Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Minuman Beralkohol Tradisional Bali Yang Dikomersialkan Tanpa Izin Edar
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT MINUMAN BERALKOHOL TRADISIONAL BALI YANG DIKOMERSIALKAN TANPA IZIN EDAR
I Kadek Purnadwipa Irsadinata, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penulisan jurnal ini adalah guna menelisik serta memgetahui tentang perlindungan hukum bagi konsumen yang mengonsumsi minuman beralkohol tradisional Bali yang peredarannya tanpa izin serta tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar kepada masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Hasil pembahasan dari penelitian ini disimpulkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi minuman beralkohol trandisional Bali tanpa izin edar sangat jelas telah melanggar ketentuan pasal 4, 7 dan 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 serta subtansi hukum Pergub. Bali Nomor 1 tahun 2020 dan pelaku usaha diharuskan memberikan pertanggungjawabab (product liability) atas perbuatannya, yang dilakukan dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi sesuai pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Minuman Beralkohol tradisional Bali, Izin Edar
ABSTRACT
The purpose of this journal is to determine the legal protection for consumers who consume traditional Balinese alcoholic beverages without a distribution license and the responsibility of business actors that producing traditional Balinese alcoholic drinks without distribution permits. This study uses juridical normative research method with statute approach. The results of this study concluded that business actors producing traditional Balinese alcoholic drinks without a distribution permit have clearly violated the provisions of articles 4, 7 and 8 of the Consumer Protection Law, Article 111 paragraph (1) of Law Number 36 of 2009 concerning Health and Article 4 paragraph (3) of Presidential Regulation Number 74 of 2013 and the legal substance of the Pergub. Bali No.1 / 2020 and business actors are required to provide product liability for their actions, which is carried out by providing compensation in accordance with Article 19 of Law Number 8 of 1999.
Keywords : Consumer Protection, Balinese Traditional Alcoholic Drinks, Distribution Permission
Bali, adalah, salah, satu, provinsi serta salah satu suku yang terdapat di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa Bali menjadi sorotan destinasi wisata dunia yang diposisikan istimewa dengan keindahan alam dan sistem seni budaya yang adi luhung. Kebudayaan, tradisi dan adat istiadat sangatlah kental dengan kehidupan masyarakat Bali. Perkembangan dan peningkatan perekenonimian Bali pun tidak terlepas dari peranan kebudayaan serta kearifan lokal yang terdapat di Bali. Berkaitan dengan hal tersebut salah satu manifestasi kearifan lokal Bali yang masih dilestarikan hingga sampai saat ini yaitu minuman fermentasi seperti arak, tuak dan brem. Arak, tuak dan brem merupakan minuman beralkohol yang telah diproses dari, bahan, pangan hasil, pertanian kaya dengan kandungan ka,rbohidrat, kemudian difermentasikan serta melalui fermentasi tanpa, destilasi, atau dengan destilasi, yang dibedakan baik diberikan perlaku,an terle,bih, dah,ulu atau tid,ak, penggunaan bah,an, pendukung, atau tid,ak, ataupun proses kombinasi konsen,,trat deng,an et,a,nol ata,u melalui pengen,c,eran minuman, me,ngandung et,anol.1 Minuman beralkohol tradisional Bali tersebut diproduksi secara sed,e,rhana kemudian dip,ergu,nakan dalam kegiatan ad,at atau upa,,cara keaga,,maan. Secara luas, minuman tersebut juga dikonsumsi oleh kalayak masyarakat dan sangat mudah dijumpai pada warung-warung hingga kini telah dijual secara online. Perkembangan teknologi yang sangat pesat serta jumlah produksi yang terbilang masif menjadikan perederan minuman beralkohol tradisional bali ini diperlukan pengawasan khusus, karena memiliki potensi menimbulkan masalah baik individual maupun pada masyarakat.
Perlindungan terhadap konsumen dalam rantai perdagangan sangatlah lemah, karena seringkali ditemukan konsumen yang dirugikan akibat mengonsumsi minuman beralkohol tradisional tanpa label serta tidak jelas izin edarnya. Kasus penyalahgunaan minuman beralkohol juga semakin marak seperti adanya minuman oplosan yang menyebabkan kematian. Penyalahgunaan minuman beralkohol yang dimaksud yaitu dengan memodifikasi atau mengubah bahan baku minuman yang seharusnya menggunakan etanol namun digantikan dengan metanol. Metanol digunakan oleh sebab lebih murah sehingga minuman oplosan ini sering dijumpai di warung tradisional.2 H,al itu dapat terjadi akibat peng,a,wasan yang belum maksimal dan ko,n,trol terhadap produsen serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya dari bahan tambahan seperti methanol yang digunakan pada arak oplosan.
