GANTI RUGI TERHADAP KERUSAKAN PAKAIAN AKIBAT DARI KELALAIAN PELAKU USAHA JASA LAUNDRY DI KABUPATEN GIANYAR

Komang Desy Medyanti P, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

Pande Yogantara S, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]

ABSTRAK

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan ganti rugi atas kerusakan pakaian yang dialami konsumen akibat dari kelalaian yang dilakukan pelaku usaja jasa laundry. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku dikaitkan dengan peristiwa hukum dalam kenyataan di masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ganti rugi terhadap kerusakan pakaian akibat dari kelalaian pelaku jasa laundry di atur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa laundry di Kabupaten Gianyar terhadap kerusakan pakaian yang dialami konsumen adalah berdasarkan pada perjanjian ganti rugi antara pelaku usaha dan konsumen, dimana dalam perjanjian ganti rugi tersebut pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen.

Kata Kunci: Ganti Rugi, Perlindungan Konsumen, Jasa Laundry.

ABSTRACT

The purpose of writing this article is to determine the arrangement and implementation of compensation for damage to clothing experienced by consumers as a result of negligence committed by laundry service entrepreneurs. This study uses an empirical juridical research method, namely research that examines the applicable legal provisions associated with legal events in reality in society. The results of this study indicate that compensation for damage to clothing due to negligence of laundry service actors is regulated in the provisions of Article 19 Consumer Protection Act. The implementation of compensation made by laundry service business actors in Gianyar Regency for damage to clothing experienced by consumers is based on a compensation agreement between the business actor and the consumer, where in the compensation agreement the business actor includes standard clauses that are contrary to Article 19 paragraph (2) Consumer Protection Act.

Keywords: Compensation, Consumer Protection, Laundry Service.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Perkembangan masyarakat saat ini menjadikan salah satunya berkiprah di bidang ekonomi, hal ini dapat ditinjau dalam Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Perekonomian nasional dilaksanakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkewawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Terkait dengan peraturan perundang-undangan penyelenggaraan UUD 1945, keinginan untuk membangun negara dengan segala sumber daya dan

dananya lebih jelas digambarkan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang “Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional secara jelas mengatur bahwa pembangunan nasional Indonesia merupakan upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Negara Indonesia untuk mencapai tujuan bernegara”. Makna dari asas kebersamaan yang telah tertuang pada Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945 harus dilihat dalam skala yang lebih besar. Masyarakat harus menyadari bahwa karena pembangunan itu sendiri sangat kompleks, maka pemerintah mempunyai keterbatasan dan upaya dalam menjalankan pembangunan ekonomi, oleh karena itu diharapkan dapat terciptanya suatu hal yang saling melengkapi antara pemerintah dan masyarakat untuk menyukseskan pembangunan nasional. Asas solidaritas atau dapat disebut dengan prunsip kebersaman yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945 “pada dasarnya menempatkan tanggung jawab pembangunan nasional tidak hanya di pundak pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat”. 1

Menurut prinsip kebersamaan yang tertuang di dalam Pasal 33 ayat (4) UUD yaitu “keikutsertaan masyarakat di dalam pembangunan nasional salah satu yaitu membuat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)”. UMKM menurut beberapa pengertian dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang berbentuk usaha mikro, kecil dan menengah. Sudah ada standar dalam setiap bisnis. Dalam rangka memajukan pembangunan perekonomian nasional, maka pengembangan UMKM di masyarakat sangat penting, Pengembangan UMKM salah satunya berebentuk pelayanan jasa. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang dimaksud dengan jasa adalah “setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaaatkan oleh konsumen”.

Salah satu pelayanan usaha yang berbentuk jasa yang lagi maraknya dikalangan masyarakat yaitu usaha jasa laundry. Dalam rangka melindungi konsumen sebagai “pengguna akhir” barang dan/ atau jasa, mulai dari luas dan kompleksnya hubungan antara pelaku usaha dan konsumen, diperlukan berbagai aspek hukum agar dapat terlindungi dengan adil.2 Pada kenyataannya terdapat ketimpangan antara konsumen dengan pelaku komersial, dalam hal ini kondisi di tengah masyarakat berada pada posisi yang lemah dibandingkan dengan pelaku komersial sehingga hak konsumen sangat rentan terhadap pelanggaran.3 Persaingan di dalam bisnis jasa laundry semakin ketat dengan demikian dikarenakan masyarakat mudah menemukannya.4

