Pelaksanaan Tanggung Jawab Pelaku Usaha Taman Wisata Krisna Fantastic Land Terhadap Keselamatan Pengunjung
on
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TAMAN WISATA KRISNA FANTASTIC LAND TERHADAP
KESELAMATAN PENGUNJUNG
I Putu Hedy Murdianantha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, masih sering terjadi dan dialami oleh konsumen akibat dari kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha pada saat berada di tempat wisata. Pelaku usaha masih seringkali mengabaikan betapa pentingnya keselamatan konsumen. Salah satu kasus kecelakaan di wahana Star Tour di Krisna Fantastic Land Kabupaten Buleleng merupakan kasus yang mengakibatkan terjadinya kerugian terhadap konsumen di tempat wisata. Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode penelitian hukum empiris. Dalam penelitian ini diperoleh hasil yaitu pelaku usaha, telah melakukan tanggungjawabnya terhadap konsumen dalam memberikan ganti rugi berupa pemeriksaan ke dokter, mendapat konsumsi gratis, dan free tiket masuk Krisna Fantastic Land. Namun tetapi, karena tidak adanya laporan oleh konsumen dan pelaku usaha sudah mempunyai itikad baik untuk memberikan ganti rugi kepada korban maka pelaku usaha tidak dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur pada ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Kata Kunci: Pelaku Usaha, Konsumen, Tanggung Jawab, Ganti Rugi
ABSTRACT
Violations of consumer rights still often occur and are experienced by consumers as a result of negligence committed by business actors while in tourist attractions. Business actors still often ignore the importance of consumer safety. One of the cases of accidents on the Star Tour ride at Krisna Fantastic Land, Buleleng Regency is a case that results in losses to consumers at tourist attractions. In conducting this research used empirical legal research methods. In this study, the results obtained are that business actors have carried out their responsibilities to consumers in providing compensation in the form of examinations to doctors, getting free consumption, and free admission tickets to Krisna Fantastic Land. However, due to the absence of reports by consumers and business actors already having good intentions to provide compensation to victims, business actors are not subject to criminal sanctions as stipulated in the provisions of Article 62 of Law number 8 of 1999 concerning Consumer Protection.
Key Words: Business Actors, Consumer, Responsibility, Compensation
Bertambah pesatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade terakhir sangat berpengaruh terhadap semakin bertambah banyaknya pertumbuhan tingkat perekonomian masyarakat kelas menengah ke atas, hal ini sebanding dengan bertambah banyaknya juga kebutuhan yang diperlukan maupun yang ditawarkan seperti halnya bertambahnya kebutuhan pokok seperti sandang,
pangan dan papan. Sejalan dengan itu juga membuat meningkatnya kebutuhan masyatakat akan suatu sarana hiburan ataupun sarana rekreasi. Taman wisata merupakan salah satu sarana rekreasi yang cukup banyak bermunculan pada akhir-akhir ini. Taman wisata, menawarkan berbagai macam jenis permainan mulai dari yang berkonsep sederhana sampai dengan permainan yang memacu adrenalin. Ada begitu banyak jenis permainan yang ditawarkan pelaku usaha seperti misalnya bianglala, komidi putar dan roller coaster, yang mana ketiga permainan ini sangatlah umum dijumpai pada hampir setiap taman wisata, hanya dengan nama/penyebutannya yang berbeda pada setiap taman wisata. Pelaku usaha taman bermain yang menawarkan bermacam-macam permainan tersebut pastilah harus selalu memperhatikan kenyamanan dan keamanan dari setiap pengunjung sebagai hal yang utama dalam menjalankan bisnisnya tersebut dari pengecekan mesin permainan hingga keamanan dan kenyamanan dari setiap sarana dan prasanana yang ada di taman wisatanya tesebut.
Pentingnya peran satu sama lain antara pelaku usaha dan konsumen yang saling berhubungan satu sama lainnya tidak dapat dilepaskan dalam suatu kegiatan ekonomi, terkhususnya pada karya ilmiah ini adalah terkait dengan penyedia jasa taman wisata. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UU-PK, secara prinsip ketentuan ini memberikan perlindungan “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”. Namun demikian, masih sering terjadi kelalaian dari pelaku usaha dalam menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 huruf a UU-PK tersebut, sebagai contoh kasus yang terjadi di Krisna Funtastic Land Lovina, Singaraja 27 Januari 2017 dimana salah satu wahana Star Tour mengalami kemacetan di rel yang letaknya cukup tinggi. Para pengunjung panik karena kejadian tersebut karena posisi macetnya wahana star tour tersebut yang dapat membahayakan pengguna wahana tersebut. Saat kejadian tersebut petugas dengan sigap berlarian melakukan penyelamatan dan pada peristiwa ini tidak sampai ada korban jiwa.
