TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP KONSUMEN ATAS RUSAKNYA BARANG YANG

DIKIRIM MELALUI JASA PENGIRIMAN BARANG DI KOTA DENPASAR

Anak Agung Ngurah Gede Lunar Ksatriagana,

Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: lunargungde@yahoo.co.id I Made Arya Utama,

Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: prof_imautama@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan hukum antara perusahaan dengan konsumen dan sekaligus untuk mengetahui serta menganalis lebih lanjut tentang tanggung jawab pihak perusahaan terhadap rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar. Penenelitian ini tergolong jenis penelitian Penenelitian ini tergolong jenis penelitian yang bersifat empiris dengan mengkaji permasalahan berdasarkan praktek atau kenyataan yang ada dalam masyarakat. Menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statue Approacch) dan pendekatan konsep (concceptual approacch). Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier. Yang seluruhnya dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data dan dianlisis dengan teknik analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: (1) Hak dan kewajiban antara pihak jasa pengiriman barang dengan pihak konsumen dalam UUPK merupakan suatu bentuk hubungan hukum yaitu : (a) Konsumen dengan pihak jasa pengiriman barang dan (b) Perusahaan pihak jasa pengiriman barang dengan Pihak Pengangkut; dan (2) Tanggung jawab perusahaan atas rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar khususnya J & T Express adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability) Penggunaan prinsip tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan dan pihak konsumen.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Konsumen, Jasa Pengiriman Barang

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine and analyze the legal relationship between companies and consumers and at the same time to find out and further analyze the responsibility of the company for damage to consumer goods sent through goods delivery services in Denpasar City. This research is classified as a type of research. This research is classified as an empirical research type by examining problems based on the practice or reality that exists in society. Using a statutory approach (Statue Approacch) and a conceptual approach (conceptual approacch). Sources of data in this study consist of primary data sources, secondary data sources and tertiary data sources. All of which were collected using data collection techniques and analyzed by data analysis techniques. Based on the results of the research, the following conclusions can be

formulated: (1) The rights and obligations between goods delivery service parties and consumers in the UUPK are a form of legal relationship, namely: (a) Consumers with goods delivery services and (b) shipping service companies goods with the Carrier; and (2) The responsibility of the company for damage to consumer goods sent through goods delivery services in Denpasar City, especially J&T Express, is the principle of responsibility with restrictions. The principle of responsibility with limitations (limitation of liability) The use of the principle of responsibility is carried out based on an agreement between the company and the consumer.

Keywords: Responsibilities, Consumers, Freight Forwarding

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Perusahaan adalah bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat modern. Kegiatan usaha perusahaan atau orang yang menjalankan perusahaan, sesungguhnya merupakan padanan kata dari pedagang atau kegiatan perdagangan yang menyangkut bisnis. Bisnis yang dilakukan tidak lain adalah agar mendapatkan keuntungan yang maksimum sesuai dengan prinsip suatu ekonomi. Kegiatan bisnis diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan usaha (perusahaan) secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atau jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, atau disewakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.1 Kegiatan usaha yang dimaksud adalah kegiatan melaksanakan jasa-jasa (service), yaitu kegiatan yang melaksanakan atau menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik oleh perorangan maupun suatu badan.2

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang menyatakan suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.3 Perjanjian merupakan kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak tentang sesuatu hal, dan kesepakatan tersebut merupakan ketentuan yang harus diikuti secara bersama-sama dalam rangka untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Oleh karena itu, setiap kesepakatan harus dengan sukarela diikuti dan dipatuhi oleh pihak-pihak yang menyetujuinya.