Kegiatan usaha jasa laundry merupakan bidang usaha yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga kemungkinan terjadinya kelalaian dalam pelayanan sangat tinggi, dan akan merugikan konsumen. Banyak konsumen yang memerlukan jasa laundry namun hal tersebut membuat pemilik usaha jasa laundry tidak luput akan kesalahan maupun kelalaian yang dilakukan yang sering

kali menyebabkan luntur, hilang, dan rusaknya pakaian konsumen.5 Pelaku usaha biasanya hanya meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi kepada konsumen, atau memberikan kompensasi yang tidak sebanding dengan kerugian yang diderita konsumen atau yang biasa disebut kompensasi.6 Pihak konsumen juga memiliki hak yang diatur di dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa hak konsumen adalah:

  • a.    “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”

  • b.    “hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”

  • c.    “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”

  • d.    “hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan”

  • e.    “hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut”

  • f.    “hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen”

  • g.    “hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”

  • h.    “hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”

  • i.    “hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”

Berdasarkan beberapa hak-hak yang dimiliki konsumen yang sesuai dengan Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, maka konsumen berhak mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan isi Pasal tersebut.

Penelitian hukum ini bermula dari adanya ketidaksesuaian antara das solen dan das sein. Artinya, terdapat pertentangan antara kaidah atau norma yang seharusnya dipatuhi dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.7 Di Kabupaten Gianyar masih banyak konsumen yang kurang merasa dilindungi haknya karena sering kali terdapat kerusakan pakaian laundry namun tidak terdapat kejelasan mengenai pelaksanan ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha laundry.

Substansi artikel ini yang berkaitan dengan usaha jasa laundry tampaknya belum banyak dikaji meskipun jasa laundry ini sudah banyak dilakukan dikalangan manapun. Beberapa referensi yang dipergunakan dalam tulisan ini seperti I Kadek Ayu Desi Candra Dewi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas

Klausula Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Noota Laundry”, dengan permasalahan “mengapa pelaku usaha laundry mencantumkan klausula eksonerasi dan bagaimana bentuk pelaksanaan pertanggungjawaban pelaku usaha jasa laundry terhadap konsumen yang mencantumkan ketentuan klausula eksonerasi pada nota laundry di desa seminyak kecamatan kuta”. Serta juga pada artikel berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Laundry di Denpasar Utara” yang ditulis oleh Richard Revel Wijaya Theda dengan permasalahan “bagaimana tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry atas kelalaian yang dilakukan sehingga mengakibatkan kerugian pada konsumen pengguna jasanya dan bagaimana upaya penyelesaian yang dilakukan konsumen sebagai pengguna jasa laundry atas kerugian yang dideritanya”. Permasalahan yang diangkat di dalam artikel ini mengenai bagaimanakah pengaturan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian dan bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian di Kabupaten Gianyar.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan atas penjelasan latar belakang tersebut maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian?

  • 2.    Bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian di Kabupaten Gianyar?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan adapun tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui pengaturan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian dan pelaksanaan ganti rugi oleh pelaku usaha jasa laundry kepada konsumen akibat kerusakan pakaian di Kabupaten Gianyar.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris atau yang biasa disebut dengan istilah lain penelitian hukum “sosiologis” atau bisa disebut juga “penelitian lapangan”. Jika penelitian hukum normatif adalah penelitian berdasarkan atas data sekunder, maka penelitian hukum empiris atau yang biasa disebut dengan penelitian hukum sosiologis bertitik pangkal pada data primer atau dasar, yaitu data yang didapatkan langsung melalui masyarakat yang merupakan pangkal utama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara, ataupun melalui penyebaran kuisioner.8 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan data primer yang dimana merupakan data yang secara langsung didapatkan dari sumber utama dilapangan seperti responden dan informan. Dalam artikel ini menggunakan teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan terhadap informan secara langsung maupun tidak langsung. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data

kualitatif yang dimana mengolah data primer melalui penyusunan data secara sistematis.

