PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA

PASAR MODAL, PENCUCIAN UANG DAN KORUPSI: STUDI KASUS JIWASRAYA

Nathan Christy Noah Rantetandung, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Dewa Gede Dana Sugama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengklasifikasikan tindak pidana yang terdapat pada Kasus PT. Asuransi Jiwasraya dan mengkaji penegakan hukum tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana di bidang jasa keuangan dalam bentuk pasar modal terutama pada kasus yang sedang dihadapi PT. Asuransi Jiwasraya. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan kasus. Hasil studi menunjukan bahwa di dalam kasus Jiwasraya, terdapat Tindak Pidana Pasar Modal dalam bentuk skema investasi ponzi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana korupsi. Dalam Putusan Pengadilan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst menunjukan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang terdapat di dalam kasus Jiwasraya ini telah berjalan di pengadilan tingkat pertama. Namun, belum ada pengaturan secara khusus yang bisa menindaklanjuti tindak pidana pasar modal dalam bentuk skema investasi ponzi. Oleh sebab itu, perlu adanya pengaturan secara khusus yang dapat menindaklanjuti tindak pidana tersebut demi melindungi kepentingan para pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan di bidang pasar modal.

Kata kunci: penegakan hukum, pasar modal, investasi ponzi, korupsi, jiwasraya

ABSTRACT

The purpose of this study is to classifying criminal act on Jiwasraya Insurance Company’s case and to examine criminal law enforcement on corruption, money laundring and capital market sector crime, especially on lawsuit againts Jiwasraya Insurance Company. The method that used in this study is a normative legal research method with case approachment. Results of the study shows that in the Jiwasraya case, there are capital market crimes in the form of ponzi investment scheme, money laundering and corruption. In courtjudgement Number 30 / Pid.Sus-TPK / 2020 / PN Jkt.Pst shows that law enforcement of corruption and money laundring in the Jiwasraya case has been done on the first degree court. However, there is no specific regulation that can act on capital market crimes in the form of a ponzi investment scheme. Therefore, it is necessary to have special legal arrangements that can act on these crimes in order to protect the interests of the parties conducting financial service activities in the capital market sector.

Keywords: law enforcement, capital market, ponzi investment, corruption, jiwasraya

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Tiga hal utama tentang pembangunan, yaitu politik, ekonomi dan sosial, adalah suatu hal yang menuntut intensitas penanganan yang sungguh – sungguh serta sebuah design besar yang memiliki kompleksitas yang rumit. Terutama untuk Negara Indonesia yang dalam usaha menjejakan platform pembangunannya secara

menyeluruh untuk saat ini tengah mengalami masa sulit. Dalam mengukur perekonomian suatu negara, Negara wajib memiliki satu elemen penting yaitu adanya Pasar modal di dalamnya. Sebuah negara yang dikategorikan sebagai negara industri yang maju mempunyai ciri yang menonjol yaitu kondisi pasar modal yang berkembang serta tumbuh dengan baik. Dalam rangka mengetahui keadaan perusahaan yang masuk pada list di Bursa Efek, kita dapat mengetahuinya melalui angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan angka IHSG ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan atau kondisi sebuah negara dalam lingkup perekonomiannya. Apabila angka IHSG menunjukan grafik yang merosot secara tajam, dapat diindikasikan bahwa ada krisis ekonomi yang sedang melanda suatu negara.1 Beberapa negara di Asia termasuk Indonesia pernah dilanda Krisis ekonomi, tetapi perlu kita ketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalaminya dalam kurun waktu yang cukup lama dikarenakan fondasi perekonomiannya yang ternyata amat rapuh. Faktor penyebab yang menimbulkan keadaan tersebut adalah perilaku atau mental yang buruk dalam pengelolaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh beberapa orang yang menduduki posisi penting atau pimpinan yang ada di dalam perusahaan.2

Faktanya, belakangan ini terungkap kasus yang diduga merugikan negara dengan jumlah sebesar Rp 13,7 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) dari hasil pemeriksaannya menyatakan adanya laba semu dalam pembukuan PT Asuransi Jiwasraya sekitar pada tahun 2010 – 2019 sebanyak dua kali. Pertama, pada tahun 2016 BPK mengadakan pemeriksaan dengan suatu tujuan yang terlah ditentukan. Kemudian, pada tahun 2018 BPK mengadakan pemeriksaan yang bersifat investigatif. Hasil dari pemeriksaan tersebut salah satunya adalah sejak tahun 2006, Jiwasraya melakukan pembukuan laba semu melalui akuntansi yang direkayasa sedangkan di sisi lain, perusahaan tersebut telah mengalami kerugian yang cukup signifikan. Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, menyatakan bahwa pembukuan laba yang dilakukan oleh Jiwasraya sejak tahun 2006 merupakan pembukuan laba semu, yang dilakukan dengan cara akuntansi yang di rekayasa atau window dressing, sedangkan keadaan keuangan menjelaskan bahwa perusahaannya sedang mengalami kesulitan dalam keuangannya. 3