KUHPerdata memuat berbagai kaidah hukum berkaitan dengan hubungan hukum dan masalah antara pelaku usaha penyedia barang dan/atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa tersebut.4 Pengirim atau pemilik barang dalam hal ini disebut dengan konsumen. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Selanjutnya disebut UUPK) memberikan definisi konsumen, yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sehubungan dengan hal tersebut, jasa pengiriman barang yang berada di Kota Denpasar merupakan perusahaan yang bergerak pada jasa pengiriman barang yang telah dipercayai oleh semua pihak khususnya masyarakat yang menggunakan jasa pengiriman barang dan telah melakukan usaha secara baik dan menurut standar pelayanan yang telah ditentukan. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang di Kota Denpasar yang selalu berusaha untuk melakukan usahanya sesuai dengan kehendak dan permintaan dari konsumen, agar barang yang dikirim tersebut sampai ke tempat tujuan sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Meskipun demikian, pengangkutan yang dilaksanakan di Indonesia tidak sepenuhnya memberikan jaminan atas kondisi barang.5 Loyalitas konsumen cenderung disalahartikan oleh penyedia jasa pengiriman barang yang berujung pada pengesampingan hak dari konsumen. Perjanjian yang dibentuk oleh kedua belah pihak untuk melakukan dan menuntut cenderung dipertanyakan.6

Adanya perusahan pengiriman barang ini tentunya memudahkan pekerjaan manusia, karena faktor efisiensi yang ditawarkannya baik dari segi waktu maupun biaya.7 Namun dalam pelaksanaan pengiriman barang yang dilakukan oleh jasa pengiriman barang yang berada di Kota Denpasar tersebut tidak selamanya berjalan lancar, tentunya terdapat kesalahan dan kelalaian juga terjadi dalam pengiriman barang tersebut, seperti barang yang tertukar, barang yang rusak, barang yang terlambat sampai di alamat yang dituju dan sebagainya, sehingga menimbulkan kerugian terhadap konsumen. Hal tersebut menyebabkan konsumen mengeluh karena barangnya terlambat sampai di tempat tujuan, bahkan ada barang yang dikirim tersebut rusak ketika sampai pada alamat yang dikirim. Barang-barang yang sering mengalami kerusakan adalah barang yang terbuat dari kaca, barang yang terbuat dari marmer, pakaian, dan juga makanan. Kondisi seperti ini jelas tidak dapat diterima oleh pemilik barang, tentunya harus menyampaikan keberatan kepada pihak perusahaan.

Apabila hal ini terjadi, tentunya pihak konsumen harus melakukan pengajuan keberatan terhadap kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dalam kebijakan hukum perlindungan konsumen, pemerintah Indonesia telah mengundangkan UUPK yang mengatur mengenai perlindungan terhadap konsumen. Kesalahan yang dilakukan oleh jasa pengiriman barang tentunya menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen yang mengirim barangnya tersebut akan merasa dirugikan karena pihaknya telah membayar sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan pelayanan jasa yang

seharusnya ia dapatkan.8 Oleh karena itu, pihak konsumen berhak mendapat perlindungan hukum ketika pengiriman barang tersebut mengalami keterlambatan.

Tentunya pihak konsumen dapat memperjuangkan haknya untuk meminta pertanggungjawaban pada perusahaan agar dapat melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang menyediakan jasa pengiriman barang. Konsumen merasa dirugikan karena telah membayarkan sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan pelayanan jasa yang seharusnya didapatkan. Konsumen berhak agar mendapatkan ganti rugi terhadap rusaknya barang yang disebabkan oleh pihak perusahaan jasa pengiriman barang. Berdasarkan uraian diatas inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengangkat topik penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Konsumen Atas Rusaknya Barang Yang Dikirim Melalui Jasa Pengiriman Barang Di Kota Denpasar”.

Setelah melakukan berbagai penelusuran ada beberapa judul artikel jurnal yang berhubungan dengan penelitian jurnal ini, yaitu : Penelitian dari Nedi Pernando dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Kerusakan Barang Pengguna Jasa Pengiriman Angkutan Online” dengan rumusan masalah: (1) Bagaimana Hubungan Hukum Antara Konsumen, Perusahaan dan Mitra Terhadap Barang Menggunakan Jasa Angkutan Online? (2) Bagaimana Tanggung Jawab Perusahaan dan Mitra Terhadap Konsumen dalam Memberikan Perlindungan Hukum?9 Terdapat pula penelitian jurnal yang mirip yaitu: Penelitian dari Chikie Nangin dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Pengiriman Barang Oleh Perusahaan Ekpedisi Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” dengan rumusan masalah: (1) Bagaimana tanggung jawab perusahaan ekspedisi terhadap barang pengiriman? (2) Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang mengalami kerugian akibat pengiriman barang oleh perusahaan ekspedisi?10 Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari Nedi Pernando dan Chikie Nangin memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana tulisan ini memfokuskan pada hubungan hukum antara perusahaan dengan konsumen dan tanggung jawab pihak perusahaan terhadap rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah hubungan hukum antara perusahaan dengan konsumen?

