UPAYA HUKUM DEBITUR DALAM PENGALIHAN

OBJEK FIDUSIA DI KABUPATEN BADUNG

Rony Chandra Siagian, Fakultas Hukum Universitas udayana, e-mail: [email protected]

A.A. Gde Agung Dharmakusuma, Fakultas Hukum Universitas udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui upaya hukum debitur kepada kreditur dalam pengalihan objek jaminan fidusia dan untuk mengetahui pengalihan objek jaminan fidusia pada kenyataan yang terjadi di lapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Dengan berfokus pada pengkajian terhadap kesenjangan norma dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Hasil studi menunjukkan bahwa, fakta hukum peralihan objek jaminan fidusia di Kabupaten Badung semakin meningkat yang dikarenakan adanya gagal bayar dari debitur atau ketidakmampuan debitur untuk melanjutkan kreditnya. Dan upaya debitur dalam pengalihan objek dari jaminan fidusia itu wajib dilakukan atas dasar persetujuan dari kreditur sebagai penerima fidusia.

Kata Kunci: Upaya, Pengalihan, Objek, dan Fidusia.

ABSTRACT

This study has a goal to be achieved, namely to determine the legal efforts of the debtor to the creditor in the transfer of the object of the fiduciary guarantee and to determine the transfer of the object of the fiduciary guarantee to the reality that occurs in the field. The method used in this research is empirical legal research. By focusing on the assessment of the gap between norms and the reality on the ground. The results of the study show that the legal facts of the transfer of the object of fiduciary security in Badung Regency are increasing due to default from the debtor or the debtor's inability to continue his credit. And the debtor's efforts in transferring the object of the fiduciary guarantee must be carried out on the basis of the approval of the creditor as the fiduciary recipient.

Keywords: Effort, Transfer, Object, and Fiduciary.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Ketentuan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ( yang selanjutnya disebut dengan UU Jaminan Fidusia) memberikan pengertian yaitu “Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Debitur, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya”.

Yang digunakan sebagai salah satu objek fidusia pada perjanjian kredit yng banyak dilakukan di Kabupaten Badung adalah benda bergerak seperti kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat, akan tetapi yang digunakan oleh debitur sebagai jaminan untuk melunasi angsuran ialah dalam bentuk dokumen kepemilikan atas

kendaraan tersebut. Yang mana kreditur memiliki dana yang disalurkan kepada debitur atau kreditur sebagai penyedia dana. Penyediaan ini dilakukan oleh kreditur untuk keperluan debitur. Penyediaan tersebut diidentikkan dengan jasa. “Jasa yang dimaksud adalah berupa jasa penyediaan uang. Dimana dalam penyediaan jasa ini harus diberikan penilaian sejumlah uang atau dengan kata lain jasa tersebut harus dibayarkan oleh debitur sebagai pihak yang menerima jasa tersebut. Penyediaan tersebut wajib didasarkan pada kesepakatan atau persetujuan antar para pihak. Kesepakatan tersebut berisikan kewajiban bagi debitur untuk melunasi utangnya kepada kreditur dalam jangka waktu tertentu. Pelunasan utang debitur tersebut disertai dengan pelunasan bunga. Pemberian bunga itu sebagai bentuk pembayaran atas jasa yang disediakan oleh kreditur”.1

Berkaitan pada jaminan fidusia diatas, aturan yang berlaku pada jaminan fidusia adalah UU Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia menentukan bahwa “pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.” Selanjutnya, Pasal 36 undang-undang ini menentukan bahwa “pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah”. Ketentuan ini memberikan pengertian bahwa kredit dengan jaminan fidusia tidak boleh dialihkan. Apabila kredit dengan “jaminan fidusia dialihkan, maka diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah. Ketentuan ini menegaskan adanya larangan untuk mengalihkan objek fidusia kepada pihak lain. Larangan ini tidak berlaku sepenuhnya dalam perjanjian kredit tersebut”.2 Maksudnya, pada sisi lain, pengalihan objek fiduisa diperbolehkan dengan catatan debitur memberitahukan kepada lembaga pembiayaan bahwa akan dilakukan pengalihan objek fidusia. Apabila kreditur menyetujui adanya pengalihan tersebut maka dapat dilanjutkan oleh debitur kepada pihak lain.