Kabupaten Buleleng misalnya, pada pasca sidak sekaligus razia minol oleh Tim Polres. Buleleng me,nem,ukan pered,ar,an minu,man be,ral,kohol yang il,egal pada bulan Sep,,tember 2012, tercatat penemuan 11 pe,da,gang da,ri 5 keca,,matan daerah Bu,lelen,g tan,pa SI,U,P-M,B dan la,bel serta adanya 434 liter arak ilegal secara hukum.3 Sama halnya di daerah lain yakni Kota Denpasar, Polresta Denpasar berhasil mencegah peredaran arak oplosan dengan total 240 liter, serta didapati pula bahwa penjual arak ini tidak memiliki surat izin.4
Ditemukannya peristiwa hukum seperti uraian di atas, tentu menimbulkan suatu kerugian terhadap masyarakat khususnya konsumen sebagai akibat peredaran minuman beralkohol khas Bali. Pasalnya peredaran produk minuman fermentasi atau minuman alkohol khas Bali masih banyak ditemukan illegal, bahkan tidak memiliki label komposisi ataupun tanggal kadaluarsa. Mengetahui hal tersebut suatu pelaku usaha yang memproduksi, menjual atau memperdagangkan produk secara ilegal telah melanggar isi dari “pasal 4 angka (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya dalam jurnal ilmiah ini disebutkan dengan UUPK, menegaskan bahwa “konsumen memiliki hak atas mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur terhadap kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.5 Disamping itu, ketentuan Pasal 8 UUPK yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang sesuai dengan isi “pasal 8 ayat (1) huruf (a) menegaskan pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperd agangkan ba,rang atau jasa yang tidak ses uai atau tidak mem enuhi den gan standar yang dipe,rsy aratkan dan keten tuan pera turan per undang-undang an ju ga telah dilanggar oleh pe laku us aha”. Dal am hal ini UUPK merupakan pay ung hu kum terhadap ketentuan undang-undang lain yang bertuj uan meli n dungi kons u,men, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada.6
Upaya preventif tentu dilakukan, “Pergub. Provinsi Bali No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/ atau Destilasi Khas Bali” menjadi harapan baru baik bagi produsen dan konsumen oleh sebab produksi minuman khas Bali tersebut secara komersil telah dilegalkan dengan catatan bahwa berdasarkan “pasal 14 ayat (2) Pergub a quo baik Produsen, Distributor, Sub Distributor, Pengecer dan Penj, ual Lang, sung wajib memperhatikan dan memiliki Surat Izin Usaha Industri Minuman Beralkohol, SIUP-MB, No,mor Induk Berusaha, Izin Edar, Pita Cukai, Label, Harga dan Kemasan sesu ai kete n tuan perat,u,ran perundang- unda ngan yang be,rla ku”.
Sehubungan itu, salah seorang distributor arak yaitu UD. Nikki Sake yang diwakili Nengah Pasek menyatakan Pergub No 1 tahun 2020 memang adalah suatu jalan terang bagi pelaku usaha arak, tuak dan brem, karena sebelum ada pera turan gub ernur tersebut sering terjadi pole,mik akib at lega litas pro duk olahannya yang sering diper tanyakan masyarakat. Oleh sebab, belum adanya izin serta maraknya pemberitaan korban meninggal akibat salah konsumsi arak.7 Namun bukannya diamanatkan dengan baik oleh produsen faktanya masih ditemukan minuman beralkohol tradisional seperti arak yang dijual illegal secara eceran tanpa pengemasan.8 Demikian, dapat disebutkan bahwa
pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dirasa kurang sehingga berdampak pada maraknya peredaran minuman beralkohol ilegal khas
Bali dan untuk itu pemerintah yang berwenang juga ambil alih dalam pencegahan peredaran minol ilegal tersebut, sehingga produk-produk miras oplosan, miras illegal dan miras yang tidak sesuai dengan standar kadar alkohol dapat beredar di masyarakat hingga sampai ke tangan konsumen.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka penulis melakukan pengkajian lebih lanjut melalui tulisan yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT MINUMAN BERALKOHOL TRADISIONAL BALI YANG DIKOMERSIALKAN TANPA IZIN EDAR”. Sebelumnya terdapat 2 jurnal ilmiah yang menjadi referensi penulis dalam mengkaji jurnal ilmiah ini yaitu mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dengan judul “Perdagangan Produk Pelangsing Tanpa Izin Edar Secara Online Dalam Dimensi Hukum Perlindungan Konsumen” yang ditulis oleh Luh Gede Lia Muliasari dan penegakan hukum terhadap peredaran minuman beralkohol yakni berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Perederan Minuman Beralkohol Tanpa Label Edar (Studi Di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali” yang ditulis oleh I Kmg. Yogi Triana P. Kedua jurnal ilmiah tersebut menitikberatkan pada peredaran suatu produk baik pangan dan obat yang tidak memiliki izin edar, namun tentu belum mengkaji perlindungan hukum konsumen terkait peredaran ilegal minuman fementasi khas Bali yang tidak memiliki izin edar. Sedangkan, fokus penelitian ini mengacu kepada minuman beralkohol tradisional Bali yang beredar secara illegal tanpa izin edar. Izin edar bukanlah hal sepele yang dapat diacuhkan karena dengan adanya izin edar menjadi jaminan dari nilai kualitas suatu produk.9 Semua olahan pangan yang dipasarkan haruslah memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam “pasal 111 ayat (2) Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.” Ditekankan juga dalam “pasal 91 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan dalam hal pengawasan keamanan, mutu dan gizi, setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperda gangkan dal,am kemasan eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib mem iliki izin edar.”
