TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT PEMBELIAN MASKER

BEKAS PAKAI

Nostrin Putri Indah Peda Gaji, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen yang diakibatkan oleh pembelian masker bekas pakai serta memberikan informasi kepada pembaca mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan agar bisa mencegah terjadinya penjualan masker bekas pakai. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normative-informatif. Hasil dari studi menunjukkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab untuk mengganti kerugian dengan cara pengembalian uang maupun barang yang digantikan dengan barang sejenis yang nilainya setara dengan perawatan kesehatan maupun pemberian santunan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penjualan masker bekas pakai antara lain yang pertama, upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk membina serta mengawasi setiap peredaran barang yang diedarkan oleh pelaku usaha, yang kedua masyarakat harus lebih berhati-hati dalam membeli masker agar tidak mendapatkan masker begas pakai dengan cara membedakan yang mana masker baru dan yang mana masker bekas pakai. Dan yang ketiga setelah memakai masker diharapkan untuk merusak masker yang telah dipakai dengan cara merobek ataupun menggungting-guntig masker lalu dibuang ke dalam tempat sampah. Ada 3 cara untuk memastikan msker yang di beli masih baru, 3 cara itu antara lain yang harus dipastikan pertama kali adalah merek yang berada di boks dengan masker yang ada didalamnya sama, lalu adanya izin edar pada boks kemasan dan yang terakhir ada tidaknya bagian fisik masker yang kotor.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, Pelaku Usaha, Masker Bekas Pakai, Konsumen

ABSTRACT

The purpose of this study is to know the form of responsibility of businesses to the losses suffered by consumers caused by the purchase of used masks and provide information to readers about efforts that can be made in order to prevent the sale of used masks. This study uses normative-informative legal research methods. The results of the study show that businesses are responsible for reimbursing losses by way of refunds and goods replaced with similar goods whose value is equivalent to health care and compensation. Efforts that can be made to prevent the sale of used masks include the first, the government's efforts in carrying out its duties to foster and supervise every circulation of goods circulated by businesses, the second public should be more careful in buying masks so as not to get a disposable gas mask by distinguishing which masks are new and which masks are used. And the third after wearing the mask is expected to damage the mask that has been used by ripping or shaking the mask and then thrown into the trash. There are 3 ways to make sure the purchased msker is new, 3 ways that must be ensured first is the brand that is in the box with the mask in it is the same, then the circulation permit on the packaging box and the last there is not a physical part of the mask that is dirty.

Key Words: Responsibility, Business Actors, Used Masks, Consumers

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Masa pandemi Covid-19 ini memiliki dampak yang sangat besar bagi sebagian besar masyarakat, pengaruh yang ditimbulkan adalah berupa diberhentikannya beberapa pekerja untuk mengurangi pengeluaran suatu perusahaan. Jika para pekerja ini tidak diberhentikkan maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan. Dengan diberhentikannya beberapa pekerja tersebut, membuat sebagian besar orang berlomba-lomba untuk mencari peruntungan dalam hal berbisnis khususnya dalam hal perdagangan. Pembangunan ekonomi meningkat karena adanya peranan penting dari perdagangan. Untuk mencapai tujuan eksistensi serta untuk menjadi pribadi yang sempurna, Manusia sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa1, dimana manusia sebagai pribadi yang memiliki jasmani serta rohani dan juga memiliki akal budi serta kehendak yang melekat pada dirinya sejak semula harus terus mengembangkan potensi yang ada. beberapa bulan belakangan ini, sisi perlindungan hukum terhadap konsumen tak kunjung mendapat perhatian lebih,2 padahal telah banyak peristiwa di luar sana yang mengancam keselamatan pada saat mengkonsumsi suatu barang.3 Adanya kondisi tersebut memotivasi pelaku usaha untuk mulai mendatangkan berbagai inovasi dan ide-ide unik di bidang perdagangan guna mengembangkan usahanya dan secara efektif meningkatkan kualitas produk.4

Salah satu yang bisa dijadikan bisnis pada situasi saat ini adalah penjualan masker. Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru (Untuk selanjutnya ditulis PerGub Covid) mengatur bahwa peraturan tersebut dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan disiplin ilmu dan juga sebagai penegakan perjanjian kesehatan, dengan maksud untuk mencegah dan mengendalikan upaya stakeholders, Covid- 19, di era baru kehidupan Wilayah, sebuah pulau, model dan pemerintahan.Hal mengenai wajib mengenakan masker ditetapkan pada Pasal 7 ayat (1) huruf a angka 1, yaitu wajib untuk menggunakan alat pelindungdiri berupa masker yangmenutupi hidung dan mulut sampai ke dagu jika kondisi mengharuskan untuk keluar rumah ataupun berinteraksi dengan manusia lain yang tidak diketahui status kesehatannya, hal ini diperuntukkan bagi perseorangan.

