PENGATURAN IZIN PEMANFAATAN KARYA EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL ATAS PENGGUNAAN KOMERSIAL

Ni Putu Dina Darmita Agustiani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Ketut Sukranatha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penyusunan jurnal memiliki tujuan memperoleh pemahaman atas makna negara sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional sesuai pada ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta serta perolehan izin atas pemanfaatan-pemanfaatan ekspresi budaya tradisional yang bersifat komersial. Penyusunan jurnal memakai metode penelitian normatif yang mengkaji kekaburan norma pada Pasal tersebut. Menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum, serta menggunakan bahan hukum primer berupa UUD 1945, UU Hak Cipta dan UU Pemerintahan Daerah dan bahan hukum sekunder berupa buku dan artikel yang berkaitan dengan EBT. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yakni studi pustakaan dan teknik analisis bahan hukumnya menggunakan teknik deskripsi dan teknik argumentasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang diperoleh yakni pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota adalah representasi negara untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan diwilayahnya. Termasuk berwenang mengawasi penggunaan dan pemanfaatan ekspresi budaya tradisional memiliki pengaruh positif terhadap masyarakat diwilayah ekspresi budaya tradisional berasal. Karena kebudayaan merupakan bagian dari Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak memiliki keterkaitan Pelayanan Dasar sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 12 ayat 2 huruf p dan dipertegas lagi melalui lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 2) Pihak asing dapat memperoleh izin pemanfaatan ekspresi budaya tradisional melalui perjanjian pemanfatan dengan mengajukan permohonan izin kepada Pemerintah Dearah dimana Ekspresi Budaya Tradisional tersebut berasal dengan memperhatikan konsep pembagian keuntungan sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakat tradisional atas ekspresi budaya tradisionalnya.

Kata Kunci: izin, pemanfaatan, ekspresi budaya tradisional

ABSTRACT

The preparation of the journal has the aim of gaining an understanding of the meaning of the state as the copyright holder for traditional cultural expressions in accordance with the provisions of Article 38 paragraph (1) of the Copyright Law and obtaining permits for commercial uses of traditional cultural expressions. The preparation of the journal uses a normative research method that examines the ambiguity of norms in the article. Using a statutory approach and legal concept analysis approach, as well as using primary legal materials in the form of the 1945 Constitution, Copyright Law and Regional Government Law and secondary legal materials in the form of books and articles related to traditional cultural expressions. The technique of collecting legal materials used is literature study and analysis techniques of legal materials using descriptive techniques and argumentation techniques. The results obtained from the research obtained are that the regional government at the provincial, district/city level is a representation of the state to carry out government affairs in its territory. Including the authority to supervise the use and utilization of traditional cultural expressions has a positive influence on the community in the area where traditional cultural expressions originate. Because culture is part of the Mandatory Government Affairs which has no connection with Basic Services as stated in Article 12

paragraph 2 letter p and reaffirmed through the attachment of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government. 2) Foreign parties may obtain a permit for the use of traditional cultural expressions through a utilization agreement by submitting an application for a permit to the Regional Government where the Traditional Cultural Expression originates by taking into account the concept of profit sharing as a form of appreciation to traditional communities for their traditional cultural expressions.

Keywords: permission, utilization, traditional cultural expressions

  • I.    Pendahuluan.

    1.1    Latar Belakang

Di Indonesia kebudayaan merupakan keseluruhan proses serta hasil interaksi antar kebudayaan di wilayah-wilayah Indonesia. Pengertian dari kebudayaan sendiri yakni kebiasaan kehidupan masyarakat suatu wilayah tertentu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan di Indonesia meliputi berbagai macam etnis yang tersebar diberbagai daerah, sehingga dikategorikan sebagai kebiasaan masyarakat yang dipegang teguh dan dilindungi.1 Budaya tradisional dapat diartikan sebagai identitas dari negara Indonesia yang dapat dipergunakan mensejahterahkan rakyat sehingga dapat diketahui jika budaya tradisional adalah bagian dari karya intelektual yang wajib mendapatkan perlindungan hukum. Budaya tradisional memiliki berbagai bentuk salah satunya Ekspresi Budaya Tradisional yang selanjutnya disebut dengan EBT.2 Terdapat perbedaan antara EBT dengan karya intelektual pada umumnya yakni dapat dilihat bahwa EBT lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat komunal dan pelestariannya dilakukan secara turun temurun. Sehingga dapat dikategorikan sebagai warisan tak benda atau intangible cultural heritage.3