Mengacu pada latar belakang sebagaimana di atas, penulis menyusun fokus permasalahan dari penelitian ini yaitu seb agai beri kut.
-
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengonsumsi minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar?
-
2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang memproduksi minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar ke masyarakat?
Adap,un tu,juan umum dari penulisan ,jurnal ini adal,ah unt,uk memberikan pengetahuan serta pemahaman khususnya kepada pelaku usaha pengedar minuman beralkohol tradisional Bali ini untuk mengi,kuti keten,tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama memil,iki perizinan untuk mengedarkan dagangannya. Tujuan khusus penelitian ini guna meng,etahui bentuk perlind,ungan hukum yang diterima konsum,en yang mengkonsumsi minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar dan untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku usaha yang memproduksi minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar ke masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode yang mengutamakan pendekatan terhadap berbagai norma hukum yang diformulasikan menjadi bahan hukum primer, metode ini disebut dengan metode penelitian yuridis normatif. Untuk bahan hukum sekunder yakni buku, literatur dan jurnal.10 Penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) adalah pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi dalam menganalisa isi dari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen minuman beralkohol tradisional Bali tanpa izin edar.
-
III. Ha,sil dan Pemba,hasan
-
3.1. Perlindu,ngan Hu,kum Terh,adap Kon,sumen yang Mengonsumsi Minuman
Beralkohol Tradisional Bali Tanpa Izin Edar
Berdasarkan “pasal 1 angka (2) UUPK menyatakan bahwa Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Tentunya dalam proses penggunaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pasal 1 angka (2) UUPK, konsumen memiliki pandangan serta perspektif tersendiri sebelum membeli atau menggunakannya, baik dengan mengetahui terlebih dahulu mutu dan kualitas produk ataupun terhadap label informasi tentang produk sehingga konsumen dapat melakukan keputusan pembelian akan produk tersebut. Hal ini menunjukan bahwa konsumen memiliki hak-hak yang patut diberikan perlindungan hukum, untuk dapat dihindarinya suatu kecurangan dari pelaku usaha di dalam memperdagangkan produknya tersebut maka perlindungan konsumen harus dilaksanakan dengan tegas11 yang bukan berarti perlindungan hukum yang dimaksud tanpa mengurangi atau menciderai hak-hak pelaku usaha.
Menurut Sudikno Mertokusumo menyatakan “perlindungan hukum merupakan segala upaya yang dilakukan menjamin adanya kepastian hukum berdasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama. Keseluruhan peraturan ini dapat terlihat pada Undang-Undang maupun dalam ratifikasi
atau konvensi internasional”.12 Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud Sudikno Mertokusumo berketerkaitan dengan istilah “perlindungan konsumen”. Demikian perlindungan hukum yang diberikan terhadap hak- hak konsumen sangat identik dengan perlindungan konsumen.13
Sesuai dengan ketentuan “pasal 1 angka (1) UUPK menyatakan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Upaya perlindungan hukum tersebut dapat dilakukan secara preventif dan represif, penegakan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen merupakan hal yangsangat penting untuk diterapkan guna mewujudkan suatu keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen.14
Jelasnya baik harkat dan martabat pihak konsumen dalam siklus perdagangan harus tetap terjaga dan dilindungi sehingga diaturlah hak-hak konsumen tersebut pada “pasal 4 huruf (a) sampai dengan huruf (i) UUPK yang mencakup tentang :
-
a. Konsumen memiliki hak atas kenyamanan, dan keamanan, serta keselamatan dalam mengkonsumsi barang, dan/atau jasa.