Penelitian hukum empiris ini merupakan “penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das sollen (norma keharusan) dan das sein (apa yang sebenarnya terjadi didalam kenyataan yang tidak sesuai dengan keharusan)”.9 Hal ini merupakan adanya kesenjangan antara pelaksanaan dengan teori hukum yang ada.10 Kesenjangan antara pelaksanaan dengan teori hukum ini terdapat pada pelaku usaha jasa laundry di Kabupaten Gianyar yang dimana kerusakan pakaian konsumen tidak diberikan ganti kerugian yang sesuai dialaminya.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1.    Pengaturan Ganti Rugi Oleh Pelaku Usaha Jasa Laundry Kepada Konsumen Akibat Kerusakan Pakaian

Ganti rugi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban dari pihak yang melakukan kelalaian, ganti rugi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selanjutnya disebut dengan KUHPer dapat timbul dikarenakan “wanprestasi akibat dari suatu perjanjian atau dapat timbul dikarenakan oleh Perbuatan Melawan Hukum”. Ganti rugi yang muncul dari wanprestasi adalah “jika ada pihak-pihak dalam perjanjian yang tidak melaksanakan komitmentnya yang sudah dituangkan dalam perjanjian, maka menurut hukum dia dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya”. Di dalam Pasal 1246 KUHPer ganti rugi terdapat 3 (tiga) unsur yaitu, “Biaya, Rugi dan Bunga”. Yang dimaksud biaya yaitu “biaya-biaya pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata/tegas telah dikeluarkan oleh pihak”. Selanjutnya Rugi merupakan “kerugian karena kerusakan/kehilangan barang dan/atau harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lainnya”. Kemudian Bunga merupakan “keuntungan yang seharusnya diperoleh/diharapkan oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam melaksanakannya”. Tanggung jawab pelaku usaha jasa laundry atas kerusakan pakaian konsumen diatur dalam Pasal 19 ayat (1) yang menentukan bahwa “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. “Bentuk ganti rugi diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yang mewajibkan pelaku usaha untuk mengembalikan uang atau mengganti barang dan/atau jasa yang sejenis atau mempunyai nilai yang sebanding, atau memberi perawatan kesehatan dan/atau memberikan santunan”. Sesuai dengan pasal tersebut maka pelaku usaha jasa laundry memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian kepada konsumen yang karena kelalaiannya menyebabkan kerusakan pakaian sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya dan sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen”. Nota pembayaran yang diberikan oleh pihak pelaku jasa laundry telah berisi ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana sistem ganti kerugian jika pihaknya melakukan kelalaian yang membuat kerusakan pakaian konsumen.

  • 3.2.    Pelaksanaan Ganti Rugi Oleh Pelaku Usaha Jasa Laundry Kepada Konsumen

    Akibat Kerusakan Pakaian Di Kabupaten Gianyar

Di dalam transaksi perdagangan antara konsumen yang mencuci bajunya dengan pihak pelaku usaha yang menawarkan jasanya untuk mencuci baju milik konsumen maka akan terdapat suatu permasalahan jika terdapat kehilangan atau rusaknya salah satu pakaian milik konsumen tersebut. Transaksi adalah “kesepakatan antara dua pihak dalam suatu perjanjian untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang disebut perjanjian, dan perjanjian tersebut merupakan bagian dari kesepakatan”.11 Dalam menjamin suatu barang dan atau jasa yang digunakan oleh konsumen dalam penggunaanya akan memberikan rasa nyaman, maupun aman, maka terhadap konsumen diberikanlah suatu hak untuk menentukan barang dan atau jasa yang diperlukan.12

Dengan demikian pihak pelaku usaha harus membuat suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian baku atau dikenal dengan klausula baku. Penggunaan klausula baku sering dipergunakan untuk menguntungkan pihak pelaku usaha pada suatu target bisnisnya. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya klausula baku, yaitu sebagai berikut:

  • 1.    Adanya kebutuhan dari pelaku usaha untuk mempersiapkan isi perjanjian terlebih dahulu untuk mempermudah saat konsumen memerlukan.

  • 2.    Pelaku usaha ikut serta dalam klausula baku dengan tujuan agar mengatur tanggung jawabnya jika terjadi wanprestasi.13

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan “klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”.