  • 2.    Bagaimanakah tanggung jawab pihak perusahaan terhadap rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hukum antara perusahaan dengan konsumen dan untuk mengetahui lebih lanjut tentang tanggung jawab pihak perusahaan terhadap rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar.

  • II.    Metode Penelitian

Penulisan jurnal ini digunakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang harus berhadapan dengan masyarakat yang menjadi obyek penelitian sehingga banyak peraturan yang tidak tertulis berlaku dalam masyarakat.11 Serta menjelaskan tentang terjadinya suatu kesenjangan antara norma dengan prilaku masyarakat. Menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue Approacch) dan pendekatan konsep (concceptual approacch). Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data primer yaitu segala aturan hukum yang adanya penegakan hukum. Sumber data primer terdiri dari Perundang-undangan atau pembuatan undanga-undang atau yurisprudensi, sumber data sekunder yaitu publikasi tentang hukum meliputi buku, kamus hukum, jurnal hukum dan sumber data tersier yaitu sumber data yang membantu menunjang bahan hukum primer dan sekunder mencakup kamus, ensiklopedia, indekskualitatif. Yang seluruhnya dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data dan dianlisis dengan teknik analisis data.

  • III.    Hasil Dan Analisis

    3.1    Hubungan Hukum Antara Perusahaan Dengan Konsumen

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum, berupa hak dan kewajiban antara pelaku usaha dengan konsumen. Peristiwa hukum adalah salah satu jenis fakta hukum. Suatu peristiwa dapat dikatakan peristiwa hukum apabila diatur dan diberi akibat oleh hukum. Setiap peristiwa hukum selalu menimbulkan hubungan hukum yang berdimensi kewajiban dan hak para pihak, kerugian, dan keuntungan pihak-pihak. Salah satu peristiwa hukum dalam penyelenggaraan pengiriman barang dapat dilihat dari adanya hak dan kewajiban antara pelaku usaha dengan konsumen. Pada umumnya, suatu perjanjian dinamakan juga sebagai suatu persetujuan. Sahnya suatu perjanjian berawal dari kesepakatan pihak yang melakukan suatu perjanjian dan

kesepakatan perjanjian berlandaskan kepada asas keseimbangan.12 Dalam perjanjian pengiriman barang tersebut akan ditentukan hak dan kewajiban dari pihak jasa pengiriman barang dengan pihak konsumen agar penyelenggaraan pengiriman barang sampai barang tersebut sampai di tempat tujuan pengirim. Hubungan hukum antara konsumen dengan jasa pengiriman barang contohnya : J & T Express yang berada di Kota Denpasar merupakan hubungan hukum yang mulai berlaku pada saat barang/paket diterima oleh karyawan perusahaan dan setelah barang/paket sampai ditempat yang dituju dengan aman dan selamat. Dengan demikian, hak dan kewajiban pelaku usaha dengan konsumen dapat berjalan secara seimbang.

Menurut pendapat Bapak Astra kepala cabang J & T Express mengatakan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dengan konsumen berlaku mulai dari konsumen menginginkan barangnya untuk dikirim. Dengan datangnya konsumen ke J & T kewajiban pelaku usaha adalah memberikan pelayanan yang baik dan mengantarkan barang tersebut ketempat tujuan dengan selamat dan aman. Sedangkan kewajiban konsumen adalah membayar sejumlah ongkos pengiriman. Berdasarkan hasil wawancara yang telah diuraikan diatas, hak dan kewajiban pihak jasa pengiriman barang dengan pihak konsumen dilakukan secara seimbang. Kewajiban konsumen membayar biaya pengiriman barang dan wajib mengatakan dengan jujur mengenai barang yang dikirim, sedangkan pelaku usaha melaksanakan kewajbannya dengan memberikan pelayanan yang baik dan mengantarkan barang konsumen ketempat yang dituju dengan aman dan selamat. Hak konsumen adalah mendapatkan pelayanan yang terbaik dan barang yang dikirim sampai ditempat yang dituju dengan aman dan selamat, sedangkan hak pelaku usaha adalah menerima sejumlah uang karena telah menghantarkan barang konsumen ketempat yang dituju. (Wawancara tanggal 3 Juni 2021).