Saat awal masa pandemi, masyarakat di Indonesia kehabisan persediaan masker. Hal ini dikarenakan masyarakat berbondong-bondong untuk membeli masker sebagai langkah awal untuk mengantisipasi adanya virus Corona ini. Hal ini juga dilakukan untuk mematuhi aturan dari PerGub Covid yang telah dikeluarkan. Adanya sanksi yang dikenakan jika melanggar protocol kesehatan juga menjadi salah satu factor alasan bagi masyarakat untuk mengenakan masker. Sanksi yang diberikan adalah membayar denda administrative sebesar seratus ribu rupiah, atau sanksi administratif yaitu penundaan pemberian pelayanan administrasi, ini diperuntukkan bagi siapapun

yang pada saat mempunyai kegiatan di luar rumah tidak menggunakan masker (Pasal 11 ayat 2 huruf a). Oleh karena factor tersebut, penjualan masker sempat memiliki harga yang melambung tinggi, bahkan harga satu kotak masker bisa mencapai 1 juta rupiah. Masyarakat pada saat itu sempat mengalami kekurangan masker. Situasi seperti saat ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Oknum-oknum ini memanfaatkan harga masker yang tinggi dan juga kurangnya masker yang bisa dibeli, mereka menjual masker bekas pakai yang bisa dijual dengan harga murah. Masker yang dijual murah membuat masyarakat membelinya tanpa berpikir panjang. Sampai akhirnya berita di TV membuat masyarakat khawatir, karena berita yang ditayangkan adalah mengenai masker bekas pakai yang sedang maraknya dijual secara luas.5

Dilansir dari berita yang ditayangkan di KompasTV, Polisi berhasil menggerebek salah satu rumah sekaligus pabrik di Bandung yang digunakan sebagai tempat untuk mendaur ulang masker yang sudah bekas dipakai menjadi masker yang “terlihat” baru. Saat terjadi penggerebekan, sudah banyak masker yang siap jual serta siap edar. Rumah di kawasan Anyar Bandung adalah tempat yang sekaligus dijadikan untuk tempat penyimpanan masker, digerebek oleh Petugas Satuan Research Kriminal Polrestabes Bandung. Penggerebekan terjadi pada Jumat siang pada 7 Maret 2020. Dimana pada bulan Maret ini sangat maraknya Pandemi Covid-19 karena baru saja ada yang terinveksi virus ini. Saat pengggerebean tersebut, petugas menemukan sekitar 6500 masker yang di letakkan di dalam 2 buah karung, masker-masker ini adalah masker yang siap untuk diedarkan, yang sengaja disimpan pemilik rumah di dalam garasi.6

Bahkan baru-baru ini dilansir dari Indozone.id beredar lagi cuplikan tentang dijual serta diedarkannya masker yang sudah bekasi pakai, dalam cuplikan video tersebut ada 3 orang penjual masker bekas pakai. Hal ini semakin meresahkan masyarakat, karena semakin susahnya mencari masker baru yang masih steril.7 Tentunya tindakan seperti ini akan sangat merugikan konsumen bagi para pengguna produk tersebut, karena mengancam keselamatan konsumen. Tanpa disadari, masyarakat sebagai konsumen hanya akan menjadi sasaran eksploitasi oleh orangorang yang tidak bertanggungjawab. Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada dasarnya membahas tentang kepentingan hukum, untuk dapat tercapainya keadilan dan kesejahteraan dalam usaha perdagangannya. Hak asasi manusia yang dimiliki konsumen merupakan berkat dari Tuhan dan manusia berhak atas perlakuan yang adil atas perlindungan hukum dan jaminan hukum yang berlaku.8