Pengalihan kredit juga terjadi di Kabupaten Badung. Pengalihan objek jaminan fidusia ini dilakukan karena adanya ketidakmampuan dari debitur membayar angsuran. Apabila terjadi wanprestasi, maka kredit menjadi macet. Pada satu sisi merugikan pihak leasing sebagai penyedia uang dan tagihan. Sedangkan sisi lain merugikan pihak debitur sendiri. Pihak kreditur menjadi rugi karena uang yang telah dikeluarkan tidak kembali secara utuh beserta bunganya. Sedangkan kerugian bagi debitur yaitu terletak pada uang yang telah dikeluarkan untuk down payment (uang muka) pembelian kendaraan mobil dan uang yang dikeluarkan untuk mengangsur atau uang cicilan.

Jurnal ini menggunakan 2 (dua) referensi terdahulu sebagai pembanding, yaitu: Skripsi yang ditulis oleh Putri Ayu Syafitri, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri, yang berjudul Penerapan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Kredit Macet

Berdasarkan Asas Droit De Suite Di Pegadaian Syariah Pamekasan, dengan permasalahan Bagaimana pengaturan Asas Droit De Suite pada kredit macet Jaminan Fidusia berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan bagaimana pelaksanaan eksekusi kredit macet di Pegadaian Syariah Pamekasan. Kemudian juga jurnal yang ditulis oleh Debora R.N.N. Manurung. Yang berjudul Perlindungan Hukum Debitur Terhadap Parate Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia. Dengan permasalahan yang diangkat adalah bagaimana akibat hukum terhadap eksekusi obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dan yang didaftarkan.

Berdasarkan deskripsi dan jurnal pembanding diatas, jurnal ini memiliki perbedaan karena meneliti terjadinya kesenjangan antara Pasal 36 UU Jaminan Fidusia dengan pelaksanaannya. Ketentuan Pasal tersebut melarang adanya pengalihan objek fidusia antara pihak debitur dengan pihak lain. Akan tetapi kenyataannya di Badung, banyak ditemukan adanya pengalihan objek fidusia. “Akibat dari adanya pengalihan objek fidusia tersebut akan dapat berpotensi mendatangkan teguran”.3 Dengan demikian, debitur harus melakukan suatu upaya untuk menangani permasalahan hukum tersebut. Upaya yang dilakukan oleh debitur ini menjadi pusat kajian dari penelitian ini. Kesenjangan tersebut menjadi dasar penelitian ini dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini berjudul “Upaya Debitur Dalam Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Di Badung”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Pengalihan Objek Jaminan Fidusia diatas, menimbulkan permasalahan hukum yang memerlukan pengkajian secara hukum. Adapun permasalahan-permasalahan hukum tersebut antara lain

  • 1.    Bagaimanakah fakta hukum terjadinya pengalihan objek jaminan fidusia di Kabupaten Badung?

  • 2.    Bagaimanakah upaya debitur dalam pengalihan objek jaminan fidusia di Badung?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki tujuan agar didapat pemahaman dan analisis tentang upaya debitur dalam pengalihan objek jaminan fidusia di Badung. Selain itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk mendiskripsikan upaya debitur dalam pengalihan objek jaminan fidusia di Badung. Pada dasarnya penulisan jurnal ini memiliki unsur pembaharuan dalam bidang ilmu hukum, khususnya pada upaya hukum debitur dalam pengalihan objek fidusia.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat yang berfokus pada