Hak dan kewajiban antara pihak jasa pengiriman barang dengan pihak konsumen dalam UUPK merupakan suatu bentuk hubungan hukum. Antara pihak jasa pengiriman barang dengan konsumen melahirkan hubungan hukum yang didalamnya melibatkan beberapa pihak yaitu : (a) Konsumen dengan pihak jasa pengiriman barang dan (b) Perusahaan pihak jasa pengiriman barang dengan Pihak Pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan perjalanan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan perjanjian jenis lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang (Pasal 521 KUHD), yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan.

Kerusakan barang yang disebabkan oleh pihak pengangkut dalam proses pengiriman barang merupakan tanggung jawab perusahaan. Dengan adanya kerusakan barang konsumen, maka tidak terpenuhinya hak konsumen dan pelaku usaha telah melanggar Pasal 4 huruf a yaitu hak konsumen atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Tidak terpenuhinya hak konsumen menyebabkan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dengan konsumen tidak seimbang karena konsumen telah membayar biaya pengiriman dan pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik.

  • 3.2    Tanggung Jawab Pihak Perusahaan Terhadap Rusaknya Barang Konsumen Yang Dikirim Melalui Jasa Pengiriman Barang Di Kota Denpasar

Tanggung jawab merupakan keadaan wajib yang menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa, boleh dituntut, dipermasalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Sebagai pihak jasa pengangkutan barang.13 Kewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab juga dapat diartikan berbuat sebagai perwujudan kesadaran atau kewajiban. 14 Tanggung jawab hukum adalah sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum, tanggung jawab hukum dapat diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau perilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.

Pengangkut melaksanakan pengangkutan barang dengan aman dan selamat hingga ke tujuan, jika terjadi kerusakan maupun kehilangan atas kesalaha/kelalaiannya terhadap barang-barang yang diangkut, pengangkut wajib untuk memberikan ganti kerugian kepada pemilik atau pengirim barang.15 Terjadinya kerusakan barang yang dikirim melalui jasa pengiriman barang dan dilakukan oleh pengangkut mengakibatkan perusahaan wajib untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen. Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan Pasal 1246 KUH Perdata. Pasal 1236 menyatakan bahwa pengangkut wajib memberikan ganti rugi atas biaya dan rugi bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan. Pasal 1246 menyatakan bahwa biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah dideritanya dan laba yang sedianya yang akan diperoleh. Sedangkan menurut Pasal 93 KUHD, mengenai barang-barang angkutan yang sampai ditempat tujuan dalam keadaan kurang atau rusak tersebut tidak dapat dilihat dari luar oleh penerima tidak dapat seketika melihat maka penerima dalam waktu dua kali dua puluh empat jam berhak menuntut untuk dilakukannya pemeriksaan

oleh pengadilan setelah barang-barang itu diterima. Prosedur pemeriksaan bersiifat valuunter yaitu dengan mengajukan surat permohonan sederhana Pasal 93 KUHD yang mendorong pihak penerima, agar seceepatnya dapat membuka perpackiingan (pembungkus) memeriksa dengan teliti barang – barang diangkut dan yang diterimanya untuk barang yang berharga bernilai karena pemeeriksaan secara expretiie (pemeriksaan tenaga ahli) sangat mahal dan dipergunakan perlu secara efisien dalam menggunakan tenaga ahli surveeyor.16

Dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UUPK menyatakan bahwa: pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atau kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan; dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan pertanggungjawaban pengangkut menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 468 KUHD Jika barang rusak pada saat pengiriman yang bertanggung jawab adalah pengangkut. Hal ini dikecualikan oleh keadaan overmacht, maka pengangkut lepas dari tanggung jawab akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinnya.17