-
b. Konsumen memiliki hak pememilihan atas barang, dan/atau jasa serta mendapatkan barang, dan/atau jasa ters,ebut sesuai den,gan nilai tukar, dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
-
c. Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, dan/atau jasa.
-
d. Konsumen berhak untuk didengarkan pend,apat, dan keluha,nnya atas barang dan/atau jasa yang telah digunakan.
-
e. Konsumen berhak memperoleh advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut,.
-
f. Konsumen berhak untuk atas pembinaan, dan pendidikan konsumen.
-
g. Konsumen berhak untuk dilayani atau diperlakukan secara benar, dan jujur tanpa unsur diskriminatif.
-
h. Konsumen berhak atas kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, jikalau barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai terhadap perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
-
i. Hak-hak yang sebagaimana diatur selanjutnya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Meskipun hak yang dimiliki konsumen sudah dilindungi secara hukum, namun dalam praktiknya terdapat berbagai pelanggaran yang ditemukan atau perbuatan melawan hukum, seperti halnya masih ditemui peredaran minuman beralkohol tradisional Bali yakni arak, tuak dan brem yang ilegal. Berdasarkan “pasal 4 huruf (a) UUPK menegaskan bahwa konsumen berhak atas kenyaman, keama,nan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”, sehingga dapat disim,pulkan segala bentuk produk olahan pangan baik makanan, minuman, obat-obat dan dalam bentuk lainnya
harus memenuhi standar dan mutu sesuai ketentuan konstitusi yang be,rlaku.
Disamping itu, produk sebagaimana dimaksud di atas juga harus melewati pendaftaran di BPOM untuk mendapatkan nomor izin edar sebagai legalitas suatu peredaran produk. Peredaran produk olahan pangan tersebut adalah setiap perbuatan atau tindakan dalam bentuk kegiatan penyalu,ran mak,anan kepada masy,arakat, yang bisa untuk dipe,rdagangkan maupun tidak.15 Nomor pendaftaran yang didaf,tarkan pada BPOM bertujuan men,gawasi produk-produk yang beredar di pasar, yang dimaksudkan sebagai langkan preventif serta memudahkan investigasi pelaku pelanggaran jika terjadi suatu permasalahan.16
Berdasarkan “pasal 1 angka (13) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 tahun 2017 menyatakan izin edar adalah izin untuk Obat dan Makanan yang diproduksi oleh produsen dan/atau diimpor oleh importir Obat dan Makanan yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan penilaian terhadap kemanan, mutu, dan kemanfaatan”. Izin edar merupakan indikasi yang sangat penting agar produk apapun yang hendak diperjualbelikan tidak dikategorikan produk ilegal.
Hal serupa juga termaktub pada “pasal 1 angka (15) Pergub Provinsi Bali Nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan /atau Destilasi Khas Bali bahwa izin edar adalah persetujuan hasil penilaian Pangan Olahan yang diterbitkan oleh Kepala Badan POM dalam rangka peredaran Pangan Olahan”. Apabila produk yang diperjualbelikan tersebut menimbulkan efek samping terhadap konsumen tentu akan sangat merugikan pun demikian merupakan perbuatan melanggar hukum jika ternyata tidak memiliki izin edar, yang berarti hak- hak yang dimiliki konsumen sebagaimana tercantum pada pasal 4 huruf (a) dan huruf (c) telah dilanggar dan tidak dipenuhi oleh pelaku usaha.
Perbuatan para pelaku usaha minuman beralkohol tradisional Bali yang memperdagangkan produknya secara ilegal tersebut tidak hanya bertentangan dengan pasal 4 UUPK, namun juga melanggar isi pasal 7 UUPK yang mengatur mengenai kewajiban dari pelaku usaha. Adapun “pasal 7 UUPK menegaskan kewajiban pelaku usaha sebagai berikut:
-
a. Harus memiliki itikad baik dalam mela,kukan kegi,atan usahanya.
-
b. Menyediakan infor,masi yang benar, jelas dan jujur terhadap kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta menjelaskan penggunaan, perba,ikan dan pem,eliharaan.
-
c. Memberi perlakuan atau pelayanan kepada konsu,men sec,ara benar dan jujur tanpa diskri,minatif.
-
d. Memberi jaminan terhadap mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan sesuai dengan ketent,uan stan,dar mutu bar,ang dan/atau jasa yang berlaku.
-
e. Menawarkan kesemp,atan kepada konsu,men untuk men,guji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperda,gangkan.