Penulisan artikel ini merupakan hasil dari ide serta pemikiran yang orisinil. Sepanjang pengamatan yang telah dilakukan belum ada yang menulis artikel dengan

judul yang sama secara khususnya, namun tidak dapat dipungkiri telah ada beberapa artikel yang memiliki konsep yang hampir sama namun memiliki kajian serta permasalahan yang berbeda. Contohnya seperti tulisan I Gede Wahyu Dananjaya pada tahun 2018 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Atas Jasa Praktek Tukang Gigi Di Kota Denpasar”.9 Pada dasarnya konsep yang dibahas sama, yaitu mengenai Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, namun terdapat perbedaan pada focus permasalahan yang di bahas. Artikel tersebut memfokuskan permasalahan pada jasa yang diberikan berakibat kerugian bagi konsumen. Artikel ini memfokuskan permasalahan pada objek barang yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen.

Permasalahan ini dapat terjadi karena factor ketidaktahuan masyarakat tentang informasi adanya masker bekas pakai yang dijual saat membeli masker maupun informasi mengenai cara untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan agar dapat mencegah terjadinya penjualan masker bekas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis menarik untuk menulis artikel ini dengan judul “TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN AKIBAT PEMBELIAN MASKER BEKAS PAKAI”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen akibat membeli masker bekas pakai?

  • 2.    Apa saja upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penjualan masker bekas pakai?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen yang diakibatkan oleh pembelian masker bekas pakai serta memberikan informasi kepada pembaca apa saja upaya-upaya yang dapat dilakukan agar memungkinkan untuk mengurangi bahkan mencegah terjadinya penjualan masker bekas pakai.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan adalah Penelitian Hukum Normatif-Informatif, penelitian yang dilakukan adalah dengan mengkaji asas-asas hukum yang berlaku dan bagaimana kebenaran itu dapat ditemukan yang didasarkan pada logika hukum dari aspek normative dan prakteknya yang akan membekali pembaca dengan pengetahuan informasi yang diperoleh dalam penelitian.10 Penelitian Normatif-Informatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan Perundang-Undangan dan juga pendekatan terhadap berita-berita resmi yang berkaitan dengan tulisan artikel ini. Sumber data yang dipergunakan merupakan hasil dari data asli (primer)

dan data pelengkap (sekunder) dari bahan hukum asli.11 Bahan hukum asli (primer) merupakan bahan hukum yang berwibawa (autoritatif), yang artinya adalah mempunyai otorisasi peraturan perundang-undangan dan juga bahan hukum pelengkap (sekunder) adalah bahan hukum berupa semua publikasi hukum yang bukan dokumen formal seperti kamus hukum, buku dan jurnal hukum, tetapi tekhnologi yang menggunakan teknik penelitian dokumen dan analisis penelitian untuk menelusuri informasi hukum adalah analisis kualitatif.12

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen yang Mengalami Kerugian Akibat Membeli Masker Bekas Pakai

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya ditulis UUPK) memberikan rumusan, yaitu konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang dan / atau jasa yang tersedia di masyarakat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya. manusia adalah makhluk lain, bukan manusia untuk diperdagangkan. Beberapa ahli juga memberikan definisi konsumen. Philip Kotler percaya bahwa konsumen adalah individu yang membeli, menggunakan dan memperoleh barang atau jasa untuk konsumsi pribadi.13 Sementara itu, Sri Handayani meyakini bahwa konsumen adalah individu atau organisasi yang membeli dan menggunakan barang atau jasa dalam jumlah besar dari produsen.14 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsumen adalah individu atau organisasi yang menggunakan barang dan / atau jasa yang disediakan oleh orang lain atau perseorangan atau organisasi. Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa bila barang maupun jasa yang diterima konsumen tidak sama dengan yang ditawarkan oleh penyedia, maka disitulah hak konsumen harus dilindungi. Tawarkan apa yang berbahaya baginya.