Adanya kasus seperti tersebut di atas, ada baiknya pelaku usaha sebagai pengelola taman hiburan harus benar-benar serius dalam memperhatikan tingkat keamanan dan keselamatan konsumen selagi berada dalam taman wisata sebagai tanggung jawab pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya, hal ini dikarenakan pengunjung sudah melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen berupa membayar tiket masuk. Bercermin pada kejadian ini sudah sepatutnya penyedia jasa/pelaku usaha harus berhati-hati dalam mengoperasikan bisnisnya khususnya untuk pengecekan mesin dan sarana serta prasana masing-masing wahana yang ditawarkan. Pelaku usaha mempunyai peran yang penting dalam memberikan rasa aman dan kenyamanan bahkan keselamatan dalam suatu wahana taman bermain, sehingga dalam peristiwa yang terjadi di Krisna Funtastic Land sebagai penyedia jasa/pelaku usaha haruslah melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan ganti rugi bagi konsumen atas peristiwa yang terjadi tersebut.
Perlu menjadi perhatian bahwa seringkali masih terjadi dalam beberapa peristiwa lainnya yang menyebabkan kerugian bagi konsumen, posisi konsumen sangatlah lemah dibandingkan dengan posisi dari pelaku usaha.1 Dengan diaturnya perlindungan terhadap konsumen maka posisi konsumen dalam hal ini diharapkan
dapat diperdayakan agar tidak selalu menjadi yang selalu dirugikan. Maka perlindungan konsumen menjadi satu elemen yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan bisnis yang sehat.2 Hal ini sejalan dengan tujuan daripada pembangunan nasional yakni “mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik secara materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Oleh sebab itu jika tidak terpenuhinya perlindungan konsumen dengan baik dalam suatu kegiatan usaha maka akan sulit teruwujudnya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen.
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut diatas maka kemudian penulis tertarik untuk melakukan kajian terkait dengan “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Taman Wisata Krisna Fantastic Land Terhadap Keselamatan Pengunjung”. Menjamin orisinalitas daripada penulisan karya ilmiah ini maka penulis melakukan beberapa perbandingan dengan karya ilmiah yang ada sebelumnya terkait dengan fenomena tanggung jawab pelaku usaha. Adapun penelitian-penelitian tersebut, antara lain:
-
1. Jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Menggunakan Jasa Kreasi Wahana Air di Ciwa Sempurna Kecamatan Kuta Selatan”, ditulis oleh Ida Bagus Widnyana, I Made Sarjana, dan I Made Dedy Priyanto pada tahun 2016 yang meneliti terkait dengan perlindungan hukum yang didapatkan konsumen dalam menggunakan wahana air yang tergolong kegiatan bersifat berbahaya (extreme) di Ciwa Sempurna Tanjung Benoa.3
-
2. Jurnal yang berjudul “Tanggung Jawab PT. Palapa Wisata Indonesia Tour and Travel Denpasar Terhadap Penumpang Apabila terjadi Kecelakaan”, ditulis oleh I Gede Agus Ngurah Gede, I Ketut Markeling, dan I Nyoman Bagiastra pada tahun 2014 yang meneliti terkait dengan bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan oleh PT. Palapa Wisata Indonesia Denpasar terkati dengan bisnisnya dibidang travel agent dalam mengurus klaim asuransi apabila terjadi kecelakaan.4
Penelitian jurnal ini mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian yang ada dikarenakan mengkaji tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini yang menjadi objek kajian adalah Taman Wisata Krisna Fantastic Land.
Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, lalu bisa dikumpulkan sejumlah masalah yang bakal diulas lebih lanjut, dalam jurnal ini, yaitu :
-
1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab hukum dari pihak pelaku usaha Krisna Fantastic Land di Kabupaten Buleleng terhadap konsumen jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen?
-
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempunyai pengaruh terhadap masih belum terealisasinya tanggung jawab secara hukum pelaku usaha terhadap kerugian konsumen?