-
f. Bertanggung jawab dalam member,ikan kompe,nsasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pema,kaian dan pemanfa,atan barang dan/atau jasa yang diperd,agangkan.
-
g. Bertanggung jawab atas kompe,nsasi, ganti rugi dan/atau pengga,ntian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanf,aatkan tidak ses,uai den,gan perjanjian”.
Ditegaskan pada “pasal 7 huruf (a) UUPK, sewajib-wajibnya pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya mengedepankan itikad baik, dalam hal ini pula lebih mengutamakan pada hak-hak perlindungan konsumen namun juga tidak menutup kemungkinan kepada pihak lain yang bersangkutan selain konsumen”.
Kemudian, diteruskan pada “pasal 7 huruf (d) UUPK mengenai kewaji,ban pelaku usaha dalam menj,amin mu,tu barang yang diprodu,ksi atau diperdaga,ngkan berdas,arkan ketentuan standar mutu yang berlaku”. Berdasarkan “pasal 7 huruf (f) UUPK menegaskan apabila pema,kaian, pengg,unaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa tersebut menimbulkan kerugian maka, pelaku usaha berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau pengg,antian yang seadil-adiln,ya”. Diluar hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha, UUPK mengatur menge,nai larangan-larangan bagi pelaku usaha yang termuat pada “pasal 8 UUPK mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yang pada intinya ditujukan pada 2 (dua) batasan pokok dalam bentuk larangan yaitu sebagai berikut:17
-
1. Pelarangan atas produk yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen
-
2. Pelarangan terhadap produk yang tidak menyediakan ketersediaan informasi yang benar dan akurat, dengan maksud menyesatkan konsumen”.
Jika pihak pedagang yang mengedarkan atau memperdagangkan minuman beralkohol tradisional Bali yang termasuk perbu,atan yang melanggar ketentuan pa,sal 8 ayat (4) wajib ditarik dari peredarannya. Peredaran minuman beralkohol tradisional Bali secara ilegal sangat dilarang dan berpotensi menimbulkan masalah serta merugikan banyak pihak, maka pelaku usahaharus memberikan ganti rugi yang timbul sebagai upaya represif atas perbuatan tersebut. Upaya represif adalah suatu upaya penanganan yang dilaksanakan setelah terjadi masalah termasuk pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Hal tersebut dilakukan guna menegakan perlindungan konsumen serta pertanggungjawaban pelaku usaha atas perbuatannya.18
Seiring perkembangan serta kesadaran pemerintah akan potensi yang dimiliki oleh minuman beralkohol tradisional Bali ini terutama arak Bali maka disahkanlah Pergub. Provinsi Ba,li No. 1 tahun 2020 tenta,ng Tata Kelo,la Minu,man Ferm,entasi dan /atau De,stilasi Khas Bali, sebagaimana menegaskan bahwa “setiap pelaku usaha termasuk
produsen, distributor, sub- distributor, pen,gecer dan penjual lan,gsung wajib diberikan pembinaan dan pengawasan meliputi Sur,at Izin Usaha Ind,ustri Min,uman Ber,alkohol (SIUIMB), Surat Izin Usaha Perdagangan Min,uman Beralk,ohol (SIUP-MB), No,mor Induk Beru,saha (NIB), izin edar, pita cukai, la,bel, harga dan kemasan”. Berkaitan dengan izin edar, diatur pula pada “pasal 111 ayat (1) Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan pasal 4 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang menegaskan bahwa baik makanan dan minuman termasuk min,uman bera,lkohol hanya dapat diedarkan setelah mem,iliki izin edar dari ke,pala lembaga yang menyel,enggarakan penga,wasan di bidang obat dan makanan”. Demikian, baik dalam wujud makanan dan minuman sekalipun dengan tanpa memandang ketentuan yang tercantum pada ketentuan peraturan perundang- undangan seperti standar, dan peryaratan keseh,atan wajib dilarang peredarannya, dicabut izin edarnya, dita,rik dari pere,daran serta dimusnahkan.
-
3.2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Yang Memproduksi Minuman Beralkohol Tradisional Bali Tanpa Izin Edar Ke Masyarakat
Secara definisi dari responsibility, tanggung jawab adalah kewajiban seseorang atau golongan atau instansi terikat atas perikatan yang telah dilaksanakannya dan wajib memulihkan kembali kerusakan yang diperbuatnya. Responsibility ini memiliki makna yang berfokus kepada pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap larangan serta kewajiban yang telah diatur pada undang-undang, dan pelaku usaha turut serta memiliki tanggung jawab dalam menyerahkan
kompensasi atas kesalahan yang diperbuatnya, apabila menyebabkan suatu kerugian terhadap pihak konsumen atau pihak lain yang bersangkutan.