Besarnya kerugian negara yang disebabkan oleh penyelewengan dalam menjalankan usaha di bidang pasar modal pada kasus tersebut, menandakan sebenarnya peranan pasar modal bagi perekonomian di Indonesia sangat vital. Pasar modal akan sangat menguntungkan negara jika tidak ada penyelewengan di dalamnya. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian pada suatu negara, pemerintah serta masyarakat memiliki peranan penting dalam segi pembiayaannya. Pemasukan pemerintah untuk sebagai modal untuk pembangunan nasional berasal dari pembayaran pajak dan penerimaan lainnya. Dalam hal kegiatan investasi,

masyarakat dapat memperoleh dananya melalui lembaga pembiayaan, perbankan serta pasar modal. Pasar modal merupakan salah satu pilihan alternatif bagi pemerintah maupun pihak swasta untuk melakukan pendanaan.4 Namun, perlu kita ketahui pasar modal memiliki sisi negatifnya yaitu adanya oknum – oknum dalam kegiatan investasi yang melakukan kejahatan “kerah putih” atau bisa disebut white collar crime yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Kejahatan “kerah putih” dilakukan dengan cara yang sempurna sehingga seseorang yang seharusnya merasakan kerugian dari kejahatan tersebut, tidak merasakan telah mengalami kerugian dikarenakan kejahatan tersebut.5

Dalam kegiatan pasar modal terutama pada bagian praktiknya pasti melibatkan para pihak yang memiliki tujuan untuk memperoleh suatu keuntungan dari kegiatan tersebut. Namun dikarenakan konsep mencari keuntungan yang ada di dalam kegiatan pasar modal, seringkali terjadi kecurangan yang dilakukan oleh suatu pihak dengan memanfaatkan keadaan – keadaan bahkan melakukan pelanggaran demi tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan yang berkaitan dengan transaksi bursa efek sering disebabkan oleh lemahnya pengawasan dari pihak yang mengelola bursa maupun yang mengawasi, sehingga adanya pelanggaran yang cukup banyak terkait transaksi bursa efek dalam bentuk manipulasi, Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam) serta false information yang sulit terdeteksi secara dini.6

Pengaturan hukum di Indonesia tentang pasar modal pun telah diatur di dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang pada saat itu diawasi oleh kementerian keuangan melalui BAPEPAM, sehingga undang – undang inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk melindungi kegiatan pasar modal yang ada di Indonesia. Perlindungan hukum yang diberikan oleh pengaturan undang – undang ini dilakukan dengan 3 bentuk upaya penyelesaian yaitu dengan sanksi administrasi, sanksi pidana dan sanksi perdata. Pada saat ini fungsi, tugas dan kewenangan BAPEPAM dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sejak UU No. 21 tahun 2011 diundangkan, yang seharusnya memperkuat penegakan hukum dalam lingkup pasar modal7.

Perlunya penegakan hukum yang cermat dalam memberantas kejahatan kerah putih. Jika tidak diselesaikan sampai ke akarnya, akan membahayakan perekonomian negara. Adanya kejahatan di dalam kegiatan bidang pasar modal dan bidang perbankan tentunya dapat memberikan pengaruh terhadap perekonomian, kestabilan moneter dan kepercayaan masyarakat sehingga berpengaruh pada besaran harga saham, suku bunga serta nilai tukar. Minimnya perkara kejahatan yang terjadi dalam bidang pasar modal yang tergolong kejahatan korupsi serta pencucian uang menyebabkan timbulnya kesulitan terhadap penyidik dalam melaksanakan penyelidikan sampai dengan tahap penuntutan. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang tindak pidana pencucian uang dan pasar modal yang dialami oleh penyeledik,

penyidik dan penuntut serta adanya tingkat kepatuhan perusahaan dalam melakukan “Due Diligence” yang tidak setara dengan bank dan beneficial owner semakin mempersulit permasalahan yang ada. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap kasus yang menimpa Jiwasraya harus dimanfaatkan sebagai momentum dalam melakukan perbaikan secara komprehensif di bidang pasar modal, dalam segi peraturan perundang – undangannya sampai pada tata kelolanya, dalam hal pemulihan integritas disektor pasar modal yang ada di Indonesia.8

Kasus yang menimpa PT. Asuransi Jiwasraya bukan hanya seputar tindak pidana pasar modal, namun juga tindak pidana korupsi yang pengaturannya diatur secara khusus dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga tindak pidana pencucian uang yang pengaturannya diatur secara khusus dalam UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini dijelaskan di dalam artikel yang menyebutkan salah satu Komisaris PT. Hanson Internasional Tbk. Benny Tjokrosaputro terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pencucian uang dengan bekerja sama dengan mantan direktur utama PT. Asuransi Jiwasraya Persero, Hendrisman salim. 9Oleh sebab itu, penegakan hukum terhadap tindak pidana pasar modal, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana korupsi yang khususnya terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya sudah seharusnya dilakukan untuk memberikan aspek kepastian hukum dalam proses penegakan hukum dalam lingkup peradilan dan juga putusan pengadilan yang dapat memberikan keadilan yang sesuai dengan nilai – nilai sosial atau moral dari setiap aturan hukum yang berlaku.10