penerapan atau implementasi ketentuan normative pada peristiwa hukum tertentu.4 Penelitian hukum empiris ini, berfokus pada pengkajian terhadap kesenjangan norma dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.5 Hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang secara normatif dikaitkan dengan variabel-variabel dalam objek penelitiannya.6 Terkait pada isu hukum dalam meninjau upaya debitur dalam pengalihan objek jaminan fidusia di Badung. Pengalihan objek fidusia ini seringkali dipraktekkan pada setiap transaksi dan tidak jarang pula digunakan sebagai patokan yang baku karena biasa diterapkan antara debitur sebagai pihak pemberi fidusia dan pihak lain sebagai pihak kreditur sebagai penerima fidusia. Adapun Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan jurnal ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dalam bidang hukum perdata yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU Jaminan Fidusia. Selain itu, penelitian ini menggunakan konsep-konsep hukum yaitu konsep kepastian hukum dan menggunakan pendekatan fakta (fact approach). Kedua pendekatan ini menjadi dasar dalam menganalisa isu-isu hukum didalam penelitian ini. Penelitian ini memakai analisis deskriptif kualitatif. Analisis ini berkaitan dengan “data yang telah terkumpul baik data primer berupa data yang diperoleh di lokasi penelitian yakni wawancara dengan pihak responden dan informan. Sedangkan data sekunder berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU Jaminan Fidusia. Data yang diperoleh di lapangan dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh kejelasa dan hasil penelitian”.7

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Fakta Hukum Pengalihan Objek Jaminan Fidusia di Kabupaten Badung

Pengertian fidusia terdapat dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusial, yaitu dalam Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan, fidusia adalah pengalihann hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikkannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan pengertian jaminan fidusia terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia, yang menyebutkan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.8

Objek jaminan fidusia adalah benda-benda yang dijadikan jaminan hutang dengan dibebani jaminan fidusia. Benda-benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bisa dibedakan atas barang-barang bergerak, dan tidak bergerak, berwujud maupun

tidak berwujud, kecuali mengenai hak tanggungan, hipotik kapal laut, hipotik pesawat terbang, dan gadai.9

Fakta hukum pengalihan objek jaminan fidusia, terjadi di Kabupaten Badung. Kenyataannya, terjadi pengalihan objek jaminan fidusia oleh debitur kepada pihak ketiga. Seperti yang dilakukan oleh “I Nyoman Rihendrayana, beralamat di Jalan Gunung Andakasa No. 7 Padang Sambian melakukan mengalihkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa pesetujuan tertulis dari penerima fidusia (lembaga pembiayaan). Perbuatan ini dilakukan oleh debitur berawal dari debitur membeli sebuah mobil Toyota Kijang Inova dengan mengajukan kredit ke pihak PT. Adira Dinamika Finance yang beralamat Jalan Mahendaradatta. Setelah persyaratan pengajuan kredit disetuji, terdakwa sebagai debitur mendapat mendapat fasilitas kredit Rp 87.724.617 dengan angsuran perbulanya Rp 2.642.000 selama 48 bulan. Dalam hal ini, debitur selaku pemberi fidusia tanpa sepengetahuan nemerima fidusia telah mengalihkan objek fidusia berupa mobil Toyota Inova kepada saksi I Wayan Ardika. Dengan mengalihkan fidusia tersebut debitur menerima pembayaran dari pihak ketiga sebesar Rp. 40 juta. Akibat perbuatan terdakwa yang melakukan over kredit kendaran kepada saksi Karok, pihak PT. Adira Dinamika Finance mengalami kerugian sebsar Rp 100.842.079”.10