Negara Indonesia termasuk kategori negara kepolauan yang jumlaah pulau lebih dari 20.000 dan disetiap pulaunya terdapat berbagai kebiasaan, adat istiadat, budaya dengan ciri khas yang berbeda-beda sehingga menciptakan kekayaan intelektual yang melimpah yakni ekspresi budaya tradional. Keberadaan EBT yang beragam di Indonesia merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi terutama dalam bidang seperti ekonomi kreatif dan industri pariwisata.4 Dalam perlindungannya, sistem hukum hak cipta dipergunakan dalam upaya melindungi karya-karya EBT dari tindakan yang tidak diinginkan. Sebagai aset negara yang memiliki potensi untuk kemakmuran masyarakat negara karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun karena ada perkembangan di bidang teknologi timbul berbagai penggunaan secara tidak pantas terhadap ekspresi budaya tradisional.

Bentuk komersialisasi terhadap ekspresi budaya tradisional bahkan terjadi pada tingkat global. Komersialiasai tersebut berdampak kepada komunitas mayarakat adat pemilik dari ekspresi budaya tradisional karena dapat mempengaruhi nilai-nilai budaya dan adat yang bersifat sakral yang disebabkan oleh perubahan karya menjadi komoditas komersial.

Sistem perlindungan yang lemah dan belum tepat merupakan salah satu faktor tersebut. Perlindungan hukum tersebut diperlukan karena dalam era perdagangan bebas banyak pihak dari negara maju mencari alternative barang/karya yang akan diperdagangkan. Eksploitasi terhadap karya-karya ekspresi budaya tradisional hampir tidak memberikan konstribusi kepada negara asal karya tersebut atau kepada masyarakat komunal tempat ekspresi budaya tradisional tersebut berasal.5 Lemahnya perlindungan hukum menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap penggunakan karya pada EBT di Indonesia atas penggunaan pihak asing tanpa ijin. Rezim perlindungan terhadap karya EBT menggunakan rezim KI (kekayaan intelektual) yang bersifat individual tidak sepenuhnya mempu melindungi karya ekspresi budaya tradisional. faktor lain yakni sikap ketidakpedulian dari masyarakat pengembannya karena dirasa tidak mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Pelindungan terhadap EBT di instrument hukum baik ditingkat nasional maupun internasional telah berusaha memberikan perlindungan. Apabila ditinjau dari rezim (KI) kekayaan intelektual, di negara Indonesia karya EBT dilindungi menggunakan rezim hak cipta yakni diketentuan Pasal 38 Undang Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta ( lebih lanjut disebut UU Hak Cipta). Pada rumusan Pasal 38 ayat (1) menjelaskan bahwa “Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional di pegang oleh negara”, kemudian ketentuan Pasal 38 ayat (4) menjelaskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Tapi hingga saat ini ketentuan Pasal 38 ayat (4) mengenai peraturan pemerintah belum tersusun, hal tersebut berpengaruh pada makna “negara” dalam rumusan Pasal 38 ayat (1). Sehingga hal tersebut mempengaruhi perlindungan ekspresi budaya tradisional khususnya dalam permohonan izin atas penggunaan komersial dan pembagian manfaat atas penggunaan komersial.