Pada karya ilmiah ini, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai untuk mengetahui bentuk tanggung jawab hukum yang diberikan pelaku usaha terhadap konsumen dan guna mengetahui faktor apa yang dapat mempengaruhi belum terealisasinya tanggung jawab hukum dari pelaku usaha.
Dalam melakukan penelitian, metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris. Metode penelitian hukum empris merumuskan fenomena tentang kesenjangaan antara kaedah hukum/norma dengan perilaku masyarakat. Penelitian dimaksud untuk mengkaji lebih dalam tentang apakah penerapan UU-PK sudah dapat menjamin hak-hak konsumen Ketika saat mereka berkunjung di tempat wisata. Dalam penelitian ini digunakan jenis pendekatan-pendekatan yakni “pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan fakta” dalam hal ini mengkaji fakta secara empiris/faktual. Pada penelitian ini, dalam kerangka penentuan sampel penelitian maka digunakan "tekni“ Non-Probability Sampling”. Teknik ini dipergunakan dengan tujuan untuk mendapatkan keselarasan antara tujuan yang ingin dicapai dan subyek pada penelitian ini.
Analisis data yang dipakai pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif.5 Sedangkan sumber data yang digunakan yakni sumber data primer dan sekunder yang didperoleh dari melakukan wawancara dan membagikan kuisioner di tempat penelitian, yaitu di Krisna Fantastic Land Kabupaten Buleleng.
-
3.1 Bentuk Tanggung Jawab Dari Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen Berlandaskan UU Perlindungan Konsumen Pada umumnya antara pelaku usaha dan konsumen saling terikat satu sama lain dalam sebuah perjanjian. Bentuk perjanjian itu sering juga disebut perjanjian standar (baku). Pada prinsipnya perjanjian baku dalam hukum perlindungan konsumen berisikan klausula baku yang berarti baik dari bentuk dan isinya ditentukan sepihak oleh pelaku usaha dan kemudian dituangkan dalam bentuk formulir-formulir dalam jumlah yang banyak dengan tujuan untuk dipergunakan kembali pada waktu melakukan penawaran kepada konsumen.6 Hal ini sejalan dengan pengertian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 10 UU-PK yang mengatur “Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengi kat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. Perjanjian baku yang berisikan klausula yang baku memang dirancang secara sepihak oleh pelaku usaha dalam kerangka memperlancar bisnis/usahanya terutama dalam konsep menciptakan efisiensi biaya, waktu dan tenaga, praktis karena
sudah tersedia “naskah”, penyelesaiannya cepat karena konsumen hanya menyetujui dan/atau menandatanganinya, homogenitas perjanjian dibuat dalam jumlah yang banyak, dan termasuk juga terdapat klausula pembebanan tanggung jawab.7
Bentuk perjanjian tersebut merupakan perjanjian antar pihak pelaku usaha Krisna Fantastic Land dengan pengunjung dalam bentuk tiket. Sesuai ketentuan Pasal 5 huruf b dan huruf c UU-PK disebutkan, “kewajiban konsumen adalah beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; serta membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati”. Sedangkan untuk pengunjung hendak merasakan sarana yang disediakan pelaku usaha Krisna Fantastic Land diwajibkan untuk membayar tiket dengan harga yang sebelumnya sudah disediakan oleh managemen Krisna Fantastik Land. Kemudian, setelah melakukan pembayaran atas tiket tersebut, konsumen sebagai pengunjung mendapatkan hak berdasarkan UU-PK adalah hak bagi konsumen/pengunjung untuk memperoleh rasa nyaman, aman, serta keselamatan untuk “mengkonsumsi” jasa dan/atau barang selain itu pengunjung memiliki hak mendapatkan ganti kerugian / kompensasi / penggantian ketika jasa dan/atau barang “yang diterima” belum/tidak selaras atau tidak sebagaimana mestinya dengan yang diperjanjikan. Sebagai pelaku usaha/produsen dibidang pariwisata yang menjual jasa, maka timbulnya tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh Krisna Funtastic Land, yaitu ketika pengunjung datang untuk merasakan jasa yang sudah disediakan oleh pihak Krisna dan juga konsumen telah membayar sesuai dengan harga yang yang sudah ditentukan, namun dalam hal ini kemudian pengunjung tersebut mengalami kerugian berupa insiden macetnya wahana star tour di Krisna Fantastic Land.