Kasus pengalihan yang lainnya juga terjadi di Denpasar yaitu Anita Yulistia dan Hafid dengan begitu nekat menggunakan identitas palsu untuk menggelapkan puluhan mobil dalam pengajuan kredit kendaraan pada beberapa korbannya di Denpasar, Bali. Beberapa kali Kedua pelaku menggelapkan kendaraan roda empat di sejumlah wilayah Polresta Denpasar. Pengalihan objek fidusia ini diawali dari aduan I Gede Arya Merandika pada tim Resmob Polresta Bali. Dalam aduannya, korban menerangkan jika kedua pelaku dan korban melakukan transsaksi kendaraan roda empat berupa mobil Xenia bernomor polisi DK-986-LS seharga Rp 26 juta. ketika melakukan transaksi dan dalam pembuatan surat perjanjian, korban mengatakan, diduga kedua pelaku menggunakan kartu tanda penduduk palsu dengan nama Nisa dan M. Dhopir. Setelah surat perjanjian selesai dibuat, debitur membawa mobil korban. “Sepanjang 2 bulan debitur tidak pernah membayar kredit. Kreditur merasa curiga lalu pergi memeriksa rumah kontrakan pelaku. Akan tetapi tidak ditemukan. Dengan tidak ditemukannya pelaku dan mobil tersebut Kreditur merasa curiga, kreditur akhirnya membuat laporan pada Polresta Denpasar. Dengan adanya laporan itu, tim dari Resmob Polresta Denpasar akhirnya menemukan debitur di sekitar Renon Denpasar. Pada polisi, debitur mengakui melakukan pengalihan objek jaminan fidusia yaitu berupa kendaraan Xenia kepunyaan kreditur. Akan tetapi, kendaraan tersebut telah digadai di Bondowoso, Jawa Timur dengan harga Tigapuluh dua juta Rupiah. Pihak debitur, telah mengakui melakukan pengalihan objek jaminan fidusia tersebut sebanyak 6 kali menggunakan tipuan yang sama dengan membuat pengalihan objek jaminan fidusia yaitu kendaraan Suzuki dengan pemilik Simon, uang muka tigapuluh juta Rupiah. Melakukan transaksi di MC donald Keboiwa Denpasar. Demikian dengan para korban lainnya. Mobil-mobil yang diambil oleh kedua tersangka tersebut dari para kreditur ini dengan cara yang sama, kemudian digadaikan di daerah Jawa Timur

dan uang cicilan kredit yang dijanjikan debitur kepada korbannya tidak pernah dibayarkan”.11

  • 3.2.    Upaya Debitur Dalam Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Kepada Kreditur

Upaya debitur dalam pengalihan objek jaminan fidusia ini ialah perlakuan debitur terhadap kreditur atau lembaga pembiayaan. Perlakuan tersebut berdasarkan pada hal perjanjian yang disepakati sebelumnya dengan kreditur. Dengan hal itu perbuatan tersebut merupakan perbuatan hukum. Begitu pula dengan upaya yang dilakukan oleh debitur adalah upaya hukum. upaya hukum dapat di bedakan menjadi upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dapat ditempuh melalui pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan tingkat kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa dapat ditempuh melalui proses peninjauan kembali atas segala kasus yang ada.12 Upaya hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum yang berlaku yaitu KUH Perdata dan UU Jaminan Fidusia.13 Dalam pembahasan ini hanya mengkaji upaya hukum yang dilakukan oleh debitur (bukan upaya sosial).

Debitur, dalam membuat perjanjian terdahulu dengan kreditur didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang.14 Perjanjian ini hanya berlaku bagi debitur dan kreditur (lembaga pembiayaan) sebagai pihak yang membuatnya saja. Sehubungan dengan pengalihan objek jaminan fidusia ini debitur memiliki dua hubungan. Hubungan yang pertama yaitu debitur dengan kreditur (lembaga pembiayaan).15 Dalam hubungan ini pihak debitur sebagai pihak pemberi objek fidusia sedangkan pihak kreditur sebagai pihak penerima fidusia. Sedangkan “hubungan yang kedua yaitu pihak debitur dengan pihak ketiga. Hubungan ini, debitur bukan lagi sebagai pihak pemberi objek jaminan fidusia tetapi sebagai penjual objek fidusia dan pihak ketiga sebagai pembeli objek fidusia”.16 Kedua hubungan ini berlaku bagi debitur saja atau tidak berlaku bagi kreditur maupun pihak ketiga. Atas dasar hubungan yang dimiliki oleh debitur

tersebut, maka debitur wajib melakukan upaya-upaya hukum dalam melaksanakan kewajibannya karena dalam setiap hubungan itu melekat kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada debitur. Hubungan yang tercipta dalam pengalihan objek jaminan fidusia antara debitur dengan kreditur adalah hubungan hukum karena didasarkan pada perjanjian kredit dan memiliki kekuatan hukum. Sedangkan hubungan debitur dengan pihak ketiga tidak memiliki hubungan hukum karena pengalihan objek fidusia tersebut tidak sah seperti yang tertera pada Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian.