Sebagai perbandingan keaslian dari penelitian ini, terdapat dua penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai referensi yakni berupa jurnal-jurnal izin penggunaan komersil atas ekspresi budaya tradisonal. Jurnal yang dimaksud yakni 1) Masyarakat Hukum Adat Dan Konsep Penguasaan Negara Atas Ekspresi Budaya Tradisional Di Indonesia Oleh Ida Bagus Wir Adi Manuaba Dan Anak Agung Duwira Hadi Santosa. 2) Prospek Perlindungan Hukum Ekpresi Budaya Tradisonal Dalam Perspektif Hak Cipta Oleh I Made A.D Mustika Dan Ni Ketut Supasti Dharmawan. Terdapat perbedaan penelitian jurnal-jurnal tersebut dengan penelitian pada jurnal penulis yakni jurnl oleh Ida Bagus Wira Adi Manuaba Dan Anak Agung Duwira Hadi Santosa membahas mengenai kedudukan negara serta kedudukan masyarakat pengemban dalam perlindungan EBT dan jurnal oleh Ida Bagus Wira Adi Manuaba Dan Anak Agung Duwira Hadi Santosa mambahas mengenai perlidungan EBT dari pembajakan oleh negara asing. Sedangkan penelitian dalam jurnal penulis membahas

mengenai makna negara dan perolehan izin kepada negara atas pemanfaatan hak ekonomi EBT oleh pihak asing.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Rumusan masasalah yang diangkat dari pemaparan latar belakang diatas yakni

  • 1.    Bagaimana makna negara sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional

  • 2.    Bagaimana pengaturan izin penggunaan komersial karya ekspresi budaya tradisional?

  • 1.3    Tujuan penulisan

Penyusunan artikel ilmiah ini bertujuan memberikan pemahaman dan pengetahuan atas makna negara sebagai pemegang hak cipta dari karya-karya ekspresi budaya tradisional dan tentang perolehan izin atas pemanfaatan-pemanfaatan ekspresi budaya tradisional yang bersifat komersial yang didalamnya memuat mengenai pembagian keuntungan kepada masyarakat tradisional

  • II.    Metode penelitian

Penelitian hukum yang digunakan dalam jurnal ini yakni penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktinal, dimana hukum di konsepsikan sebagai yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau norma yang dijadikan patokan masyarakat dalam berprilaku.6 Dalam penelitian hukum normatif pada jurnal ini membahas mengenai kekaburan norma atau norma kabur pada Pasal 38 ayat (1) UU Hak Cipta yang berpengaruh pada ketentuan izin pemanfaatan EBT. Pendekatan yg dipergunakan dalam metode penelitian ini yakni pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Sumber bahan hukum dalam penyusunan artikel ilmiah ini yakni berupa bahan hukum primer yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Serta bahan hukum sekunder yakni buku, artikel, dan jurnal ilmiah yang berhubungan dengan karya ekspresi budaya tradisional yang dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum berupa studi pustakaan dan teknik analisis bahan hukumnya menggunakan teknik deskripsi serta teknik argumentasi.

  • III.    Hasil Dan Pembahasan

    3.1    Makna Negara Sebagai Pemegang Hak Cipta Ekspresi Budaya Tradisional

EBT merupakan karya intelektual dengan kandungan unsur karakteristik warisan tradisional di lingkup ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang diciptakan, dikembankan dan dipelihara komunitas masyarakat tradisional tertentu. Bentuk dari karya EBT mencangkup ekspresi material dan immaterial atau kombinasi dari ekspresi materiil dengan imateriil yang menunjukan keberadaaan suatu budaya atau pengetahuan tidak terbatas pada ekspresi verbal, suara, gerak, atau ekspresi material saja yang mana sifatnya diwariskan turun-temurun. Sejatinya perlindungan terhadap karya EBT yang merupakan identitas sosial budaya dirawat dan dikembangkan pemangkunya sesuai dengan hukum dan praktik adat. Dengan demikian diketahui bahwa pemelihara dan pengembang karya-karya EBT yakni masyarakat tradisional

dan dapat disebut sebagai pemilik dari EBT. Berdasarkan rumusan Pasal 38 ayat (1) menjelaskan yakni “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.” Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa negara memiliki kewajiban-kewajiban berkaitan dengan karya-karya EBT yakni menginventarisasi, menjaga, dan memeliharanya sesuai ketentuan dalam Pasal 38 ayat (2). Ketentuan penguasaan Negara atas EBT lebih lanjut ditegaskan dalam Peraturan pemerintah sesuai Pasal 38 ayat (4) namun hingga saat ini Peraturan tersebut belum dilaksanakan pemerintah, sehingga menimbulkan problematika ketidakjelasan atau kekaburan terhadap makna daripada “negara”.