Kecelakaan akibat macetnya wahana Star Tour itu terjadi pada tanggal 27 Januari 2017. Salah satu wahana Star Tour yaitu sepeda yang berkeliling di rel mengalami kemacetan sehingga salah satu dari kereta yang digunakan pengunjung mati dan mengakibatkan tabrakan beruntun terjadi di rel yang cukup tinggi. Para pengunjung panik karena tabrakan di wahana star tour di posisi yang sangat membahayakan pengguna wahana tersebut. Untunglah semua pengunjung yang menaiki wahana Star Tour dapat di evakuasi dengan tidak adanya korban jiwa. Akibat tidak adanya laporan atau gugatan terhadap pihak yang berwenang, mengakibatkan tidak adanya sanksi hukum kepada pihak Krisna Funtastic Land.
Gugatan ganti rugi yang didasari oleh perbuatan pelanggaran hukum tidak diwajibkan diawali dengan perjanjiian antar pelaku usaha dengan konsumen, oleh sebab itu, meskipun tidak terdapat perjanjian antar pelaku usaha dengan konsumen, tuntutan ganti rugi bisa diajukan oleh para pihak yang merasakan kerugian.8 Dalam melayangkan tuntutan gantirugi atas perbuatan melanggar hukum, maka ada beberapa unsur yang harus dipenuhi:
-
1. Terdapat perbuatan melangar hukum
-
2. Terdapat kerugian
-
3. Terdapat unsur Kesalhan
-
4. Terdapat hubungan kausalitas antar tindakan melanggar hkum dengan kerugian
Sesuai dengan yang tertera pada UU-PK, Krisna Fantastic Land sebagai pelaku usaha taman wisata sebenarnya dapat diberikan sanksi, berupa sanksi pidana. Karena pihak Krisna Fantastic Land telah melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan apa yang terdapat pada Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e UU-PK tentang perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Sebagai pelaku usaha Krisna Funtastic Land telah melanggar Pasal 8 ayat 1 UU-PK, yaitu belum terpenuhinya standard sebagaimana yang sudah diatur. Sedangkan dalam huruf d, pelaku usaha Krisna Fantastic Land sudah melanggar ketentuan akibat tidak adanya kesesuaian kondisi fasilitas dan jaminan atas apa yang dikelola. Oleh karena itu fasilitas yang disediakan wajib menjamin keamanan kepada konsumen yang menggunakanya. Sedangkan Krisna Funtastic Land sudah melanggar ketentuan tentang proses pengelolaan yakni ketika beroperasinya wahana tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf e UU-PK.
Sesuai dengan ketentun yang terdapat pada Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU-PK, “setiap pelaku usaha mempunyai tanggungjawab memberi gantirugi terhadap kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Untuk itu pihak Krisna fantastic Land sudah memberikan ganti rugi terhadap pengunjung yang mengalami insiden kecelakaan di star tour, yaitu dengan pemeriksaan ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya luka ringan atau pun luka berat yang bisa membahayakan nyawa pengunjung. Serta diberikan makanan, minuman, dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh pengunjung yang berada dalam kondisi masih shock, mereka juga diberikan kompensasi berupa tiket gratis yang bisa dipakai kapan saja.9
Berdasarkan ketentuan yang tercantum pada Pasal 19 ayat 4 UU-PK yaitu memberikan ganti rugi seperti yang terdapat dalam ayat (1) dan ayat (2) belum tentu akan menghapus terdapatnya tuntutan pidana sesuai dengan pembuktian lebih lanjut tentang terdapatnya faktor kesalahan. Namun, dari hasil kuisioner yang dibagikan, memperlihatkan bahwa ada 30% (tiga puluh persen) responden yang mengetahui pada saat terjadi sebuah kecelakan yang merugikan mereka, mereka bisa mengajukan tuntutan ataupun gugatan lalu membuat kasus tersebut bisa diproses secara hukum. Sedangkan sisanya 70% (tujuh puluh persen) responden tidak tahu tentang hal itu dan mereka lebih memilih meminta pertanggungjawaban secara langsung kepada pihak pelaku usaha. Dalam hal ini sanksi pidana sangat penting diberikan diterapkan terhadap berbagai kasus pelanggaran yang terjadi terhadap hak-hak konsumen, karena jasa yang mereka tawarkan akan digunakan oleh masyarakat luas, baik domestik ataupun wisatawan mancanegara, kemudian dengan mendesak tampilnya hukum pidana akan ikut mendukung ditaatinya standard atas rasa aman dalam “mengkonsumsi” jasa dan/atau barang guna memberikan perlindungan bagi konsumen jika terdapat pelanggaran-pelanggaran kepada standard tersebut, sehingga bisa memberikan dampak berupa kerugian secara materil ataupun nonmateril.10
-
3.2 Faktor Yang Mengakibatkan Belum Terealisasinya Tanggung Jawab
Hukum Oleh Pelaku Usaha Atas Kerugian Konsumen
