun, penyelesaian terhadap pertanggungjawaban ini juga dapat dilakukan secara musyawarah mufakat antara kedua pihak yang bersangkutan yaitu pelaku usaha dan konsumen. Seperti yang tercantum dalam Pasal 45 ayat (2) UUPK, yang mengatakan bahwa: “Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”.

Dalam kegiatan musywarah mufakat tersebut pelaku usaha dapat melakukan pertanggungjawaban ganti rugi terhadap konsumen dalam bentuk layanan tambahan atau kembalinya uang sesuai yang disepakati kedua belah pihak. Maka, dapat dipahami khususnya bagi pelaku usaha di bidang kuliner bahwa dalam menjual atau memperdagangkan makanan/minumannya, para pelaku usaha harus memiliki itikad

baik dalam berbisnis bukan hanya memikirkan kepentingan mereka semata demi mendapatkan keuntungan yang lebih, karena dalam berbisnis terdapat hak-hak konsumen yang wajib mereka penuhi terlebih dahulu agar tidak menyebabkan kerugian kepada konsumennya dan bukan hanya konsumen yang akan merugi namun pelaku usaha juga akan menanggung resiko yang sangat besar atas kelalaian yang ia lakukan.

  • 4. Kesimpulan

Beralaskan hasil peninjauan diatas pembahasan daripada suatu permasalahan yang dikaji sebelumnya, oleh karenanya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Dengan dibuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terlihat jelas betapa pentingnya hak-hak seluruh konsumen yang memang sudah seharusnya dipenuhi oleh setiap pelaku usaha. Contohnya bisa kita lihat disini dalam hal pencantuman harga makanan dalam daftar menu makanan. Kenyataannya dalam hasil penelitian yang dilakukan penulis di wilayah Dalung Permai masih terdapat pelaku usaha yang tidak memberikan informasi yang jelas dalam hal ini berupa pencantuman harga makanan dalam menu makanan. Terhadap penyelesaian pertanggungjawaban kerugian yang dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen, dapat dilakukan dengan cara melalui jalur pidana atau melalui alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yaitu musyarawah mufakat. Saran yang dapat diberikan adalah dalam menjalankan bisnis sudah seharusnya seorang pelaku usaha memenuhi tanggungjawab dan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak konsumen sesuai berdasarkan dengan peraturan yang berlaku. Selanjutnya diharapkan bagi seluruh konsumen dalam hal ini khususnya konsumen di wilayah Dalung Permai diharapkan lebih teliti dalam melakukan kegiatan jual-beli agar tidak merugi. Kemudian bagi pemerintah diharapkan dapat lebih tegas lagi mengatur kebijakan tentang aturan yang mewajibkan pencantuman harga terhadap seluruh pelaku usaha demi mejamin adanya perlindungan, jaminan dan kepastian hukum terhadap konsumen karena pelaku usaha dari segala kalangan dapat berbuat kecurangan dan merugikan konsumen kapanpun.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Miru, Ahmadi, & Yodo, Sutarman. "Hukum Perlindungan Konsumen" (Jakarta: Rajawali Pers, 2017)

Shidarta. "Hukum Perlindungan Konsumen Indonesi" (Jakarta: Grasindo, 2006)

Sidabalok, Janus. "Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia" (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014)

Jurnal

Asmara, I Wayan Gede, I Nyoman Sujana, and Ni Made Puspasutari. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Konsumen atas Informasi Produk Import." Jurnal Analogi Hukum 1.1 (2019)

Brahmanta, Dewa Gede Ari Yudha, and Anak Agung Sri Utari. "Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen." Universitas Udayana Vol.4 No.2 (2016).

Dwisana, I Made Arya, and I Wayan Wiryawan. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Produk Yang Memiliki Nilai Nominal Berbeda Dengan Harga Pada Display Rak." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum (2018).

Hartanto, Heri. "Perlindungan Hak Konsumen Terhadap Pelaku Usaha Yang Dinyatakan Pailit." ADHAPER : Jurnal Hukum Acara Perdata 2.2 (2017).

Hura, Dian Lestari, Rinitami Njatriani, and Siti Mahmudah. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadao Makanan Olahan Mengandung Bahan Berbahaya di Jawa Tengah." Diponegoro Law Journal 5.4 (2016).

Madia, Putu Bella Mania, and Ida Bagus Putra Atmadja. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Menggunakan Kosmetik Tanpa Pencantuman Tanggal Kaldaluarsa." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, Volume 7, No. 12 (2019).

Mandala W, Bagus Putu Wisnu, and I Nyoman Bagisatra. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Label Komposisi Produk Makanan yang Tidak Benar." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 8. No.2 (2016).

Poernomo, Sri Lestari. "Standar Kontrak Dalam Persepektif Hukum Perlindungan Konsumen." Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Vol 19, No 1 (2019).

Rani, Amalia, and Anak Agung Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Teradap Konsumen Akibat Persaingan Curang." Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum, Vol 4, No 1 (2015).

Sakti, Muthia, Dwi Aryanti Ramadhani,  and Yuliana Yuli Wahyuningsih.

"Perlindungan Konsumen Terhadap Beredarnya Makanan Yang Tidak

Bersertifikat Halal." Jurnal Yuridis 2. No.1 (2017).

Saputra, Ronny. "Kewajiban Mencantumkan Harga Menu Makanan Oleh Pelaku Usaha Kuliner Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Taun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." PhD Thesis. Universitas Islam Kalimantan MAB. (2020).

Suriaatmadja, Toto Tohir. "Dasar-Dasar Tanggung Jawab Produsen Dalam Hukum Perlindungan Konsumen." Jurnal Repertorium, Volume 5, No 1 (2018).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 tentang pencantuman harga barang dan tarif jasa yang diperdagangkan.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PB1/201 (“PBI 17/201”) tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP Tahun 201 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia(“SE BI”).

Formatted: Left

Jurnal Kertha Negara Vol 10 No 6 Tahun 2022 hlm 557-569

569