Penulisan artikel ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan secara pribadi dari awal penulisan sampai dengan kesimpulan. Berikut beberapa artikel yang penulis gunakan sebagai acuan untuk penulisan artikel ini, yang pertama ditulis oleh Kelik Endro Suryono dan Brandon Alfin Rahadat dengan artikel berjudul “Tanggung jawab Hukum PT. Jiwasraya Terhadap Nasabah”11, yang kedua ditulis oleh Rafiqa Aswinda Desovi dan Andio Kasyfi dengan artikel yang berjudul “Pertanggungjawaban Perusahaan Manajer Investasi Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi (Studi kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero))”12. Kedua artikel tersebut lebih berfokus kepada pertanggungjawaban serta pengaturan hukum PT. Asuransi Jiwasraya dan kewenangan OJK dalam masalah pengawasan terhadap PT. Asuransi Jiwasraya. Pada artikel ini, penulis tidak hanya membahas tentang pengaturan hukum dan pertanggungjawaban hukum, namun juga mengklasifikasikan tindak pidana yang terdapat di dalam kasus yang menimpa PT. Asuransi Jiwasraya serta membahas

penegakan hukum terhadap tindak pidana pasar modal, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam lingkup kasus PT. Asuransi Jiwasraya.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Tindak pidana apa yang terdapat dalam kasus Jiwasraya?

  • 2.    Bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana pasar modal, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi dalam kasus Jiwasraya?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini memiliki tujuan untuk memahami klasifikasi tindak pidana yang ada dalam Kasus PT. Asuransi Jiwasraya dan untuk menganalisa bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana pasar modal, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi dalam kasus Jiwasraya.

  • II.    Metode Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini tentunya memiliki metode dalam penelitiannya yaitu penelitian hukum secara normatif13. Metode ini memiliki objek penelitian yaitu Norma hukum yang meneliti perspektif internal dari hukum dan dengan menggunakan Pendekatan Undang – Undang (Statue Approach)14 dan Pendekatan kasus (Case Approach) sebagai jenis pendekatannya. Penelitian ini juga menggunakan peraturan perundang – undangan dan Putusan Pengadilan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst sebagai bahan hukum primer dan buku, jurnal ilmiah, maupun artikel yang berhubungan dengan topik penelitian ini yang berasal dari Internet dengan menggunakan Teknik studi kepustakaan (library research) sebagai teknik pengumpulan bahan hukumnya dan Teknik Deskriptif sebagai teknik analisis hukumnya.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Tindak pidana yang terdapat dalam Kasus Jiwasraya mengacu pada Putusan Pengadilan yang inkrah

Perlu kita ketahui bahwa pada umumnya kejahatan ekonomi dan kejahatan korporasi tidak melibatkan kekerasan didalamnya, namun melibatkan praktik pelanggaran kepercayaan, manipulasi, penyesatan, penyembunyian kenyataan, kecurangan dan pengelakan peraturan dengan mencari celah (legal loophole). Berbeda dengan kasus perdata yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum serta wanprestasi dan juga dengan kasus hukum administratif yang seringkali berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang,15 Tindak pidana dalam kasus Jiwasraya ini dapat dikelompokkan hubungannya dengan tindak pidana pasar modal, tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi.

  • 1.    Tindak Pidana Pasar Modal

Saham atau efek merupakan dana jangka panjang yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengerahkan dana kepada masyarakat. Kegiatan transaksi jual beli saham, memerlukan suatu wadah agar transaksi dapat berjalan dengan baik yaitu pasar modal yang merupakan salah satu lembaga dalam bidang jasa keuangan .16Dalam rangka membeli suatu saham, penting bagi para investor mengetahui informasi yang berkaitan dengan situasi perusahaan yang menjual saham. Prinsip keterbukaan merupakan dasar yang penting dalam pemberian informasi terkait sahamdalam kegiatan pasar modal sehingga kegiatan dalam bidang pasar modal dapat berjalan dengan efisien dan para investor dapan menganalisis dan memperhitungkan keuntungan yang di dapat dari kegiatan jual beli suatu saham.17

Delik pidana yang terdapat dalam kejahatan dibidang pasar modal mempunyai karakteristik yang unik dalam objek tindak pidananya yaitu “informasi”, kemudian pelaku tindak pidana tersebut akan menyalahgunakan informasi yang ia dapat untuk membaca situasi pasar serta menggunakannya untuk menguntungkan pribadi dan/atau kelompoknya yang tentunya hal ini dapat menimbulkan dampak yang fatal dan luas dalam kegiatan pasar modal yang dikarenakan pembuktian tindak pidananya yang sulit.18

Pasar modal amat sangat rawan terhadap tindakan manipulasi dan penipuan. Banyaknya cara yang digunakan oleh pihak-pihak yang berniat mencari keuntungan dengan menipu dan memanipulasi pasar dalam kegiatan pasar modal. Perbedaan dari kedua tindakan tersebut adalah pada akibatnya, dalam tindakan manipulasi pasar, harga saham dipalsukan menjadi tidak pasti , sedangkan dalam tindak pidana penipuan, adalah adanya korban kerugian pihak lain yang disebabkan oleh informasi yang salah (false information) dan keadaan yang tidak sebenarnya.19

Penggolongan delik pidana pengelabuan dan penipuan dalam bidang pasar modal adalah sebagai berikut:

  • a.    “Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apa pun.

  • b.    Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain membuat pernyataan tidak sesuai dengan fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”

Menurut ketentuan Pasal 378 KUHP, penipuan adalah

tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara, antara lain : melawan hukum, memakai nama palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan,

membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang.”

Kasus Jiwasraya memiliki adanya dugaan Investasi Ponzi di dalamnya. Investasi Ponzi adalah suatu investasi palsu yang menggunakan cara memberikan keuntungan pada investor dari uang yang di dapat dari milik investor yang sama atau dari uang investasi yang dilakukan investor yang lain, sehingga pembayaran keuntungan investasi bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga yang dimaksud.