Berkaitan dengan perjanjian antara kreditur dengan debitur, debitur selaku pihak yang mengalihkan dan pihak kreditur selalu mengakui bahwa pihak dari penjual sebagai debitur yang sah sehinga pada pihak pembeli selaku penerima pengalihan kredit tersebut tidak dapat memperoleh perlindungan hukum yang cukup kuat. Sedangkan terkait paeda objek jaminan fidusia, “Pasal 23 UU Jaminan Fidusia yaitu debitur dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditur”. aturan ini memberikan arti bahwasanya mengalihkan objek jaminan fidusia harus didasarkan atas persetujuan kreditur. Dengan kata lain, apabila kreditur tidak memberikan persetujuan, maka tanggungjawab debitur yang mengalihkan objek pada jaminan fidusia dilakukan dengan tanpa melalui persetujuan kreditur.

Menurut I Dewa Made Susila (wawancara pada tanggal 20 April 2021, jam 10.15 Wita) selaku Direktur Keuangan PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. cabang Denpasar bahwa “jual beli objek fidusia itu, pada awalnya berasal dari debitur untuk mengalihkan kreditnya atau menutup kreditnya. Pengalihan ini dikarenakan ketidaksanggupan untuk melanjutkan pembayaran kredit atau adanya ketidakmampuan secara keuangan akibat usaha miliknya sedang tidak lancar”. Ketidakmampuan debitur ini menjadi faktor utama penyebab terjadinya pengalihan tersebut. Pengalihan ini memang sering kali terjadi di Kabupaten Badung. Seharusnya, pengalihan tersebut tidak terjadi apabila debitur masih mampu membayar kreditnya.

Menurut Eka Sugeng Septiawan selaku debitur pada salah satu lembaga pembiayaan di Kabupaten Badung (wawancara pada tanggal 18 April 2021, jam 09.00 Wita), mengungkapkan bahwa “upaya hukum yang dilakukan dalam hubungannya dengan kreditur adalah tetap melaksanakan kewajibannya sebagai debitur. Dalam hal ini, Eka Sugeng Septiawan tetap melanjutkan kreditnya di lemabaga pembiayaan tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Upaya yang dilakukan oleh Eka Sugeng Septiawan ini merupakan upaya hukum yang sesuai dengan perjanjian kredit yakni sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata. Selain itu, Eka Sugeng Septiawan juga memiliki itikad yang baik untuk melaksakan perjanjian dengan kreditur”.

Berbeda dengan Bapak Rizki selaku debitur di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (wawancara pada tanggal 18 April, jam 14.20 Wita) mengatakan bahwa “pengalihan objek jaminan fidusia itu dilakukan karena sudah tidak mampu melanjutkan kredit. Ketidakmampuan dari Bapak Rizki ini merupakan hambatan mengangsur kredit atau mengalami gagal bayar. Kondisi ini disebabkan bukan dari Bapak Rizki, tetapi disebabkan karena adanya virus covid-19 yang sangat merugikan usahanya”.17 Pada awalnya, “Bapak Rizki telah mengajukan keberatan untuk

melanjutkan kredit, oleh pihak kreditur disarankan untuk mengajukan penangguhan kredit. Setelah mendapat informasi tentang tata cara dan persyaratan pengajuan penangguhan kredit, dimana Bapak Rizki tetap merasa keberatan karena penangguhan kredit tersebut Bapak Rizki tetap membayar. Pembayaran ini berupa pembayaran bunga kredit saja. Sedangkan pokok hutang diperbolehkan untuk tidak membayar. Berdasarkan perhitungan dari Bapak Rizki yaitu apabila kewajibannya hanya membayar bunga kredit saja, sedangkan pokok hutang itu tetap, maka uang yang dibayarkan tersebut tidak dapat mengurangi pokok hutang. Jadi Bapak Rizki tetap memiliki hutang sampai kondisi keuangan atau perekonomian di Bali pulih”.