Masker merupakan salah satu benda yang harus dimiliki dan digunakan pada saat pandemic Covid-19 ini untuk memproteksi diri sendiri. Sehingga setiap tatanan masyarakat wajib untuk memakainya pada saat keluar rumah dan tentu saja melakukan serangkaian aturan lain untuk memproteksi diri sendiri. Hal ini tidak luput dari oknum-oknum pelaku usaha yang mencoba untuk memperdaya masyarakat dalam hal penjualan masker bekas pakai yang dijual murah yang diperuntukkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu saja hal ini berdampak negatif bagi konsumen. Dampak yang bisa saja terjadi apabila masker bekas pakai tersebut digunakan adalah masyarakat sebagai pihak konsumen yang membeli masker tersebut bisa saja terjangkit berbagai macam penyakit. Jika dikaitkan dalam situasi saat ini penyakit yang bisa tertular adalah Virus Corona ini, bukan hal yang tidak mungkin bahwa masker yang dijual kembali tersebut adalah masker yang bekas digunakan oleh

pasien yang positif corona. Dengan menggunakan masker daur ulang tersebut, bukannya terhindar malah akan terjangkit virus ini bahkan bisa juga terjangkit penyakit lain.

Perlindungan bagi konsumen di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UUPK) tentang Perlindungan Konsumen.15 UUPK tidak dirancang untuk membunuh pelaku usaha, sebaliknya UUPK dapat memotivasi persaingan usaha yang sehat sehingga melahirkan perusahaan yang berjuang menghindari persaingan dengan menawarkan serta menyediakan barang dan / atau jasa yang lebih berkualitas.16

Hak konsumen secara rinci dalam peraturan perundang-undangan, harus mendapat perihatian dan mendapat perlindungan oleh para pihak pelaku niaga, padahal karena perbuatan dan usaha jahat pelaku niaga, mereka biasanya mengabaikan persoalan yang berkaitan dengan hak konsumen. Untuk mendapatkan keuntungan paling banyak.17 Keselamatan dan kenyamanan berhak didapatkan oleh konsumen ketika menggunakan produk yang dibeli maupun dipakainya.18

Hak-hak yang didapatkan konsumen adalah seperti memiliki hak atas rasa nyaman, rasa aman serta keselamatan ketika memakai barang maupun jasa; hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan informasi yang diberikan; informasi yang disampaikan harus benar, jelas dan jujur tentang kondisi barang dan jasa; Hak untuk didengarkan pendapatnya serta keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan; Hak untuk mendapatkan perlindungan konsumen secara patut serta diberikan penyelesaian sengketanya; hak untuk dilayani tanpa ada perbedaan; hak untuk mendapat konpensasi, ganti kerugian dan penggantian jika barang maupun jasa yang di terima konsumen tidak sesuai dengan informasi maupun perjanjian yang seharusnya. Hak-hak konsumen tertuang dalam Pasal 4 UUPK.

Pelaku Usaha memiliki kewajiban yang meliputi melakukan usaha dengan berprilaku yang baik dalam kegiatan perdagangan; disampaikannya informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang serta memberikan penjelasan penggunaan, pemeliharaan dan perbaikan kepada konsumen; Pelayanan untuk Konsumen diberikan secara benar dan tidak diskriminatif serta jujur; Kualitas dan kuantitas barang yang diperjualbelikan harus didasarkan pada ketentuan standar mutu barang; Memberikan kesempatan pada konsumen untuk melakukan testimony terhadap barang serta memberikan jaminan garansi atas barang yang ditawarkan; Diberikannya kompensasi atau ganti rugi atas kerugian akibat dari penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang yang diperualbelikan.19

Ada dua cara untuk melindungi konsumen yaitu tindakan preventif dan tindakan represif. Tindakan preventif adalah mencegah terjadinya masalah yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, dan tindakan penindasan adalah upaya untuk menangani masalah yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.Karena konsumen berada dalam situasi dan situasi dimana mereka tidak memahami kewajiban dan juga haknya sebelum membeli dan memakai produk, maka mereka melakukan tindakan preventif untuk mencegah masalah perlindungan hukum bagi konsumen, oleh karena itu keberadaan UUPK merupakan upaya preventif. Sedangkan upaya represif ditujukan agar pelaku usaha lebih mempertanggung jawabkan perbuatannya.20

Dalam perspektif UUPK, perilaku pedagang yang menjual masker bekas melanggar Pasal 4 (a) yang merumuskan bahwa hak yang dimilik konsumen adalah hak atas rasa aman, keselamatan, dan rasa nyaman saat menggunakan barang maupun jasa pelaku usaha. Menjamin hak penting untuk mendapatkan prioritas, karena selama ratusan tahun telah dipegang filosofi bahwa konsumen adalah orang yang harus berhati-hati, bukan pelaku komersial. Melindungi hak konsumen juga dapat dicapai dengan melindungi hak konsumen, salah satunya dengan diberikannya informasi yang rinci dan akurat tentang kualitas serta kuantitas barang dan jasa, termasuk keselamatan, kenyamanan dan keamanan yang dirasakan konsumen.