Skema yang digunakan dalam investasi Ponzi, dapat diibaratkan seperti “setelah gali lobang kemudian tutup lobang”, yang cara beroperasinya adalah dengan mencari premi baru untuk membayar keuntungan pada nasabah premi lama. Dalam hal laporan keuangan, perusahaan yang melakukan skema investasi ponzi ini melakukan window dressing yang bertujuan untuk menunjukan performa yang terlihat bagus dengan cara memasukan premi sebagai pendapatan bukan sebagai utang. Sebelum melakukan penjualan produk dengan menunjukan pemikat bunga yang pasti, seharusnya tindakan yang dilakukan terlebih dahulu oleh Direksi lama Jiwasraya serta regulatornya melakukan penghitungan manfaat dan resiko produknya dengan teliti yang bertujuan untuk mencegah peristiwa gagal bayar oleh perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pihak investor atau nasabah.20 Adapun golongan Tindak Pidana Manipulasi Pasar adalah :

  • a.    Menciptakan skema pasar modal yang sifatnya tidak nyata dengan cara :

  • i.    Melakukan suatu transaksi saham yang tidak menyebabkan kepemilikannya berubah atau,

  • ii.    Melakukan jual – beli efek atau saham dengan menawarkan harga tertentu, sedangkan pihak lain yang merupakan pihak yang diajak bekerjasama oleh pelaku juga melakukan penawaran yang mirip dengan penawaran yang telah di tawarkan oleh pelaku (Pasal 91 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disingkat menjadi UU Pasar Modal))

  • b.    Melakukan transaksi pada efek lebih dari dua kali di bursa efek sehingga menyebabkan harga efek menjadi fluctuatif yang bertujuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk menahan efek tersebut, menjual ataupun membeli efek tersebut dengan tidak berdasarkan permintaan jual beli yang sebenarnya. (Pasal 92 UU Pasar Modal)

  • c.    Membuat pernyataan yang tidak benar secara material (false information) sehingga mempengaruhi harga efek dan mempengaruhi pihak lain untuk melakukan jual beli efek.21

Manipulasi pasar adalah suatu tindakan dengan dengan cara membuat gambaran semu atau informasi yang menyesatkan terkait keadaan pasar, kegiatan perdagangan serta harga efek atau saham pada bursa efek yang bertujuan untuk mempengaruhi harga saham atau efek pada bursa efek terpengaruh. Sehingga motif dari tindakan ini adalah untuk menurunkan, meningkatkan dan mempertahankan harga saham atau efek. Tindakan ini dilakukan dengan melibatkan pihak lain yang

melakukan penawaran jual beli efek atau saham dengan harga yang hampir sama dengan pelaku sehingga harga dari saham dapat terpengaruh dan sesuai dengan keinginan pelaku dan tentunya transaksi yang dilakukan tidak mengakibatkan perubahan pada kepemilikan dikarenakan tindakan ini dilakukan dengan kerjasama antar pelaku dan pihak lain22

UU Pasar Modal mengklasifikasikan transaksi perdagangan saham semu dengan tindak pidana manipulasi pasar. Hal ini menjelaskan bahwa salah satu kejahatan di bidang pasar modal tersebut merupakan suatu tindak pidana manipulasi pasar yang menghasilkan perdagangan saham semu di bidang pasar modal.23 Pola yang terdapat dalam manipulasi pasar adalah :

  • 1.    Menyebarkan informasi yang bersifat palsu (false information) yang bertujuan untuk mempengaruhi harga saham perusahaan mengenai emiten tersebut. Misalnya: adanya penyebaran rumor yang dilakukan oleh suatu pihak tentang emiten X yang akan dilikuidasi sehingga respon pasar menyebabkan harga sahamnya turun secara drastis di bursa.

  • 2.    Melakukan penyebaran informasi yang dengan sengaja diberikan tidak lengkap atau bahkan menyesatkan (mis-information). Misalkan, adanya penyebaran rumor yang dilakukan oleh suatu pihak yang menyatakan bahwa emiten X bukanlah perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah, padahal pada kenyataannya salah satu perusahaan yang diambil alih oleh pemerintah adalah emiten X.

  • 3.    Melakukan suatu transaksi dengan tujuan untuk memberikan kesan bahwa saham perusahaan tertentu termasuk aktif diperdagangkan. Pada pola ini, transaksi tersebut dilakukan untuk memodifikasi harga saham hingga sampai pada level tertentu yang diinginkan oleh pelaku . Misalnya Direksi dari emiten memerintahkan pihak lain untuk melakukan suatu penjualan dan pembelian dengan tujuan saham perusahaannya dianggap likuid. Sehingga dalam transaksi yang telah disusun skenarionya tersebut, tidak ada perubahan atau perpindahan kepemilikan yang absolut.24

  • 2.    Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundring)