Pertanggungjawaban pihak Krisna Funtastic Land dalam kasus kecelakaan star tour tidak hanya terbatas pada tanggung jawab untuk memberi ganti rugi terhadap konsumen namun juga bisa dipertanggungjawabkan secara pidana menurut yang terdapat dalam UU-PK. Masih sedikit diperkarakanya kasus yang berkaitan dengan perlindungan konsumen secara pidana di Indonesia menjadi bukti masih belum maksimalnya penegakan hukum/law enforcement terkait kasus-kasus yang melibatkan konsumen/masyarakat terkait hukum perlindungan konsumen. “Penegakan hukum merupakan aktifitas menyesuaikan hubungan antar nilai yang terdapat pada kaidah yang mantap dan mengejawantah juga perilaku tindak selaku rangkaian penjabaran nillai bagian akhir, guna menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian”.11 Terdapat faktor-faktor yang bisa berpengaruh terhadap penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto:12 1. Penegak hukum
Penegak hukum disini adalah para pihak yang terlibat langsung pada menegakan hukum, mereka memiliki kapasitas yang sangat penting dalam menentukan berhasilnya penegakan hukum.
-
2. Hukum itu Sendiri
Semakin baik suatu aturan hukum maka semakin baik bula penegakanya, begitu pula sebaliknya, semakin buruk suatu aturan maka akan semakin susah penegakanya. Secara umum dikatakan bahwa aturan hukum yang baik akan berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis
-
3. Masyarakat
Di dalam hal ini, pentingnya kesadaran hukum masyarakat menentukan keberhasilan penegakan hukum. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, maka akan lebih memungkinkanya penegakan hukum itu berjalan dengan baik. Kesadaran hukum itu melingkupi, pengetahuan tentang hukum, pengkhayatan tentang hukum, dan juga kepatuhan kepada hukum.
-
4. Sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung sangat penting dalam penegakan hukum, maka sangat sulit terwujudnya penegakan hukum dengan baik. Dalam hal ini sarana dan fasilitas melingkupi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang bagus dan mendukung, finansial yang mencukupi dll. Jika itu masih belum terpenuhi maka akan sangat sulit dalam penegakan hukum mencapai tujuanya.
-
5. Kebudayaan
Budaya sejatinya tidak dapat dilepaskan dari kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh sebab itu peraturan perundang-undangan harus bisa sesuai dan tidak bertentangan terhadap kebiasaan yang hidup di masyarakat.
Menurut Seorjono Soekanto, terkait adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum, oleh sebab itu bisa dihubungkan terhadap faktor yang berpengaruh terhadap belum terealisasinya tanggung jawab hukum pihak pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen, adalah :
-
1. Kesadaran Masyarakat
Masyarakat juga sebagai konsumen yang yang memakai jasa dan/atau barang. Hans W.Micklizt, yang berasal dri Jerman pada ceramahnya di Jakarta tanggal 26 – 30
Oktober 1998 membedakan dua tipe konsumen yang memperoleh perlindungan, yakni, “tipe konsumen yang terinformasi dan tipe konsumen yang belum terinformasi. Tipe konsumen yang belum terinfromasi tersebutlah yang membutuhkan perhatian secara khusus. Tipe konsumen yang belum terinformasi adalah tipe konsumen yang tau tentang keberadaan aturan terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai konsumen, tidak mengerti tentang cara memanfaatkan upaya hukum jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian”.13
-
2. Faktor Dari Masih Rendahnya Pemahaman Dari Penegak Hukum Tentang Perlindungan Konsumen
Tim Lab. Forensik Kabupaten Buleleng sempat melakukan pemeriksaan terhadap insiden kecelakaan di wahana star tour Krisna Funtastic Land. Namun, karena pihak Lab. Forensik kurang memahami tentang apa yang mereka periksa terhadap wahana tersebut oleh sebab itu tim Lab Forensik dengan pihak Krisna Fantastic Land cuma mengambil foto di TKP dan membuat berkas BAP yang setelah itu akan diserahkan kepada pusat bahwasanya mereka tidak mendapatkan kejanggalan apapun dan juga akhirnya tidak diserahkan ke ranah hukum.14 3. Faktor sarana dan Fasilitas
Faktor ini melingkupi juga kemampuan dan kualitas daripada manusia dalam hal ini manusia sebagai tenaga yang terampil, kualitas pendidikan, kemampuan keorganisasian yang baik, , sarana dan prasarana yang memadai, keuangan dll.15 4. Lemahnya Pengawasan oleh Pemerintah
Pemerintah Kab. Buleleng dalam melakukan pengawasan masih sangatlah lemah, hal itu berpengaruh terhadp belum dipunuhinya tanggung jawab hukum terhadap adanya perlindungan konsumen. Pemerintah kurang cermat memantau mengenai ketaatan dan ketidaktaatan pelaku usaha juga mengakibatkan masih banyak yang belum diketahui tentang implementasi hukum pidana dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen baik terhadap individu pelaku usaha atupun korporasi.