Berkenaan dengan kondisi yang dialami oleh Bapak Rizki tersebut, maka beliau mengurungkan niatnya untuk mengajukan penangguhan kredit. Berada dalam kondisi ekonomi yang kacau balau itu, beliau memiliki niat untuk mengalihkan objek jaminan fidusia tersebut kepada temannya. Pengalihan ini dilakuakan dengan cara ganti uang muka. Uang muka yang telah dibayarkan sebelumnya oleh debitur kepada kreditur. Penggantian uang muka ini dibebankan pada pihak ketiga. Pengalihan objek fidusia ini dilakukan dengan cara menawarkan kepada temannya untuk dilanjutkan kreditnya. Temannya tersebut menjadi pihak ketiga. Pihak ketiga ini, selain mengganti uang muka debitur juga memiliki kewajiban untuk melanjutkan kredit dari debitur. Dimana pihak ketiga memiliki kewajiban membayar sisa hutang debitur kepada kreditur. Dalam hal ini pihak ketiga hanya memiliki kewajiban terhadap debitur (bukan kepada kreditur) saja. Pihak ketiga tidak memiliki hubungan hukum dengan kreditur. Hubungan hukum itu hanya antara debitur dengan kreditur (lembaga pembiayaan) saja.

Upaya yang dilakukan oleh debitur itu, merupakan upaya pencegahan kredit macet. Dimana debitur telah melakukan upaya agar kreditnya tidak mengalami gagal bayar. Apabila terjadi gagal bayar, maka objek jaminan fidusia tersebut ditarik oleh kreditur sebagai penerima fidusia. Upaya pengalihan ini “tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia”.18 Selain itu, bertentangan dengan “Pasal 36 UU Jaminan Fidusia, yaitu “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,-(lima puluh juta rupiah)”.19 Dengan demikian, pada satu sisi, pihak debitur dapat dikenakan sanksi pidana karena telah melakukan pengalihan objek jamianan fidusia tanpa persetujuan dari kreditur. Pada sisi lain, kredit yang dibayarkan oleh pihak ketiga kepada kreditur tersebut lancar atau tidak mengalami gagal bayar seperti yang dialami oleh Bapak Rizki (debitur). Pembayaran kredit yang dilakukan oleh pihak ketiga ini atas nama debitur bukan atas nama pihak ketiga. Dengan demikian, tidak ada masalah dengan kredit yang dibayarkan oleh debitur kepada kreditur. Walaupun tanpa persetujuan dari kreditur, debituir melakukan pengalihan objek jaminan fidusia,

tetapi kreditnya tetap bisa dilanjutkan. Upaya debitur ini akan tetap dikatakan bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia karena mengalihkan tanpa persetujuan dari kreditur.

  • IV.    Kesimpulan

Dengan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan yaitu Fakta hukum peralihan objek jaminan fidusia di Kabupaten Badung semakin meningkat yang dikarenakan adanya gagal bayar dari debitur atau ketidakmampuan debitur untuk melanjutkan kreditnya. Sehingga terjadi pengalihan kredit tanpa pemberitahuan kepada kreditur. Oleh sebab itu, upaya pengalihan objek jaminan fidusia tersebut tidak boleh dilakukan. Upaya yang dilakukan oleh debitur tersebut merupakan upaya yang bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata terkait dengan sahnya perjanjian pengalihan objek jaminan fidusia. Perjanjian pengalihan tersebut adalah suatu perjanjian yang tidak sah karena tidak memenuhi syarat objektif dari perjanjian. Dengan demikian, maka perjanjian pengalihan objek jaminan fidusia tersebut batal demi hukum. Berkaitan dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh debitur dan pihak ketiga itu merupakan perbuatan melawan hukum dan akibatnya dapat dikenakakan sanksi pidana. Walaupun kredit yang dibayarkan kepada kreditur itu lancar, tetapi terjadi pengalihan. Sebaiknya, pihak kreditur harus lebih selektif dalam memberikan kredit kepada debitur agar tidak terjadi pengalihan objek jaminan fidusia yang bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan demikian, maka dapat mengurangi kasus-kasus yang terjadi di Kabupaten Badung. Upaya debitur dalam pengalihan objek dari jaminan fidusia itu wajib dilakukan atas dasar persetujuan dari kreditur sebagai penerima fidusia. Setelah adanya persetujuan dari kreditur, maka objek jaminan fidusia barulah dapat dialihkan pada pihak ketiga sesuai pada aturan yang berlaku. Maka dari itu, pengalihan objek jaminan fidusia menjadi sah dan memiliki dasar hukum yang kuat dan memperoleh perlindungan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004).