Keterlibatan negara sebagai pemegang hak cipta dari EBT serta penguasaan terhadap karya tersebut perlu penegasan yang jelas. Sebagai justifikasi terdapat teori mengenai penguasaan negara atas ekspresi budaya tradisional oleh Bagir Manar. Konsep penguasaan negara menurut Bagie Manar melingkupi beberapa diantaranya negara sebagai representasi negara memiliki wewenang atas penentuan hak dari wewenang tersebut, mengatur serta mengawasi pemanfaatan EBT, menyediakan moda dalam bentuk perusahaan negara.7

Dalam rumusan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menejlaskan bahwa bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintah daerah, yang datur oleh Undang-Undang”. Dalam kaitannya tentang pembagian wilayah yaknin negara atas daerah provinsi, kabupaten serta kota, dirumuskan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah merumuskan bahwa “Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.” Dalam upaya pemeliharaan dan pengelolaan karya EBT, pemerintahan tingkat daerah berperan dalam pengelolaan-pengelolaan karya EBT di daerahnya. Dari pengelolaan-pengelolaan tersebut dimaksudkan agar nantinya dapat berdampak positif khususnya dalam hal mensejahterahkan masyarakat daerah bersangkutan. Kebudayaan sendiri menjadi UrusanPemerintahan Wajib tidak memiliki kaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 12 ayat (2) huruf p. Urusan Pemerintahan tersebut adalah bagian dari urusan pemerintahan konkuren di kewenangan daerah. Pembagian urusan pemerintahan ditentukan pada lampiran UU Pemerintahan Daerah dibagian sub bidang kebudayaan dibagi menjadi tiga urusan yakni :

  • a.    Urusan pemerintah pusat dalam sub kebudayaan yakni kewajiban masyarakat lingkup provinsi untuk mengelola kebudayaan, memberikan perlindungan terhadap kekayaan komunal oleh bidang kebudayaan tersebut, dan kewajiban masyarakat provinsi untuk melestarikan tradisinya.

  • b.    Urusan pemerintah daerah provinsi dalam sub bidang kebudayaan yakni kewajiban masyarakat lingkup kabupaten/kota untuk mengelola kebudayaan dalam di provinsi terkait, melestarikan tradisinya dalam provinsi terkait, kewajiban lembaga adat kabupaten./kota untuk melakukan pembinaan.

  • c.    Urusan pemerintah daerah kabupaten/kota di sub bidang kebudayaan yakni kewajiban masyarakat lingkup kabupaten/kota untuk mengelola kebudayaan, melestarikan tradisinya dan pembinaan lembaga adat di kabupaten/kota terkait.

Dari pemaparan tersebut diketahui yakni penguasaan negara berarti bahwa pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota merupakan representasi negara yang memiliki peran dalam melindungi dan mengawasi pemanfaatan dari karya intelektual komunal di bidang kebudayaan dimana pelaksanaannya dengan cara bekerja sama dengan pemangku dan Sentra Hak Kekayaan Intelektual.8 Pada konsep perlindungan terhadap EBT disuatu daerah, pengemban memiliki keterkaitan erat yang tidak terpisahkan oleh EBT. Masyarakat hukum adat yang berkedudukan sebagai pengamban dari EBT memiliki peranan penting dalam kelestarian dari EBT sehingga seharusnya pemegang hak cipta dari EBT dipegang oleh masyarakat hukum adat. Sedangkan dalam konsep otonomi daerah memberikan ketegasan bahwa penyelengaraan pemerintahan merupakan bagian dari fungsi dan tugas pemerintahan dimana kewenangannya terbagi atas pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten atau kota sebagai otoritas Negara. Pemerintahan daerah dalam hal ini memiliki fungsi melindungi EBT dari tindak monopoli maupun pemanfaatan tanpa izin oleh pihak asing. Berdasarkan hal tersebut, konsep dari penguasaan Negara atas EBT belum sesuai karena secara komperensif masyarakat adat selaku pengemban yang memahami menganai hal-hal prinsipil dari EBT yang telah diwariskan turun-temurun, dan dapat dikatakan sebagai warisan komunal dimana kepemilikannya bersifat komulatif yang memunculkan gagasan bahwa EBT merupakan suatu karya milik umum (public domain). Sehingga konsep dari penguasaan Negara atas EBT dengan tidak memberikan penjelasan menganai status hukum dan kedudukan pengembannya dapat merugikan kepentingan dari pengamban tersebut atau masyarakat adat terkait.