Konsep delik pencucian uang dapat dilihat pada kondisi ketika seseorang menerima suatu keuntungan materiil berwujud uang yang berasal dari perbuatan yang illegal, contohnya penerimaan uang yang berasal dari gratifikasi, korupsi, tindakan penyelundupan barang yang melibatkan antar negara dan uang hasil dari penjualan narkoba yang biasanya keuntungan yang di dapat dari tindak kejahatan tersebut bernilai sangat besar. Apabila uang yang berjumlah sangat besar tersebut digunakan langsung secara nyata, tentunya akan menimbulkan kecurigaan dan ketidakwajaran dalam pemakaiannya. Oleh sebab itu, para pelaku tindak pidana pencucian uang perlu melakukan pembersihan dengan mensamarkan dan menyembunyikan uang tersebut dengan cara menggunakan uang tersebut untuk aktivitas bisnis yang tergolong legal, sehingga uang yang awalnya hasil dari kejahatan tersebut dapat digolongkan menjadi uang yang didapatkan dari usaha yang legal.25

Penjelasan sederhana tentang delik pencucian uang adalah “pembersihan” yang dilakukan terhadap uang atau harta dengan tujuan menyembunyikan asal usul dari uang tersebut yang merupakan hasil dari suatu kejahatan.26 Dari berbagai faktor yang menyebabkan maraknya terjadi tindak pidana pencucian uang, memunculkan pula berbagai pola atau modus/tipologi tindak pidana pencucian uang, yang berupa pembelian aset properti, transfer antar negara, pemasukan modal perusahaan, penyimpanan uang di bank serta premi asuransi. Delik pencucian uang ini memiliki pengaturan secara khusus di dalam UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang (UU 8/2010).

Terkhusus pada kasus Jiwasraya, menurut hasil pemeriksaan terhadap aktivitas keuangan Jiwasraya yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan bahwa Jiwasraya berulang kali melakukan transaksi jual beli saham yang harganya di rekayasa bersama dengan pihak afiliasinya. Tindakan investasi terhadap saham yang tidak likuid ini juga ditempatkan pada beberapa produk reksa dana yang harganya ditetapkan secara tidak normal.27 Hal ini jelas menunjukan bahwa PT. Asuransi Jiwasraya melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur di dalam Pasal 6 UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang jo. Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang” di karenakan kegiatan membeli saham – saham tidak likuid yang bertujuan untuk mempertahankan portfolio dari PT. Asuransi Jiwasraya tetap bagus.

  • 3.    Tindak Pidana Korupsi

Krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia mengakibatkan keadaan yang begitu sulit sehingga menimbulkan beberapa penyimpangan yang berhubungan dengan keuangan seperti Pelanggaran BMPK atau “Batas Maksimum Pemberian Kredit” terhadap kelompom usaha yang telah ditetapkan oleh perbankan, penyesatan melalui periklanan, pencemaran dan peningkatan harga suatu produk secara sepihak, yang akhirnya menyebabkan penyimpangan ini menjadi suatu kebiasaan kegiatan bisnis yang berjalan di tengah masyarakat. Sehingga kejahatan korporasi di Indonesia telah digolongkan menjadi kejahatan yang dilakukan secara terstruktur dan tersistematis yang pelakunya merupakan korporasi. Selain yang telah dijelaskan, Bentuk kejahatan yang sering terjadi dan memiliki dampak yang merusak adalah pemberian suap oleh korporasi besar. Pemberian suap ini tentunya memiliki tujuan agar pemerintah dapat lebih dulu mengedepankan kepentingan korporasi yang memberikan suap dan menomorduakan kepentingan masyarakat. Hal ini jelas dapat menimbulkan kerusakan dalam segi politik serta memperburuk kondisi sosial yang ada di tengah masyarakat.28

Tindak pidana korupsi memiliki spesifikasi tertentu yang menyebabkan tindak pidana tersebut tidak bisa digolongkan ke dalam tindak pidana umum, apabila ditinjau dari pengaturan hukum acara, terdapat penyimpangan hukum di dalamnya.

Oleh karena itu, tindak pidana korupsi harus diberantas karena tindak pidana ini dapat menyebabkan kebocoran dan penyimpangan yang melibatkan perekonomian dan keuangan negara.29

Adanya kerjasama yang dilakukan oleh salah satu pejabat perusahaan PT Hanson International dengan beberapa mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya Persero. Salah satu pejabat perusahaan dari PT Hanson International terbukti melakukan suap serta gratifikasi terhadap beberapa mantan pejabat PT. Asuransi Jiwasraya terkait investasi pada saham dan produk reksa dana dari PT Asuransi Jiwasraya pada tahun 2008 – 201830. Sehingga dalam hal ini, para pihak terkait dengan jelas melakukan tindak pidana korupsi yang pada akhirnya mengakibatkan dampak kerugian pada PT. Asuransi Jiwasraya Persero yang cukup besar.

  • 3.2.    Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Kasus Jiwasraya

Pasar modal merupakan bidang yang memiliki peran kunci dalam pembangunan perekonomian Indonesia, sehingga ketentuan terkait pasar modal diatur secara khusus dalam UU Pasar Modal dan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) yang menjadi payung hukum untuk kegiatan pasar modal. Pengaturan secara khusus ini memiliki tujuan untuk menjamin kegiatan dalam lingkup pasar modal dapat berjalan dengan baik dengan harapan tidak terjadinya pelanggaran dan tindak pidana yang merugikan pihak yang berkegiatan di dalam lingkup pasar modal, sehingga tujuan pendirian pasar modal dapat terwujud di tengah masyarakat.31