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka dapat diketahui bahwa pihak perusahaan dalam hal ini jasa pengiriman barang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pihak konsumennya apabila kerugian tersebut memang diakibatkan oleh pengangkut dalam proses pengiriman barang. Tanggung jawab pelaku usaha selain beritikad baik juga menjamin kualitas suatu jasa yang ditawarkan. Konsumen memerlukan jaminan untuk barang yang/jasa yang ditawarkan, jaminan tersebut dapat digunakan sebagai jaminan kepastian hukum dari konsumen itu sendiri. Hal tersebut diatur dalam Pasal 26 UUPK yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau generasi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Selain tanggung jawab yang diatur dalam UUPK, adapula bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha yaitu, sebagai berikut : 18

  • 1.    Tanggung jawab atas dasar kontrak (Contractual liability), yaitu tanggung jawab atas dasar perjanjian dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami oleh konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan;

  • 2.    Tanggung jawab terhadap produk (Product liability), yaitu tanggung jawab secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan. Pertanggung jawaban produk tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum (tortius liability). Unsur-unsur dalam tortius liability adalah perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian, dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan perbuatan yang timbul;

  • 3.    Tanggung jawab pemberi jasa (Professional liability), yaitu tanggung jawab pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen sebagi akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikan. Tanggung jawab pidana (Criminal liability), yaitu pertanggungjawaban dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan Negara.

Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar dilapangan hukum keperdataan sering memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan menjadi 5 (lima), yaitu:

  • 1.    Prinsip Tanggung Jawab Atas Unsur Kesalahan (liability based on fault)b Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability based on fault adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan hukum perdata. Dalam Pasal 1365, 1366, 1367 KUH Perdata, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

  • a.    Adanya perbuatan;

  • b.    Adanya unsur kesalahan;

  • c.    Adanya kerugian yang diderita;

  • d.    Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

  • 2.    Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumption of liability)b

Presumption of liability adalah prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai membuktikan ia tidak bersalah. Prinsip ini menggunakan beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslas). Dalam UUPK prinsip pembuktian ini diatur pada Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 UUPK. Dasar dilakukannya pembuktian terbalik ini adalah seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal tersebut tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tak bersalah yang dikenal dalam hukum pidana. Namun apabila diterapkan dalam kasus perlindungan konsumen, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini harus menghadirkan bukti-buktinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai

penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika iya gagal menunjukkan kesalahan tergugat. Prinsip tersebut seiring dengan perkembangan caveat emptor ke caveat venditor, dimana ingin meletakkan aspek keadilan dalam perlindungan konsumen.

  • 3.    Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab (presumption of nonliability)b

Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang terbatas, dan pembatasan demikian biasanya common sense dapat dibenarkan. Contoh penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi si penumpang (konsumen) adalah tanggugjawab dari si penumpang. Dalam hal ini, pelaku usaha tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.

  • 4.    Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability)b

Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability), walaupun demikian, ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability merupakan prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

  • 5.    Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan (limitation of liability)b Pembatasan tanggung jawab adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan ia disenangi oleh para pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.19

Prinsip tanggung jawab yang dilakukan apabila terjadinya kerusakan barang konsumen yang diakibatkan oleh jasa pengiriman barang. Menurut pendapat Bapak Astra kepala cabang J & T Express Denpasar berpendapat bahwa tanggung jawab perusahaan terhadap kerusakan barang kiriman apabila barang tersebut tidak diasuransikan barang tersebut akan diganti rugi dengan 10 (sepuluh) kali ongkos kirim atau senilai harga barang yang rusak tersebut. Pihak J & T Express akan memberikan ganti rugi terhadap barang yang rusak dengan pertimbangan mana yang lebih murah. Prinsip-prinsip tanggung jawab yang digunakan jasa pengiriman barang di Kota Denpasar khususnya J & T Express adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip tanggung jawab

dengan pembatasan (limitation of liability) mencantumkan klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. (Wawancara tanggal 3 Juni 2021).