Pertanggungjawaban yang dimaksud pun tentu diwajibkan memiliki dasar, yaitu hal yang menimbulkan hukum bagi seorang baik berupa hak dan kewajiban antar para pihak terkait. Berdasarkan hukum perdata, pertanggungjawaban tersebut terbagi menjadi 2 subtansi, yakni unsur risiko dan unsur kesalahan.
Secara umum “prinsip tang,gung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut:19
-
a. Kesa,lahan (liability based on fault) adalah prinsip yang menyatakan seorang baru dapat dimintakan pertanggung,jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
-
b. Prinsip praduga selalu berta,nggung jawab (presumption of liability) yang menyatakan tergugat dianggap bertan,ggung jawab, sampai ia dapat me,mbuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
-
c. Pradu,ga untuk selalu tidak berta,nggung jawab (presumption of nonliability), prinsip ini dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian pada umumnya dilakukan secara logika dan dapat dibenarkan.
-
d. Prin,sip yang menjerat pelakunya apabila meru,gikan konsumen disebut dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip ini digunakan secara umum dalam hukum perl,indungan konsumen
-
e. Prinsip pertan,ggungjawaban dengan pemb,atasan (limitation of liability principle).”
Pertanggungjawaban mutlak (strict liability) adalah pertanggungjawaban yang memiliki hubungan antara kausalitas dengan subjek yang bertanggung jawab terhadap kesahalannya, yang artinya hubungan akibat perbuatan pelaku usaha dengan kerugian yang diderita oleh konsumen.20 Prins,ip tersebut lumrah digunakan dalam menjerat pelaku usaha, yang didapati barang/jasanya menyebabkan kerugian terhadap konsumen yang juga disebut dengan tanggung jawab produk. Berdas,arkan prinsip tersebut pelaku usaha berkewajiban memberi pertanggungjawaban kepada konsumen atas penggunaan barang/jasa yang dipasarkannya. Syarat peng,gugatan atas dasar prinsip tang,gung jawab produk dilakukan berdasarkan 3 hal sebagai berikut:
-
1. Pelanggaran jaminan, seperti manfaat atau khasiat yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspetasi pada label produk.
-
2. Pihak produsen melakukan kealpaan dalam memenuhi standar pembuatan pangan/obat.
-
3. Pelaksanaan pertanggungjawaban mutlak.
Berdasarkan kasus tentang peredaran minuman beralkohol tradisional tanpa izin edar (illegal) ini berkaitan dengan prinsip product liability karena minuman beralkohol yang diedarkan tidak sesuai dengan standar pembuatan pangan dan tidak memberikan jaminan bagi konsumen mengenai informasi produk, oleh sebab banyak ditemukan minuman beralkohol tradisional tidak memiliki label informasi. Secara hemat penulis, maka seharusnya peredaran minuman beralkohol tradisional khas Bali harus sangat diperhatikan baik peranan pemerintah, konsumen dan utamanya pelaku usaha guna memiliki izin edar serta memenuhi standar mutu BPOM. Jikalau produk tersebut beredar tanpa kepemilikan izin beredar dapat dipastikan pada kasus ini sangat sesuai untuk diterapkan tanggung jawab mutlak (strict liability)
Jelas bahwasannya, jika terjadi pelanggaran pada ketentuan pasal 7 huruf (d) UUPK yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini mengedarkan minuman beralkohol tradisonal Bali tanpa terdaftar di BPOM tentu merugikan pihak konsumen. Demikian pelaku usaha berkewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada konsumen yang telah dirugikannya.21 Hal tersebut telah diatur dalam “pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPK yang menegaskan bahwa:
-
a. Pelaku usaha memiliki tanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen atas mengonsumsi barang dan/atau jasa yang diperjualkannya.
-
b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud poin A dapat berupa pengembalian uang, barang dan/atau jasa yang sejenis dan/atau setara nilainya, juga dapat berupa perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku”.
Jika ditemukan pelaku usaha telah melanggar ketentuan “pasal 19 ayat (2) maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen akan menjatuhkan sanksi administratif pada pelaku usaha berupa ganti rugi paling banyak dua ratus juta rupiah”. Diatur pula pada “pasal 60 UUPK serta pada Pasal 62 ayat (1) UUPK menyebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar Pasal 8 UUPK akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah”. UUPK juga melindungi konsumen dari pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi/kompensasi yakni memberikan cara penyelesaian dengan tuntutan ganti rugi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau menempuh jalur litigasi.