Hukum memainkan peran besar dalam menjamin “aturan main” dalam berkegiatan di bidang Pasar Modal diikuti oleh para pihak yang berkegiatan didalamnya. Pengaturan hukum yang secara khusus untuk lingkup pasar modal tidak hanya berperan untuk menangani pelanggaran, tetapi juga menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para investor untuk melakukan kegiatan pasar modal. Oleh karena itu, pengaturan ini jelas melindungi kepentingan para investor publik serta pemegang saham minoritas.32

Penegakan hukum di dalam tindak pidana pada kasus Jiwasraya ini sangat perlu dilakukan dalam rangka menunjukan keseriusan pemerintah dalam melindungi kepentingan para investor publik dan pemegang saham yang terkait dengan Jiwasraya serta menunjukan keefektifan peraturan hukum yang sudah ada dalam menangani kasus jiwasraya yang sedang terjadi. Kasus jiwasraya yang pada bagian sebelumnya telah dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana pasar modal, sehingga lembaga yang berwenang untuk mengawasi adalah BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) yang sekarang kewenangannya telah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat menjadi OJK). OJK dapat dikatakan sebagai polisi khusus di bidang pasar

modal. 33 OJK ini dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU OJK.34

OJK tidak berwenang dalam melakukan penuntutan terhadap tindak pidana dalam bidang pasar modal, karena kewenangan tersebut ada pada kejaksaan. OJK berwenang dalam memeriksa dan melakukan penyidikan jika ada terjadi suatu tindak pidana dalam bidang pasar modal dalam pengawasan dan berkoordinasi dengan Pejabat kepolisian, setelah semua hasil pemeriksaan dan penyidikan dibuat, maka OJK akan melimpahkan berkas hasil pemeriksaan dan penyidikan tersebut kepada kejaksaan. Setelah itu, pihak kejaksaan akan melakukan tindak lanjut terhadap berkas perkara yang telah dilimpahkan oleh OJK, setelah pengkajian selesai, kejaksaan dapat memberikan keputusan untuk melanjutkan ke tahap penuntutan apabila berkas perkara dinyatakan lengkap. Jika hasil pengkajian pihak kejaksaan menyatakan bahwa berkas tersebut belum lengkap, maka kejaksaan memiliki kewenangan untuk memberikan berkas tersebut kembali untuk dilengkapi oleh OJK. Kerjasama antara OJK, Kejaksaan serta Pejabat kepolisian memiliki peranan penting dalam penegakan hukum atas tindak pidana pasar modal. Oleh karena itu, koordinasi antara instansi tersebut perlu dijaga bahkan ditingkatkan agar penegakan hukum dapat berjalan secara optimal.35

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa salah satu faktor keefektifan penegakan hukum terletak pada penegak hukum itu sendiri. Penegak hukum tidak hanya mencakup di bidang kehakiman, kejaksaaan, kepolisian, pengacara, namun juga mencakup masyarakat. Para penegak hukum juga memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masing – masing peran yang dimiliki oleh para penegak hukum yaitu peranan yang ideal, peranan yang dianggap diri sendiri, peranan yang seharusnya dan juga peranan yang seharusnya dilakukan.36 Selain faktor penegak hukum, Soejono soekanto menjelaskan bahwa suatu penegakan hukum juga bergantung pada faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini yaitu Undang – Undang. Terkait faktor hukum dalam suatu penegakan hukum, gangguan yang dihadapi oleh para penegak hukum biasanya terjadi dikarenakan ketiadaan peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan dalam menegakkan hukum, tidak mematuhi asas keberlakuan perundang - undangan serta ketidakjelasin arti kata – kata yang terdapat di dalam undang – undang yang akhirnya berakibat pada multitafsir di dalam penafsiran serta penerapannya.37

Kasus Jiwasraya ini dapat menimbulkan efek positif dan negatif di tengah masyarakat bergantung pada bagaimana para penegak hukum menjalankan perannya sebagai penegak hukum di dalam kejahatan “kerah putih” yang terjadi di dalam Jiwasraya mengingat kejahatan “kerah putih” sangat merugikan negara dan

masyarakat. 38Terkhusus untuk kasus Jiwasraya ini, telah dilakukan proses penegakan hukum di tingkat pertama yang dapat kita baca pada Putusan Pengadilan dengan nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst.

Badan Pemeriksaan Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti berupa data-data yang cukup yang diperoleh dari Penyidik dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi kepada pihak-pihak terkait secara langsung, proses pemeriksaan dilakukan secara obyektif independen dan profesional untuk dapat mengambil kesimpulan ada tidaknya dampak kerugian yang dialami oleh negara. Menurut hasil pemeriksaan secara investigatif yang bertujuan untuk mengetahui perhitungan jumlah kerugian yang dialami oleh negara, tidak ditemukan adanya kerugian Negara terhadap investasi Repurchase Agreemant (Repo) dan Medium Term Note (MTN), kerugian negara ditemukan atas investasi saham BJBR; PPPro; SMBR; SMRU sejumlah Rp4.650.283.375.000,00 dan kerugian negara atas investasi Reksa Dana sejumlah Rp12.157.000.000.000,00 sehingga total kerugian Negara secara keseluruhan adalah Rp16.807.283.375.000,00. Sehingga berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK serta bukti – bukti yang tercantum pada Putusan Pengadilan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa bersalah atas tindak pidana yang dilakukannya