  • 3.2    Permohonan Izin Penggunaan Komersial Karya Ekspresi Budaya Tradisional

Pihak lain atau pihak asing selain dari pada pencipta dan pemegang hak cipta dapat menggunakan hak ekonomi dari suatu ciptaan jika telah memperoleh izin atas penggunaannya untuk mereproduksi ciptannya, membuat salinan atas ciptaanya, serta menjual baik ekspor atau impor.9 Pemegang hak cipta hanya dapat memiliki sebagain dari hak eksklusif suatu ciptaan yakni hak ekonomi yang diperoleh dengan cara pengalih. Hal demikian dikarenakan suatu ciptaan dapat beralih atau dialihkan sebagian atau seluruhnya karena beberapa hal yakni pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab lain yang dibenarkan undang-undang (Pasal 16 ayat (2)). Sebagai bagian dari hak eksklusif, hak ekonomi yang dimaksud dapat dimanfaatkan untuk mengumumkan ciptaan, memperbanyak ciptaan dan memberikan izin untuk memanfaatkan ciptaannya. Izin dalam konteks ini disebut dengan pemberian lisensi ke pihak lain dari pencipta/pemegang hak cipta untuk memanfaatkan ciptaan baik itu memperbanyak atau mengumumkan. Hal tersebut sejalan dengan rumusan Pasal 9 ayat (2) merumuskan bahwa “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.” Pihak penerima izin yang selanjutnya disebut penerima lisensi diberikan izin tertulis oleh pemegang hak cipta/ pemilih hak terkait dilengkapi dengan syarat

dan jangka waktu tertentu yang tidak melebihi masa berlaku hak cipta dari ciptaan tersebut.

Berkaitan dengan izin penggunaan hak ekonomi suatu ciptaan, pemanfaatan EBT secara komersial harus menggunakan sistem kemitraan karena banyak karya EBT dimanfaatkan perusahaan asing atau pihak asing. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat memberikan bentuk pengakuan ekspresi budaya tradisional berupa pembagian manfaat yang bersifat adil berkaitan dengan penggunaan EBT secara komerisial oleh pihak asing. Dalam hal ciptaan EBT, hak eksklusif yakni hak moral yang memberikan perlindungan mengenai kewajiban perolehan izin dari masyarakat adat sebagai pengembannya untuk pemanfaatan EBT baik secara komersial atau non komersial. EBT dalam rumusan Rancangan Undang-Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yakni sebagai karya intelektual dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi dengan unsur karakteristik yang sifatnya turun temurun yang dipelihara, dikembangkan, dimanfaatkan oleh masyarakat pengemban. Hal ini mengandung makna bahwa EBT melekat dengat sifat yang komunalistik.10 Dari ketentuan tersebut terdapat perbedaan mengenai kedudukan izin pemanfaatan atau penggunaan hak ekonomi suatu ciptaan. Terhadap ciptaan yang bersifat pribadi izin penggunaan merupakan bagian dari hak ekonomi sedangkan pada ciptaan ekspresi budaya tradisional izin pemanfaatan merupakan bagian dari hak moral. Dalam perolehan izin pemanfaatan EBT diharuskan, sebagai salah satu bentuk upaya perlindungan dari EBT itu sendiri sebagaimana yang telah tersusun dalam draf WIPO (world intellectual property organization). Hal serupa juga diatur dalam Convention on Biological Diversity, dimana pihak lain yang ingin memanfaatkannya khususnya secara penggunaan komersial diharukan untuk mendapatkan persetujuan pemegang hak ciptaya terlebih dahulu, serta mendukung pembagian manfaat secara adil penggunaannya. Dari ketentuan-ketentuan tersebut diketahui bahwa penggunaan karya EBT atau pengetahuan tradisional oleh pihak asing harus tetap menghormati hak-hak masyarakat adat meliputi hakpembagian keuntungan secara adil , perolehan izin atas pemanfaatannya serta hak diakui sebagai pemangku karya EBT dan pengetahuan tradisional.11 pembagian keuntungan atas pemanfaatan EBT merupakan suatu bentuk penghargaan kepada masyarakat adat atas karya EBT yang sudah dilahirkan, dipelihara dan dikembangkan. Sehingga pemanfaatan diluar dari lingkungannya, masyarakat adat berhak mengawasi agar tidak menimbulkan kerugian kepentingannya sebagai pengemban dari EBT.