Fungsi dari adanya perjanjian baku atau klausula baku tersebut adalah sebagai berikut:

  • 1.    Dapat mengefisienkan waktu pada saaat adanya perjanjian, karena klausula baku atau perjanjian baku merupakan berfisat penawaraan umum, yang dimana konsumenya pada umumnya hanya tinggal dengan menerima atau menolak sama sekali. Oleh karena itu adanya ”perjanjian baku atau klausula baku” tersebut tidak ada lagi perundingan mengenai ketentuan kontrak, sehingga pembuatan perjanjian baku atau klausula baku tersebut bisa berjalan dengan cepat.

  • 2.    Dapat meringankan beban tenaga dengan tidak adanya perundingan tentang ketentuan kontrak, dengan demikian berarti memudahkan pembuatan perjanjian. Hal tersebut membuat pelaku usaha dapat mengalihkan pembuatan klausula atau perjanjian baku tersebut kepada bawahanya.

  • 3.    Dapat menghemat pengeluaran pengganti kerugian. Karena di dalam perjanjian atau klausula baku tersebut telah ditentukan tanggung jawab yang akan dibebankan kepada pelaku usaha dalam hal mengganti kerugian, dengan demikian pembakuan tersebut pelaku usaha akan mendapatkan pembakuan, pelaku usaha akan mendapatkan kemudahan dalam hal pengganti kerugian.14

Perjanjian dengan klausul pengecualian juga merupakan perjanjian dengan batasan dalam bentuk pembebasan atau pengalihan tanggung jawab.15 Adanya klausula baku tersebut juga dipergunakan di dalam suatu transaksi antara pihak pelaku usaha jasa laundry dengan konsumen yang dimana klausula atau perjanjian baku ini digunakan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen jika ada kerusakan maupun kehilangan pakaian konsumen yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha jasa laundry. Sebelumnya telah dilakukan penelitian di tiga tempat usaha jasa laundry yang berbeda di Kabupaten Gianyar. Sehingga di temukan tiga nota pembayaran memuat klausula baku yang berbeda perjanjian yang telah disepakatinya, beberapa isi dari nota pembayaran antara tiga tempat tersebut yaitu:

  • 1.    Yang pertama Sherin Laundry yang beralamat di Jl Dipta No. 32 Gianyar pemilik usaha jasa laundry ini bernama Ibu Desak memiliki perjanjian berupa:

  • a.    Mohon periksa pakaian anda saat penyerahan dan penerimaan

  • b.    Pakaian rusak/hilang akan kami ganti maksimal 5x biaya pencucian

  • c.    Tidak menjadi tanggung jawab kami apabila:

  • 1)    Pakaian luntur/mengkerut/rusak karena sifat bahan

  • 2)    Ada barang lain yang tertinggal dalam saku

  • 3)    Pakaian tidak diambil dalam waktu lewat dari 30 hari

  • d.    Pengaduan akan kami layani jika disampaikan paling lambat 1x24 jam dengan menunjukan list aslinya

  • 2.    Yang kedua Juanda Laundry Service yang beralamat di Jl. Kebo Iwa Gianyar

  • a.    Isilah jumlah pakaian pada kolom (hitungan pelanggan) jika terdapat perbedaan hitungan Juanda laundry harus diterima sebagai hitungan yang benar

  • b.    Juanda laundry tidak bertanggung jawab atas pengkerutan, kelunturan warna, dan barang-barang yang tertinggal didalam cucian

  • c.    Keluhan agar disampaikan paling lambat 6 jam sejak cucian diterima dan dilengkapi dengan daftar aslinya

  • d.    Bila terjadi kehilangan atau kerusakan cucian akan diganti sebesar 5 kali harga pencucian

  • e.    Kami tidak bertanggung jawab untuk pakaian yang tidak/diambil selama 30 hari.

  • 3.    Yang Ketiga DJ Laundry yang beralamat di Jl Dalem Rai Gianyar.

  • a.    Pengambilan harus disertai dengan Nota dan dibayar tunai

  • b.    Kami tidak bertanggung jawab susut/luntur karena sifat bahannya jika tanpa pemberitahuan customer

  • c.    Kalau terjadi kehilangan kami hanya bertanggung jawab dalam waktu 24 jam setelah pengambilan.

  • d.    Konsumen wajib menghitung pakaian dihadapan karyawan DJ Loundry

  • e.    Apabila setelah 1 bulan, pakaian tidak diambil, maka semua kerusakan dan kehilangan tidak berada dalam lingkup tanggung jawab kami

  • f.    Setiap konsumen dianggap setuju dengan perjanjian diatas.