Penegakan hukum di dalam kejahatan korupsi dan pencucian uang yang terjadi di dalam kasus jiwasraya dapat di simpulkan telah terjadi di lingkungan Pengadilan Negeri di tingkat pertama. Perlu diingat bahwa tindak pidana yang terjadi di dalam kasus jiwasraya tidak hanya seputar adanya korupsi dan pencucian uang, namun juga ada tindak pidana dalam lingkup pasar modal dengan menggunakan skema investasi ponzi. Investasi Ponzi adalah suatu investasi palsu yang menggunakan cara memberikan keuntungan pada investor dari uang yang di dapat dari milik investor yang sama atau dari uang investasi yang dilakukan investor yang lain. 39Pada saat ini, jerat pidana pada investasi dengan skema ponzi belum diatur secara khusus. Sehingga hal ini dapat menimbulkan kekosongan norma yang dapat menghambat para penegak hukum dalam menegakkan hukum di tengah masyarakat khususnya pada bidang kegiatan pasar modal.

Pasal 28 ayat (2) & (3) UU OJK menjelaskan bahwa Apabila OJK mendeteksi adanya kegiatan suatu lembaga jasa keuangan yang dapat merugikan masyarakat, maka OJK memiliki wewenang dalam memerintahkan lembaga yang bergerak dalam bidang jasa keuangan tersebut menghentikan melakukan kegiatannya, OJK juga berwenang melakukan tindakan lain selama tindakan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan dan perundang – undangan yang berlaku. Pengaturan yang dijelaskan pada pasal tersebut merupakan kewenangan OJK untuk memberikan jaminan perlindungan hukum yang berupa langkah represif. Selain itu, pengaturan pasal ini adalah langkah lanjutan dalam menanggapi pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan dalam kegiatan jasa keuangan, sehingga perusahaan yang melakukan tindak pidana yang merugikan masyarakat dapat diberikan sanksi berupa pencabutan izin.40 Dengan demikian peraturan tersebut dapat menjadi dasar penegakan hukum pada kasus Jiwasraya sebagai tindak pidana dalam bidang pasar

modal yang telah menyebabkan kerugian terhadap masyarakat dan perekonomian negara.

IV. Kesimpulan

Kasus yang terjadi pada PT. Asuransi Jiwasraya pada dasarnya mencakup tindak pidana pasar modal, tindak pidana pencucian uang serta tindak pidana korupsi. Di dalam tindak pidana pasar modal, PT. Asuransi Jiwasraya diduga melakukan Investasi dengan Skema Ponzi. Investasi Ponzi adalah suatu investasi palsu yang menggunakan cara memberikan keuntungan pada investor dari uang yang di dapat dari milik investor yang sama atau dari uang investasi yang dilakukan investor yang lain, sehingga pembayaran keuntungan investasi bukan berasal dari keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan kegiatan usaha yang dilakukan oleh lembaga yang dimaksud. Dalam hal laporan keuangan, perusahaan yang melakukan skema investasi ponzi ini melakukan window dressing yang bertujuan untuk menunjukan performa yang terlihat bagus dengan cara memasukan premi sebagai pendapatan bukan sebagai utang. Selain tindak pidana pasar modal, dalam kasus ini juga ada tindak pidana pencucian uang yang di lakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya melakukan transaksi jual beli saham oleh pihak-pihak terafiliasi dan diduga melakukan rekayasa harga dan juga Tindak Pidana Korupsi yang dibuktikan pada Putusan Pengadilan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst. Dalam Penegakan hukumnya, terkhusus pada Putusan Pengadilan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst, Badan Pemeriksaan Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti berupa data-data yang cukup yang diperoleh dari Penyidik dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi kepada pihak-pihak terkait secara langsung, proses pemeriksaan dilakukan secara obyektif independen dan profesional untuk dapat mengambil kesimpulan ada tidaknya kerugian negara. Hasil pemeriksaan tersebut menjelaskan bahwa negara mengalami dampak kerugian dikarenakan kejahatan yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama sama dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah dijelaskan di dalam Putusan Pengadilan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Balfas, Hamud M. “Hukum Pasar Modal Indonesia”. (Jakarta, Tatanusa, 2006).

Nasarudin, M. Irsan. “Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia”. (Jakarta, Kencana, 2014).

Soekanto, Soerjono. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”. (Jakarta, Raja

Grafindo Persada, 2013).

Tavinayati dan Yulia Qamariyanti. “Hukum Pasar Modal di Indonesia”. (Jakarta, Sinar Grafika, 2009).

Yulfasni. “Hukum Pasar Modal”. (Jakarta, Badan Penerbit Iblam, 2005).

Jurnal

Ahmad, Sufmi Dasco, “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penanggulangan Investasi Ilegal Di Indonesia”, Privat Law 6, No. 1 (2018).

Ananda, Zelin Amalia Tri, Paramitha Prananingtyas dan Umi Rozah, “Tinjauan Yuridis Terhadap Transaksi Efek Yang Mengandung Unsur Tindak Pidana Dalam Pasar Modal”, Diponegoro Law Journal 5, No. 3 (2016).

Anonim, “Perdagangan Saham Semu dan Transaksi Repo Great River”, Jurnal Hukum & Pasar Modal 2 (2005).

Apriana, Tri Nurhidayati, “Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Rangka Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Investor Atas Terjadinya Misleading Prospectus Di Pasar Modal”, Jurnal Ilmiah Universitas Mataram, (2018).