Selain perlindungan hukum yang berlaku di Indonesia, pelaku usaha juga perlu mewaspadai bahwa sebagai pelaku usaha, konsumen yang mengalami kerugian akibat penjualan barang harus bertanggung jawab penuh. Produk yang mereka jual. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Tentang Perlindungan Konsumen), pelaku niaga mempunyai tanggung jawab untuk menetapkan bahwa tanggung jawab pelaku niaga adalah atas kerusakan dan pencemaran yang ditimbulkan kepada konsumen akibat konsumsi barang dan / atau jasa. kompensasi atas kerugian. Produksi atau perdagangan. Menurut undang-undang dan peraturan saat ini, bentuk kompensasi yang terlibat adalah ganti rugi uang atau jenis barang dan / atau jasa yang serupa dengan nilai yang sama, atau perawatan medis dan / atau kompensasi.

Terdapat 5 prinsip tanggung jawab dalam perlindungan konsumen:21

  • 1.    Prinsip yang didasarkan pada elemen kesalahan (responsibilty based on error) pada hakikatnya merupakan prinsip subjektif dari responsibilitas, yaitu tanggung jawab dari pelaku usaha tetapi ditentukan oleh perilaku. Dilihat dari teori ini, kelalaian pelaku usaha yang mengakibatkan kerugian konsumen menjadi faktor utama penentu hak konsumen untuk menuntut adanya ganti kerugian kepada pelaku usaha.

  • 2.    Asas praduga selalu bertanggung jawab (pembuktian terbalik atau praduga pertanggungjawaban) adalah asas yang menyatakan bahwa terdakwa selalu memikul pertanggungjawaban sebelum membuktikan dirinya tidak bersalah, sehingga beban pembuktian ditanggung oleh si tergugat. Dasar pemikiran teori pembuktian terbalik ini adalah bahwa seseorang akan tetap dianggap bersalah sampai orang tersebut dapat membuktikan keadaan sebaliknya.

  • 3.    Asas praduga tak bertanggung jawab (presumption of non-responsibilty) adalah keterbalikan dari asas praduga tanggung jawab, dalam asas praduga tanggung jawab, tergugat selalu dimintai pertanggungjawaban sampai terbukti bersalah.

  • 4.    Asas kewajiban mutlak (strict liability) merupakan asas yang tidak mempersoalkan ada atau tidaknya kesalahan, tetapi karena pelaku tidak berhati-hati dan karena pelaku harus memikul tanggung jawab maka pelaku harus bertanggung jawab langsung atas kerugian yang ditimbulkan. oleh produk untuk mencegah kerugian tersebut.

  • 5.    Asas perseroan terbatas (limitation of liability) merupakan asas kewajiban yang sangat merugikan konsumen jika ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha.

Salah satu dari lima prinsip di atas adalah salah satu prinsip yang bisa digunakan untuk menuntut pertanggung jawaban pelaku usaha yaitu prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Dalam bentuk kerugian yang diderita secara tidak langsung maupun langsung oleh konsumen sebagai korban, sudah selayaknya dilakukan gugatan ganti rugi terhadap pelaku usaha tersebut. Dalam hal ini, penerapan prinsip pertanggungjawaban “pertanggungjawaban ketat” menyiratkan pertanggungjawaban langsung, bukan kebutuhan akan beban pembuktian, karena bentuk dari pertanggungjawaban disini adalah pertanggungjawaban langsung tanpa mempermasalahkan isi yang dipersoalkan. Dengan kata lain, tidak melihat adanya unsur kesalahan pelaku usaha, artinya pelaku usaha akan selalu bertanggung jawab terhadap barang / jasa yang dikonsumsi konsumen.22

Prinsip lain yang harus dipegang teguh oleh pelaku usaha adalah prinsip the due care theor, yang mengharuskan pelaku usaha untuk berhati-hati terhadap barang atau produk yang dijualnya. Menurut Pasal 19 huruf a UUPK, kewajiban pelaku niaga berupa pengembalian uang ataupun penggantian barang dan maupun jasa yang nilainya setara atau setara atau pemberian pelayanan kesehatan dan maupun atau pemberian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan kompensasi adalah bentuk dari ganti rugi terhadap konsumen.