  • IV. PENUTUP

Berdasarkan uraian dalam hasil dan pembahasan di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan yaitu bahwa hak dan kewajiban antara pihak jasa pengiriman barang dengan pihak konsumen dalam UUPK merupakan suatu bentuk hubungan hukum yaitu : (a) Konsumen dengan pihak jasa pengiriman barang dan (b) Perusahaan pihak jasa pengiriman barang dengan Pihak Pengangkut. Selain itu tanggung jawab perusahaan atas rusaknya barang konsumen yang dikirim melalui jasa pengiriman barang di Kota Denpasar khususnya J & T Express adalah prinsip tanggung jawab dengan pembatasan. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability) Penggunaan prinsip tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan dan pihak konsumen. Adapun saran yang dapat direkomendasikan bahwa sebaiknya hak dan kewajiban antara jasa pengiriman barang di Kota Denpasar dengan konsumen dibuat secara jelas dan tertulis, agar para pihak mengetahui hak dan kewajiban apa saja yang diperoleh selama proses pengiriman barang; kemudian seharusnya pihak jasa pengiriman barang di Kota Denpasar mengganti kerugian konsumen sesuai dengan harga ekonomis suatu barang, agar konsumen tidak dirugikan apabila terjadi kerusakan barang yang disebabkan oleh pihak pengangkut.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta

Ridwan HR, 2014, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta

Suharnoko, 2007, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta

Zaeni Asyhadie, 2014, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,

Rajawali Pers, Jakarta

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2016)

JURNAL :

Agastya, I. B. K., Udiana, I. M., & Sukranatha. A. A. K, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Pengiriman Barang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Pada PT. Pahala Express Delivery Denpasar, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7, (12), (2019)

Baskara, A. A. N. B., Udiana, I. M., & Sukranatha, A. A. K, Tanggung Jawab J&T Express Apabila Terjadi Kerusakan Dalam Pengangkutan Barang, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 8, (2), (2020)

Manuaba, I. B. P. B. K., & Markeling, I. K, Pertanggungjawaban Penyedia Jasa Pengangkutan Barang Dalam Hal Terjadinya Kerusakan Objek Pengangkutan Pada Tiki, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 4, (3), (2017)

Nangin, C., Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Pengiriman Barang Oleh Perusahaan Ekpedisi Menurut UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Lex Crimen, 6 (4), (2017)

Pernando, N., Azheri, B., & Fauzi, W., Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Kerusakan Barang Pengguna Jasa Pengiriman Angkutan Online, Soumatera Law Review, 4 (1), (2021)

Putra, K. B. P., & Rudy, D. G, Tanggung Jawab Penyedia Jasa PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Atas Keterlambatan Barang Ditinjau Dari Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Pada PT Tiki JNE Cabang Buruan Gianyar), Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 7, (8), (2019)

Putri, A. N. A., & Ariyani, N. M, Perlindungan Hukum Terhadap konsumen Pengguna Jasa Pengiriman Barang Dalam Hal Keterlambatan Sampainya Barang, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 5, (2), (2016)

Putri, D. A. A. D., & Sekar, I. D. N, Perlindungan Konsumen Terhadap Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Perusahaan Jasa Pengiriman Barang, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 1, (9), (2013)

Putri, K. A. A., Sukranatha, A. A. K., & Pujawan, I. M, Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Darat Terhadap Barang Kiriman Apabila Mengalami Kerusakan (Studi Pada PT. GED Denpasar Bali). Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 3, (1), (2015)

Sarjana, I. M, Pertanggungjawaban PT. Citra Van Titipan Kilat Atas Lewatnya Waktu Tujuan Pengiriman Makanan Di Kota Denpasar, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 6, (2), (2018)

Supriyatni, R, Tanggung Jawab Pelaku Usaha PT. Telekomunikasi indonesia Tbk. atas Penggunaan Perjanjian Baku Dihubungkan dengan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Sosiohumaniora, 9, (3), (2007)

Winarti, E., & Primadiana, T, Antara Kualitas Pelayanan Jasa Ekspedisi Dengan Loyalitas Konsumen, Jurnal Lentera Bisnis, 5, (2), (2017)

PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42).

Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 5 Tahun 2020, hlm. 47-58.

58