STATUS KEPEMILIKAN ATAS SATUAN RUMAH SUSUN

Oleh

Anak Agung Ngurah Arya Winata I Nengah Suharta

Program Kekhususan Hukum Pemerintah Fakultas Hukum Unviersitas Udayana

ABSTRACT

Property rights of the ownership over the land unit of flats, which is built up on land of building rights over the management rights, where the terms of the extension of ownership rights over the land have to obtain approval of the extension by the holder of management rights. The problem is how the status of ownership of property rights over units if flats, if doesn’t have obtain approval of the extension. This legal research is a normative research through the study of legislation the act No. 16 of 1985 jo. The act No. 20 of 2011 and government regulation No. 4 of 1988 about the flats. The conclusion of this research is not explained about the status of ownership the property rights over the units of flats, if doesn’t have approval of the extension which cause nullification of a building rights over the land of management rights.

Keywords : status of the flats, ownership of the flats, land rights of the flats

ABSTRAK

Kepemilikan hak milik atas tanah satuan rumah susun, yang dibangun diatas tanah hak guna bangunan atas hak pengelolaan, dimana syarat perpanjangan kepemilikan hak atas tanahnya adalah dengan mendapatkan persetujuan perpanjangan hak oleh pemegang hak pengelolaan. Permasalahannya adalah bagaimana status kepemilikan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, jika tidak memperoleh persetujuan perpanjangan. Penelitian hukum ini adalah penelitian normatif melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan yaitu, Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang rumah susun. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak jelasnya status kepemilikan hak milik atas satuan rumah susun tersebut apabila pihak pemilik satuan rumah susun tidak memperoleh persetujuan perpanjangan yang mengakibatkan hapusnya hak guna bangunan diatas tanah hak pengelolaan tersebut.

Kata kunci : Status satuan rumah susun, Kepemilikan rumah susun, Hak atas tanah rumah susun

  • I.    Pendahuluan

    1.1 . Latar belakang

Pembangunan rumah susun pada hak guna bangunan diatas tanah hak pengelolaan, dimana hak ini terdapat jangka waktu yang membatasi penguasaan haknya, hak guna bangunan ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjangan untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaruan hak guna bangunan ini atas permohonan pemegang hak guna bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak pengelolaan. hal ini berdasarkan pada Pasal 26 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, untuk perpanjangan/pembaharuan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan tersebut harus atas persetujuan pemegang hak pengelolaan. Akan tetapi, tidak ada jaminan pihak pemilik satuan rumah susun mendapatkan persetujuan perpanjangan maupun pembaharuan hak guna bangunan tersebut oleh pemegang hak pengelolaan. Apabila tidak memperoleh persetujuan tersebut, maka hak guna bangunannya berakhir, sehingga menimbulkan permasalahan akan kepemilikan hak milik atas satuan rumah susun dan permasalahan mengenai pihak yang akan memberikan ganti rugi terhadap pemilik satuan rumah susun yang berakhir haknya akibat tidak memperoleh persetujuan tersebut.

  • 1.2    Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk Untuk dapat menjelaskan dan menganalisis mengenai kedudukan hak milik atas satuan rumah susun, setelah hapusnya hak guna bangunan atas tanah rumah susun tersebut dan menganalisis mengenai perlindungan hukum bagi pemilik satuan rumah susun yang jangka waktu hak guna bangunannya dan tidak dapat diperpanjang dikarenakan tidak memperoleh persetujuan perpanjangan oleh pemegang hak pengelolaan.

II Isi Makalah

2.1    Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian Normatif, dimana data diperoleh melalui analisis konsep hukum (Analytical & Conceptual Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Dengan menelaah pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Pendekatan Undang-undang (The Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

  • 2.2    Hasil Dan Pembahasan

Pada rumah susun terdapat bagian-bagian yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang disebut satuan rumah susun, menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 16 Tahun 1985, adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian. menurut R. Soeprapto, adalah unit-unit ruang yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dan berdiri sendiri sebagai tempat hunian serta dapat menuju ke jalan umum. Berdiri sendiri artinya tidak melalui ruang orang lain, dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebagai satu kesatuan.1 Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang No. 16 tahun 1985 jo. Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 mewajibkan penyelenggara pembangunan rumah susun untuk mengadakan pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah dan perseorangan, meliputi juga bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dalam pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan batas-batasnya yang telah disahkan. Pemisahan tersebut dilakukan dengan akta yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 1989. Berdasarkan Pasal 23 huruf d Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 akta pemisahan merupakan tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuan-satuan rumah susun.

Berdasarkan status dari hak atas tanahnya, dimana tanah tempat didirikannya rumah susun tersebut yaitu, berstatus Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan, maka tanah Hak Guna Bangunan tersebut memiliki jangka waktu yang mengatur akan Hak Guna Bangunan tersebut. Berdasarkan Pasal 26 sampai Pasal 29 PP No. 40 Tahun 1996, jangka waktu Hak Guna Bangunan berbeda sesuai dengan asal tanahnya2, dimana Hak Guna Bangunan ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjangan untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaruan Hak guna bangunan ini atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan Hak Guna Bangunan diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Dalam Peraturan Menteri tersebut dihubungkan dengan surat Nomor BTU. 3/692/3/1977 yang ditujukan kepada gubernur seluruh indonesia sebagai pedoman pelaksanaan atas peraturan menteri dalam negeri No. 1 tahun 19773. Dimana perpanjangan ini harus melalui persetujuan pihak pemegang Hak Pengelolaan untuk dapat melakukan permohonan perpanjangan hak guna bangunan, apabila pihak pemilik satuan rumah susun tidak memperolehnya persetujuan perpanjangan hak guna bangunan oleh pemegang hak pengelolaan, maka hak guna bangunan pada tanah rumah susun tersebut akan berkahir, hal ini berdasarkan, Pasal 50 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988. Dengan berakhirnya hak guna bangunan pada satuan rumah susun tersebut, maka pihak pemilik satuan rumah susun berhak mendapatkan ganti rugi berdasarkan Pasal 9 ayat (2) huruf g Undang-Undang No. 20 tahun 2011 yang menyatakan “dalam penyelengaraan rumah susun, setiap orang berhak

memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggara rumah susun”.

III Kesimpulan

Tidak jelasnya kedudukan hukum akan kepemilikan hak milik atas satuan rumah susun, ini dikarenakan jika pemegang hak pengelolaan tidak memberikan persetujuan maka hak atas tanahnya berakhir dan hak milik atas satuan rumah susunya hapus berdasarkan Pasal 50 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988. Dan dengan hapusnya hak milik atas satuan rumah susun tersebut tidak menyebabkan berakhirnya penguasaan oleh pemilik satuan rumah susun tersebut dimana kepemilikan haknya dapat dibuktikan dengan akta pemisahan berdasarkan Pasal 23 huruf d Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, berdasarkan pada asas pemisahan horisontal dimana pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatunya yang berada diatasnya adalah terpisah.

IV. Daftar Pustaka

BUKU

Soedharyo Soimin, 2004, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta

Soeprapto, R, 1986, Tata Cara Pendaftaran Bangunan Bertingkat Di Indonesia Dan Negara-Negara Lain UU No. 26 Tahun 1985, Jakarta

Urip Santoso 2005, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Prenada MediaGroup, Jakarta

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang rumah susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75),

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang rumah susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 108),

Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang rumah susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7),

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58),

6