Kompensasi yang dimaksud tentu bertujuan sebagai pemulihan atas suatu kecacatan/kerusakan yang terjadi. Pemberian kompensasi didasari oleh 3 hal, yaitu kerusakan pribadi (termasuk kerusakan pada organ dalam tubuh atau kematian), cacat pada kepemilikan barang dan dalam beberapa kondisi mengalami kerugian. Selanjutnya, tujuan utama dari ganti rugi ini ialah guna mewajibkan pelaku usaha bertanggung jawab kepada konsumen atas tindakan yang menimbulkan kerugian.
Sehubungan dengan pemaparan diatas pada “pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan pelaku usaha pangan wajib memiliki izin edar sebagai bentuk pengawasan sekaligu s upaya preventif akan keamanan, mutu, dan gizini, setiap pangan dan olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran”. Apabila ditemukan pelanggaran terhadap “pasal 91 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 pelaku usaha diancam sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau dengan denda maksimal empat miliar rupiah”. Seharusnya guna menanggulangi adanya kerugian yang dimaksud diatas, pedagang minuman beralkohol tradisional Bali ini wajib mendaftarkan pangan olahannya.
Proses pendaftaran yang disebutkan itu termaktub pada PBOM No. 27 tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan (selanjutnya disebut PBOM-PPO). Pada “pasal 1 angka ( 1) PBOM- PPO menyatakan pendaftaran meru pakan prosedur penil aian keamanan, mutu dan gizi Pangan Olahan untuk mendapat izin edar”. Bahkan saat ini proses pelaksanaan pendaftaran tersebut dipermudah dengan adanya e-Registration Pang an Olahan yang meru pakan bentuk efisiensi dan langkah efektif atas pemanfaatan fasilitas komu nikasi, teknologi, dan informasi sehingga diharapkan meminimalisir dan mencegah pelaku usaha yang tidak mendaftarkan pangan olahan (produk) kepada BPOM.
Perlindungan hukum khusus untuk melindungi hak-hak konsumen tercantum pada pasal 4 huruf (a) sampai (i) UUPK. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap konsumen terkait minuman beralkohol tradisional Bali yang dikomersialkan tanpa izin edar juga diatur dalam UUPK pada pasal 4 mencakup hak-hak konsumen dan pasal 7 mencakup kewajiban pelaku usaha. Apabila didapati suatu produk minuman beralkohol tradisional Bali bertentangan atau melanggar stand ar dan persyaratan yang telah ditentukan dalam pera turan perundang- undangan, maka berdasarkan ketentuan pasal 8 ayat (4) UUPK, produk tersebut wajib ditarik dari peredaran. Pasal 4 dan pasal 7 UUPK adalah bentuk upaya preventif guna mencegah tercadinya masalah terhadap perlindungan konsumen, sedangkan pasal 8 ayat (4) merupakan bentuk upaya represif ketika
ditemukannya produk yang telah melanggar ketentuan perundang- undangan. Kompensasi atau ganti rugi sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemilik usaha atas ke,ru,gian yang ditimbulkan oleh sebab peredaran illegal minuman beralkohol tradisional Bali, oleh sebab ditemukannya unsur kelalaian pada pelaku usaha yang pada akhirnya sangat riskan dan berbahaya untuk konsumen maka pelaku usaha harus bertanggung jawab sesuai ketentuan pasal 19 UUPK. Seyogyanya subtansi hukum yang termuat dalam UUPK dalam mencegah serta menanggulangi peredaran illegal ini sudah jelas, serta adanya peraturan perundang-undangan terkait yang mewajibkan produk olahan pangan untuk melakukan pendaftaran pada BPOM sehingga mendapatkan izin edar sebagai bentuk kualifikasi produk olahan pangan itu sendiri sehingga layak dikonsumsi oleh masyarakat. Peran serta baik dari Pemerintah, Pelaku Usaha dan Konsumen harus terpadu sehingga memiliki harmonisasi dan sinkronisasi dalam pelaksanannya, sehingga hal tersebut dapat mencegah pelaku usaha untuk memiliki kesempatan dalam melanggar ketentuan UUPK.
DAFTAR, PUSTAKA
Buku
Ahmad, Miru, and Yodo Sutarman. "Hukum Perlindungan Konsumen, Cet. ke-7, edisi ke-1”. (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2011).
Janus Sidabalok,. “Hukum Perlindungan Kon,sumen di Indonesia”. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010).
Miru, Ahhmadi. “Prinsip,-Prinsip Perlin,dungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”. (Jakarta, Rajawali Press, 2013).
ND, Mukti Fajar dan Achmad, Yulianto. “Du,alisme Pene,litian Hukum Nor,matif & Empiris,”. (Yogy,akarta, Pustaka Pelajar, 2010).