Namun makna negara dalam Pasal 38 ayat (1) yang belum jelas, menimbulkan kerancuan kepada siapa pihak lain harus mengajukan izin. Apakah negara dalam konteks ini pemerintah pusat, pemerintah daerah dan apakah masyarakat pengemban telah diwakilkan kedudukannya?. Negara dalam melaksanakan kewenangannya dalam arti konkrit seharusnya menjabarkan makna negara tersebut serta menyebutkan instansi pemerintah mana yang bertanggungjawab. Negara dalam hal ini pemerintah daerah sebagai representasinya dari tingkat Pemerintah Daerah Provinsi sampai Kabupaten/Kota memiliki tugas perlindungan dalam hal ini perlindungan EBT dan

pemanfatannya melalui konsep ekonomi daerah yang ditegaskan dalam kewenangannya.12 Keberadaan lembaga pemerintah mewakilkan kepentingan nasional atas pemanfaatan sekaligus sebagai entitas budaya yang merepresentasikan kepentingan masyarakat adat Dari pemaparan tersebut maka pihak asing yang ingin memanfaatkan ekspresi budaya tradisional untuk kepentingan komersial maupun non komersial harus mengajukan permohonan izin kepada Pemerintah Dearah dimana Ekspresi Budaya Tradisional tersebut berasal. Izin yang dimakud berupa lisensi, dimana diartikan sebagai bentuk izin tertulis yang diberikan ke penerima lisensi untuk dapat menggunakan hak ekonomi pencipta seperti mengumumkan, mendristribusikan dan menggandakan ciptaan untuk mendapatkan keuntungan. Selama perjanjian lisensi, penerima lisensi berwajiban untuk memberikan royalty ke pemegang hakcipta sebagaimana yng dirumuskan Pasal 80 ayat (3). Sehingga pemegang hak cipta tetap dapat menikmati maanfaat ekonomi ciptaannya melalui royalti tersebut. Dalam hal pemanfaatan ekspresi budaya tradisoinal oleh pihak lain atau pihak asing selain negara sebagai pemegang hak cipta, pemilik daripada ekspresi budaya tradisional yakni masyarakat adat tetap memperoleh pembagian keuntungan secara adil. Pembagian keuntungan tersebut diselenggarakan dengan dasar kesepakatan antara pihak pengguna dengan pihak masyarakat adat yang dapat diwakili ketua adat dan Pemerintah Daerah sebagai representasi negara. Pembagian manfaat yang dimaksud berupa kompensasi moneter dengan membayar tunai atau secara berkelanjutan atau dapat juga berupa kompensasi non moneter.13