Dengan adanya kedua prinsip ini maka pelaku usaha seharusnya siap bertanggung jawab apabila masker bekas yang dijualnya menimbulkan kerugian bagi para konsumennya. Bertanggung jawab dalam bentuk mengganti rugi berupa barang maupun perawatan kesehatan serta santunan yang diberikan bagi konsumen yang dirugikan.

Pelaku usaha yang sudah berani menjual masker bekas pakai selain bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya juga menimbulkan akibat hukum yang akan ditanggungnya. Akibat hukum atau sanksi yang diperoleh tertuang dalam Pasal 60 sampai dengan 63 UUPK. Apabila diatur dalam pasal ini, pelaku usaha yang menggunakan barang / jasanya untuk merugikan konsumen akan dikenakan sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak 200.000.000 rupiah In (dua miliar rupiah). (Pasal 60 ayat 2) dan pidana penjara 2 tahun penjara selama 5 tahun, denda berkisar antara Rp 500.000.000,00 (lima miliar rupiah) hingga Rp 2.000.000.000,00 (2 miliar rupiah). Selain akibat hukum atau sanksi bagi pelaku komersial, UUPK juga mengatur tentang tindakan penolakan yang dilakukan oleh pelaku komersial untuk mengganti kerugian konsiumen.Hal ini khusus diatur dalam pasal 23 UUPK yang

merumuskan bahwa sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 ayat(1), (2), (3) dan (4), konsumen dapat mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau kepada badan peradilan di tempat konsumen berkedudukan, apabila menolak dan/atau memberi tanggapan ataupun tidak mau memenuhi ganti kerugian atas tuntutan dari konsumen.

Sebagaimana telah disinggung di atas, tanggung jawab pelaku usaha dapat dipenuhi melalui non litigasi dan litigasi Konsumen tidak hanya dapat melapor kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), tetapi juga melapor ke Lembaga Perlindungan Konsumen Non Pemerintah (LPKS).23 Saat memberikan bantuan di sini, LPKS diwakilkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di tempat kejadian. YLKI akan mengajukan panggilan pengadilan dan memberikan mediasi kepada para pihak. YLKI akan menjadi mediator, atau melalui proses pengadilan atau proses perdata atau pidana Atau sesuai dengan metode pidana kompensasi gabungan yang diatur dalam Pasal 98 (1) UU Acara Pidana.

  • 3.2.    Upaya-Upaya yang Bisa Dilakukan untuk Mencegah Terjadinya Penjualan Masker Bekas Pakai

Pemerintah memiliki peranan penting dalam perlindungan hukum bagi konsumen, sesuai dengan pasal 29 sampai dengan pasal 30 UUPK dirumuskan bahwa pemerintah memiliki keterkaitan atas pembinaan serta pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan dokumen, melalui penjelasan PP Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dimana pembinaan dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya dijaminnya hak dan kewajiban yang diperoleh oleh konsumen maupun pelaku usaha. Sedangkan Pengawasan harus dilakukan bersamaan oleh pemerintah, masyarakat serta LPKSM, mengingat banyaknya ragam macam serta jenis barang dan/atau jasa yang berada di pasaran serta wilayah Indonesia yang sangat luas. Pembinaan dan pengawasan ini bukan hanya ditujukan untuk kepentingan konsumen tetapi juga untuk meningkatkan daya saing di pasar global. Pembinaan serta pengawasan ini dapat dilakukan dengan sosialisi langsung maupu melalui social media, yang lebih menjangkau masyarakat kecil sekalipun.