Terdapat 3 (tiga) pihak pelaku usaha jasa laundry yang memiliki beberapa perbedaan mengenai ganti kerugian yang diberikan dalam hal terjadi kerusakan barang konsumen. Berdasarkan hasil wawancara dengn Ibu Desak selaku pemilik usaha jasa laundry “Sherin Laundry” pada tanggal 28 Oktober 2020 mengatakan bahwa jika terdapat kerusakan atau kehilangan akan diganti seperti apa yang ada di nota yang telah diberikan. Ibu Desak mengatakan bahwa pernah ada konsumen yang kerusakan pakaian seharga Rp. 350.000, dikarenakan kesalahan pada saat mencuci pakaian, hal tersebut diganti dengan 5x biaya pencucian karena sudah tertera di dalam nota yang telah diberikan.16 Dengan adanya bentuk ganti rugi itu ganti kerugian di dalam Sherin Laundry tidak menyesuaikan dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen karena ganti kerugian hanya dengan 5 kali ongkos cuci sedangkan ongkos cucinya Rp. 5000, dengan demikian ganti kerugian tersebut tidak sebanding dengan harga pakaian yang dimiliki oleh konsumen, dikarenakan pandangan ibu desak bahwa keadaan pakaian sudah dalam keadaan bekas pakai. Dari bentuk kerugian yang diberikan oleh Sherin Laundry tersebut maka sudah jelas diketahui bahwa bentuk ganti kerugian tersebut bertentangan atau tidak sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ayu selaku pemilik usaha “Juanda Laundry Service” pada tanggal 17 November 2021 mengatakan bahwa jika terdapat kerusakan pakaian konsumen maka pihaknya akan mengganti 5 kali dari biaya pencucian pakaian tersebut, maka biaya ganti kerugian yang didapatkan dengan ongkos pencucian Rp. 5000 tersebut dikali dengan 5 maka biaya ganti kerugian tersebut didapatkan hanya Rp. 25000. 17Harga pakaian yang rusak akibat kelalaian pihak jasa laundry yaitu Rp. 500.000 maka konsumen sangat dirugikan dengan hal tersebut karena ganti kerugian yang diberikan oleh pihak jasa laundry tidak sesuai dengan harga pakaian yang rusak tersebut dengan demikian maka hal tersebut telah bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Alit Astuti selaku pemilik usaha “DJ Laundry” pada tanggal 1 Desember 2020, di dalam nota pembayaran pihak pelaku usaha jasa laundry tersebut tidak menerangkan dalam nota pembayaran yang telah dibuat bahwa jika terdapat kerusakan pihak tersebut akan mengganti atau tidaknya

kerusakan pakaian yang disebabkan oleh pelaku usaha jasa laundry tersebut akan tetapi pada saat melakukan wawancara dengan Ibu Alit Astuti pada tanggal 1 Desember 2020, Ibu Alit Astuti sebagai pemilik usaha jasa laundry tersebut akan mengganti kerugian jika terdapat kerusakan pakaian konsumen yang disebabkan olehnya, ganti kerugian yang diberikan hanya sejumlah 10 kali harga pencucian, jika biaya pencucian tersebut hanya Rp. 5000 maka biaya ganti kerugian yang didapatkan hanya sejumlah Rp. 50.000.18Hal tersebut tidak sesuai jika harga pakaian konsumen sebesar Rp. 150.000. Dengan demikian maka hal tersebut bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen.

Bagi konsuumen jasa laundry yang telah sangat dirugikan oleh pihak pelaku usaha jasa laundry, maka langkah awal yang dilakukan yaitu dengan membicarakan masalah tersebut secara cermat dengan pemiliki usaha jasa laundry untuk menuntut hak dari konsumen yaitu mendapat ganti kerugian. Tanggung jawab dari pihak pelaku usaha merupakan suatu hal yang harus ditanggung oleh pihak pelaku usaha atas semua resiko yang diperbuat dan jika terdapat sesuatu yang bermasalah bias diperkarakan.19 Penyelesaian sengketa diluar pengadilan merupakan upaya yang dapat ditempuh dalam permaslahan tersebut yang telah sesuai dengan Pasal 47 UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”. Dengan melakukan penyelesaian sengketa diluar pengadilan maka akan mendapat keuntungan yaitu, dengan hematnya waktu maupun biaya yang digunakan dalam penyelesaian sengketa tersebut. Jika dengan cara demikian belum juga bisa menyelesaikan kasus tersebut dapat ditempuh melalui gugatan atau tuntutan pidana.20 Sanksi yang diterima apabila pihak jasa laundry tidak mengganti kerugian akibat dari kelalaianya yang telah bertentangan dengan peraturan yang terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPK yaitu telah terdapat di dalam Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana telah mengatur :

  • 1.    Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.