Badrulzaman, Darus, M., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001)

Fajar Mukti dan Yulianto Achmad. "Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)

Jurnal:

Diksa, I Gede Agung Pasek Pertama, Ida Bagus Putu Sutama, “Pembebanan Benda Bergerak Sebagai Jaminan Fidusia Pada Lembaga Perkreditan Desa Di Desa Adat Cemagi Kabupaten Badung.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 6, (2019): 1-15.

Pramuna Dwiantara, I Kadek, Ni Ketut Supasti Dharmawan, Ida Bagus Putra Atmadja. “Penanggulangan Kredit Macet Melalui Proses Restrukturisasi Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Negara, Kabupaten Jembrana.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 3, No. 3 (2015.): 1-6.

Rilda, Murniati, Oktaviana Selvia, and Parameswari Putri Ayu. "Kedudukan Hukum Akta Jaminan Fidusia Yang Dibuat Oleh Notaris Di Luar Wilayah Kerjanya (Studi Notaris di Bandar Lampung)." Pactum Law Journal 2, no. 01 (2018): 522536.

Tirana, Garin, Lastuti Abubakar, and Tri Handayani. "Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Piutang Atas Jaminan Hak Guna Bangunan Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi." Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan 2, no. 2 (2019): 267-285.

Manurung, Debora RNN. "Perlindungan Hukum Debitur Terhadap Parate Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia." PhD diss., Tadulako University, 2015.

Hutapea, Ester Reonida. "Upaya Hukum Terhadap Debitur Wanprestasi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Cik Ditiro Yogyakarta)." PhD diss., UAJY, 2009.

Patrama, Anak Agung Gede Agung Ari; A Gede Agung Darma, Suatra Putrawan, “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Werdhi Sedana Kabupaten Gianyar.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No. 6, (2019): 1-14.

Suparman, Jesse Adam, and Suatra Putrawan. "Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Dilegalisasi Oleh Notaris." Jurnal Kertha Semaya 4, no. 3 (2016): 1-12.

Nurkhaliza, Adena, I Made Udiana, Sutra Putrawa, “Eksekusi Barang Jaminan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet Pada Lembaga Pembiayaan.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No. 6, (2019): 1-16.

Kharismawan, I Wayan; I Wayan Novy Purwanto, “Kewajiban Pemberi Fidusia Dalam Hal Obyek Jaminan Fidusia Dirampas Negara”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No. 9, (2019): 1-13.

Tamara Sheila Saraswati, I G AA.; Sri Utari, Anak Agung. “Kekuatan Hukum Perjanjian Utang Piutang Dibawah Tangan”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 3, (2017).

Siwananda, Putu Genta, Ayu Putu Laksmi Danyanthi, “Jaminan Fidusia Yang Dijaminkan Oleh Penerima Fidusia Kepada Pihak Ketiga”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 8, (2019): 1-16

Internet

Nama, R.S., Over Kredit Kendaraan Tanpa Izin Finance, Dipenjara 9 Bulan, Bali News Network, http://balinewsnetwork.com/2018/04/09/over-kredit-kendaraan-tanpa-izin-finance-rihendrayana-dipenjara-9-bulan/, diakses pada tanggal 19 April 2021, Pk. 03.03 Wita.

Anonim, Modal KTP Palsu, Pasutri di Bali Gelapkan Puluhan Mobil Kredit, Kriminologi.id.https://www.suara.com/partner/content/kriminologi/2018/08 /13/090250/modal-ktp-palsu-pasutri-di-bali-gelapkan-puluhan-mobil-kredit, diakses pada tanggal 19 April 2021, Pk. 03.21 Wita.

Kristianto, F., Kredit Terdampak Corona di Bali sekitar 150.000 Nasabah, Nominal Rp23                           Triliun,                           Bisnis.com.,

https://bali.bisnis.com/read/20200504/538/1236183/kredit-terdampak-corona-di-bali-sekitar-150.000-nasabah-nominal-rp23-triliun, diakses pada tanggal 12 April 2021, Pk. 04.08 Wita.

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790).

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889).

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 10 Tahun 2021, hlm.834-844

844