Kurangnya pengetahuan masyarakat akan informasi ini akan berimbas pada kerugian bagi konsumen. Dengan adanya upaya dari pemerintah yaitu pembinaan dan pengawasan dengan cara mensosialisasikannya memiliki kemungkinan untuk mengurangi terjadinya kecurangan dalam penjualan barang, yang dalam hal ini adalah masker, dimana masker ini jika dijual secara illegal oleh oknum yang tidak bertanggungjawab akan mengakibatkan kerugian bagi konsumen yang mungkin saja bisa berakibat fatal. Yang tentu saja berimbas pada kesehatan serta keselamatan para konsumen. Dalam hal ini bisa saja merugikan konsumen secara fisik maupun materiil dan juga finansial. Oleh sebab itu, masyarakat juga diharapkan mampu untuk membantu pemerintah dalam mencegah terjadinya kecurangan penjualan masker bekas pakai, dengan cara masyarakat harus berani melapor apabila menemukan orang orang yang sudah melanggar hukum, dengan adanya laporan dari masyarakat dapat membantu tugas polisi untuk secara cepat menangkap oknum tersebut.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain yang pertama adalah upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk membina serta mengawasi setiap peredaran barang yang diedarkan oleh pelaku usaha, yang kedua masyarakat harus lebih berhati-hati dalam membeli masker agar tidak mendapatkan masker begas pakai. Dan yang ketiga setelah memakai masker diharapkan untuk merusak masker yang telah dipakai dengan cara merobek ataupun menggungting-guntig masker lalu dibuang ke dalam tempat sampah. Banyak para pakar dan juga dokter kesehatan yang memberikan kesimpulan serta informasi mengenai cara membedakan masker yang masih baru dan masker bekas pakai. Hal ini memudahkan pembaca sebagai pembeli dalam memilih masker yang aman untuk kesehatan saat dipakai. Berikut adalah perbedaan antara masker yang baru dengan masker yang bekas pakai :

Tabel 1. perbedaan masker baru dan masker bekas pakai

No.

Masker Baru

Masker Bekas Pakai

1.

Merek masker di boks kemasan dengan isi sama

Merek masker di boks kemasan dengan isi tidak sama

2.

Tercantum izin edar pada boks kemasan

Tidak tercantum izin edar pada boks kemasan

3.

Kondisi fisik masker bersih (tidak ada bekas kotoran), pada bagian pinggir masker tidak terdapat bekas lem maupun jahitan.

Kondisi fisik masker yang memiliki bekas kotoran, pada bagian pinggir masker terdapat lem atau jahitan

Sumber : www.gooddoctor.co.id

Bisa dilihat dalam tabel, bahwa terdapat 3 hal yang bisa dibedakan dalam mengecek keadaan masker yang dibeli. Hal ini dapat mengurangi penipuan dalam perdagangan serta mengurangi jumlah korban akibat dari dijualnya masker bekas pakai tersebut. Jika pembaca sudah mengetahui informasi ini maka akan sangat memungkinkan akn mengurangi jumlah konsumen yang dirugikan. Diperlukan juga adanya kesadaran masyarakat untuk selalu merusak masker apabila telas selesai digunakan, ini adalah salah satu tindakan efektif untuk mencegah penjualan masker bekas pakai.

  • IV.    Kesimpulan

Pengusaha bertanggung jawab atas santunan berupa barang atau perawatan kesehatan, atau memberikan santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akibat hukum atau sanksi yang dikenakan bagi pelaku penjual masker bekas pakai adalah berupa sanksi administrative dan sanksi pidana penjara disertai dengan denda sejumlah uang. Upaya yang dapat dilakukan adalah pertama, upaya pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk membina serta mengawasi setiap peredaran barang yang diedarkan oleh pelaku usaha, yang kedua masyarakat harus lebih berhati-hati dalam membeli masker agar tidak mendapatkan masker begas pakai dengan cara membedakan yang mana masker baru dan yang mana masker bekas pakai. Dan yang ketiga setelah memakai masker diharapkan untuk merusak masker yang telah dipakai dengan cara merobek ataupun menggungting-guntig masker lalu dibuang ke dalam tempat sampah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiono, Santo. “Karakter Menentukan Masa Depan Bangsa”. (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2020).

Handayani, S., & Megasari, R. Buku Ajar Strategi Pembelajaran Ekonomi Model-model Pembelajaran Inovatif di era Revolusi Industri 4.0. (Malang : Sumber Sekar.2019)

Indrasari, M. Pemasaran Dan Kepuasan Pelanggan: Pemasaran Dan Kepuasan Pelanggan. (Unitomo Press,2019)

M.Sadar dkk. Hukum Perlindungan Konsumen dilndonesia. (Jakarta: Akademia, 2012)

Shofie, Yusuf. "Perlindungan Konsumen & Instrumen-Instrumen Hukumnya, Cetakan Ketiga” (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2009).