  • 2.    Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah).

Penyelesaian permasalahan yang digunakan dalam permasalahan pihak jasa laundry dengan konsumen yaitu melalui mediasi dengan cara mencari kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.

  • 4. Kesimpulan

Dalam transaksi perdagangan usaha jasa laundry terdapat pengaturan yang mengatur ganti rugi pelaku usaha terhadap konsumennya. Tujuannya adalah untuk untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan ganti rugi atas kerusakan pakaian yang dialami konsumen akibat dari kelalaian yang dilakukan pelaku usaha jasa laundry. Dalam hal ini terdapat pengaturan yang mengatur ganti rugi pelaku usaha jasa laundry atas kelalaiannya, ganti rugi terhadap kerusakan pakaian akibat dari kelalaian pelaku jasa laundry di atur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa laundry di Kabupaten Gianyar terhadap kerusakan pakaian yang dialami konsumen adalah berdasarkan pada perjanjian ganti rugi antara pelaku usaha dan konsumen, dimana dalam perjanjian ganti rugi tersebut pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Sebaiknya pelaku usaha jasa laundry di Kabupaten Gianyar menerangkan dengan jelas mengenai perjanjian yang ada di nota pembayaran dan memberikan ganti rugi sesuai dengan perjanjian yang terdapat di nota pembayaran apabila terdapat kerugian konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Efendi, Jonaedi, Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris (Depok: Prenadamedia Group, 2016)

Manan, Abdul. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Kencana, 2014). Muthiah, Aulia. Hukum Perlindungan Konsumen (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2018).

Jurnal

Anjani, Ida Ayu Maharani Chintya, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pencantuman Klausula Eksonerasi Pada Nota Laundry”, Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 8, No. 3 (2020): 438-451.

Brahmanta, A.A Gde Agung. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan Dengan Pihak Pengembang di Bali”. Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan 1, No.02 (2016): 208-219.

Dewi, Kadek Ayu Desi Candra. “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Atas Klausa Eksonerasi Yang Merugikan Konsumen Pada Nota Laundry.” Jurnal Ilmu Hukum 7, No.6 (2019): 1-15.

Dwi Rahmawati, Indah, “Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Kosmetik Tanpa Izin Edar Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Kertha Semaya 7, No.5 (2019): 1-16

Lestari, Anak Agung Adi. “Perjanjian Baku Dalam Jual Beli Kredit SepedaMotor Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.” Jurnal Magister Hukum 5, No. 2 (2016): 327-352.

Pande, Ni Putu Januaryanti. “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar Di BPPOM Denpasar.” Jurnal Magister Hukum Udayana 6, No. 1 (2017): 1-13.

Paramitha, Anak Agung Ketut Junitri. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penerapan Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku”. Jurnal Kertha Semaya 4, No. 3 (2016): 2303-0569.

Putri, Nyoman Rizkyta, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Terkait Produk Makanan Kemasan Yang Sudah Kadaluwarsa”, Kertha. Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 2, No. 1 (2018): 1-15.

Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen dalam hal Terjadinya Shortweighting Ditinjau dari Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen” Jurnal Magister Hukum Udayana 6, No. 4 (2017): 521-537

Theda, Richard Revel Wijaya. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Laundry di Denpasar Utara.” Jurnal Ilmu Hukum 7, No. 7 (2019): 1-15.

Vikanaswari, Dewa Ayu Sekar. “Pertanggungjawaban Pelaku Usaha dan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Keracunan Makanan” Jurnal Ilmu Hukum 5, No.1(2017): 2302-0569.

Wijayanti, Ni Luh Putu Eka. “Keabsahan Sebuah Perjanjian Berdasarkan Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”. Jurnal Ilmu Hukum 1, No. 12 (2013): 23030569.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93).

Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.435-455

445