Arliman, Laurensius, “Peranan Metodologi Penelitian Hukum Di Dalam Perkembangan Ilmu Hukum Di Indonesia”, Soumatera Law Review Vol. 1, No.1 (2018).

Burhanudin, “Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Korporasi”, Cita Hukum I, No.1 (2013).

Desovi, Rafiqa Aswinda dan Andio Kasyfi, “Pertanggungjawaban Perusahaan Manajer Investasi Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero))”, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol. 5, No. 2 (2021).

Dewi, Ni Putu Sunari dan I Ketut Markeling, “Peran Bursa Efek Indonesia Terhadap Pengawasan Perdagangan Waran”, Kertha Semaya Vol.6, No.11 (2018).

Hartiwiningsih, “Kajian Kritis Penggunaan UU Tindak Pidana Korupsi Untuk Menangani Tindak Pidana Perbankan”, Yustisia 2, No.1 (2013).

Hukum, Aal Lumanul dan Abraham Yazdi Martin,”Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Modusnya Dalam Perspektif Hukum Bisnis”, De’rechtsstaat 1, No.1 (2015).

Juliana, Made Dwi, Retno Murni dan Ni Putu Purwanti, “Perlindungan Hukum Terhadap Investor Bila Terjadi Insider Trading dalam Pasar Modal”, Kertha Wicara 2, No. 1 (2013).

Junaedi, Ardian, “Tindak Pidana Insider Trading Dalam Praktik Pasar Modal Indonesia”, Media Iuris 3, No.3 (2020): 299-318.

Kolompoy, Monica, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Dalam Kegiatan Penyelenggaraan Pasar Modal Di Indonesia”, Lex Privatum Vol. IV, No. 2 (2016): 26-33.

Perbawa, I Ketut Sukawati Lanang Putra, “Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Sistem Perbankan Indonesia”, Jurnal Advokasi 5, No.1 (2015).

Pradipto, Yudi, Hendro Saptono dan Siti Mahmudah, “Kewenangan Otoritas jasa Keuangan (OJK) Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Investor Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia Dengan Menggunakan Sistem Transaksi Online Trading”, Diponegoro Law Journal Vol. 8, No.1 (2019).

Putri, Sherly Ayuna, Ema Rahmawati dan Nun Harrieti, “Penyelesaian Sengketa Hukum pasar Modal Pada Pengadilan Negeri”, Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure Vol.4, No.1 (2019).

Raganatha, Berinda Sylvia, “Tinjauan Pertanggungjawaban Pidana Bagi Korporasi Yang Melakukan Insider Trading Dalam Pasar Modal”, Refleksi Hukum 2, No. 1, (2017).

Ratu, Fael Hendra Imanuel, “Tindak Pidana Penipuan,Manipulasi Pasar, Perdagangan Orang Dalam, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995”, Lex Crimen VIII, No. 8 (2019).

Rumadan, Ismail, “Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian”, Jurnal Rechtsvinding Vol.6, No.1 (2017).

Suryono, Kelik Endro dan Brandon Alfin Rahadat, “Tanggung Jawab Hukum PT Jiwasraya Terhadap Nasabah”, Jurnal Meta Yuridis Vol.3, No. 2 (2020).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang - Undang Hukum Pidana

Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Nomor 64 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)

Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 140 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874)

Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Nomor 134 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150)

Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Nomor 108 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324)

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Nomor 122 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164)

Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan (Lembaran Negara Nomor 111 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253)

Internet

Devina Halim, Ed. Kristian Erdianto, "5 Fakta Baru Kasus Jiwasraya, Laba Semu hingga Janji Jaksa Agung Ungkap Tersangka", https://nasional.kompas.com/read/2020/01/09/07172091/5-fakta-baru-kasus-jiwasraya-laba-semu-hingga-janji-jaksa-agung-ungkap?page=all. diakses pada tanggal 06 Februari 2020 pukul 12.45 WITA.

Sutarno Bintoro, 2020, “Relasi Jiwasraya dan Pasar Modal”, https://kolom.tempo.co/read/1297572/relasi-jiwasraya-dan-pasar-modal/full&view=ok, diakses pada tanggal 06 Februari pukul 18.15 WITA,

Sakina Rakhma Diah Setiawan (Ed.), "Pengamat Sebut Produk Jiwasraya Investasi Skema                                                           Ponzi",

https://money.kompas.com/read/2019/12/30/210700226/pengamat-sebut-produk-jiwasraya-investasi-skema-ponzi., diakses pada tanggal 20 Maret 2020, pukul 23.30 WITA.

Fika Nurul Ulya, Sakina Rakhma Diah Setiawan (Ed.), 2020, "BPK Sebut Jiwasraya Investasi di Saham Gorengan Ini, Apa Saja?", https://money.kompas.com/read/2020/01/08/181838426/bpk-sebut-jiwasraya-investasi-di-saham-gorengan-ini-apa-saja., diakses pada tanggal 09 Februari 2020 pukul 21.00 WITA

Zunita Putri, 2020, “Benny Tjokro Divonis Penjara Seumur Hidup di Skandal Jiwasraya”, https://news.detik.com/berita/d-5229846/benny-tjokro-divonis-penjara-seumur-hidup-di-skandal-jiwasraya. Diakses pada tanggal 23 Juni 2021    Pukul 23.58 WITA.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 10 Tahun 2021, hlm.879-893

893