  • IV.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, pada artikel ilmiah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa 1) makna negara dari Pasal 38 ayat (1) UUHC belum dijelaskan. Pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten/kota sebagai representasi dari negara sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD1945 menyelenggarakan urusan pemerintahan diwilayahnya. Termasuk berwenang mengatur, mengawasi penggunaan maupun pemanfaatan dari karya ekspresi budaya tradisional potensi sebagai yang menjanjikan di masing-masing daerah asalnya agar pemanfaatan memiliki pengaruh posifit terutama dalam kesejahteraan masyarakat adat atau masyarakat daerah tempat karya ekspresi budaya tradisional berasal. Dengan dasar bahwa kebudayaan merupakan bagian dari Urusan Pemerintahan Wajibtidak berkaitan Pelayanan Dasar sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf p dan dipertegas dengan lampiran UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 2) untuk memanfaatkan suatu ciptaan secara komersial pihak lain harus mendapatkan izin dari pencipta/pemegang hak cipta berupa lisensi. Dalam pemanfaatan ekspresi budaya tradisional, pihak asing dapat melakukan perjanjian pemanfatan dengan mengajukan permohonan izin kepada Pemerintah Dearah dimana Ekspresi Budaya Tradisional tersebut berasal dengan memperhatikan konsep pembagian keuntungan (benefit sharing) ditujukan untuk

memberikan penghargaan kepada masyarakat tradisional atas ekspresi budaya tradisionalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Dharmawan, Ni Ketut Supasti dkk. Hamonisasi Hukum Kekayan Intelektual Indonesia. (Denpasar, Swasta, Nulus, 2018 ).

Efendi, Jonaedi dan Johny Ibrahim, Peter Mahmud. Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris. (Jakarta,Prenadamedia,2018).

Jurnal Ilmiah

Mustika, I Made And Dharmawan, Ni Ketut Supasti. “Prospek Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Perspektif Hak Cipta.” Kertha Semaya, Journal Ilmu Hukum, Volume 7, No. 03 (2019) : 1-15.

Wedhitami, Bayangsari. "Upaya perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dengan Pembentukan Peraturan Daerah." LAW REFORM, volume 9, no. 2 (2014),: 32-48, Doi : https://doi.org/10.14710/lr.v9i2.12444

Putrayana, I Kadek Wahyu, And Dharmada, I Nyoman. "Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014." Kertha Semaya, : Jurnal Ilmu Hukum Volume 4, No. 2: 1-14.

Paramisuari, Anak Agung Shinta, and Purwani, Sagung Putri ME. "Perlindungan Hukum Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Bingkai Rezim Hak Cipta." Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum volume 7, no. 1 (2019): 1-16. Doi: https://doi.org/10.24843/KM.2018.v07.i01.p04

Lindati, Dwiatin, Kasmawati, And Danu Rahmatullah. "Perlindungan Hukum Terhadap Ekspresi Budaya Tradisional Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014." Pactum Law Journal volume 1, no. 04 (2018): 348-361. Doi: https://doi.org/10.14710/lr.v13i2.16162

Nugroho, Singit. "Pengelolaan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Di Daerah Pasca Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta:(Perpektif Hukum Administrasi Negara)." Society volume 5, no. 1 (2017): 87-98. Doi : https://doi.org/10.33019/society.v5i1.22

Dewi, Anak Agung Mirah Satrya. "Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Cover Version Lagu Di Youtube." Udayana Master Law Journal volume 6, no. 4 (2017): 115. Doi: https://doi.org/10.248443/JMHU.2017.v06.i04.p09

Rumita, Masri. ”Pemanfaatan Batik Sebagai Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisonal“ Jurnal Hukum dan Pembangunan volume 45. no.4 (2015) : 489- 507. Doi: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol45.no4.59

Martini, Dwi. "The Fulfillment of Economic and Moral Rights of Indigenous Peoples on Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions Through Indonesia's Tpr's System." Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan volume 2, no. 3 (2014).

Siddiq, Abdullah, Miqdad. "Dilema Komersialisasi Pengetahuan Tradisional Dalam Sistem Hukum Indonesia: Antara Perlindungan Dan Pembagian Manfaat." Jurnal Hukum & Pembangunan Volume 48, No. 1 (2018): 164-180. Doi: http://dx.doi.org/10.21143/.vol48.no1.1600

Peraturan Perundang-Undangan

Undang Undang Dasar Tahun 1945.

Undang Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)

Undang Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 12 Tahun 2021, hlm.1017-1026

1026