Jurnal

Eleianora, FransiskaNovita. "Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Pelaku Usaha Terhadap Ketentuan Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Krtha Bhayangkara 12, no. 2 (2018)

Feryna, Yohanna, I. Gusti Ayu Puspawati, and Dewa Gde Rudy. "Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Pelayanan Kesehatan Non Medis Tukang Gigi." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4 (2013).

Handoko, D. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Penggunaan Obat-Obatan Kedaluarsa”. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum), 1 No. 01 (2021)

Harbian, Putu Pravasta, and Anak Agung Ketut Sukranatha. "Misrepresentasi Penawaran Produk Oleh Pelaku Usaha Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen Di Indonesia." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, no. 5

Megawathi, l. Gusti Agung Dewi, l. Wayan Wiryawan, and l. Ketut Westra. "Pelaksanaan Pengawasan Obat Dan Makanan Produk Kadaluarsa Diprovinsi Bali." Kerthasemaya: Journal Ilmu hukum 4, No. 3 (2018)

Nardi, Ni Made, and Ni Ketut Supasti Dharmawan . “Relevansi Penggunaan Model Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan.” Kertha Patrika 41, No. 2 (2019).

Putra, I. Made Yoga Pratama, and AA Sri Indrawati. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Beredarnya Air Mineral Kemasan Hasil Eksploitasi." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 1, No.10 (2013)

Putri, Pande Ratih Anggaraini Giri,l. Ketut Westra,and IdaBagus PutuSutama. "Pengawasan Terhadapperedaran Makanan Impor Yangtidak Bersertifikasi Halaloleh Badan Pengawas Obatdan Makanan(BPOM)." KerthaSemaya: JournaI Ilmu Hukum 7, no. 12 (2019)

Rahmawati, Indah Dwi, I. Made Udiana, and I. Nyoman Mudana. "Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Kosmetik Tanpa Izin Edar Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 5 (2019)

Rani, Amalia, and Anak Agung Ngurah Wirasila. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Persaingan Curang." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, no. 1 (2015).

Rani, Ni Nyoman, and l. Made Maharta Yasa. "Perlindungan HukumTerhadap Konsumen Atas Penjualan Produk Kosmetik dalamKemasan Kontainer (Share In Jar)." KerthaSemaya: JournaI Ilmu Hukum 6, no. 3 (2019)

Saraswati, Gita,and Anak Agunglstri Ari AtuDewi. "Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Bagi Konsumen Yang Menggunakan Produk Kosmetik llegal Dan Berbahaya." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 7, No. 5 (2019)

Widaiyanti, Ni Made Devi, and Ni Luh Gede Astariiyani. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Peredaran Parcel Kadaluarsa." KerthaSemaya: JournaI IlmuHukum 6, no. 10 (2019)

Skripsi

Arliwaman. 2019. Perlindungan HukumTerhadap Konsumen Pengguna Kosmetik Yang MemilikiKode lzin Edar Palsu(Fiktif) Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 Tentang PerlindunganKonsumen. Skripsi UniversitasLampung.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru.

Sumber Internet

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20200429155438-33-155301/dulu-sampai-rp-15-juta. “Dulu Sampai Rp 1,5 Juta, Kini Harga Masker Mulai Rp 3000”. Diakses pada Hari Selasa, 2 Februari 2021. Pukul 19.38 WITA.

https://www.indozone.id/life/ers7xX9/duh-pria-ini-jual-masker-bekas-pakai-kepada-orang-lain-bikin-netizen-jijik/read-all. “Pria ini Jual Masker Bekas Pakai Kepada Orang Lain, Bikin Netizen Jijik”. Diakses pada Hari Sabtu, 30 Januari2021

https://www.JournaI.maranatha.edu/read/127-Article. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kepada Konsumen Tentang Keamanan Pangan Dalam Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen” Diakses pada Hari Rabu, 19 Agustus 2020 pukul 20.25 WITA.

https://www.kompas.tv/article/70129/gudang-penyimpanan-masker-bekas-berhasil-digerebek. “Gudang Penyimpanan Masker Bekas Berhasil Digerebek, Ditemukan Ribuan Masker Siap Edar”. Diakses pada Hari Selasa, 23 Juni 2020. Pukul 22.45 WITA.

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 11 Tahun 2021, hlm.995-1006

1006