Shidarta, “Perlindungan Konsumen di Indonesia”. (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).
Srianta, Ignatius dan Chatarina Yayuk Trisnawati, “Pengantar Teknologi Pengelolaan Minuman”. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015).
Jurnal Ilmiah
Bagus, Putu Wisnu Mandala W dan I Nyoman Bagiastra, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Label Komposisi Produk Makanan Yang Tidak Benar”,Ke,rtha, Semaya: Journal, Ilmu Hukum 8,, No. 2 (2020).
Edtriana Meliza, “Pelaksanaan, Pengawasan Balai Besar Pengawasan, Obat Dan Makanan, (BBPOM) Terhadap Peredaran Makanan Dan Minuman Tanpa Izin Edar (TIE) Di Kota Pekanbaru”, Jou,rnal Online Mahasiswa (JOM),: Bidang Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, (2012).
I Made Dwi Prasetya, “Pengaturan Merek Produk Makanan (Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek”, Ker,tha Semaya,: Jur,nal, Ilmu Hukum Vol. 7 No. 1 (2018).
Kresnayana, I Made dan I Wayan Parsa, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Cairan Rokok Elektrik Yang Tidak Mencantumkan Tanggal Kadaluarsa”, Ker,tha Semaya,: Jou,rnal Ilmu Hukum 5, No.2 (2018).
Madia, Putu Bella Mania dan Ida Bagus Putra Atmaja, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Menggunakan Kostemik Tanpa Pencantuman Tanggal Kadaluarsa”, Kertha Semaya,: Journal Ilmu Hukum 7, No. 12 (2019).
Mulyadi, Muhammad, “Darurat Miras Oplosan”, Jurnal IIP3DI Vol, No. 24 (2014).
Pangestu, Sari Dwi and Ida Bagus Putra Atmadja, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Beredarnya Produk Obat Yang Tidak Mencantumkan Keterangan Halal/Tidak Halal”, Kertha Semaya,: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 7, No. 12 (2019).
Putra, I Komang Yogi Triana, “Penegakan Hukum Terhadap Perederan Minuman Beralkohol Tanpa Label Edar (Studi Di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali)”, Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya, (2014).
Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies,, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau dari Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Magister, Hukum Udayana 6, No. 4 (2017).
Runtu, Garry Everly. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluarsa Menurut Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999." Lex Privatum 4, no. 1 (2016).
Suradi, Desy Lestari dan Rinitami Njatrijani, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Makanan Kemasan Tanpa Izin Edar yang Beredar Di Pasaran”, Jurnal Ilmu Hukum,: Diponegoroe Law Review Vol.1 No.2 (2013).
Utami, Kadek Nanda Githa dan Ida Bagus Putu Sutama, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Pemakian Produk Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya Pada Toko Female World Shop Grosir-Denpasar”, Kertha Semaya,: Journal Ilmu Hu , kum 5v No. 2(2018).
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Per,data
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembar Nega ra Republik Indonesi a T ahun 1999 N omor 42 Tambah an Lem,baran Negara Republik Indones ia No morun 3821)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembar Negara Republik In donesia Tahun 2009 Nomor 144 Tamb ahan Lembaran Negara Rep ublik Indonesia Nomor 5063)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227 Tambahan Lemb aran Negara Rep ublik Indon esia No mor 5360)
Per,aturan Presiden No. 74 tahun 2013 tentang Penge,ndalian dan Pen,gawasan Minuman Beralk ohol
Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minu,man Fermentasi dan/atau Desti lasi Khas Bali
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 27 tahun 2017 tentang Pendaf,taran Pangan Olahan
Website
Polisi ,Amankan 434 liter Arak,, Dikutip dari : www.beritadewata.com, diakses pada
tanggal 15 Oktober 2020 Pkl. 17.27 WITA.
Salah Satu ,Distributor Arak di Bali Dapat Izi,n ,Edar da,ri BPOM, Dikutip dari : https://bali.bisnis.com/read/20200306/538/1209926/salah-satu-distributor-arak-di-bali- dapat-izin-edar-dari-bpom. Diakses pada tanggal 15 Oktober Pkl. 17.30 WITA
T,ak Mau Ada Ka,sus Fatal Ak,ibat Miras di Denpasar, ,Polisi Amankan, 240 Liter Miras Oplosan, Dikutip dari : https://bali.tribunnews.com/2018/04/11/tak-mau-ada-kasus-fatal-akibat- miras-di-denpasar-polisi-amankan-240-liter-miras-oplosan, diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 Pkl. 17.50 WITA
Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.400-413
413
Discussion and feedback