Kesimpulan yang di dapat dalam penelitian ini bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU-PK, pelaku usaha betanggungjawab memberi ganti rugi terhadap kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pada kasus ini Krisna Fantastic Land telah memberikan ganti rugi pada pengunjung yaitu berupa pemeriksaan ke dokter agar diketahui terkait adakah korban yang mengalami luka-luka baik itu yang serius/berat ataupun tidak, konsumsi, obat-obatan dan pemberian tiket/karcis gratis untuk masuk ke dalam Krisna Fantastic Land, yang bisa dipakai kapan saja ke Krisna Fantastic Land. Namun merujuk pada Pasal 62 ayat (1) UU-PK semestinya pihak Krisna Fantastic Land bisa dikenakan sanksi pidana. Faktor yang mempengaruhi belum terimplementasinya tanggungjawab hukum oleh pelaku usaha terhadap kerugian yang dialami konsumen yakni diakibatkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor kesadaran masyarakat, faktor sarana/fasilitas, faktor pemahaman aparat penegak hukum dan juga faktor lemahnya pengawasan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amirudin dan Zainal Azikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2011).
Triwi, Celina. Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakrta: Sinar Grafika, 2009).
JURNAL
Agus, Dede. “Perlindungan Konsumen Atas Penggunaan Perjanjian Baku dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Nurani Hukum Vol 1, No. 1 (2018): 71-82.
Gede, I Gede Agus Ngurah, I Ketut Markeling, dan I Nyoman Bagiastra. “Tanggung Jawab PT. Palapa Wisata Indonesia Tour and Travel Denpasar Terhadap Penumpang Apabila terjadi Kecelakaan”. Jurnal Kertha Semaya:Journal Ilmu Hukum Vol. 2, No. 2 (2014): 1:15.
Kartika, I Made Suirya, dan AA Sagung Wiranti Darmadi. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Perikalanan Dalam Memberikan Informasi Yang Lengkap dan Benar”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum Vol. 4, No.1 (2016): 1-5.
Malohing, Yanti. “Kedudukan Perjanjian Baku Kaitannya Dengan Asas Kebebasan Berkontrak”. Jurnal Lex Privatum Vol. 5, No. 4 (2017): 5-12.
Megabalinda, Putu, dan I Wayan Novy Purwanto. "Tanggung Jawab Penyedia Jasa Kapal Cepat Terhadap Konsumen Saat Terjadi Kecelakaan". Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum Vol. 7, No. 5 (2019): 1-15.
Rusli, Tami. “Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen”. Jurnal Pranata Hukum Vol. 7, No. 1 (2012): 79-88.
Widnyana, Ida Bagus, I Made Sarjana, dan I Made Deddy Priyanto. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Menggunakan Jasa Kreasi Wahana Air di Ciwa Sempurna Kecamatan Kuta Selatan”. Jurnal Kertha Semaya:Journal Ilmu Hukum Vol. 4, No. 1 (2016): 1:14.
Yogiartha, Gede Manik. "Tanggungjawab Pelaku Usaha Terkait Dengan Jual-Beli Telepon Seluler Tanpa Garansi." Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol.5, No.1 (2016): 93-100.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821
Jurnal Kertha Negara Vol. 8 No 9 Tahun 2020, hlm. 45-53.
53
Discussion and feedback